Anda di halaman 1dari 6

BILAS LAMBUNG

1. PENGERTIAN
Bilas lambung adalah suatu proses yang digunakan untuk membersihkan isi lambung atau
dikenal juga dengan cuci perut atau irigasi lambung (Mane et all, 2015)

2. BILAS LAMBUNG UNTUK PASIEN PERDARAHAN

Penyebab utama perdarahan lambung pada pasien ialah varises, erosi mukosa, robekan Mallory-
weiss, neoplasia, esophangitis, angioectasias, dam lesi dieulafoy. Pada pasien perdarahan
saluran cerna bagian bagian atas ureum creatinine darah akan meningkat karena darah akan
dicerna menjadi protein dan diserap kembali di usus kecil. Protein kemudian diangkut ke hati
dan dimetabolisme melalui siklus urea sehingga terjadi peningkatan urea.
Pada pasien perdarahan lambung perlu diperiksa darah lengkap, kimia dan koagulasi. Penurunan
haematocrit pada pasien perdarahan lambung biasanya tidak secara langsung tetapi 4-6 jam
baru terjadi perubahan.
Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan penyebab perdarahan sangatlah penting karena
akan menentukan tindakan yang akan diambil. Test diagnostic cepat diIGD dapat dilakukan
dengan memasukkan NACL 200-300 ml melalui selang NGT kemudian memeriksa produksi yang
keluar. Selain cara tersebut dapat dilakukan dengan Esophagogastroduodeno scopy ( EGD ). EGD
ini mempunyai resiko setelah dilakukan tindakan yaitu aspirasi, perforasi, atau peningkatan
perdarahan. Terutama jika Haematokritnya lebih dari 30 mempunyai resiko perdarahan yg lebih
besar. International Normalized Ratio ( INR ) antara 1,3 smp 2,7 mempunyai resiko perdarahan
yang rendah.
Jika perdarahan diduga dari varises, infus octreotide intravena harus terus menerus digunakan
untuk meningkatkan vasokontriksi spalnik dan menurunkan aliran portal. Pasien serosis dengan
perdarahan lambung harus menerima antibiotic karena 20-50 % terbukti meningkatkan infeksi.
Untuk perdarahan disebabkan varises, ligase varix endoskopik atau terapi sklero dapat
dilakukan. Pemasangan balon tamponade juga dapat dipertimbangkan. Pemasangan balon tidak
boleh lebih dari 24 jam karena menyebabkan nekrotik esophagus (Patel et all,2019).
Mneurut Grainek et all (2015) pasuien dengan perdarahan lambung harus segera dinilai status
hemodinamiknya, jika perlu lakukan penggantian cairan intravaskuler dengan cairan kristaloid
jika ada ketidakstabilan haemodinamik. Taranfusi darah dapat dilakukan jika HB kurang dari 9
g/dl.
Ada 40 recomendasi dari europian society of Gastrointestinal endoscopy (ESGE) guidline:
1. Penggantian cairan intravaskuler jika terjadi ketidakstabilan hemidinamik
2. Tranfusi darah dengan target Hb antara 7-9 g/dl
3. Mengelompokkan pasien dalam kategori tinggi atau rendah menggunakan alat stratifikasi
resiko
4. Menggunakan Skor Glasgow Blatchford (GBS ) untuk stratifikasi pre endoskopi
5. Menoreksi koagulasi dengan mempertimbangkan resiko kardiovaskuler jika hemodinamik
tidak stabil terutama pada pasien yang menggunakan antagonis vitamin K (warfarin)
6. Untuk dilakukan endoskopi nilai international normalized ratio (INR) < 2,5
7. Menahan antikoagulan oral langsung pada pasien dugaan NVUGIH akut
8. Penggunaan antiplatelet
9. Memulai menghambat pompa proton (PPI) intravena dosis tinggi , diikuti kontinu (80 mg
kemudian 8 mg/jam pada pasien UGIH akut
10. Penggunaan asam tranexamat pada pasien dengan NVUGIH
11. Penggunaan somatostatin atau oktreotida pada pasien NVUGIH
12. Pemberian eritromicyn ( dosis tunggal, 250 mg diberikan 30-120 mnt sebelum endoskopi)
13. Tidak merekomendasikan penggunaan aspirasi/lavage nasogastric secara rutin pada UGIH
akut
14. Untuk melindungi jalan nafas pasien dari potensi aspirasi disarankan intubasi endotracheal
