Anda di halaman 1dari 8

A.

Komplikasi
1. Pulmonari
a. Atelektasis
b. Syndrom gagal pernapasan akut
2. Kardiovaskular
a. Syok hipotensif
b. Depresi miocardial (MDK)
3. Ginjal
a. Gagal ginjal akut
4. Hematologi
a. Koagulasi intravaskular diseminata
5. Metabolik
a. Hipokalsemia
b. Metabolik asidosis
6. Gastrointestinal
a. Pseudokis pankreatik
b. Abses pankreas
c. Perdarahan gastrointestinal

B. Penatalaksanaan
Pankreatitis Akut
Tujuan pengobatan adalah menghentikan proses peradangan dan antodigesti atau
menstabilkan sedikitnya keadaan klinis sehingga memberi kesempatan resolusi penyakit.
Pasien pankreatitis menerima terapi suportif yang terdiri dari kontrol nyeri secara efektif,
penggantian cairan, dan nutrisi pendukung.
1. Terapi Non Farmakologi
a. Nutrisi Pendukung
Pemberian nutrisi pendukung dilakukan untuk mengistirahatkan saluran cerna
sehingga mengurangi stimulasi terhadap pankreas juga karena terjadinya malnutrisi.
Malnutrisi diakibatkan metabolisme pada pasien dengan pankreatitis akut berat
menyerupai keadaan sepsis, yang ditandai dengan hiperdinamik, hipermetabolik, dan
hiperkatabolik.
Dalam beberapa tahun lalu pemberian nutrisi yang direkomendasikan adalah nutrisi
parenteral melalui vena sentral. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pemberian
nutrisi per-oral akan merangsang produksi enzim pankreas sehingga justru akan
memperberat penyakit. Namun seiring dengan penelitian klinis konsep telah berubah,
justru sebaiknya nutrisi diberikan secara enteral.
Berdasarkan penelitian, pemberian nutrisi parenteral dapat mengakibatkan:
1. Atrofi jaringan limfoid usus (GALT/gut associated lymphoid tissue) yang
merupakan sumber utama imunitas mukosa,
2. Terganggunya fungsi limfosit Sel T dan sel B, menurunnya aktivitas kemotaksis
leukosit dan fungsi fagositosis sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri
(bacterial overgrowth),
3. Meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah terjadinya
translokasi bakteri, endotoksin, dan antigen masuk ke dalam sirkulasi.
Pemberian nutrisi enteral berdasarkan penelitian lebih menguntungkan karena:
1. Dapat melindungi fungsi barrier usus,
2. Menurunkan produksi mediator proinflamatori sehingga risiko translokasi
bakterial dan endotoksin menurun.
Nutrisi yang diberikan secara oral, nasogatrik maupun melalui duodenum dapat
meningkatkan produksi enzim pankreas. Namun nutrisi enteral melalui nasojejunal
tube (NJT) tidak merangsang produksi enzim. Hal ini dibuktikan oleh Zhao et al,
pada pasien dengan pankreatitis akut berat, pemberian nutrisi enteral dikombinasi
dengan nutrisi parenteral vs dengan nutrisi parenteral saja disimpulkan: kadar TNF-
□, IL-6, kadar CRP lebih rendah pada kelompok nutrisi enteral, dan kadar enzim
pankreas tidak terpacu dengan pemberian nutrisi enteral.
Nutrisi enteral diberikan segera setelah dilakukan resusitasi cairan, dapat diberikan
48 jam pertama bila kondisi sudah stabil, dan tidak ada kontraindikasi seperti:
adanya syok, perdarahan gastrointestinal masif, obstruksi intestinal, fistula jejunum
atau enteroparalisis berat. Ada tiga alternatif pemberian nutrisi enteral pada
pankreatitis akut berat:
(1) nasojejunal tube,
(2) gastrostomy/jejunostomy tube,
(3) jejunostomi secara bedah.
Pemberian secara NJT lebih terpilih karena lebih aman, non-invasif dan lebih mudah
dikerjakan dengan bantuan endoskopi/fluoroskopi.

