Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PANGKREATITIS AKUT


RSUD. DR. M YUNUS KOTA BENGKULU
( RUANGAN POLI BEDAH DIGESTIF )

Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)


Minggu Ke- Satu (1)
Tanggal 17 s.d 22 Januari 2022

OLEH :
Nama Mahasiswa : Ariance Sanaky
NIM : 2126050004

Preceptor Akademik Preceptor Klinik

(Ns. Neni Triana, S.Kep,.M.Kep) ( Ns. Nova Apriani, S.Kep )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pankreatitis akut adalah peradangan akut, non-bakterial pada organ pankreas.
Pankreatitis terjadi akibat autodigesti enzim pankreas yang teraktivasi. Hal ini
mengakibatkan terjadinya edema, kerusakan vaskuler, perdarahan, dan nekrosis organ
pankreas. Ekspresi yang berlebihan dari sitokin inflamasi seperti interleukin (IL)-1,IL-6,
IL-8, dan tumor necrosis factor (TNF)-α dapat dengan serius merusak sistem
mikrosirkulasi endotelium dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Inflamasi yang
persisten dapat menyebabkan hipoksia dan systemic inflammatory response syndrome
(SIRS) yang dapat meningkatkan mortalitas dan menjadi pankreatitis akut berat.
Sekitar 75-85% penyebab pankreatitis akut dapat diidentifikasi. Obstruksi batu di
duktus koledukus (38%) dan alkohol (36%), serta penyebab lainnya. Etiologi pankreatitis
akut oleh karena penyakit biliari (43,8%) dan kecanduan alkohol (26,5%). Pankreatitis
akut oleh karena alkoholik empat kali lebih sering pada laki-laki (39,1%) dibandingkan
perempuan (10,6%). Hiperlipidemia juga dapat menjadi penyebab pankreatitis akut
terutama pada derajat sedang dan berat. Pankreatitis akut idiopatik pada laki-laki
mencapai 16,1% sedangkan pada perempuan mencapai 16.6%. Pankreatitis akut juga
dapat terjadi setelah melakukan Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography
(ERCP) yang lebih sering terjadi pada perempuan (6%) dibandingkan laki-laki (1.8%).
Akut pankreatitis lebih banyak berkembang menjadi pankreatitis derajat ringan dan
sedang. Sedikit yang berkembang menjadi bentuk pankreatitis berat.
Mayoritas kasus pankreatitis akut adalah derajat ringan (61,2%), derajat sedang
(30%), dan derajat berat (8,8%).3 Pankreatitis akut dapat menyebabkan gagal organ
multipel atau perubahan nekrotik dari pankreas sehingga meningkatkan mortalitas dan
morbiditas. Pada pankreatitis akut berat lebih dari 50% menunjukkan gejala gagal organ
pada hari keempat saat dirawat di rumah sakit. Dalam 72 jam 11 orang akan berkembang
menjadi Acute Kidney Injury (AKI) dan 6 orang akan mengalami gagal ginjal. Untuk
derajat ringan mortalitasnya mencapai 2,22% sedangkan untuk derajat berat mencapai
45,63%5. Kematian 1-2 minggu pada pankreatitis akut oleh karena gagal organ multipel.
Kematian pankreatitis akut berat pada minggu pertama lebih dari setengahnya.
Berdasarkan penelitian kohort, mortalitas pankreatitis akut secara keseluruhan mencapai
2,83% (17 kematian/600 pasien). Untuk derajat berat pankreatitis akut mencapai 28,3%,
sedang 0,6%, dan ringan 0,3%.
Saat ini insiden pankreatitis akut semakin meningkat di seluruh dunia. Insiden
pankreatitis akut berbeda-beda di masing-masing negara sekitar 10-100/100.000 orang.
Insiden pankreatitis akut pada laki-laki meningkat pada umur 33-38 tahun dan masih tetap
tinggi pada usia 68 tahun. Sedangkan pada perempuan insidennya meningkat pada umur
53-78 tahun. Pankreatitis akut dapat menyebabkan masuk rumah sakit tiba-tiba untuk
adanya gangguan pada gastrointestinal. Untuk derajat ringan lama dirawat di rumah sakit
mencapai 8.3±0.2 hari, sedangkan derajat sedang selama 14.6±0.5 hari, dan derajat
beratmencapai 26.2±3.1 hari.
Biaya untuk sekali pengobatan, pemeriksaan, dan intervensi mencapai 330 euro (± 4,6
juta rupiah berdasarkan Badan Kebijakan Fisikal Republik Indonesia, 2016) untuk derajat
ringan pankreatitis akut dan mencapai 5.750 euro (± 80,6 juta rupiah) untuk derajat berat
pankreatitis akut. Oleh karena itu, sangat perlu untuk mengetahui derajat pankreatitis
yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN TEORITIS

