PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak, ISK
merupakan penyakit penting pada anak, karena menyebabkan gejala tidak khas.
ISK adalah adanya bakteri pada urin yang disertai dengan gejala infeksi. 2 Ada pula yang
mendefinisikan ISK sebagai gejala infeksi yang disertai adanya mikroorganisme patogenik pada
urin, uretra, kandung kemih, atau ginjal.3 ISK pada anak disebabkan infeksi mikroorganis gram
negatif terbanyak e coli. Bisa juga oleh gram positif seperti virus dan jamur.
ISK dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki. 2 Kejadian ISK pada
bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar dibanding bayi
dengan berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1 tahun, ISK lebih banyak terjadi pada anak
laki-laki. Sedangkan setelahnya, sebagian besar ISK terjadi pada anak perempuan. Misalnya
pada anak usia pra sekolah di mana ISK pada perempuan mencapai 0,8%, sementara pada lakilaki hanya 0,2%. Dan rasio ini terus meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak
perempuan 30 kali lebih besar dibanding pada anak laki-laki. Dan pada anak laki-laki yang
disunat, risiko ISK menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat.
Infeksi Saluran Kemih pada bayi dan anak-anak kecil merupakan suatu keadaan yang
perlu dicermati karena 5% dari penderitanya hanya menunjukkan gejala yang amat samar dengan
risiko kerusakan ginjal yang lebih besar dibandingkan anak-anak yang sudah lebih besar.1 Dan
kerusakan ini dapat berujung pada hipertensi atau menurunnya fungsi ginjal.
Bila tidak ditanggulangi secara serius, ISK dapat menyebabkan komplikasi berupa batu
saluran kemih, hipertensi, ataupun gagal ginjal yang memerlukan tindakan cuci darah atau
cangkok ginjal. Dengan latar belakang tersebut, penulis merasa perlu untuk mengangkat kejadian
ISK sebagai kasus yang perlu mendapat perhatian.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama
: SY
Jenis kelamin
: Laki laki
Umur
: 9 1/12 tahun
Tanggal lahir
: 9 September 2005
: 2900 gram
Kebangsaan
: Indonesia
Suku
: Sanger
Agama
: Kristen Protestan
Alamat
: Taas Lingkungan V
: YP
Umur
: 45 tahun
Pekerjaan
Pendidikan
: SD
Perkawinan
:I
Alamat
: Tas Lingkungan V
: AJ
Umur
: 43 tahun
Pekerjaan
: Buruh
Pendidikan
: SD
Alamat
: Taas Lingkungan V
II.
Masuk RS
: 29 Oktober 2014
Jam
: 11.00 WITA
Ruangan
: Irina E
Partus
: SPT LBK
Oleh
: Dokter
ANAMNESIS
Perkembangan (sejak lahir sampai sekarang) ibu tidak ingat jelas, ibu mengatakan mulai
bisa membalik badan pada usia 4 bulan, tengkurap 5 bulan, mulai duduk pada usia 6 bulan,
merangkak pada usia 8 bulan, berdiri pada usia 11 bulan, berjalan pada usia 13 bulan, tertawa
usia 3 bulan, berceloteh usia 4 bulan, memanggil mama dan papa pada usia 10 bulan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Umur
: 9 1/12 tahun
Berat badan
: 21 kg
Panjang badan
: 114,5 cm
Keadaan umum
: Tampak sakit
Kesadaran
: Compos Mentis
Nadi
: 80 x/menit
Respirasi
: 24 x/menit
Suhu badan
: 36 C
Kulit
: Warna
Kepala
: Sawo matang
Efloresensi
: (-)
Pigmentasi
: (-)
Jaringan parut
: (-)
Turgor kulit
: kembali cepat
Tonus
: normal
Edema
: (-)
: Bentuk
: mesocephal
Rambut
Mata
: Exopthalmus/Endophtalmus (-)
: anemis (-)
Sclera
: ikterik (-)
Pupil
Lensa
: jernih
Vundus
: tidak dievaluasi
4
Visus
: tidak dievaluasi
Gerakan
: normal
Telinga
: sekret -/-
Hidung
: sekret -/-
Mulut
Selaput mulut
: mukosa basah
Gusi
: Perdarahan (-)
Tenggorokan
Leher
Thoraks
: Trakea
: letak ditengah
Kelenjar
Kaku kuduk
: (-)
: Bentuk
Rachitic rosary
: (-)
Ruang intercostal
: (-)
: (-)
Xiphosternum
: (-)
Harrisons groove
: (-)
Jantung
: Inspeksi
: (-)
: simetris kanan = kiri
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
:Inspeksi
: Detak jantung
Iktus
Palpasi
: Batas kiri
: 80 x/menit
Auskultasi
Abdomen
: Bentuk
Batas kanan
Batas atas
: ICS II-III
: AA
: P<P
Bising
: (-)
: datar,lemas, bu (+) N
Lien
: ttb
Hepar
: ttb
Genitalia
: normal
: Pembesaran (-)
Anggota gerak
IV.