b. Intervensi radiologi dan ERCP


Mengangkat batu empedu dengan ERCP atau pembedahan biasanya dapat mengatasi
Pankreatitis akut dan mencegah kambuh kembali. Meskipun demikian pada saat ini
terapi pankreatitis akut berat telah bergeser dari tindakan pembedahan awal ke
perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan endoskopi
intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi.
Tindakan ERCP, drainase endoskopis dan perkutaneus baik dengan panduan USG
maupun CT scan dapat diindikasikan pada komplikasi pankreatitis berat seperti:
timbunan cairan peripankreatik, pseudocyst dan abses lambat. Pseudocyst yang
didefinisikan sebagai adanya timbunan cairan yang menetap lebih dari 4 minggu,
terjadi akibat rupturnya duktus pankreatikus dapat didrainase secara endoskopis
dengan keberhasilan sekitar 83%.
Batu empedu yang bermigrasi dan terjebak di ampula merupakan penyebab tersering
pankreatitis akut (acute biliary pancreatitis). Batu empedu ditemukan pada tinja
sebesar 85-95% pada pasien yang menderita pankreatitis akut. ERCP merupakan
prosedur endoskopik untuk mengevaluasi sistem bilier dan sistem duktus
pankreatikus. Beberapa studi membuktikan bahwa ERCP yang dilakukan pada 24–72
jam dari onset klinis pada pasien pankreatitis akut berat yang terbukti dengan
obstruksi bilier, kolangitis dan peningkatan bilirubin dapat menurunkan morbiditas
dan mortalitas.
Pasien yang menjalani ERCP seringkali dikombinasi dengan tindakan sfingterotomi
endoskopis tanpa memandang ada/tidaknya batu di duktus biliaris. Pada pasien
dengan kolangitis memerlukan tindakan sfingterotomi endoskopis atau drainase
duktus dengan stent perlu dilakukan untuk menghilangkan obstruksi bilier.

c. Terapi Bedah
Tindakan bedah diindikasikan pada pankreatitis akut berat:
1. Pankreatitis nekrotik akut terinfeksi,
2. Pankreatitis nekrotik steril dengan pankreatitis akut fulminan (ditandai dengan
menurunnya kondisi pasien akibat gagal organ multipel yang muncul dalam
beberapa hari sejak onset gejala),
3. Pankreatitis akut dengan perdarahan usus.
Tujuan tindakan bedah adalah untuk membersihkan jaringan nekrotik sebersih
mungkin dengan menyisakan jaringan pankreas yang masih viabel.
Tindakan debridement (necrotomy) merupakan gold standard pada pankreatitis
nekrosis akut terinfeksi dan nekrosis peripankreatik. Pankreatitis nekrotik akut steril
tidak perlu tindakan bedah, cukup konservatif kecuali terjadi pankreatitis akut
fulminan. Berdasarkan penelitian, dari 172 pasien dengan nekrosis steril mortalitas
terjadi sebanyak 13,1% pada kelompok yang menjalani pembedahan dibandingkan
yang konservatif hanya 6,2%. Tindakan bedah dilakukan pada minggu ke 3-4 setelah
onset gejala karena intervensi pada minggu awal meningkatkan risiko mortalitas
>65% karena komplikasi pulmonal/kardial.