pada hematemesis aktif, ensefalopati atau agitasi .
15. Waktu endoskopi pada UGIH akut kurang dari 24 jam
16. Setelah hemodinamik stabil lakukan endoskopi dini
17. Tersedianya ahli endoskopi yang mahir oncall dan staf perawat oncall dengan keahlian
teknis endoskopi
18. Klasifikasi pada semua pasien perdarahan ulkus peptikum untuk membedakan kategori
rendah dan tinggi
19. Perdarahan aktif pada ulkus peptikum, menyembur atau mengalir beresiko untuk terjadi
perdarahan ulang
20. Pada perdarahan ulkus peptikum dengan bekuan darah diangkat dengan endoskopi
21. Pada pasien perdarahan ulkus peptikum yang memiliki bercak berpigmen datar memiliki
resiko perdarahan berulang yang rendah
22. Tidak merekomendasikan Penggunaan USG Doppler dalam evaluasi perdarahan ulkus
peptikum
23. Untuk perdarahan ulkus peptikum aktif merekomendasikan injeksi epnefrin tetapi tidak
digunakan sebagai terrapin mono endoskopik
24. Terapi mekanik, terapi termal, atau injeksi agen sclerosis sebagai monoterapi atau dalam
kombinasi injeksi epinefrin pada pasien pembuluh darah tidak pecah atau robek
25. Pada perdarahan NVUGIH aktif yang tidak terkontrol oleh terapi hemostatis endoskopi
standar, disarankan penggunaan semprotan hemostatik topical sebagai terapi endoskopi
penyelamatan
26. Untuk penyebab NVUGIH terkait asam yang berbeda dari tukak lambung (misalnya
esophagitis erosive, gastritis, duodenitis) direkomendasikan dengan PPI dosis tinggi
27. Pasien dengan lesi Mallory-Weiss yang mengalami perdarahan aktif menerima hemostatis
endoskopik
28. Lesi Dieulafoy menerima hemostatis endoskopi menggunakan termal, mekanik atau
kombinasi epinefrin dengan terapi kontak termal atau mekanik
29. Pada perdarahan angioektasis GI bagian atas merekomendasikan terapi hemostatis
endoskopik
30. Perdarahan dari neoplasma GI bagian atas merekomendasikan untuk mempertimbangkan
hemostatis endoskopik untuk mencegah pembedahan mendesak dan mengurangi
kebutuhan tranfusi darah
31. Terapi PPI untuk pasien yang menerima hemostatis endoskopik dan untuk pasien dengan
bekuan yang melekat tidak menerima hemostatis endoskopi. Terapi PPI harus dengan dosis
tinggi dan diberikan secara bolus intravena selama 72 jam pasca endoskopi
32. Mempertimbangkan terapi PPI sebagai dosis bolus intravena intermitten dapat diganti oral
apa bila memungkinkan
33. Pada perdarahan ulang setelah hemostasis endoskopi awal berhasi, direkomendasika untuk
endoskopi ulang dengan hemostatis jika ada indikasi jika gagal pada endoskopi kedua,
pembedahan harus dipertimbangkan
34. Tidak merekomendasika endoskopi sebagai pemeriksaan rutin NVUGIH, namun
pemeriksaan dapat dipertimbangkan pada pasien tertentu yang beresiko tinggi
35. Pada pasien NVUGIH sekunder akibat ulkus peptikum merekomendasikan untuk
pemeriksaan Helicobacter pylori dan memulai antibiotic yang tepat saat terdeteksi adanya
Helicobacter pylori
36. Memulai terapi antikoagulan kembali setelah NVUGIH pada pasien dengan indikasi
antikoagulan jangka panjang.
37. Pada terapi aspirin dosis rendah untuk profilaksis kardiovaskular sekunder yang mengalamu
perdarahan ulkus peptikum, merekomendasikan penggunaan aspirin distop, evaluasi resiko
dan manfaat, kolaborasi dengan ahli jantung
38. Pada terapi aspirin dosis rendah untuk profilaksis kardiovaskular primer yang mengalami
perdarahan ulkus peptikum, merekomendasikan aspirin untuk dilanjutkan segera setelah
endoskopi jika resiko perdarahan ulang rendah
39. Pada terapi platelet yang mengalami perdarahan ulkus peptikum, merekomendasikan
melanjutkan terapi aspirin dosis rendah dengan konsultasi ahli jantung
40. Pada terapi platelet yang mengalami menjalani NVUGIH merekomendasikan penggunaan
PPI sebagai ko terapi.