A. DEFENISI
Pankreatitis akut adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri dimana enzim
pankreas diaktivasi secara prematur dan mengakibatkan autodigestif pankreas.
Pankreatitis mungkin bersifat akut atau kronis, dengan gejala ringan sampai berat.
Pankreatitis merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang dapat
berkisar mulai dari kelainan yang relative ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit
yang berjalan dengan cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan.
Secara klinis pankreatitis akut ditandai oleh nyeri perut yang akut disertai dengan
kenaikan enzim dalam darah dan urin. Berdasarkan definisi, pada pankreatitis akut
bersifat reversibel jika stimulus pemicunya dihilangkan; pankreatitis kronik diartikan
sebagai desktruksi parenkim eksokrin pankreas yang bersifat ireversibel.
Pankreatitis akut adalah suatu proses peradangan akut yang mengenai pankreas dan
ditandai oleh berbagai derajat edema, perdarahan dan nekrosis pada sel-sel asinus dan
pembuluh darah. Mortalitas dan gejala klinis bervariasi sesuai derajat proses patologi.
Bila hanya terdapat edema pankreas, mortalitas mungkin berkisar dari 5% sampai 10%,
sedangkan perdarahan masif nekrotik mempunyai mortalitas 50% sampai 80%.

B. ETILOGI
Beberapa penyebab terbanyak terjadinya pankreatitis akut adalah batu empedu,
alkohol, post ERCP dan trigliseridemia. Batu empedu menjadi penyebab tersering dari
pankreatitis akut (30-60%).
Pasien dengan batu empedu berdiameter < 5 mm memiliki risiko pankreatitis akut 4
kali lebih besar dibandingkan dengan batu empedu berukuran lebih besar.Obstruksi
duktus akibat migrasi batu empedu dapat terlokalisasi di duktus bilier, duktus
pankreatikus atau keduanya. Obstruksi duktus menyebabkan pankreatitis dengan
meingkatkan tekanan duktus dan aktivasi enzim digestif.
15-30% dari pankreatitis akut disebabkan oleh alkohol. Insiden pankreatitis pada
alkoholik cukup rendah (5/100.000), mengindikasikan selain jumlah alkohol yang
dikonsumsi, ada faktor lain yang tidak diketahui yang menyebabkan seseorang rentan
terhadap kerusakan pankreas. Salah satu teori terjadinya pankreatitis akut akibat alkohol
adalah etanol secara langsung menyebabkan sensitisasi sel asinar terhadap stimuli
kolesistokinin.
Pankreatitis akut terjadi pada pasien post ERCP sebesar 5-20%. Pengunaan stent
duktus pankreatikus sebagai profilaksis menunjukkan manfaat dalam menurunkan angka
pankreatitis tetapi masih diperlukan evaluasi lebih lanjut. Faktor risiko pankreatitis post
ERCP adalah sfingterektomi papila minor, disfungsi sfingter Oddi, riwayat pankreatitis
post ERCP, usia < 60 tahun, dan > 2 injeksi kontras. Hipertrigliseridemia menyebabkan
1,3-3,8% kasus pankreatitis akut. Trigliserid sermua biasanya >11,3 mmol/L (> 1000
mg/dL). Penyebab dari hipertrgiliseridemia adalah alkohol, defisiensi apolipoprotein CII
dan pasienketoasidosis diabetikum.
Pankreatitis akut terjadi akibat proses tercernanya organ ini oleh enzim-enzimnya
sendiri, khususnya oleh tripsin. Delapan puluh persen penderita pankreatitis akut
mengalami penyakit pada duktus billiaris; meskipun demikian, hanya 5% penderita batu
empedu yang kemudian mengalami nekrosis. Batu empedu memasuki duktus koledokus
dan terperangkap dalam saluran ini pada daerah ampula Vateri, menyumbat aliran getah
pankreas atau menyebabkan aliran balik (refluks) getah empedu dari duktus koledokus ke
dalam duktus pankreastikus dan dengan demikian akan mengaktifkan enzim-enzim yang
kuat dalam pankreas. Spasme dan edema pada ampula Vateri yang terjadi akibat
duodenitis kemungkinan dapat menimbulkan pankreatitis.
