Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak, ISK
merupakan penyakit penting pada anak, karena menyebabkan gejala tidak khas.
ISK adalah adanya bakteri pada urin yang disertai dengan gejala infeksi. 2 Ada pula yang
mendefinisikan ISK sebagai gejala infeksi yang disertai adanya mikroorganisme patogenik pada
urin, uretra, kandung kemih, atau ginjal.3 ISK pada anak disebabkan infeksi mikroorganis gram
negatif terbanyak e coli. Bisa juga oleh gram positif seperti virus dan jamur.
ISK dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki. 2 Kejadian ISK pada
bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar dibanding bayi
dengan berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1 tahun, ISK lebih banyak terjadi pada anak
laki-laki. Sedangkan setelahnya, sebagian besar ISK terjadi pada anak perempuan. Misalnya
pada anak usia pra sekolah di mana ISK pada perempuan mencapai 0,8%, sementara pada lakilaki hanya 0,2%. Dan rasio ini terus meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak
perempuan 30 kali lebih besar dibanding pada anak laki-laki. Dan pada anak laki-laki yang
disunat, risiko ISK menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat.
Infeksi Saluran Kemih pada bayi dan anak-anak kecil merupakan suatu keadaan yang
perlu dicermati karena 5% dari penderitanya hanya menunjukkan gejala yang amat samar dengan
risiko kerusakan ginjal yang lebih besar dibandingkan anak-anak yang sudah lebih besar.1 Dan
kerusakan ini dapat berujung pada hipertensi atau menurunnya fungsi ginjal.
Bila tidak ditanggulangi secara serius, ISK dapat menyebabkan komplikasi berupa batu
saluran kemih, hipertensi, ataupun gagal ginjal yang memerlukan tindakan cuci darah atau
cangkok ginjal. Dengan latar belakang tersebut, penulis merasa perlu untuk mengangkat kejadian
ISK sebagai kasus yang perlu mendapat perhatian.

BAB II
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama

: SY

Jenis kelamin

: Laki laki

Umur

: 9 1/12 tahun

Tanggal lahir

: 9 September 2005

Berat Badan lahir

: 2900 gram

Kebangsaan

: Indonesia

Suku

: Sanger

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Taas Lingkungan V

B. Identitas Orang Tua

Nama Ibu Pasien

: YP

Umur

: 45 tahun

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Pendidikan

: SD

Perkawinan

:I

Alamat

: Tas Lingkungan V

Nama Ayah Pasien

: AJ

Umur

: 43 tahun

Pekerjaan

: Buruh

Pendidikan

: SD

Alamat

: Taas Lingkungan V

II.

Masuk RS

: 29 Oktober 2014

Jam

: 11.00 WITA

Ruangan

: Irina E

Partus

: SPT LBK

Oleh

: Dokter

ANAMNESIS

Alloanamnesis dari Ibu pasien tanggal 29 oktober 2014


Ibu pasien mengatakan bahwa keluhan utama pasien adalah nyeri BAK sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang pasien datang ke rumah sakit diantar oleh orang tuanya
dengan keluhan nyeri BAK sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri terasa di daerah
suprapubik. Air kencing berwarna kuning tidak disertai dengan darah. Sesudah BAK penderita
merasa masih ingin kencing lagi, saat BAK menetes. Demam tidak terlalu tinggi yang dirasakan
sepanjang hari.
Riwayat penyakit dahulu pasien menyangkal adanya keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang
sama.
Riwayat pribadi yaitu terbagi menjadi riwayat kehamilan sang ibu, ibu kontrol rutin 9x ke
puskesmas selama kehamilan dan 2x suntik TT.
Riwayat makanan

sang anak tidak diberikan ASI eksklusif karena ibu tidak

menghasilkan ASI. Usia 0- 3 tahun diberikan PASI ditambah bubur susu.


Riwayat imunisasi menurut pengakuan ibu pasien lengkap. Pasien di imunisasi BCG pada
usia 0 bulan, imunisasi DPT diberikan pada usia 2,3,4 lalu dilakukan booster pada usia 18 bulan,
imunisasi polio dilakukan pada usia 1,2,3,4 bulan, imunisasi hepatitis B diberikan pada usia 0,1,6
bulan. Terakhir adalah campak pada usia 9 bulan.
Sosial, ekonomi, kebiasaan dan lingkungan Pasien tinggal di rumah semipermanen
dengan atap seng, dinding bambu, lantai tanah. Jumlah kamar 2 yang dihuni oleh 5 orang,
dewasa 3 orang dan 2 anak-anak. WC/kamar mandi diluar rumah, sumber air minum sumur,
sumber penerangan PLN, penanganan sampah dibuang.
3

Perkembangan (sejak lahir sampai sekarang) ibu tidak ingat jelas, ibu mengatakan mulai
bisa membalik badan pada usia 4 bulan, tengkurap 5 bulan, mulai duduk pada usia 6 bulan,
merangkak pada usia 8 bulan, berdiri pada usia 11 bulan, berjalan pada usia 13 bulan, tertawa
usia 3 bulan, berceloteh usia 4 bulan, memanggil mama dan papa pada usia 10 bulan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Umur

: 9 1/12 tahun

Berat badan

: 21 kg

Panjang badan

: 114,5 cm

Keadaan umum

: Tampak sakit

Kesadaran

: Compos Mentis

Nadi

: 80 x/menit

Respirasi

: 24 x/menit

Suhu badan

: 36 C

Kulit

: Warna

Kepala

: Sawo matang

Efloresensi

: (-)

Pigmentasi

: (-)

Jaringan parut

: (-)

Turgor kulit

: kembali cepat

Tonus

: normal

Edema

: (-)

: Bentuk

: mesocephal

Rambut

: hitam tidak mudah tercabut

Mata

: Exopthalmus/Endophtalmus (-)

Tekanan bola mata : normal pada perabaan


Conjungtiva

: anemis (-)

Sclera

: ikterik (-)