RESUME
Pasien perempuan berusia 10 tahun datang ke RSUD Arjawinangun dengan
keluhan febris sejak 7 hari SMRS. Febris dirasakan sepanjang hari. Keluhan ini disertai
dengan batuk kering sejak 1 hari SMRS. Nyeri perut dirasakan di epigastrium yang disertai
mual. Pasien juga mengeluh. Ibu pasien mengatakan 3 minggu sebelumnya pasien
mengalami nyeri pada pinggang selama 7 hari dan enuresis. Keluhan berkurang setelah
meminum obat dari warung.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dan compos
mentis, tanda vital pasien seperti tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 120 x/menit, nadi
teratur, dan isi cukup, suhu 38,3 0C, dan pernapasan 28 x / menit. Pada pemeriksaan thorax
dan jantung tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan nyeri tekan pada
kuadran kanan bawah dan kiri bawah. Pada pemeriksaan genitalia eksterna dan ekstremitas
tampak tanda-tanda radang. Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 27
Februari 2011 didapatkan kadar Leukosit 13000 l, Hamoglobin 10,8 l g/dl, Hematokrit
33,8l%, MCV 69,9 hm3 , MCH 22,6Hpg, MCHC 32,4g/dl, Trombosit 661 103/l. KGDS
31 mg/dl
6
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah retensi urine e.c Infeksi saluran kemih.
FOLLOW UP
Tanggal 28/02/2011
Pada hari pertama tanggal 28 februari 2011 pasien masih demam, nyeri ulu hati, nyeri
saat berkemih. Keadaan pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, vital sign
seperti suhu 38,30c, nadi 84 x/menit, RR 28 x/menit, tekanan darah 110/80 mmHg.
Pemeriksaan fisik kepala normocephale, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, tidak
ada pembesaran KGB. Pada pemeriksaan jantung BJ I-II regular, tidak ada murmur dan
gallop, pulmo vesikuler +/+ , tidak ada rhonki dan wheezing. Abdomen datar, supel, nyeri
tekan pada kuadran kanan bawah da kiri bawah, BU(+). Pada pemeriksaan genital tampak
tanda-tanda radang pada genitalia eksterna. Ekstermitas akral hangat tidak ada sianosis dan
edema.
Pemeriksaan darah rutin ulang didapatkan hasil hemoglobin 12,4 g/dl, hematokrit 39,1
vol %, leukosit 16.000/l, trombosit 227.000/l. Pemeriksaan urin lengkap didapatkan warna
7
kuning,PH 6, berat jenis 1,020, nitrit (-). Protein (+1), glaukosa (-), keton (+1), bilirubin (+1),
urobilinogen (+1). Pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan leukosit (+5-6), eritrosit (+34), epitel (+4-5), tidak ada Kristal dan silinder.
Diagnose kerja pada pasien ini adalah Infeksi saluran kemih, Gizi Kurang, dan
hipoglikemi.
Terapi yang diberikan adalah IVFD 3B 19 tpm makro, ceftriaxon 2x1 gr iv, ranitidine
2x30 mg iv, metamizol 3x300 mg iv. Diet makanan yang diberikan adalah makanan lunak
2240 kkal/hari. Saran dilakukan pemeriksaan biakan urin.