a. Alkohol
b. Batu empedu
c. Pasca bedah
d. Pasca ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography)
e. Trauma terutama trauma tumpul
f. Metobolik (hipertrigliseridemia, hiperkalsemia, gagal ginjal)
g. Infeksi (virus parotitis, hepatitis, koksaki, askaris, mikoplasma)
h. Berhubungan dengan obat-obatan (azatioprin, 6 merkaptopurin, sulfonamid,
tiazid, furosemid, tetrasiklin)
i. Penyakit jaringan ikat (lupus eritematosus sistemik)
j. Lain-lain, seperti gangguan sirkulasi, stimulasi vagal
C. PATOFISIOLOGI
Patofisisologi pankreatitis akut berupa proteolitis, liposis, dan pendarahan
merupakan gambaran morfologik yang utama. Proses-proses ini merupakan akibat
autodigesti oleh enzim-enzim pankreas. Enzim tripsin merupakan salah satu faktor utama
pada radang pankreatitis akut dan terbukti terdeteksi dalam cairan pankreas pada pasien-
pasien dengan pankreatitis akut. Diduga faktor yang mengawali suatu autodigesti
berkaitan dengan refluks empedu, refluks duodenum, hipersekresi obstruksi, dan
perubahan-perubahan akibat alkohol. Faktor refluks empedu dan refluks duodenum yaitu
oleh cairan empedu dan isi duodenum dan aktivasi enzim pankreas, sedangkan faktor
hipersekresi obstruksi dianggap disebabkan oleh pecahnya saluran pankreas akibat
hipersekresi, sedangkan mekanisme terjadinya pankreatits akut akibat minum alkohol
berlebihan tidak jelas.
Pankreatitis akut merupakan penyakit seistemik yang terdiri dari dua fase. Pertama,
fase awal yang disebabkan efek sistemik pelepasan mediator inflamasi, disebut sindrom
respons inflamasi sistemik atau systemic inflamatory response syndrome (SIRS) yang
berlangsung sekitar 72 jam. Gambaran klinisnya menyerupai sepsis, tetapi tidak ada
bukti-bukti infeksi. Kedua, fase lanjut merupakan kegagalan sistem pertahanan tubuh
alami yang menyebabkan keterlibatan sampai kegagalan multiorgan, yang biasanya
dimulai pada awal minggu kedua. Kegagalan fungsi salah satu organ merupakan penanda
beratnya penyakit dan buruknya faktor prognosis.
a. Alkohol
Biasanya serangan pertama dari pankreatitis akut yang disebabkan oleh alkohol
muncul setelah 8-10 tahun. Masih menjadi pertanyaan mengapa hanya pada pasien
tertentu timbul pankreatitis akut sesudah minum alkohol. Mungkin alkohol mempunyai
efek toksik tertentu yang langsung pada pankreas pada orang-orang tertentu yang
mempunyai kelainan enzematik yang tidak diketahui. Teori lain adalah bahwa selain
merangsang sfingeter oddi sehingga terjadi spasme dan meningkatkan tekanan di dalam
saluran bilier dan saluran-saluran di dalam pankreas, alkohol juga merangsang sekresi
enzim pankreas, sehingga mengakibatkan pankreatitis.
Alkohol juga mengurangi jumlah inhibitor tripsin sehingga pankreas menjadi lebih
mudah dirusak tripsin. Selanjutnta sekresi pankreas yang pekat mengandung small protein
plugs, yang berperan pada pembentukan batu di dalam saluran-saluran pankreas,
Obstruksi dapat merusak asinus pankreas.
b. Penyakit Saluran Empedu
Batu empedu yang terjepit pada ampulla Vateri/sfingter oddi atau adanya mikrolitiasis
dapat mengakibatkan pankreatitis akut karena refluks cairan empedu ke dalam saluran
pancreas
c. Hypertrigliseridemia
Hypertrigliseridemia dapat memicu pankreatitis akut, mungkin karena efek toksik
langsung dari lemak pada sel-sel pankreas. Biasanya hypertrigliseridemia dapat
menyebabkan pankreatitis akut apabila trigliserida mencapai angka 1000 mg/dl.
d. Obat-Obatan
Meskipun banyak obat sering dihubungkan dengan pankreatitis akut mekanisme
belum begitu jelas, mungkin karena hipersensitivitas atau terbentuknya metabolik-
metabolik yang toksik.