Pupil

: bulat isokor 3 mm/3mm RC +/+

Lensa

: jernih

Vundus

: tidak dievaluasi
4

Visus

: tidak dievaluasi

Gerakan

: normal

Telinga

: sekret -/-

Hidung

: sekret -/-

Mulut

: bibir sianosis (-)


Lidah beslag (-)
Gigi caries (+)

Selaput mulut

: mukosa basah

Gusi

: Perdarahan (-)

Tenggorokan

: tonsil : T1 T1 hiperemis (-)


Faring : hiperemis (-)

Leher

Thoraks

: Trakea

: letak ditengah

Kelenjar

: pembesaran KGB (-)

Kaku kuduk

: (-)

: Bentuk

: simetris, retraksi (-)

Rachitic rosary

: (-)

Ruang intercostal

: (-)

Precordial bulging : (-)


Lain-lain

: (-)

Xiphosternum

: (-)

Harrisons groove

: (-)

Pernapasan paradoksal : (-)


Retraksi
Paru-paru

Jantung

: Inspeksi

: (-)
: simetris kanan = kiri

Palpasi

: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: sonor kanan = kiri

Auskultasi

: sp. Bronkovesikuler wh -/- rh -/-

:Inspeksi

: Detak jantung

Iktus

: Cordis tidak tampak

Palpasi

: Batas kiri

: 80 x/menit

: Linea midclavicularis sinistra


5

Auskultasi

Abdomen

: Bentuk

Batas kanan

: Linea parasternalis dextra

Batas atas

: ICS II-III

:Bunyi jantung apex : M >M


Bunyi jantung aorta

: AA

Bunyi jantung pulm

: P<P

Bising

: (-)

: datar,lemas, bu (+) N

Lien

: ttb

Hepar

: ttb

Genitalia

: normal

Kelenjar getah bening inguinal

: Pembesaran (-)

Anggota gerak

: Akral hangat CRT 2 , RF +/+, RP


-/-

IV.

RESUME
Pasien perempuan berusia 10 tahun datang ke RSUD Arjawinangun dengan
keluhan febris sejak 7 hari SMRS. Febris dirasakan sepanjang hari. Keluhan ini disertai
dengan batuk kering sejak 1 hari SMRS. Nyeri perut dirasakan di epigastrium yang disertai
mual. Pasien juga mengeluh. Ibu pasien mengatakan 3 minggu sebelumnya pasien
mengalami nyeri pada pinggang selama 7 hari dan enuresis. Keluhan berkurang setelah
meminum obat dari warung.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dan compos
mentis, tanda vital pasien seperti tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 120 x/menit, nadi
teratur, dan isi cukup, suhu 38,3 0C, dan pernapasan 28 x / menit. Pada pemeriksaan thorax
dan jantung tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan nyeri tekan pada
kuadran kanan bawah dan kiri bawah. Pada pemeriksaan genitalia eksterna dan ekstremitas
tampak tanda-tanda radang. Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 27
Februari 2011 didapatkan kadar Leukosit 13000 l, Hamoglobin 10,8 l g/dl, Hematokrit
33,8l%, MCV 69,9 hm3 , MCH 22,6Hpg, MCHC 32,4g/dl, Trombosit 661 103/l. KGDS
31 mg/dl
6

Pada pemeriksaan urin lengkap tanggal 28 Februari 2011 didapatkan warna


kuning,PH 6, berat jenis 1,020, nitrit (-). Protein (+1), glaukosa (-), keton (+1), bilirubin
(+1), urobilinogen (+1). Pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan leukosit (+5-6),
eritrosit (+3-4), epitel (+4-5), tidak ada Kristal dan silinder
V.

DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah retensi urine e.c Infeksi saluran kemih.

VI. RENCANA PENGELOLAAN


A. Rencana Pemeriksaan
DL, UL, USG abdomen dan kultur urine.
B. Rencana terapi
Terapi yang diberikan adalah antibiotik (cefixime) 2x1 cth
Pasang kateter

FOLLOW UP
Tanggal 28/02/2011
Pada hari pertama tanggal 28 februari 2011 pasien masih demam, nyeri ulu hati, nyeri
saat berkemih. Keadaan pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, vital sign
seperti suhu 38,30c, nadi 84 x/menit, RR 28 x/menit, tekanan darah 110/80 mmHg.
Pemeriksaan fisik kepala normocephale, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, tidak
ada pembesaran KGB. Pada pemeriksaan jantung BJ I-II regular, tidak ada murmur dan
gallop, pulmo vesikuler +/+ , tidak ada rhonki dan wheezing. Abdomen datar, supel, nyeri
tekan pada kuadran kanan bawah da kiri bawah, BU(+). Pada pemeriksaan genital tampak
tanda-tanda radang pada genitalia eksterna. Ekstermitas akral hangat tidak ada sianosis dan
edema.
Pemeriksaan darah rutin ulang didapatkan hasil hemoglobin 12,4 g/dl, hematokrit 39,1
vol %, leukosit 16.000/l, trombosit 227.000/l. Pemeriksaan urin lengkap didapatkan warna
7