2. Terapi Farmakologi
a. Manajemen Nyeri
Untuk mengatasi nyeri perut diberikan analgesik. Faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam memilih analgetik adalah efikasi dan keamanan. Dahulu tritmen
biasanya diawali dengan pemberian meperidine secara parenteral (50-100 mg tiap 3-
4 jam), karena tidak mengakibatkan pankreatitis. Sekarang ini, banyak rumah sakit
yang membatasi atau malah tidak menggunakannya lagi karena tidak seefektif
narkotik lainnya dan dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal. Selain kurang
efekif, juga dibutuhkan dosis dan frekuensi yang lebih tinggi. Hal yang terpenting
adalah bahwa metabolit aktif meperidine berakumulasi pada pasien gagal ginjal dan
dapat menyebabkan kejang atau psikosis.
Parenteral morfin lebih direkomendasikan. Tetapi penggunaannya terkadang harus
dihindari karena dapat menyebabkan spasm sphincter of Oddi, meningkatkan serum
amylase, dan (jarang) pankreatitis. Hidromorfon lebih disukai karena memiliki waktu
paruh yang lebih panjang. Belum ada bukti bahwa obat antsekretori dapat mencegah
eksaserbasi nyeri perut.
b. Pembatasan Komplikasi Sistemik dan Pencegahan Nekrosis Pankreas
 Manajemen Cairan
Penggantian cairan dan suport sistem pernafasan, kardiovaskular, hepatobiliary
dapat mengurangi komplikasi. Meskipun belum ada bukti metode untuk
mencegah komplikasi, terdapat hubungan erat antara hemokonsentrasi dengan
nekrosis pankreas. Oleh karena itu penggantian cairan sangat penting untuk
mengkoreksi volume intravaskular. Selain itu prognosis pasien sangat tergantung
dengan restorasi cairan yang cepat dan adekuat, sesuai dengan jumlah cairan yang
masuk ke rongga peritoneal. Pasien pankreatitis akut mungkin terjadi penyisipan
cairan 4-12 L ke rongga peritoneal akibat inflamasi.
Vasodilatasi akibat respons inflamasi, muntah, dan nasogastrik juga menyebabkan
hypovolemia dan kehilangan cairan dan elektrolit. Pada pankreatitis berat
pembuluh darah di dan sekitar pankreas mungkin ruptur dan menyebabkan
perdarahan. Pemberian koloid secara intravena mungkin diperlukan untuk
mempertahankan volume dan tekanan darah karena kehilangan cairan kaya
protein.
 Obat-obatan
Sejumlah obat diteliti efikasinya dalam mencegah komplikasi pankreas
diantaranya adalah:
- Antagonis H2, proton pump inhibitor
- Protease inhibitor: gabexate, aprotinin
- Platelet-activating factor antagonist: lexipafant
- Somatostatin dan Octreotide
o Inhibitor potent sekresi enzim pankreas
o Mengurangi kematian tetapi tidak mengurangi komplikasi
 Pencegahan Infeksi
Salah satu penyebab kematian pada pankreatitis akut berat adalah karena
pankreatitis nekrotika akut. Pankreas yang mengalami nekrosis dapat bersifat
steril atau terinfeksi. Pankreas yang terinfeksi mempunyai mortalitas lebih tinggi
(10–50%) dibandingkan yang steril (10%). Risiko pankreatitis nekrotika akut
terinfeksi tergantung dari luasnya area nekrosis. Semakin luas nekrosis semakin
besar risiko infeksi.
Penyebab infeksi terbanyak adalah: Echerichia coli (32%), Enterococcus (25%),
Klebsiella (15%), Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus aureus
(14%), Pseudomonas (7%) dan Candida (11%). Infeksi lebih banyak bersifat
monomikrobial (66%) dibandingkan polimikrobial (34%). Invasi bakterial ke
jaringan pankreas dapat terjadi melalui beberapa cara: translokasi bakterial dari
colon, refluks cairan bilier melalui duodenum, penyebaran secara hematogen atau
melalui saluran limfatika. Saat ini diketahui translokasi bakteri dari lumen saluran
cerna merupakan sumber utama bakteri yang mencapai dan menyebabkan
nekrosis pankreas/abses yang merupakan salah satu bentuk komplikas lokal. Hal
ini disebabkan penurunan motilitas saluran cerna sehingga memperlama eliminasi
bakteri dan memungkinkan bakteri berproliferasi di intestin. Integritas mukosa,
yang dipertahankan oleh normal enterik di villi adalah salah satu faktor utama
mekanisme perlindungan saluran cerna. Kegagalan barier intestinal dan juga
pertumbuhan bakteri yang sangat besar akibat perubahan motilitas tersebut dan
imunosupresi akan meningkatkan kontaminasi pankreas oleh translokasi bakteri
pada pasien pankreatitis akut berat.
Pemberian antibiotika profilaksis pada pankreatitis nekrotika akut masih
kontroversial. Salah satu keberatannya adalah meningkatnya resistensi mikroba
dan risiko meningkatnya infeksi nosokomial akibat organisme nonenterik
melaporkan pemberian antibiotika awal pada pasien yang mengalami nekrosis
pankreas akut dengan cefuroxime 4,5 g/hari dibandingkan dengan plasebo dapat
menurunkan mortalitas dan risiko sepsis (p=0,01).
Untuk efektivitas pengobatan antibiotika yang diberikan adalah antibiotika broad
spectrum yang dapat menembus barier sehingga mencapai tempat infeksi, seperti
metronidazole, cefotaxime, piperacillin, mezlocillin, ofloxacin, and ciprofloxacin.
Apabila diberikan secara profilaktik disarankan lama pemberian berkisar antara 7-
14 hari.
Pemeriksaan aspirasi jarum halus yang dipandu dengan USG/CT scan sebaiknya
dilakukan untuk membedakan nekrosis pankreas akut bersifat steril atau
terinfeksi dan melakukan kultur dan sensitivitas sebagai pedoman pemberian
antibiotika yang tepat. Aspirasi jarum halus relatif aman dan memberikan hasil
yang akurat, dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas untuk menegakkan
nekrosis pankreas terinfeksi sebesar masing masing 90% dan 96%.
 Pankreatitis Post-ERCP
Pankreatitis yang terjadi akibat trauma setelah ERCP (Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography) biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Jika
memerlukan pengobatan yang diberikan adalah somatostatin dan gabexate.