Tanggal 1/3/2011
Pada hari pertama tanggal 1 maret 2011 pasien sudah tidak demam, namun pasien masih
merasakan nyeri ulu hati dan nyeri saat berkemih. Keadaan pasien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, vital sign seperti suhu 37,5 0c, nadi 84 x/menit, RR 24 x/menit,
tekanan darah 110/80 mmHg.
Pemeriksaan fisik kepala normocephale, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, tidak
ada pembesaran KGB. Pada pemeriksaan jantung BJ I-II regular, tidak ada murmur dan
gallop, pulmo vesikuler +/+ , tidak ada rhonki dan wheezing. Abdomen datar, supel, nyeri
tekan pada kuadran kanan bawah da kiri bawah, BU(+). Pada pemeriksaan genital tampak
tanda-tanda radang pada genitalia eksterna. Ekstermitas akral hangat tidak ada sianosis dan
edema.
Diagnose kerja pada pasien ini adalah Infeksi saluran kemih, Gizi kurang, dan
Hipoglikemi.
Terapi yang diberikan adalah IVFD 3B 19 tpm makro, ceftriaxon 2x1 gr iv, ranitidine
2x30 mg iv, metamizol 3x300 mg iv(jika perlu). Diet makanan yang diberikan adalah
makanan lunak 2240 kkal/hari.
Tanggal 2/3/2011
Pada hari pertama tanggal 2 maret 2011 pasien sudah tidak ada demam, tidak nyeri ulu
hati, dan tidak nyeri saat berkemih. Keadaan pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, vital sign seperti suhu 37,30c, nadi 84 x/menit, RR 24 x/menit, tekanan darah 110/80
mmHg.
8
Pemeriksaan fisik kepala normocephale, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, tidak
ada pembesaran KGB. Pada pemeriksaan jantung BJ I-II regular, tidak ada murmur dan
gallop, pulmo vesikuler +/+ , tidak ada rhonki dan wheezing. Abdomen datar, supel, tidak ada
nyeri tekan, BU(+). Pada pemeriksaan genital tidak tampak tanda-tanda radang pada genitalia
eksterna. Ekstermitas akral hangat tidak ada sianosis dan edema.
Diagnose kerja pada pasien ini adalah Infeksi saluran kemih, Gizi Kurang, dan
hipoglikemi.
Terapi yang diberikan adalah IVFD 3B 19 tpm makro, ceftriaxon 2x1 gr iv, ranitidine
2x30 mg iv, metamizol 3x300 mg iv(jika perlu). Diet makanan yang diberikan adalah
makanan lunak 2240 kkal/hari. Pasien direncanakan pulang dan kontrol ke poli untuk konsul
dokter.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
INFEKSI SALURAN KEMIH
Pendahuluan
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan klinis akibat berkembangbiaknya
mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi pada saluran kemih.1,2
ISK merupakan salah satu infeksi yang paling sering dijumpai baik di negara sedang
berkembang maupun di negara maju sekalipun. ISK dapat terjadi pada semua usia dan jenis
kelamin dengan frekuensi dan gejala yang berbeda-beda pada tiap kelompok umurnya. 2
ISK pada anak-anak merupakan hal yang perlu diwaspadai karena memiliki gejala yang
tidak spesifik sehingga diagnosa sering terlambat, padahal resiko kerusakan ginjal yang progresif
pada jangka panjangnya sekitar 25%. Untuk ISK diperlukan perhatian yang khusus oleh para
dokter pada lini depan dan pengertian terhadap bahaya ISK pada bayi dan anak. Bila hal ini tidak
terdeteksi banyak diantaranya yang akan mengalami ISK berulang yang dapat menyebabkan
timbulnya parut pada ginjal bahkan kerusakan ginjal yang permanen.3
Mengingat batasan tersebut, maka diagnosis ISK memerlukan biakan mikroorganisme
sebagai golden standar diagnosis.1-3 Kuman penyebab ISK yang paling sering ialah golongan
Enterobacteriacceae yang berasal dari perineum dan saluran percernaan. E.Coli merupakan
bakteri penyebab 80% kasus ISK selain golongan Klebsiella, Proteus, Enterobacter,
Pseudomonas, Streptococcus, dan golongan Staphylococcus.1
Epidemiologi
Infeksi saluran kemih pada anak dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Angka rasio
kejadian infeksi saluran kemih pada anak dilaporkan untuk rasio bayi laki laki dan perempuan
pada awal kehidupan bayi adalah antara 3 : 1 dan 5 : 1. setelah masa bayi, anak perempuan lebih
sering mengalami infeksi saluran kemih dibandingkan laki laki yaitu dengan rasio L/P 1 : 4
untuk infeksi yang simtomatis dan 1 : 25 untuk infeksi yang asimtomatis pada anak usia sekolah,
diduga faktor uretra yang lebih pendek pada perempuan yang berperan dalam hal ini.