kuning,PH 6, berat jenis 1,020, nitrit (-). Protein (+1), glaukosa (-), keton (+1), bilirubin (+1),
urobilinogen (+1). Pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan leukosit (+5-6), eritrosit (+34), epitel (+4-5), tidak ada Kristal dan silinder.
Diagnose kerja pada pasien ini adalah Infeksi saluran kemih, Gizi Kurang, dan
hipoglikemi.
Terapi yang diberikan adalah IVFD 3B 19 tpm makro, ceftriaxon 2x1 gr iv, ranitidine
2x30 mg iv, metamizol 3x300 mg iv. Diet makanan yang diberikan adalah makanan lunak
2240 kkal/hari. Saran dilakukan pemeriksaan biakan urin.
Tanggal 1/3/2011
Pada hari pertama tanggal 1 maret 2011 pasien sudah tidak demam, namun pasien masih
merasakan nyeri ulu hati dan nyeri saat berkemih. Keadaan pasien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, vital sign seperti suhu 37,5 0c, nadi 84 x/menit, RR 24 x/menit,
tekanan darah 110/80 mmHg.
Pemeriksaan fisik kepala normocephale, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, tidak
ada pembesaran KGB. Pada pemeriksaan jantung BJ I-II regular, tidak ada murmur dan
gallop, pulmo vesikuler +/+ , tidak ada rhonki dan wheezing. Abdomen datar, supel, nyeri
tekan pada kuadran kanan bawah da kiri bawah, BU(+). Pada pemeriksaan genital tampak
tanda-tanda radang pada genitalia eksterna. Ekstermitas akral hangat tidak ada sianosis dan
edema.
Diagnose kerja pada pasien ini adalah Infeksi saluran kemih, Gizi kurang, dan
Hipoglikemi.
Terapi yang diberikan adalah IVFD 3B 19 tpm makro, ceftriaxon 2x1 gr iv, ranitidine
2x30 mg iv, metamizol 3x300 mg iv(jika perlu). Diet makanan yang diberikan adalah
makanan lunak 2240 kkal/hari.
Tanggal 2/3/2011
Pada hari pertama tanggal 2 maret 2011 pasien sudah tidak ada demam, tidak nyeri ulu
hati, dan tidak nyeri saat berkemih. Keadaan pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, vital sign seperti suhu 37,30c, nadi 84 x/menit, RR 24 x/menit, tekanan darah 110/80
mmHg.
8

Pemeriksaan fisik kepala normocephale, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, tidak
ada pembesaran KGB. Pada pemeriksaan jantung BJ I-II regular, tidak ada murmur dan
gallop, pulmo vesikuler +/+ , tidak ada rhonki dan wheezing. Abdomen datar, supel, tidak ada
nyeri tekan, BU(+). Pada pemeriksaan genital tidak tampak tanda-tanda radang pada genitalia
eksterna. Ekstermitas akral hangat tidak ada sianosis dan edema.
Diagnose kerja pada pasien ini adalah Infeksi saluran kemih, Gizi Kurang, dan
hipoglikemi.
Terapi yang diberikan adalah IVFD 3B 19 tpm makro, ceftriaxon 2x1 gr iv, ranitidine
2x30 mg iv, metamizol 3x300 mg iv(jika perlu). Diet makanan yang diberikan adalah
makanan lunak 2240 kkal/hari. Pasien direncanakan pulang dan kontrol ke poli untuk konsul
dokter.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
INFEKSI SALURAN KEMIH
Pendahuluan
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan klinis akibat berkembangbiaknya
mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi pada saluran kemih.1,2
ISK merupakan salah satu infeksi yang paling sering dijumpai baik di negara sedang
berkembang maupun di negara maju sekalipun. ISK dapat terjadi pada semua usia dan jenis
kelamin dengan frekuensi dan gejala yang berbeda-beda pada tiap kelompok umurnya. 2

ISK pada anak-anak merupakan hal yang perlu diwaspadai karena memiliki gejala yang
tidak spesifik sehingga diagnosa sering terlambat, padahal resiko kerusakan ginjal yang progresif
pada jangka panjangnya sekitar 25%. Untuk ISK diperlukan perhatian yang khusus oleh para
dokter pada lini depan dan pengertian terhadap bahaya ISK pada bayi dan anak. Bila hal ini tidak
terdeteksi banyak diantaranya yang akan mengalami ISK berulang yang dapat menyebabkan
timbulnya parut pada ginjal bahkan kerusakan ginjal yang permanen.3
Mengingat batasan tersebut, maka diagnosis ISK memerlukan biakan mikroorganisme
sebagai golden standar diagnosis.1-3 Kuman penyebab ISK yang paling sering ialah golongan
Enterobacteriacceae yang berasal dari perineum dan saluran percernaan. E.Coli merupakan
bakteri penyebab 80% kasus ISK selain golongan Klebsiella, Proteus, Enterobacter,
Pseudomonas, Streptococcus, dan golongan Staphylococcus.1
Epidemiologi
Infeksi saluran kemih pada anak dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Angka rasio
kejadian infeksi saluran kemih pada anak dilaporkan untuk rasio bayi laki laki dan perempuan
pada awal kehidupan bayi adalah antara 3 : 1 dan 5 : 1. setelah masa bayi, anak perempuan lebih
sering mengalami infeksi saluran kemih dibandingkan laki laki yaitu dengan rasio L/P 1 : 4
untuk infeksi yang simtomatis dan 1 : 25 untuk infeksi yang asimtomatis pada anak usia sekolah,
diduga faktor uretra yang lebih pendek pada perempuan yang berperan dalam hal ini.
Data prevalensi rumah sakit RSCM Jakarta dalam periode 3 tahun (1993-1995)
didapatkan 212 kasus ISK, dengan rata-rata 70 kasus baru per tahun. Data studi kolaboratif pada
7 rumah sakit pusat pendidikan dokter di Indonesia dalam kurun 5 tahun (1984-1989) dilaporkan
angka kejadian kasus baru ISK pada anak berkisar antara 0,1- 1,9% dari seluruh kasus pediatric
yang dirawat . Jumlah ISK kompleks di Jakarta lebih sedikit dari ISK simpleks yaitu 22,2% dari
42 kasus ISK. Meskipun lebih sedikit perlu mendapat perhatian khusus karena dapat bersifat
progresif. 3
Angka kekambuhan cukup tinggi yaitu pada anak perempuan 30% pada tahun pertama
dan 50% dalam 5 tahun kedepan. Sedangkan pada anak laki-laki angka kekambuhan sekitar 1520% pada tahun pertama dan setelah umur 1 tahun jarang ditemukan kekambuhan. ISK yang
10