Pankreatitis Kronik
1. Terapi Non Farmakologi
Selama suatu serangan, yang sangat penting adalah menghindari alkohol. Menghindari
semua makanan dan hanya menerima cairan melalui infus, dapat mengistirahatkan
pankreas dan usus juga bisa mengurangi rasa nyeri.
Untuk mengurangi serangan, dianjurkan makan 4-5 kali/hari, yang mengandung
sedikit lemak dan protein, dan banyak karbohidrat. Alkohol harus tetap
dihindari.
Bila sakit berlanjut, kemungkinan telah terjadi komplikasi, seperti masa peradangan di
kepala pankreas atau suatu pseudokista. Masa peradangan memerlukan terapi
pembedahan. Pseudokista yang menyebabkan nyeri sejalan dengan perkembangannya,
mungkin harus menjalani dekompresi (pengurangan penekanan).
Pada pecandu alkohol yang mengalami penyembuhan, pengangkatan sebagian pankreas
dilakukan hanya pada mereka yang dapat mengatasi diabetes yang akan terjadi setelah
pembedahan.

2. Terapi Farmakologi
Terapi pereda nyeri golongan narkotik, masih sering diperlukan untuk mengurangi rasa
nyeri. Bila penderita terus menerus merasakan nyeri dan tidak ada komplikasi, biasanya
dokter menyuntikan penghambat nyeri ke saraf pankreas sehingga rangsangannya tidak
sampai ke otak. Bila cara ini gagal, mungkin diperlukan pembedahan. Jika saluran
pankreasnya melebar, pembuatan jalan pintas dari pankreas ke usus halus, akan
mengurangi rasa nyeri pada sekitar 70- 80% penderita. Jika salurannya tidak melebar,
sebagian dari pankreas mungkin harus diangkat. Bila kepala pankreas terkena, bagian
ini diangkat bersamaan dengan usus dua belas jari. Pembedahan ini dapat mengurangi
nyeri pada 60-80% penderita.
Dengan meminum tablet atau kapsul yang mengandung ekstrak enzim pankreas pada
saat makan, dapat membuat tinja menjadi kurang berlemak dan memperbaiki
penyerapan makanan, tapi masalah ini jarang dapat teratasi. Bila perlu, larutan antasid
atau penghambat H2 dapat diminum bersamaan dengan enzim pankreas. Dengan
pengobatan tersebut, berat badan penderita biasanya akan meningkat, buang air
besarnya menjadi lebih jarang, tidak lagi terdapat tetesan minyak pada tinjanya dan
secara umum akan merasa lebih baik.
Jika pengobatan diatas tidak efektif, penderita dapat mencoba mengurangi asupan
lemak. Mungkin juga dibutuhkan tambahan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,
D, E dan K).

Anda mungkin juga menyukai