Data prevalensi rumah sakit RSCM Jakarta dalam periode 3 tahun (1993-1995)
didapatkan 212 kasus ISK, dengan rata-rata 70 kasus baru per tahun. Data studi kolaboratif pada
7 rumah sakit pusat pendidikan dokter di Indonesia dalam kurun 5 tahun (1984-1989) dilaporkan
angka kejadian kasus baru ISK pada anak berkisar antara 0,1- 1,9% dari seluruh kasus pediatric
yang dirawat . Jumlah ISK kompleks di Jakarta lebih sedikit dari ISK simpleks yaitu 22,2% dari
42 kasus ISK. Meskipun lebih sedikit perlu mendapat perhatian khusus karena dapat bersifat
progresif. 3
Angka kekambuhan cukup tinggi yaitu pada anak perempuan 30% pada tahun pertama
dan 50% dalam 5 tahun kedepan. Sedangkan pada anak laki-laki angka kekambuhan sekitar 1520% pada tahun pertama dan setelah umur 1 tahun jarang ditemukan kekambuhan. ISK yang
10
terjadi nosokomial di rumah sakit pernah dilaporkan sebanyak 14,2% per 1000 penderita anak,
hal ini terjadi biasanya karena pemakaian kateter urin jangka panjang.3
Etiologi
Kuman penyebab infeksi saluran kemih yang tersering adalah E. Coli yaitu sekitar 80%
90% kasus kasus ISK dan kuman patogen lainnya meliputi Klebsiella-Enterobacter spp., Proteus
spp., Enterococcus faecalis, dan stafilokokus koagulase-negatif. Pada infeksi saluran kemih
kronis sering kali berkaitan dengan Pseudomonas spp., Proteus spp., enterokokus atau Candida
spp 2.
Patogenesis
Patogenesis ISK sangat kompleks karena menyangkut interaksi dari berbagai faktor, baik
dari pihak penjamu ( host ) dan dari faktor virulensi kuman. Pada bayi, terutama neonatus
biasanya bersifat hematogen sebagai akibat terjadinya sepsis. Sedangkan pada anak-anak infeksi
biasanya berasal dari daerah perineum yang kemudian menjalar secara ascendens sampai ke
kandung kemih, ureter atau ke parenkim ginjal.1
Bukti terjadinya ISK dengan jalur asendens adalah ditemukannya strain bakteri yang
sama didaerah perineum penderita ISK, yang tidak ditemukan pada anak normal. Pada anak lakilaki yang tidak disirkumsisi, bakteri patogen berasal dari flora di bawah preputium dan frekuensi
terjadinya ISK juga lebih besar.3
Faktor Penjamu (Host)
Tiap individu memiliki kerentanan yang berbeda beda terhadap ISK. Hal ini dapat
diterangkan oleh adanya faktor-faktor hospes, seperti produksi antibodi uretra dan servikal (IgA),
dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perlekatan bakteri pada epitel introitus dan uretra. 4
Tomm- Horsfall glikoprotein dan IgA sekretori mencegah perlekatan bakteri pada uroepitel. Pada
anak dengan ISK berulang kadar IgA sekretori lebih sedikit dibandingkan dengan anak normal.