terjadi nosokomial di rumah sakit pernah dilaporkan sebanyak 14,2% per 1000 penderita anak,
hal ini terjadi biasanya karena pemakaian kateter urin jangka panjang.3
Etiologi
Kuman penyebab infeksi saluran kemih yang tersering adalah E. Coli yaitu sekitar 80%
90% kasus kasus ISK dan kuman patogen lainnya meliputi Klebsiella-Enterobacter spp., Proteus
spp., Enterococcus faecalis, dan stafilokokus koagulase-negatif. Pada infeksi saluran kemih
kronis sering kali berkaitan dengan Pseudomonas spp., Proteus spp., enterokokus atau Candida
spp 2.
Patogenesis
Patogenesis ISK sangat kompleks karena menyangkut interaksi dari berbagai faktor, baik
dari pihak penjamu ( host ) dan dari faktor virulensi kuman. Pada bayi, terutama neonatus
biasanya bersifat hematogen sebagai akibat terjadinya sepsis. Sedangkan pada anak-anak infeksi
biasanya berasal dari daerah perineum yang kemudian menjalar secara ascendens sampai ke
kandung kemih, ureter atau ke parenkim ginjal.1
Bukti terjadinya ISK dengan jalur asendens adalah ditemukannya strain bakteri yang
sama didaerah perineum penderita ISK, yang tidak ditemukan pada anak normal. Pada anak lakilaki yang tidak disirkumsisi, bakteri patogen berasal dari flora di bawah preputium dan frekuensi
terjadinya ISK juga lebih besar.3
Faktor Penjamu (Host)
Tiap individu memiliki kerentanan yang berbeda beda terhadap ISK. Hal ini dapat
diterangkan oleh adanya faktor-faktor hospes, seperti produksi antibodi uretra dan servikal (IgA),
dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perlekatan bakteri pada epitel introitus dan uretra. 4
Tomm- Horsfall glikoprotein dan IgA sekretori mencegah perlekatan bakteri pada uroepitel. Pada
anak dengan ISK berulang kadar IgA sekretori lebih sedikit dibandingkan dengan anak normal.
Hal ini menunjukkan adanya defek respon imun terhadap infeksi.3

11

Imunosupresi, diabetes, obstruksi saluran kemih, dan penyakit granulomatosa kronis


adalah faktor lain yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Bila organisme dapat
masuk ke dalam kandung kemih, beratnya infeksi dapat menggambarkan virulensi bakteri.4
Refluks vesiko ureter (RVU) merupakan factor penjamu utama untuk terjadinya
pielonefritis pada anak. RVU ditemukan pada 25-50% ( rata-rata) penderita ISK. Pada pasien
dengan ISK yang disertai RVU,80% menunjukkan gambaran parut ginjal pielonefritik
Obstruksi dan beberapa kelainan uronefrotapi kongenital juga merupakan faktor
predisposisi terjadinya ISK. Obstruksi paling sering terjadi pada hubungan pelvio ureter, vesiko
ureter dan uretra posterior. Demikian pula kelainan fungsional saluran kemih seperti buli-buli
neurogenik dan non neurogenerik dapat menimbulkan retensio urin atau inkontinesia yang dapat
menimbulkan ISK.3
Faktor Virulensi Bakteri3
Bakteri virulen berarti mempunyai kemampuan untuk menimbulkan infeksi. Bakteri
uropatogen adalah strain bakteri yang mempunyai faktor virulensi spesifik untuk meninbulkan
kolonisasi pada uroepitel.
Tahap awal timbulnya infeksi adalah terjadi perlekatan bakteri pada sel epitel. Tahap
berikutnya baru terjadi penetrasi bakteri ke jaringan, proses inflamasi dan kerusakan sel. E.Coli
mempunyai daya melekat pada uroepitel karena adanya zat adhesion di membran luar
bakteri,pada rambut-rambut spesifik yang disebut fimbrie. E. Coli pieloenefritogenik mempunyai
fimbrie yang dapat mengaglutinasi eritrosit golongan darah P1, oleh kerena ISK disebut Pfimbrie.
Ada 2 tipe fimbrie yaitu tipe I dan II. I ditemukan pada hampir semua E.Coli. karena
perlekatan tipe I pada sel dapat dihambat oleh D Mannosa, disebut mannose sensitif.
Perlekatan tipe II tidak dapat dihambat oleh D Mannosa karena ISK disebut Mannosa resisten.
P- fimbrie termasuk tipe II dan hanya ditemukan pada strain E.Coli tertentu. Reseptor untuk Pfimbrie adalah suatu glikosfingolipid yang terdapat pada membrane sel uroepitel, yaitu galaktosa
a 14-galaktosa a (gal-gal pili). E.Coli dengan P-fimbrie inilah yang dapat menyebabkan
12

pielonefritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa E. Coli pielonefritogenik 76-94%


mengandung P-fimbrie, sedangkan pada yang menyebabkan sistitis hanya ditemukan pada 1923%.
Faktor virulensi lain yang ditemukan pada E.Coli adalah:
1. Antigen K : suatu polisakarida pada kapsul yang dapat melindungi bakteri terhadap lisis
oleh komplemen dan fagositis. Juga lebih banyak ditemukan pada anak dengan
pielonefritis daripada sistisis.
2. Antigen O : bersifat toksik dan menyebabkan terjadinya dema, dan inflamasi.
3. Hemolisin : protein sitotoksik yang pada percobaan invitro dapat merusak sel epitel
(tubulus)
4. Colisin (Colisin-V) : jenis protein yang dapat membunuh bakteri lain.
5. Aerobaktin : protein yang dapat mengikat dan menumpuk zat besi yang berguna untuk
pertimbunan kumam.

Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya ISK3
-

Anak perempuan

Anak laki-laki tidak disirkumsisi

Disfungsi miksi

Obstipasi kronik

Instrumentasi uretra

Pemasangan kateter (buli-buli)jangka panjang


13

Infestasi cacing kremi

Buli-buli neurogenik dan non neurogenik

Membersihkan feses dari bawah keatas

Mandi busa

Kelainan anatomi saluran kemih

Uropati Obstruktif

Adhesi labia

Refluks vesiko ureter

Batu saluran kemih

Manifestasi klinis
Infeksi saluran kemih dapat simtomatik maupun asimtomatik. Pada bayi baru lahir gejala
dapat berupa demam, malas minum, ikterus, hambatan pertumbuhan, atau tanda-tanda sepsis.
Pada masa bayi gejala sering berupa panas yang tidak diketahu penyebabnya, nafsu makan
berkurang, gangguan pertumbuhan berkurang, kadang kadang diare atau kencing sangat
berbau. Pada usia prasekolah berupa sakit perut, muntah, demam, sering kencing, dan
mengompol. Pada usia sekolah gejala spesifik makin nyata berupa mengompol, sering kencing
sakit waktu kencing, atau sakit pinggang 4.
Demam dan sakit pinggang merupakan gejala ISK bagian atas (ureter, pielum, dan ginjal)
sedangkan gejala ISK bagian bawah ( kandung kemih dan uretra) biasanya lebih ringan,
umumnya berupa disuria, polakisuria, atau kencing mengedan, tanpa demam.
14

Pada infeksi kronis atau berulang dapat terjadi tanda tanda gagal ginjal menahun atau
hipertensi serta ganguan pertumbuhan.
Secara umum gejala klinis dari infeksi saluran kemih berbeda beda yaitu tergantung
dari umurnya, berikut uraiannya :
Umur 0 1 bulan :

Gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah dan diare, kejang, koma,

panas / hipotermia tanpa diketahui sebabnya


Umur 1 24 bulan:

Panas / hipotermia tanpa diketahui sebabnya, gangguan pertumbuhan,

anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik (anak menjerit keras), air kemih berbau / berubah
warna, kadang kadang disertai nyeri perut /pinggang.
Umur 2 6 tahun :

Panas / hipotermia tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat menahan

kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna, diare, muntah,
gangguan pertumbuhan serta anoreksia.
Umur 6 18 tahun :

Nyeri perut / pinggang, panas tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat

menahan kencing, polikisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna.
Diagnosis 1
Pada Infeksi saluran kemih yang simptomatis, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
klinis yang ditemukan dan dengan adanya jumlah bakteri yang bermakna dalam urin yang
seharusnya steril dengan atau tanpa disertai piuria. Bila ditekan silinder leukosit, maka
kemungkinan pielonefritis perlu dipertimbangkan.
Pemeriksaan laboratorium yang terpenting untuk menegakkan diagnosis Infeksi saluran
kemih adalah biakan urine dan pemeriksaan urine lengkap.
1. Biakan urin
penanpungan urin untuk pembiakan dapat dilakukan dengan 3 cara :
1. Urin pancaran tengah (midstream urien)
15

2. Kateterisasi kandung kemih


3. Pungsi kandung kemih (supra public puncture,SPP)
Sebelum pengambilan contoh urin perlu dilakukan tindakan asepsis. Pada pengambilan cara a
dan b. genetalia eksterna dibersihkan dulu dengan air bersih atau larutan sublimate 1%. Pada
anak perempuan labia minor harus dibuka dan pada anak laki- laki preputium perlu ditarik
kebelakang pada saat pembersihan. Pungsi kandung kemih dilakukan sebagai berikut: daerah
suprapubis dibersihkan dengan larutan jodium 2 dan alcohol 70%. Sebelumnya anak disuruh
menahan kencing selama 1 jam dan dilanjurkan banyak minum. Pungsi dilakukan dengan
jarum semprit 5 atau 10 ml, pada tempat kira-kira 0,5-1 cm diatas simfisis pubis.
Dengan cara a dan b, biakan urin dianggap positif atau bermakna bila didapat jumlah kuman
100.000 atau lebih per-mililiter urin. Jumlah kuman antara 10.000-100.000/ml urin dianggap
meragukan dan perlu diulang. Bila jumlah kurang dari 10.000/ml urin maka hasil ini dianggap
sebagai kontaminasi. Sebaiknya biakan urin dilakukan dua kali berturut-turut agar didapatkan
hasil yang lebih pasti (derajat kepastian 95%).
Hasil biakan urin dengan cara pengambilan pungsi kandung kemih dianggap positif atau
bermakna bila ditemukan 200 kuman atau lebih per-mililiter urin.
Hal lain yang perlu dilakukan ialah waktu antara pengiriman bahan dan penanaman dalam
media biakan. Bila urin dibiarkan dalam suhu kamar selama jam atau lebih maka cepat
membiak sehingga akan menberikan hasil yang positif palsu. Bila urin tidak segera dikirim
kelaboratorium, maka harus disimpan selama 24-48 jam tanpa merubah jumlah kuman.
Cara lain yang lebih mudah dan sederhana untuk mendeteksi bakteri urin ialah dengan
pemeriksan bakteriologis semikuantitatif misalnya dengan microstix (Ames,co). caranya ialah
dengan mencelupkan microstix ke dalam urin yang tampung seperti pada biakan konvensional,
kemudian diinkubasi selama 24 jam. Dengan cara ini ternyata ditemukan korelasi yan tinggi
dengan hasil biakan secara konvensional dengan kepekaan sebesar 93,8% dan spesifitas 95,5%.
1. Pemeriksaan urin lengkap

16

Bila pada pemeriksaan sediment urin ditemukan piuria pada 50% kasus ISK. Tidak ada
korelasi yang pasti antara piuria dan bakteriuria, tetapi pada seiap kasus dengan piuria haruslah
dicurigai kemungkinan adanya ISK.
Pemeriksaan yang penting dilakukan ialah Pielografi intravena (PIV) dan Miksio-sistouretrografi (MSU).
Kedua pemeriksaan tersebut sedapat mungkin dilakukan pada semua penderita ISK.
Pemeriksaan PIV dapat memberikan gambaran tentang kemungkinan terjadinya pielonefritis
kronis dengan melihat bentuk dan besarnya kedua ginjal, adanya gambaran yang asimetri antara
kedua ginjal karena perbedaan bentuk dan ukurannya, kalises yang tumpul dan atau melebar atau
terbentuknya jaringan parut. Juga dapat ditemukan tanda tanda kelainan kongenital maupun
kelainan obstruktif atau kelaianan anatomis. Pada pemeriksaan MSU dapat ditemukan tandatanda refluks vesiko-ureter atau penyempitan pada muara uretra.
Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar ureum dan kratinin darah
atau yang lebih teliti lagi bila diperiksa klerens ureum dan kratinin untuk mengetahui derajat
fungsi ginjal.