D. TANDA DAN GEJALA


Gejala pankreatitis akut dapat demikian ringan sehingga hanya dapat ditemukan
dengan pemeriksaan konsentrasi enzim-enzim pankreas di dalam serum atau dapat sangat
berat dan fatal dalam waktu yang singkat.
Pada sering kasus yang ditemukan, kelainan yang mencolok adalah rasa nyeri yang
timbul tiba-tiba, kebanyakan intens, terus-menerus dan makin lama makin bertambah.
Kebanyakan rasa nyeri terletak di epigastrium, kadang-kadang agak ke kiri atau ke kanan.
Rasa nyeri ini dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri menjalar di perut dan
menjalar ke abdomen bagian bawah. Nyeri berlangsung beberapa hari.
Pasien juga sering dengan mual dan muntah. Pasien dengan pankreatitis akut yang
berat disertai adanya respon inflamasi sistemik dan disfungsi organ. Pasien dengan
SIRS(temp > 30, pernafasan >24x/menit, Leukosit darah >12000).
Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan pada perut bagian atas karena
rangsangan peritoneum, tanda-tanda peritonitis lokal bahkan kadang-kadang peritonitis
umum. Mengurangnya atau menghilangnya bising usus menunjukkan ileus paralitik,
adanya oliguria dan anuria. Meteorismus abdomen ditemukan pada 60-80% kasus
pankreatitis akut. Dengan palpasi dalam, kebanyakan dapat dirasakan seperti ada massa di
epigastrium yang sesuai dengan pankreas yang membengkak dan adanya infiltrat radang
di sekitar pankreas. Selain itu meskipun jarang, terkadang ditemukan juga Cullen sign dan
grey turner sign pada kasus pankreatitis akut yang disertai pendarahan dan berhubungan
dengan meningkatnya mortalitas.
E. WOC
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seringkali menunjukkan adanya leukositosis,
hiperglikemia, dan hipokalsemia. Diagnosis biasanya dikonfirmasi dengan temuan
peningkatan amilase dan/atau lipase serum sebanyak tiga kali lipat atau lebih. Tidak
semua temuan diatas harus positif untuk menegakkan diagnosis pankreatitis akut.
Meskipun peningkatan amilase dan lipase merupakan tampilan yang penting pada
pankreatitis akut namun temuan ini tidak eksklusif terdapat pada penyakit tersebut saja.
Pasien dengan asidemia juga dapat mengalami peningkatan amilase. Pasien dengan
pankreatitis alkoholik dapat menunjukkan peningkatan kadar lipase serum melebihi
peningkatan amilase, sebaliknya pada pasien dengan pankreatitis batu empedu
peningkatan amilase lah yang lebih prominen.
Penurunan produksi insulin dan peningkatan produksi glukagon dapat mendorong
hiperglikemia pada pankreatitis akut. Mekanisme yang melatarbelakangi hipokalsemia
yang terjadi masih belum dapat dipahami sepenuhnya.
2. Pemeriksaan pencitraan/ radiologi
Pencitraan radiologis dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis atau
menyingkirkan diagnosis banding, maupun menilai keparahan dan deteksi komplikasi
dari pankreatitis akut. Pemeriksaan dapat menggunakan foto polos abdomen,
ultrasonografi abdomen, ultrasonografi endoskopik, computed tomography (CT scan)
dengan kontras, MRI, magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) dan
endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP).
Foto polos abdomen dan USG biasa dilakukan pada pasien dengan kecurigaan
pankreatitis akut. Kelainan pada pankreas maupun sistem bilier dapat dilihat dengan
bantuan USG.Meski foto polos abdomen tidak banyak membantu penegakkan diagnosis
pankreatitis akut, namun pencitraan ini dapat memberi petunjuk etiologi misalnya adanya
batu empedu, tanda prognostic misalnya adanya efusi pleura maupun keberadaan penyulit
seperti ileus.
CT scan tidak dilakukan rutin pada pasien dengan kecurigaan pankreatitis akut. Peran CT
scan untun menentukan derajat keparahan pankreatitis akut ditentukan dengan kriteria
Balthazar-Ranson.
a. CT-Scan : menentukan luasnya edema dan nekrosis
b. Ultrasound abdomen : dapat digunakan untuk mengidentifikasi inflamasi pankreas,
abses, pseudositis, karsinoma dan obstruksi traktus bilier.
c. Endoskopi : penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa fistula, penyakit
obstruksi bilier dan striktur/anomali duktus pankreas. Catatan : prosedur ini dikontra
indikasikan pada fase akut.
d. Aspirasi jarum penunjuk CT : dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.
e. Foto abdomen : dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar berbatasan dengan
pankreas atau faktor pencetus intra abdomen yang lain, adanya udara bebas intra
peritoneal disebabkan oleh perforasi atau pembekuan abses, kalsifikasi pankreas.
f. Pemeriksaan seri GI atas : sering menunjukkan bukti pembesaran pankreas/inflamasi.
g. Amilase serum : meningkat karena obstruksi aliran normal enzim pancreas (kadar
normal tidak menyingkirkan penyakit).
h. Amilase urine : meningkat dalam 2-3 hari setelah serangan.
i. Lipase serum : biasanya meningkat bersama amilase, tetapi tetap tinggi lebih lama.
j. Bilirubin serum : terjadi pengikatan umum (mungkin disebabkan oleh penyakit hati
alkoholik atau penekanan duktus koledokus).