Hal ini menunjukkan adanya defek respon imun terhadap infeksi.3
11
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya ISK3
-
Anak perempuan
Disfungsi miksi
Obstipasi kronik
Instrumentasi uretra
Mandi busa
Uropati Obstruktif
Adhesi labia
Manifestasi klinis
Infeksi saluran kemih dapat simtomatik maupun asimtomatik. Pada bayi baru lahir gejala
dapat berupa demam, malas minum, ikterus, hambatan pertumbuhan, atau tanda-tanda sepsis.
Pada masa bayi gejala sering berupa panas yang tidak diketahu penyebabnya, nafsu makan
berkurang, gangguan pertumbuhan berkurang, kadang kadang diare atau kencing sangat
berbau. Pada usia prasekolah berupa sakit perut, muntah, demam, sering kencing, dan
mengompol. Pada usia sekolah gejala spesifik makin nyata berupa mengompol, sering kencing
sakit waktu kencing, atau sakit pinggang 4.
Demam dan sakit pinggang merupakan gejala ISK bagian atas (ureter, pielum, dan ginjal)
sedangkan gejala ISK bagian bawah ( kandung kemih dan uretra) biasanya lebih ringan,
umumnya berupa disuria, polakisuria, atau kencing mengedan, tanpa demam.
14
Pada infeksi kronis atau berulang dapat terjadi tanda tanda gagal ginjal menahun atau
hipertensi serta ganguan pertumbuhan.
Secara umum gejala klinis dari infeksi saluran kemih berbeda beda yaitu tergantung
dari umurnya, berikut uraiannya :
Umur 0 1 bulan :
anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik (anak menjerit keras), air kemih berbau / berubah
warna, kadang kadang disertai nyeri perut /pinggang.
Umur 2 6 tahun :
kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna, diare, muntah,
gangguan pertumbuhan serta anoreksia.
Umur 6 18 tahun :
menahan kencing, polikisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna.
Diagnosis 1
Pada Infeksi saluran kemih yang simptomatis, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
klinis yang ditemukan dan dengan adanya jumlah bakteri yang bermakna dalam urin yang
seharusnya steril dengan atau tanpa disertai piuria. Bila ditekan silinder leukosit, maka
kemungkinan pielonefritis perlu dipertimbangkan.
Pemeriksaan laboratorium yang terpenting untuk menegakkan diagnosis Infeksi saluran
kemih adalah biakan urine dan pemeriksaan urine lengkap.
1. Biakan urin
penanpungan urin untuk pembiakan dapat dilakukan dengan 3 cara :
1. Urin pancaran tengah (midstream urien)
15
16
Bila pada pemeriksaan sediment urin ditemukan piuria pada 50% kasus ISK. Tidak ada
korelasi yang pasti antara piuria dan bakteriuria, tetapi pada seiap kasus dengan piuria haruslah
dicurigai kemungkinan adanya ISK.
Pemeriksaan yang penting dilakukan ialah Pielografi intravena (PIV) dan Miksio-sistouretrografi (MSU).
Kedua pemeriksaan tersebut sedapat mungkin dilakukan pada semua penderita ISK.
Pemeriksaan PIV dapat memberikan gambaran tentang kemungkinan terjadinya pielonefritis
kronis dengan melihat bentuk dan besarnya kedua ginjal, adanya gambaran yang asimetri antara
kedua ginjal karena perbedaan bentuk dan ukurannya, kalises yang tumpul dan atau melebar atau
terbentuknya jaringan parut. Juga dapat ditemukan tanda tanda kelainan kongenital maupun
kelainan obstruktif atau kelaianan anatomis. Pada pemeriksaan MSU dapat ditemukan tandatanda refluks vesiko-ureter atau penyempitan pada muara uretra.
Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar ureum dan kratinin darah
atau yang lebih teliti lagi bila diperiksa klerens ureum dan kratinin untuk mengetahui derajat
fungsi ginjal.
laju endap darah yang meninggi dan peninggian kadar protein C-reaktif. pemeriksaan lain yang
lebih sukar adalah biakan urin dengan bladder washout technique (penampungan urin setelah
pencucian buli-buli dengan larutan aseptic), antibodi coated bacteria (pemeriksaan bakteri yang
diliputi oleh antibodi ) dan sebagainya. Penurunan pungsi ginjal, hipertensi, azotemia dan
terdapatnya parut ginjal (pyelonephiritic scaming) pada pemeriksaan radiology menjurus pada
ISK bagian atas.