ISK bagian atas dan bawah


Dalam penanganan dan pengobatan perlu diketahui apakah infeksi terdapat pada traktus
urinarius bagian atas (ureter,pielim dan ginjal) atau hanya pada bagian bawah (kandung kencing
dan uretra).
ISK bagian atas dianggap lebih berat karena dapat mengakibatkan kerusakan ginjal.
Menbedakan kedua lokasi infeksi ini tindaklah mudah pada seorang anak, terutama pada bayi.
Pemeriksaan langsung terhadap infeksi bagian atas dapat dilakukan dengan biakan urin yang
diambil dengan kateterisasi dari kedua ureter, namun hal ini jarang dilakukan pada anak karena
dapat bersifat traumatis. pemeriksaan secara tidak langsung yang memberi petunjuk kearah ISK
baian atas adalah terdapatnya gejala demam, sakit pinggang, terdapatnya silinder leukosit diurin,
17

laju endap darah yang meninggi dan peninggian kadar protein C-reaktif. pemeriksaan lain yang
lebih sukar adalah biakan urin dengan bladder washout technique (penampungan urin setelah
pencucian buli-buli dengan larutan aseptic), antibodi coated bacteria (pemeriksaan bakteri yang
diliputi oleh antibodi ) dan sebagainya. Penurunan pungsi ginjal, hipertensi, azotemia dan
terdapatnya parut ginjal (pyelonephiritic scaming) pada pemeriksaan radiology menjurus pada
ISK bagian atas.
ISK bagian bawah biasanya lebih ringan, umumnya tanpa gejala demam, hanya ditandai
dengan gejala lokal seperti disuria, polakisuria atau kencing mengedan. Pada pemeriksaan
sedimen urin sering ditemukan leukosit yang berkelompok.
Pengobatan dan pelaksanaan
1.

Pengobatan secara umum, yaitu terhadap panas, muntah, dehidrasi dan lain-lain.
Disamping ISK anak juga dianjurkan untuk banyak minum dan jangan menbiasakan
menahan kencing. Pengobatan simtomatik terhadap keluhan sakit kencing dapat diberikan
penazofiridin (piridium) 7-10 mg/kgbb/hari. Disamping ISK perlu juga mencari dan
mengurangi atau menghilangkan factor predisposisi seperti obstipasi, alergi, investasi cacing
dan memberikan kebersihan perineum meskipun usaha-usaha ini kadang-kadang tidak selalu
berhasil.10

2.

Pengobatan khusus

Penanggulangan ISK ditujukan terhadap 3 hal, yaitu:


1. pengobatan terhadap infeksi akut
2. pengobatan dan pencegahan infeksi berulang
3. Mendeteksi dan melakukan koreksi bedah terhadap kelainan anatomis, congenital
maupun yang didapat, pada traktus urinarius.
1. pengobatan infeksi akut.

18

Pengobatan yang segera dan adekuat pada fase akut dapat mencegah atau mengurangi
kemungkinan timbulnya pielonefritis kronis. Pada keadaan berat atau panas tinggi dan keadaan
umum yang lemah, pengobatan segera dilakukan tanpa menunggu hasil biakan urin dan uji
resistensi kuman. Pada infeksi akut yang simpleks (uncomplicated infection) diberikan
antibiotika /kemoterapi oral. Obat yang sering dipakai sebagai pilihan utama (primary drug)
ialah ampisilin, kontrimoksazol, sulfisoksazol, asam nalidiksat dan nitrofurantion. Sebagai
pilihan kedua (secondary drug) dapat dipakai obat galongan aminoglikosid (gentamisin,
sisomisin, amikasin dan lain-lain); sefakleksin, doksisiklin dan sebagainya. Pengobatan diberikan
selama 7 hari.6
2. Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang
Dalam pengamatan selanjutnya 30-50% penderita akan mengalami infeksi berulang dan
sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Oleh karena itu perlu dilakukan biakan ulang pada minggu
pertama sesudah selesai pengobatan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap 3
bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan pada fase akut.
Bila relaps atau reinfeksi terjadi lebih ari 2 kali, maka pengobatan dilanjutkan dengan
pengobatan profilaksis, dengan obat-obat anti septis urin, yaitu nitrofurantion, kontrimoksazol,
sefaleksin atau metenamin mandelat. Pada umumnya diberikan seperempat dosis normal, satu
kali sehari pada malam hari slama 3 bulan. Bila infeksi traktus urinarus disertai dengan kelainan
anatomis (disebut ISK kompleks atau complicated urinary infection), maka hasil pengobatan
biasanya kurang memuaskan. Pemberian obat disesuaikan dengan hasil uji resistensi dan
dilakukan dengan terapi profilaksis selama 6 bulan dan bila perlu sampai 2 tahun.10
3. Koreksi pembedahan
Bila pada pemeriksaan radioogis ditemukan obtruksi, maka perlu dilakukan koreksi bedah.
Penanganan terhadap refluks tergantung dari derajat stadiumnya. Refluks stadium I sampai III
biasanya akan menghilang dengan pengobatan terhadap infeksinya. Pada stadium IV perlu
dilakukan

koreksi

bedah

yaitu

dengan

reimplantasi

ureter

pada

kandung

kemih

(ureteroneosistostomi). Pada keadaan-keadaan tertentu misalnya pada pionefritis atrofik kronik,


tindakan nefrektomi kadang-kadang perlu dilakukan.8
19

Antibiotika 5
* Neonatus
ampisilina : 50-100 mg/kg BB/24 jam IM/1V , dibagi 3-4 dosis
-