3. BILAS LAMBUNG UNTUK PASIEN KERACUNAN

Bilas lambung pada pasien keracunan direkomendasikan dilakukan setelah 3 jam pasien
menelan racun pada kasus keracunan asam salisilat, trigyclic, carbamazepine dan toksisitas
barbiturate disarankan 6-12 jam setelah menelan.
Instrument yang digunakan dengan selang Ewald atau selang Boas. Jika tidak tersedia dapat
digubakan selang karet biasa diameter 1 cm dan panjang 1-1,5 m. posisi pasien trendelburg kea
rah kiri, posisi mulut lebih rendah dari laring dengan posisi kepala mengantung.
Setelah dilakukan pemasangan selang dilakukan irigasi dengan air biasa 500 ml dialirkan melalui
corong. Posisi corong tidak boleh lebih rendah dari mulut, harus lebih tinggu dari mulut. Pada
pencucian yang pertama inilah produksi lambung yang akan dikirim ke laboratorium untuk
analisa. Proses yang sama dapat diulangi dengan air hangat atau air garan atau cairan yang
mengandung penawar yang sesuai. Untuk mencegah penyerapan kembali dari racun yang masih
tertinggal dilambung dapat dikeluarkan melalui ekskresi dengan bantuan magnesium sulfat atau
natrium sulfat.
Bilas lambung tidak dianjurkan pada pasien Diatesis hemoragik, varises esofagus, kehamilan,
pasien yang baru menjalani operasi.
Komplikasi dari bilas lambung ini dapat menyebabkan Pneumonia karena aspirasi, kejang laring,
ST elevasi, bradikardi, perforasi lambung atau kerongkongan.
Prosedur ini dilakukan untuk mengeluarkan racun secelum dicerna atau diserap tubuh, prosedur
ini dilakukan hanya dalam kasus keracunan dosis fatal. Selain dapat dilakukan pada pasien
keracunan prosedur ini juga dapat dilakukan pada bayi yang baru lahir karena keracunan
meconium atau cairan ketuban yang tertelan selama proses persalinan ( Mane et all, 2015).
Alat-alat yang diperlukan untuk bilas lambung pada pasien keracunan menurut Anant et al
2018:
A. Funnel end ( mouth end) atau corong : untuk menuangkan cairan dan mengeluarkan cairan
lambung
B. Suction bulb ( sometime absent) : untuk membuka paksa jika terjadi sumbatan makanan dan
untuk mengeluarkan cairan jika tindakan menyedot gagal
C. Lower rounded perforated end ( stomach end): untuk menghindari kerusakan lambung
selama prosedur dilakukan
D. Rubber tubing (selang karet): diberi tanda 40 cm, 50 cm dan 60 cm
E. Mouth gag: untuk menghindari kerusakan gigi terbuat dari kayu

Dalam waktu 1-2 jam setelah racun tertelan atau bahkan 6 jam bilas lambung dapat berguna jika pasien
dalam keadaan tidak sadar karena waktu pengosongan lambung meningkat. Beberapa ahli
merekomendasikan 6-12 jam setelah konsumsi salisilat, trisiklik, karbamazepin dan barbiturate.

Komplikasi

- Aspirasi Pneumonia
- Laringospasme
- Hipotermi
- Ketidakseimbangan elektrolit
- Perforasi esofagus atau lambung

Posisi : miring kekiri atau tengkurap, dengan kepala mengantung ditepi tempat tidur, dan telungkup.
Pasien dipertahankan dalam posisi Trendelenburg kaki lebih tinggi dari kepala 15- 30 derajat
DAFTAR PUSTAKA
- Patel et all, (2019) upper Gastointestinal bleeding, departemen of surgery, long island
medical center
- Mane et all (2015) role of gastric lavage in management of ingested poisoning, international
journal of science and research (IJSR)
- Gralnek et all ( 2015 ), Diagnosis and managemen of nonvaricel upper gastrointestinal
hemorarrhage: European Society of Gastrointestinal Endoscopy (ESGE) guidline, new York
- Anant et all, ( 2018), a review on gastric lavage in management of poisoning, EJPMR,
Chattisgart india

Anda mungkin juga menyukai