ISK bagian bawah biasanya lebih ringan, umumnya tanpa gejala demam, hanya ditandai
dengan gejala lokal seperti disuria, polakisuria atau kencing mengedan. Pada pemeriksaan
sedimen urin sering ditemukan leukosit yang berkelompok.
Pengobatan dan pelaksanaan
1.
Pengobatan secara umum, yaitu terhadap panas, muntah, dehidrasi dan lain-lain.
Disamping ISK anak juga dianjurkan untuk banyak minum dan jangan menbiasakan
menahan kencing. Pengobatan simtomatik terhadap keluhan sakit kencing dapat diberikan
penazofiridin (piridium) 7-10 mg/kgbb/hari. Disamping ISK perlu juga mencari dan
mengurangi atau menghilangkan factor predisposisi seperti obstipasi, alergi, investasi cacing
dan memberikan kebersihan perineum meskipun usaha-usaha ini kadang-kadang tidak selalu
berhasil.10
2.
Pengobatan khusus
18
Pengobatan yang segera dan adekuat pada fase akut dapat mencegah atau mengurangi
kemungkinan timbulnya pielonefritis kronis. Pada keadaan berat atau panas tinggi dan keadaan
umum yang lemah, pengobatan segera dilakukan tanpa menunggu hasil biakan urin dan uji
resistensi kuman. Pada infeksi akut yang simpleks (uncomplicated infection) diberikan
antibiotika /kemoterapi oral. Obat yang sering dipakai sebagai pilihan utama (primary drug)
ialah ampisilin, kontrimoksazol, sulfisoksazol, asam nalidiksat dan nitrofurantion. Sebagai
pilihan kedua (secondary drug) dapat dipakai obat galongan aminoglikosid (gentamisin,
sisomisin, amikasin dan lain-lain); sefakleksin, doksisiklin dan sebagainya. Pengobatan diberikan
selama 7 hari.6
2. Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang
Dalam pengamatan selanjutnya 30-50% penderita akan mengalami infeksi berulang dan
sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Oleh karena itu perlu dilakukan biakan ulang pada minggu
pertama sesudah selesai pengobatan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap 3
bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan pada fase akut.
Bila relaps atau reinfeksi terjadi lebih ari 2 kali, maka pengobatan dilanjutkan dengan
pengobatan profilaksis, dengan obat-obat anti septis urin, yaitu nitrofurantion, kontrimoksazol,
sefaleksin atau metenamin mandelat. Pada umumnya diberikan seperempat dosis normal, satu
kali sehari pada malam hari slama 3 bulan. Bila infeksi traktus urinarus disertai dengan kelainan
anatomis (disebut ISK kompleks atau complicated urinary infection), maka hasil pengobatan
biasanya kurang memuaskan. Pemberian obat disesuaikan dengan hasil uji resistensi dan
dilakukan dengan terapi profilaksis selama 6 bulan dan bila perlu sampai 2 tahun.10
3. Koreksi pembedahan
Bila pada pemeriksaan radioogis ditemukan obtruksi, maka perlu dilakukan koreksi bedah.
Penanganan terhadap refluks tergantung dari derajat stadiumnya. Refluks stadium I sampai III
biasanya akan menghilang dengan pengobatan terhadap infeksinya. Pada stadium IV perlu
dilakukan
koreksi
bedah
yaitu
dengan
reimplantasi
ureter
pada
kandung
kemih
Antibiotika 5
* Neonatus
ampisilina : 50-100 mg/kg BB/24 jam IM/1V , dibagi 3-4 dosis
-
Kotimoksazol
Ampisilina
Amoksilina
Safaleksin
Asam nalikdisat
Nitrofurantoin
Pemantauan
Dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai gejala ISK umumnya
menghilang. Bila gejala belum menghilang, dipikirkan untuk mengganti antibiotik yang lain
sesuai dengan uji kepekaan antibiotik. Dilakukan pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin ulang
3 hari setelah pengobatan fase akut dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan dan
setiap 3 bulan. Jika ada ISK berikan antibiotik sesuai hasil uji kepekaan.8
Bila ditemukan ada kelainan anatomik maupun fungsional yang menyebabkan obstruksi,
maka setelah pengobatan fase akut selesai dilanjutkan dengan antibiotik profilaksis (lihat
20
lampiran). Antibiotik profilaksis juga diberikan pada ISK berulang, ISK pada neonatus, dan
pielonefritis akut.10
Komplikasi
Pielonefritis berulang dapat mengakibatkan hipertensi, parut ginjal, dan gagal ginjal
kronik (Pielonefritis berulang timbul karena adanya faktor predisposisi).7
Prognosis
ISK tanpa kelainan anatomis menpunyai prognosis lebih baik bila dilakukan pengobatan
pada fase akut yang andekuat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang.