G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Ringan
Penatalaksanaan pada pasien pankreatitis akut meliputi non-operasi dan operasi. Pada
tiga hari pertama penting untuk menentukan tingkat keparahan pankreatitis, memberikan
terapi suportif dan evaluasi respons terapi. Pasien dengan skor APACHE > 8, komorbid
berat dan gagal organ perlu dirawat di ruang perawatan intensif.1,7 Hidrasi intravena
agresif sedini mungkin, kontrol nyeri, dan bowel rest merupakan salah satu
penatalaksanaan non-operasi. Pankreatitis akut ringan dapat dirawat di rumah tapi
kebanyakan memerlukan perawatan di rumah sakit. Nutrisi dan hidrasi dapat diberikan
melalui cairan yang jernih dan kontrol nyerinya dengan narkotik oral. Hal ini perlu
dilakukan karena kehilangan cairan sering akibat muntah, penurunan intake oral, cairan
pada ruang ketiga, peningkatan kehilangan cairan melalui respirasi, dan diaphoresis.
Hidrasi akan mencegah komplikasi serius dari nekrosis pankreatik. Hidrasi yang
agresif dilakukan dalam 12-24 jam perawatan dengan monitoring hematokrit, BUN, dan
kreatinin. Pemberian cairan dengan cairan Ringer Laktat lebih baik dibandingkan dengan
Normal salin 0,9% oleh karena dapat lebih merusak sel asinar pankreas dan menimbulkan
gap non-anion, serta hiperkloremia asidosis metabolik. Awalnya diberikan 20 ml per kg
dalam waktu 60 sampai 90 menit. Lalu diikuti 250-500 ml per jam untuk 48 jam
selanjutnya untuk mempertahankan urine output 0,5 ml per kg/jam dan menurunkan
kadar BUN. Hati-hati apabila ada komorbid penyakit jantung dan ginjal.
Pada kondisi usus harus diistirahatkan dalam waktu yang lama dapat diberikan
nutrisi parenteral. Akan tetapi, nutrisi parenteral dapat menyebabkan atrofi jaringan
limfoid usus (GALT), terganggunya fungsi limfosit sel T dan sel B, menurunnya aktivitas
kemotaksis lekosit dan fungsi fagositosis, serta meningkatnya permeabilitas dinding usus
yang dapat mempermudah terjadinya translokasi bankteri, endotoksin, dan antigen yang
masuk ke dalam sirkulasi.
Meta analisis menunjukkan nutrisi melalui nasojejunal dapat menurunkan infeksi,
menurunkan intervensi bedah, dan memperpendek lama perawatan di rumah sakit
dibandingkan melalui nasogastric tube (NGT). Hal ini karena pemberian nutrisi melalui
NGT lebih berisiko menyebabkan pneumonitis aspirasi dan meningkatkan sekresi enzim.
Nasogastrik dan nasojejunal memiliki keamanan dan efektivitas yang mirip. Pemberian
cairan oral dapat dilakukan bila nyeri sudah terkontrol atau tidak memerlukan obat-obatan
narkotik. Diet yang dianjurkan yaitu bentuk cair atau padat lunak kemudian bertahap
dengan rendah lemak diet regular. Pada pankreatitis akut berat diberikan nutrisi enteral.
Nutrisi parenteral dapat diberikan apabila nutrisi enteral tidak bisa diberikan. Nutrisi
enteral dapat ditunda pada pasien syok, perdarahan gastrointestinal masif, obstruktif
intestinal, fistula jejunum, dan enteroparalisis berat.
2. Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Berat
Pada saat ini terapi pankreatitis akut berat telah bergeser dari tindakan pembedahan
awal ke perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan
endoskopi intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi. Intervensi untuk mengatasi
komplikasi lokal pankreatitis akut berat adalah:
1) ERCP dan sfingterotomi untuk menghilangkan sumbatan dan evakuasi batu di
duktus koledokus
2) kolesistektomi laparoskopi ditujukan untuk mengangkat batu empedu
3) drainase cairan menggunakan kateter perkutan baik dengan panduan USG maupun
CT scan atau transluminal endoskopik
4) nekrosektomi melalui transluminal endoskopik, nekrosektomi transabdomen
laparoskopi, atau debridement retroperitoneal yang dipandu dengan video (video-
assisted retroperitoneal debridement)
5) laparotomi terbuka direkomendasikan untuk mengevakuasi timbunan cairan yang
sudah dibungkus dengan kapsul yang tebal (walled–off).
Tindakan bedah terbuka menjadi pilihan utama apabila rumah sakit tidak mempunyai
fasilitas, peralatan dan keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi
metode invasif minimal. Indikasi intervensi pankreatitis akut adalah :
1) pankreatitis nekrosis terinfeksi
2) pankreatitis nekrosis steril dengan penyulit (misalnya adanya obstruksi duktus
koledokus, gastric outlet obstruction)
3) gagal organ multipel yang tidak membaik dengan terapi yang diberikan selama di
ICCU
4) pseudokista pankreas simptomatik
5) pankreatitis biliar akut dengan kolangitis
6) pankreatitis akut dengan batu empedu.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


A) PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumberuntuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu (pasien) (Nursalam,2008).
1 . Pengkajian sekunder
a. Wawancara
1) Identitas, meliputi :
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama :
Biasanya pasien mengeluh nyeri perut dibagian tengah atau kiri perut
yang bias menjalar ke punggung.
3) Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya pasien mengeluh nyeri perut dibagian tengah atau kiri perut
yang bias menjalar ke punggung. Pangreatitis akut terjadi secara tiba-
tiba dan secara singkat. Mengalami kenaikan suhu tubu dan
kelemahan.
4) Riwayat kesehatan dahulu :
Tanyakan pada pasien biasanya pasien mengkonsumsi minuman
alcohol berlebih. Pernahkan pasien dirawat karna penyakit yang sama.
5) Riwayat kesehatan keluarga :
Tanyakan apakah keluarga pernah mengalami penyakit hepatitis,
penyumbatan saluran empedu, dan gangguan pankreas dalam keluarga.
Tidak ada yang mengalami gangguan kolesterol dan penyakit diabetes
mellitus.

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan pankreatitis akut dapat
ditemukan keadaan umum pasien yang nampak gelisah dan kesakitan,
dapat disertai dengan demam dan takikardia. Pemeriksaan fisik abdomen
ditemukan penurunan bising usus dan adanya abdominal tenderness.
Eksudat dari area nekrotik pancreas dapat terlihat di daerah periumbilikus
(tanda Cullen) dan pinggang (tanda Grey Turner). Syok dapat ditemukan
dan terjadi karena hipovolemia sekunder akibat eksudasi protein plasma ke
rongga retroperitoneal dan terjadi ‘retroperitoneal burn’ karena aktivasi
enzim proteolitik, peningkatan pembentukan dan pelepasan peptida kinin
yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular,
dan efek sistemik dari enzim proteolitik dan lipolitik yang dilepaskan ke
sirkulasi. Jaundice dapat ditemukan akibat adanya obstruksi akibat edema
kaput pankreas.
c. Pemeriksaan penunjang
1) CT-Scan : menentukan luasnya edema dan nekrosis
2) Ultrasound abdomen : dapat digunakan untuk mengidentifikasi
inflamasi pankreas, abses, pseudositis, karsinoma dan obstruksi traktus
bilier.
3) Endoskopi : penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa
fistula, penyakit obstruksi bilier dan striktur/anomali duktus pankreas.
Catatan : prosedur ini dikontra indikasikan pada fase akut.
4) Aspirasi jarum penunjuk CT : dilakukan untuk menentukan adanya
infeksi.
5) Foto abdomen : dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar
berbatasan dengan pankreas atau faktor pencetus intra abdomen yang
lain, adanya udara bebas intra peritoneal disebabkan oleh perforasi atau
pembekuan abses, kalsifikasi pankreas.
6) Pemeriksaan seri GI atas : sering menunjukkan bukti pembesaran
pankreas/inflamasi.
7) Amilase serum : meningkat karena obstruksi aliran normal enzim
pancreas (kadar normal tidak menyingkirkan penyakit).
8) Amilase urine : meningkat dalam 2-3 hari setelah serangan.
9) Lipase serum : biasanya meningkat bersama amilase, tetapi tetap tinggi
lebih lama.
10) Bilirubin serum : terjadi pengikatan umum (mungkin disebabkan oleh
penyakit hati alkoholik atau penekanan duktus koledokus).

B) DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah keputusan pasien mengenai respon individu
(pasien dan masyarakat) tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
sesuai dengan kewenangan perawat (Nursalam,2008).
1) Nyeri Akut berhubugan dengan Agen pencedera fisiologis (Neoplasma)
dibuktikan dengan Tampak meringis, Bersikap protektif (mis. waspada, posisi
menghindari nyeri), Gelisah, Frekuensi nadi meningkat, Sulit tidur, Tekanan
darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir
terganggu, Menarik diri, Berfokus pada diri sendiri, Diaforesis (D.0077).
2) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan dibuktikan dengan
Mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi sehat,
Dispnea saat/setelah aktivitas, Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas,
Merasa lemah, Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat, Gambaran
EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas, Gambaran EKG menunjukan
iskemia, Sianosis (D.0056).
3) Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan Suhu
tubuh diatas nilai normal, Kulit merah, Kejang, Takikardi, Takipnea, Kulit
terasa hangat (D.0130)

C) INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana asuhan keperawatan adalah suatu dokumentasi tulisan tangan
dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi keperawatan. Rencana
asuhan keperawatan yang akan disusun harus mempunyai beberapa komponen,
yaitu: prioritas masalah, kriteria hasil, rencana intervensi, dan pendokumentasian
(Nursalam, 2008).
Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan
oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
tujuan luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa
berdasarkan SIKI adalah :
No Diagnosa Kode SLKI Kode SIKI
Keperawatan
1 Nyeri Akut L.0806 Tujuan : setelah I.08238 Managemen nyeri
berhubugan dengan 6 dilakukan Observasi
Agen pencedera tindakan 1. lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis (Neoplasma) keperawatan frekuensi, kualitas, intensitas
dibuktikan dengan diharapkan nyei
Tampak meringis, Tingkat Nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
Bersikap protektif menurun : 3. Identifikasi respon nyeri non
(mis. waspada, posisi verbal
menghindari nyeri), Dengan kriteria 4. Identifikasi faktor yang
Gelisah, Frekuensi hasil : memperberat dan
nadi meningkat, Sulit 1. Keluhan nyeri memperingan nyeri
tidur, Tekanan darah menurun (5) 5. Identifikasi pengetahuan dan
meningkat, pola napas 2. Meringis keyakinan tentang nyeri
berubah, nafsu makan menurun (5) 6. Identifikasi pengaruh budaya
berubah, proses 3. Gelisah terhadap respon nyeri
berpikir terganggu, menurun (5) 7. Identifikasi pengaruh nyeri
Menarik diri, Berfokus 4. Muntah pada kualitas hidup
pada diri sendiri, menurun (5) 8. Monitor keberhasila terapi
Diaforesis (D.0077). 5. Mual menurun komplementer yang sudah
(5) diberikan
6. Frekuensi nadi 9. Monitor efek sampingn
membaik (5) penggunaan analgetik
7. Pola Napas Terapeutik
membaik (5) 1. Berikan teknik
8. Tekanan darah nonfarmakologis untuk
membaik (5) mengurangi rasa nyeri (mis.
9. Nafsu makan TENS, hypnosis, akupresur,
membaik (5) terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2 Hipertemi L.1413 Setelah I.15506 Managemen Hipertemi