Gentamisin : 5-7 mg/kg BB/24 jam IM/1V , dibagi 2-3 dosis

Tobramisin : 5-7 mg/kg BB/24 jam im/1V ,dibagi 2-3 dosis

Antibiotika diberikan selama 10-14 hari


* Anak
-

Kotimoksazol

: 4-8 mg TMP /kg BB/24 jam IM/1V , dibagi 2dosis

Ampisilina

: 50-100 mg/kg BB/24 JAM IM/1V ,dibagi 3-4 dosis

Amoksilina

: 50-100 mb/kg BB/24 jam IM/1V ,dibagi 3-4 dosis

Safaleksin

: 50-100 mg/kg BB/24 jam IM/1V , dibagi 3-4 dosis

Asam nalikdisat

: 50 mg/kg BB24 jam IM/1V , dibagi 3 dosis

Nitrofurantoin

: 3-5 mg/kg BB/jam IM/1V ,dibagi 3 dosis

Pemantauan
Dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai gejala ISK umumnya
menghilang. Bila gejala belum menghilang, dipikirkan untuk mengganti antibiotik yang lain
sesuai dengan uji kepekaan antibiotik. Dilakukan pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin ulang
3 hari setelah pengobatan fase akut dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan dan
setiap 3 bulan. Jika ada ISK berikan antibiotik sesuai hasil uji kepekaan.8
Bila ditemukan ada kelainan anatomik maupun fungsional yang menyebabkan obstruksi,
maka setelah pengobatan fase akut selesai dilanjutkan dengan antibiotik profilaksis (lihat
20

lampiran). Antibiotik profilaksis juga diberikan pada ISK berulang, ISK pada neonatus, dan
pielonefritis akut.10
Komplikasi
Pielonefritis berulang dapat mengakibatkan hipertensi, parut ginjal, dan gagal ginjal
kronik (Pielonefritis berulang timbul karena adanya faktor predisposisi).7
Prognosis
ISK tanpa kelainan anatomis menpunyai prognosis lebih baik bila dilakukan pengobatan
pada fase akut yang andekuat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang.
Pognosis jangka panjang pada sebagian besar penderita dengan kelainan anatomis umumnya
kurang memuaskan meskipun telah diberikan pengobatan yang andekuat dan dilakukan koreksi
bedah , hal ini terjadi terutama pada penderita dengan nefropati refluks. Deteksi dini terhadap
adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut, kerjasama yang baik antara
dokter, ahli bedah urologi dan orang tua penderita sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
perburukan yang mengarah ke fase gagal ginjal kronis 1.

Jenis dan dosis antibiotik untuk terapi ISK11


Tabel : Dosis antibiotika pareneteral (A), Oral (B), Profilaksis (C)
Obat
(A) Parenteral

Dosis mg/kgBB/hari

Frekuensi/ (umur bayi)

Ampisilin

100

tiap 12 jam (bayi < 1 minggu)


tiap 6-8 jam (bayi > 1 minggu)

Sefotaksim

150

dibagi setiap 6jam.

Gentamisin

tiap 12 jam (bayi < 1 minggu)


tiap 8 jam (bayi > 1 minggu)
21

Seftriakson
Seftazidim

75
150

sekali sehari
dibagi setiap 6 jam

Sefazolin

50

dibagi setiap 8 jam

Tobramisin

dibagi setiap 8 jam

Ticarsilin

100

dibagi setiap 6 jam

(B) Oral
Rawat jalan antibiotik oral (pengobatan standar)
Amoksisilin
20-40 mg/Kg/hari

q8h

Ampisilin

q6h

50-100 mg/Kg/hari

Amoksisilin-asam klafulanat 50 mg/Kg/hari

q8h

Sefaleksin

50 mg/Kg/hari

q6-8h

Sefiksim

4 mg/kg

q12h

Nitrofurantoin*

6-7 mg/kg

q6h

Sulfisoksazole*

120-150

q6-8h

Trimetoprim*

6-12 mg/kg

q6h

Sulfametoksazole

30-60 mg/kg

q6-8h

Tidak direkomendasikan untuk neonatus dan penderita dengan insufisiensi ginja

22

(C) Terapi profilaksis


Nitrofurantoin*

1 -2 mg/kg

Sulfisoksazole*

50 mg/Kg

Trimetoprim*

2mg/Kg

Sulfametoksazole

30-60 mg/kg

(1x malam hari)

23

BAB IV
PEMBAHASAN

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan klinis akibat berkembangbiaknya


mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi pada saluran kemih. 1,2 Pada kasus ini organ yang
terinfeksi adalah saluran kemih.
Infeksi saluran kemih pada anak dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Setelah masa
bayi, anak perempuan lebih sering mengalami infeksi saluran kemih dibandingkan laki laki
yaitu dengan rasio L/P 1 : 4 untuk infeksi yang simtomatis dan 1 : 25 untuk infeksi yang
asimtomatis pada anak usia sekolah, diduga faktor uretra yang lebih pendek pada perempuan
yang berperan dalam hal ini. Usia dan jenis kelamin pasien pada kasus ini sesuai dengan literatur
tersebut.
Kuman penyebab infeksi saluran kemih yang tersering adalah E. Coli yang merupakam
flora normal di saluran pencernaan. Infeksi biasanya berasal dari daerah perineum yang
kemudian menjalar secara ascendens sampai ke kandung kemih, ureter atau ke parenkim ginjal. 1
Bukti terjadinya ISK dengan jalur asendens adalah ditemukannya strain bakteri yang sama
didaerah perineum penderita ISK, yang tidak ditemukan pada anak normal
Penulis mendiagnosa pasien ini dengan infeksi saluran kemih, karena pada anamnesa
didapatkan adanya febris 7 hari, disuria, polysuria, nyeri pada epigastrium. Menurut
alloanamnesa, adanya riwayat sakit pada pinggang dan eneuresis 3 minggu sebelumnya. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan pada hipogastrium. Hasil yang didapat dari
anamnesa sesuai dengan literature. Berdasarkan literature gejala klinis ISK sesuai umur 6 18
tahun yaitu nyeri perut / pinggang, panas tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat menahan
kencing, polikisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang ditemukan dan dengan adanya
jumlah bakteri yang bermakna dalam urin yang seharusnya steril dengan atau tanpa disertai
24

piuria. Pemeriksaan laboratorium yang terpenting untuk menegakkan diagnosis Infeksi saluran
kemih adalah biakan urine dan pemeriksaan urin lengkap Pada pemeriksaan laboratorium pasien
ini didapatkan leukositosis. Pada pemeriksaan urin lengkap didapatkan leukosituria dan
eritrosituria. Pemeriksaan biakan urin pada kasus pasien ini tidak dikerjakan karena pasien sudah
terlebih dulu pulang paksa.
Penatalaksanaan pada ISK dibagi 2 yaitu pengobatan secara umum dan pengobatan
khusus. Pengobatan secara umum (simptomatik) yaitu pengobatan terhadap demam, muntah,
dehidrasi dan lain-lain.. Pengobatan khusus yaitu memberikan antibiotik untuk eradikasi kuman.
Pada kasus ini, pasien diberikan terapi antibiotik Ceftriaxone. Antibiotik ceftriaxon dipilih
karena merupakan antibiotik spektrum luas. Indikasi pengobatan antibiotik profilaksis diberikan
pada anak dengan ISK berulang > 3x atau pada yang disertai RVU , pada kasus ini pasien tidak
diberikan terapi profilaksis karena pasien baru menderita ISK dan tidak disertai kelainan organ.
Pencegahan ISK dapat dilakukan dengan menjaga hygiene saluran kemih, berkemih secara
teratur serta sirkumsisi pada anak laki-laki. Disamping ISK anak juga dianjurkan untuk banyak
minum dan jangan menbiasakan kencing.
Prognosis pada pasien ini ad bonam karena ISK tanpa kelainan anatomis menpunyai
prognosis lebih baik bila dilakukan pengobatan pada fase akut yang adekuat dan disertai
pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang. Deteksi dini terhadap adanya kelainan
anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut, kerjasama yang baik antara dokter, ahli bedah
urologi dan orang tua penderita sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang
mengarah ke fase gagal ginjal kronis 1.

25

BAB V
KESIMPULAN
Anak dengan diagnosis ISK dievaluasi secara sistematik. Jenis pemeriksaan bergabung
kepada umur dan manifestasi klinik. Bayi dan anak dibawah 2 tahun perlu dilakukan
pemeriksaan USG dan MSU. Pencitraan skan DMSA merupakan pemeriksaan yang sensitif
untuk melihat pielonefritis dan parut ginjal.
Terapi antibiotik idealnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan resistensi kuman. Pada
anak dengan gejala penyakit yang berat antibiotik dapat diberikan segera, tetapi sebelumnya
diambil urin untuk pemeriksaan biakan. Anak dengan gejala ISK yang ringan cukup diberi terapi
antibiotik oral selama 7 hari. Pada anak dengan pielonefritis akut lama pengobatan 10-14 hari.
Bila ditemukan gejala toksik atau disertai muntah muntah anak perlu perlu dirawat dan
diberikan antibiotik parenteral. Neonatus dengan ISK harus dirawat dan diberikan antibiotik
parenteral selama 14 hari.
Pengobatan antibiotik pada bakteriuria asimtomatik tidak perlu diberikan. Pengobatan
antibiotik profilaksis diberikan pada anak dengan ISK berulang > 3x atau pada yang disertai
RVU. Pencegahan ISK dapat dilakukan dengan menjaga hygiene saluran kemih, berkemih secara
teratur serta sirkumsisi pada anak laki-laki.

26

DAFTAR PUSTAKA
1. Latief Abdul, Napitupulu Partogi,et al.,1985, Ilmu Kesehatan Anak 2,Infomedika, Jakarta.
2. Sjahrurachman Agus, Mirawati T.,et al.,2004, Etiologi Dan Resistensi Bakteri penyebab
Infeksi Saluran Kemih Di R.S. Cipto Mangunkusomo Dan R.S. Metropolitan Medical
Center Jakarta 2001-2003 dalam Naskah lengkap the 4th Jakarta Nephrology And
Hypertension Course, pp 51-63, Pernefri 2004, Jakarta.
3. Alatas Husein, 2002, Diagnosa Dan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih Pada Anak dalam
Hot Topics In pediatrics II, pp 162-179, PKB IKA XLV, Balai Penerbit FKUI Jakarta.
4. Behrman, Kliegman, Arvin, Nelson, 1996, Nelson Textbook Of Pediatrics, 15th en,pp
1863-5, WB Saunders Compay, Philadelphia, Pennysilvania.
5. Noer Sjaifullah, 1994, Infeksi Saluran Kemih Pada Anak dalam Pedoman Diagnosis dan
terapi lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak,pp 119-121, Falkutas kedokteran UNAIR, RSUD
Dr. Soetomo, Surabaya.
6. Anonim. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Kapita selekta kedokteran edisi ke 3 jilid 2.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani, WI, Setiowulan, W (editor). 2005. Jakarta: Media
Aesculapius
7. Anonim. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Panduan pelayanan medis departemen ilmu
kesehatan anak. Sastroasmoro S, et al. 2007. Jakarta: RSUP Nasional DR. Cipto
Mangunkusumo
8. Edlich RF,. Hill LG,. Mahler CA, Cox MJ,. Becker G,. Horowitz J H,. Nichter LS,
Martin ML, &. Lineweaver WC. Management and Prevention of Tractus Urinarius
Infection. Journal of Long-Term Effects of Medical Implants.2003. 13(3):139154
9. Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten kota. Buku saku
pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. 2005.hal 70
10. Practice Parameter: The Diagnosis, Treatment, and Evaluation of the Initial Urinary Tract
Infection in Febrile Infants and Young Children. PEDIATRICS Vol. 103 No. 4 April
1999, pp. 843-852. Available from
http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;103/4/843
11. Michael M, Hodson EM, Craig JC, Martin S, Moyer VA. Short versus standard duration
oral antibiotic therapy for acute urinary tract infection in children (Cochrane Review).

27

The Cochrane Library, Issue 3, 2005. Available from http://www.updatesoftware.com/abstracts/ab003966.htm

28

Anda mungkin juga menyukai