Pognosis jangka panjang pada sebagian besar penderita dengan kelainan anatomis umumnya
kurang memuaskan meskipun telah diberikan pengobatan yang andekuat dan dilakukan koreksi
bedah , hal ini terjadi terutama pada penderita dengan nefropati refluks. Deteksi dini terhadap
adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut, kerjasama yang baik antara
dokter, ahli bedah urologi dan orang tua penderita sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
perburukan yang mengarah ke fase gagal ginjal kronis 1.
Dosis mg/kgBB/hari
Ampisilin
100
Sefotaksim
150
Gentamisin
Seftriakson
Seftazidim
75
150
sekali sehari
dibagi setiap 6 jam
Sefazolin
50
Tobramisin
Ticarsilin
100
(B) Oral
Rawat jalan antibiotik oral (pengobatan standar)
Amoksisilin
20-40 mg/Kg/hari
q8h
Ampisilin
q6h
50-100 mg/Kg/hari
q8h
Sefaleksin
50 mg/Kg/hari
q6-8h
Sefiksim
4 mg/kg
q12h
Nitrofurantoin*
6-7 mg/kg
q6h
Sulfisoksazole*
120-150
q6-8h
Trimetoprim*
6-12 mg/kg
q6h
Sulfametoksazole
30-60 mg/kg
q6-8h
22
1 -2 mg/kg
Sulfisoksazole*
50 mg/Kg
Trimetoprim*
2mg/Kg
Sulfametoksazole
30-60 mg/kg
23
BAB IV
PEMBAHASAN
piuria. Pemeriksaan laboratorium yang terpenting untuk menegakkan diagnosis Infeksi saluran
kemih adalah biakan urine dan pemeriksaan urin lengkap Pada pemeriksaan laboratorium pasien
ini didapatkan leukositosis. Pada pemeriksaan urin lengkap didapatkan leukosituria dan
eritrosituria. Pemeriksaan biakan urin pada kasus pasien ini tidak dikerjakan karena pasien sudah
terlebih dulu pulang paksa.
Penatalaksanaan pada ISK dibagi 2 yaitu pengobatan secara umum dan pengobatan
khusus. Pengobatan secara umum (simptomatik) yaitu pengobatan terhadap demam, muntah,
dehidrasi dan lain-lain.. Pengobatan khusus yaitu memberikan antibiotik untuk eradikasi kuman.
Pada kasus ini, pasien diberikan terapi antibiotik Ceftriaxone. Antibiotik ceftriaxon dipilih
karena merupakan antibiotik spektrum luas. Indikasi pengobatan antibiotik profilaksis diberikan
pada anak dengan ISK berulang > 3x atau pada yang disertai RVU , pada kasus ini pasien tidak
diberikan terapi profilaksis karena pasien baru menderita ISK dan tidak disertai kelainan organ.
Pencegahan ISK dapat dilakukan dengan menjaga hygiene saluran kemih, berkemih secara
teratur serta sirkumsisi pada anak laki-laki. Disamping ISK anak juga dianjurkan untuk banyak
minum dan jangan menbiasakan kencing.
Prognosis pada pasien ini ad bonam karena ISK tanpa kelainan anatomis menpunyai
prognosis lebih baik bila dilakukan pengobatan pada fase akut yang adekuat dan disertai
pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang. Deteksi dini terhadap adanya kelainan
anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut, kerjasama yang baik antara dokter, ahli bedah
urologi dan orang tua penderita sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang
mengarah ke fase gagal ginjal kronis 1.
25
BAB V
KESIMPULAN
Anak dengan diagnosis ISK dievaluasi secara sistematik. Jenis pemeriksaan bergabung
kepada umur dan manifestasi klinik. Bayi dan anak dibawah 2 tahun perlu dilakukan
pemeriksaan USG dan MSU. Pencitraan skan DMSA merupakan pemeriksaan yang sensitif
untuk melihat pielonefritis dan parut ginjal.
Terapi antibiotik idealnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan resistensi kuman. Pada
anak dengan gejala penyakit yang berat antibiotik dapat diberikan segera, tetapi sebelumnya
diambil urin untuk pemeriksaan biakan. Anak dengan gejala ISK yang ringan cukup diberi terapi
antibiotik oral selama 7 hari. Pada anak dengan pielonefritis akut lama pengobatan 10-14 hari.
Bila ditemukan gejala toksik atau disertai muntah muntah anak perlu perlu dirawat dan
diberikan antibiotik parenteral. Neonatus dengan ISK harus dirawat dan diberikan antibiotik
parenteral selama 14 hari.
Pengobatan antibiotik pada bakteriuria asimtomatik tidak perlu diberikan. Pengobatan
antibiotik profilaksis diberikan pada anak dengan ISK berulang > 3x atau pada yang disertai
RVU. Pencegahan ISK dapat dilakukan dengan menjaga hygiene saluran kemih, berkemih secara
teratur serta sirkumsisi pada anak laki-laki.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief Abdul, Napitupulu Partogi,et al.,1985, Ilmu Kesehatan Anak 2,Infomedika, Jakarta.
2. Sjahrurachman Agus, Mirawati T.,et al.,2004, Etiologi Dan Resistensi Bakteri penyebab
Infeksi Saluran Kemih Di R.S. Cipto Mangunkusomo Dan R.S. Metropolitan Medical
Center Jakarta 2001-2003 dalam Naskah lengkap the 4th Jakarta Nephrology And
Hypertension Course, pp 51-63, Pernefri 2004, Jakarta.
3. Alatas Husein, 2002, Diagnosa Dan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih Pada Anak dalam
Hot Topics In pediatrics II, pp 162-179, PKB IKA XLV, Balai Penerbit FKUI Jakarta.
4. Behrman, Kliegman, Arvin, Nelson, 1996, Nelson Textbook Of Pediatrics, 15th en,pp
1863-5, WB Saunders Compay, Philadelphia, Pennysilvania.
5. Noer Sjaifullah, 1994, Infeksi Saluran Kemih Pada Anak dalam Pedoman Diagnosis dan
terapi lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak,pp 119-121, Falkutas kedokteran UNAIR, RSUD
Dr. Soetomo, Surabaya.
6. Anonim. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Kapita selekta kedokteran edisi ke 3 jilid 2.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani, WI, Setiowulan, W (editor). 2005. Jakarta: Media
Aesculapius
7. Anonim. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Panduan pelayanan medis departemen ilmu
kesehatan anak. Sastroasmoro S, et al. 2007. Jakarta: RSUP Nasional DR. Cipto
Mangunkusumo
8. Edlich RF,. Hill LG,. Mahler CA, Cox MJ,. Becker G,. Horowitz J H,. Nichter LS,
Martin ML, &. Lineweaver WC. Management and Prevention of Tractus Urinarius
Infection. Journal of Long-Term Effects of Medical Implants.2003. 13(3):139154
9. Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten kota. Buku saku
pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. 2005.hal 70
10. Practice Parameter: The Diagnosis, Treatment, and Evaluation of the Initial Urinary Tract
Infection in Febrile Infants and Young Children. PEDIATRICS Vol. 103 No. 4 April
1999, pp. 843-852. Available from
http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;103/4/843
11. Michael M, Hodson EM, Craig JC, Martin S, Moyer VA. Short versus standard duration
oral antibiotic therapy for acute urinary tract infection in children (Cochrane Review).
27
28