berhubungan dengan 4 dilakukan Observasi
proses penyakit tindakan 1. Identifikasi penyebab
dibuktikan dengan keperawatan hipertemi
Suhu tubuh diatas nilai 1x24 jam 2. Monitor suhu tubu
normal, Kulit merah, diharapkan Terapeutik
Kejang, Takikardi, termoregulasi 1. Sediakan lingkungan yang
Takipnea, Kulit terasa membaik. dingin
hangat (D.0130) 2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian.
Dengan kriteria 3. Basahi dan kipasi permukaan
hasil : tubuh
1. Suhu tubu 4. Lakukan pendinginan
membaik. eksternal (kompres dingin)
2. Suhu kulit Edukasi
membaik. 1. Anjurkan tirah baring
3. Tekanan Kolaborasi
darah 1. Kolaborasi pemberian cairn
membaik. dan elektrolit intravena, jika
perlu
3 Intoleransi Aktivitas L.0504 Tujuan : I.05186 Terapi Aktivitas
berhubungan dengan 7 Setelah dilakukan Observasi
Kelemahan dibuktikan tindakan 3x24 1. Identifikasi deficit tingkat
dengan Mengeluh jam keperawatan aktivitas
lelah, frekuensi jantung diharapkan 2. Identifikasi kemampua
meningkat >20% dari Toleransi berpartisipasi dalam aktivotas
kondisi sehat, Dispnea Aktivitas tertentu
saat/setelah aktivitas, meningkat 3. dentifikasi sumber daya untuk
Merasa tidak nyaman aktivitas yang diinginkan
setelah beraktivitas, Kriteria hasil : 4. Identifikasi strategi
Merasa lemah, 1. Frekuensi nadi meningkatkan partisipasi
Tekanan darah berubah meningkat. dalam aktivitas
>20% dari kondisi 2. kemudahan 5. Identifikasi makna aktivitas
istirahat, Gambaran dalam melakukan rutin (mis. bekerja) dan waktu
EKG menunjukan aktivitas sehari- luang
aritmia saat/setelah hari meningkat. 6. Monitor respon emosional,
aktivitas, Gambaran 3. Keluhan lelah fisik, social, dan spiritual
EKG menunjukan menurun. terhadap aktivitas
iskemia, Sianosis 4. dyspnea saat Terapeutik
(D.0056). aktivitas 1. Fasilitasi focus pada
menurun. kemampuan, bukan deficit
5. Dispnea yang dialami
setelah aktivitas 2. Sepakati komitmen untuk
menurun. meningkatkan frekuensi\ Dan
6. Perasaan lemah rentang aktivitas
menurun. 3. Fasilitasi memilih aktivitas
7. Tekanan darah dan tetapkan tujuan aktivitas
Membaik yang konsisten sesuai
8. Frekuensi kemampuan fisik, psikologis,
napas membaik. dan social
4. Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
5. Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
6. Fasilitasi transportasi untukm
menghadiri aktivitas, jika
sesuai
7. Fasilitasi pasien dan
keluargan dalam
menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasikan
aktivitas yang dipilih
8. Fasilitasi aktivitas fisik rutin
(mis. ambulansi, mobilisasi,
dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
9. Fasilitasi aktivitas pengganti
saat mengalami keterbatasan
waktu, energy, atau gerak
10. Fasilitasi akvitas motoric
kasar untuk pasien hiperakti
11. Tingkatkan aktivitas fisik
untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
12. Fasilitasi aktivitas motoric
untuk merelaksasi otot
13. Fasilitasi aktivitas dengan
komponen memori implicit
dan emosional (mis. Kegitan
keagamaan khusu) untuk
pasien dimensia, jika sesaui
14. Libatkan dalam permaianan
kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan
aktif
15. Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivotasrekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan ( mis.
vocal group, bola voli, tenis
meja, jogging, berenang, tugas
sederhana, permaianan
sederhana, tugas rutin, tugas
rumah tangga, perawatan diri,
dan teka-teki dan kart)
16. Libatkan kelarga dalam
aktivitas, jika perlu
17. Fasilitasi mengembankan
motivasi dan penguatan diri
18. Fasilitasi pasien dan keluarga
memantau kemajuannya,
sendiri untuk mencapai tujuan
19. Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
20. Berikan penguatan positfi atas
partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
1. Jelaskan metode aktivitas fisik
sehari-hari, jika perlu
2. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas
fisik, social, spiritual, dan
kognitif, dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
4. Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk
member penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terapi
okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas komunitas,
jika perlu

D) IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama
tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih
asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien
(Nursalam, 2008).
E) EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkap proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnose keperawatan, rencana
asuhan keperawatan, dan pelaksanaan keperawatan. Evaluasi keperawatan sebagai
sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status
kesehatan pasien. Dengan mengukur perkembangan pasien dalam mencapai suatu
tujuan maka perawat dapat menentukan efektivitas asuhan keperawatan.
Meskipun tahap evaluasi keperawatan diletakkan pada akhir proses keperawatan
tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Diagnosa keperawatan perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapannya. Evaluasi diperlukan pada tahap rencana asuhan keperawatan
untuk menentukan apakah tujuan rencana asuhan keperawatan tersebut dapat
dicapai secara efektif. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien
dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon pasien
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil
keputusan. Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur
pencapaian tujuan pasien dan menentukan keputusan dengan cara
membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan
(Nursalam, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai