Anda di halaman 1dari 26

REFLEKSI KASUS

DESEMBER 2015

BAYI ATERM (SMK) + ASFIKSIA BERAT + GANGGUAN


NAPAS SEDANG + SEPSIS NEONATORUM + OMPHALITIS +
TRAUMA PLEXUS BRACHIALIS

Nama

:Reni Ariani Pawan

No. Stambuk

:N 111 14 072

Pembimbing

:dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2015

PENDAHULUAN
Pernapasan spontan pada neonatus biasanya terjadi beberapa detik setelah
bayi lahir. Bila bayi setelah satu menit tidak memperlihatkan pernapasan, maka
perlu dipikirkan kemungkinan adanya gangguan patologis yaitu asfiksia
neonatorum. Asfiksia adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan, teratur dan adekuat. Keadaan ini harus ditangani secara
tepat dan sebaik mungkin untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala lanjut yang mungkin timbul.1
Tanda dan gejala asfiksia adalah tidak bernafas atau bernafas megapmegap,

warna

kulit

kebiruan,

penurunan

kesadaran,

DJJ

lebih

dari

160x/mnt/kurang dari l00x/menit tidak teratur, mekonium dalam air ketuban pada
janin letak kepala. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan
dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. Penanganan asfiksia pada
bayi berupa penanganan awal dan tindakan resusitasi.1
Gangguan nafas sampai saat ini masih merupakan salah satu faktor penting
sebagai penyebab tingginya angka kesakitan dan angka kematian pada masa
neonatus. Di Indonesia berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2010,
sebesar 20% kematian neonatus disebabkan oleh kelainan saluran nafas.
Gangguan napas dapat disebabkan oleh kelainan paru seperti pneumonia, kelainan
jantung yaitu penyakit jantung bawaan, disfungsi miokardium, kelainan susunan
saraf pusat akibat yaitu asfiksia, perdarahan otak, kelainan metabolik yaitu
hipoglikemia, asidosis metabolik, hernia diafragmatika, dan kelainan lain seperti
Sindrom Aspirasi Mekonium, Transient tachypnea of the Newborn dan
Penyakit Membran Hialin 2
Sepsis neonatorum adalah sindrom klinis yang timbul akibat invasi
mikroorganisme dalam aliran darah yang timbul pada 1 bulan pertama kehidupan.
Sepsis neonatorum terbagi menjadi sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) yang

terjadi pada usia 18 jam, ibu demam saat intrapartum, usia gestasi < 37 minggu,
kehamilan ganda, riwayat infeksi saluran kemih dan keputihan pada ibu yang
tidak diobati. Gambaran klinis yang dapat terlihat antara lain adalah adanya gawat
napas, apneu, suhu yang tidak stabil, menurunnya aktivitas, asupan yang buruk,
distensi abdomen, kejang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan kultur (darah, cairan serebrospinal, urin), pemeriksaan hematologis
seperti hitung leukosit. Penanganan untuk sepsis neonatorum adalah dengan
pemberian antibiotik.6

LAPORAN KASUS

INDENTITAS
Nama

: By. S

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tanggal Lahir

: 3 Desember 2015 pukul 00.10 Wita

Tanggal Masuk

: 5 Desember 2015 pukul 11.00 Wita

ANAMNESIS
Bayi perempuan lahir tanggal 3 Desember 2015 pukul 00.10 di RS
KOLONEDALE dengan spontan Letak Bokong Kepala. Berat badan lahir 2600
gram, panjang badan 47 cm. Saat lahir tidak langsung menangis. Sianosis (+),
merintih (+), retraksi dinding dada (+). Air ketuban bercampur mekonium. Apgar
Score 3-5-7. Kelainan kongenital (-),anus (+), palatum (+), trauma lahir (+)
trauma plexus bachialis, mic/mec +/+, pusat berbau, Riwayat maternal G1P0A0,
Ibu bayi melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur di puskesmass. Tidak
mengalami demam saat kehamilan.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda Vital
Denyut Jantung

: 140 kali/ menit

Respirasi

: 61 kali/menit

Suhu

: 38oC

Capillary Refill Time: < 2 detik

Berat Badan

: 2500 gram

Panjang Badan

: 48 cm

Lingkar Kepala

: 36,5 cm

Lingkar Dada

: 35,5 cm

Lingkar Perut

: 34 cm

Lingkar Lengan

: 13 cm

Sistem Pernapasan
- Sianosis
: (+)
- Merintih
: (+)
- Apnea
: (-)
- Retraksi dinding dada
: (+)
- Pergerakan dinding dada
: Simetris bilateral
- Pernapasan cuping hidung
: (+)
- Stridor
: (-)
- Bunyi Pernapasan
: Bronchovesikuler
- Bunyi Tambahan
: (-)
- Skor DOWN
Frekuensi Napas
: 61
Retraksi dinding dada : + ringan
Sianosis
: + menghilang dengan 02
Udara masuk
: Simetris
Merintih
: (+)
Total Skor
:4
Kesimpulan
: Gawat napas
Kriteria WHO : Gangguan napas sedang

(1)
(1)
(1)
(0)
(1)

Sistem Kardiovaskuler
- Bunyi Jantung
- Murmur

: Bunyi jantung I dan II Murni reguler


: (-)

Sistem Hematologi
- Pucat
- Ikterus

: (-)
: (-)

Sistem Gastrointestinal
- Kelainan dinding abdomen
- Muntah
- Diare

: (-)
: (-)
: (-)
4

Organomegali
Bisisng Usus
Umbilikus
Keluaran
Warna kemerahan
Edema

: (-)
: (+) Kesan Normal
: (-)
: (-)
: (-)

Sistem Saraf
- Aktivitas
- Kesadaran
- Fontanela
- Sutura
- Refleks Cahaya
- Kejang

: Bayi kurang aktif


: Compos Mentis
: Datar
: Belum menyatu
: (+)
: (-)

Sistem Genitalia
- Perempuan
Keluaran

: (-)

Pemeriksaan Lain
- Ekstremitas
- Turgor
- Tulang Belakang
- Kelainan Kongenital
- Trauma Lahir

: Lengkap
: baik
: Normal
: (-)
: Trauma Plexus Brachialis
Paralisis Erb-Duchene adalah Kerusakan
cabang-cabang C5 C6 dari pleksus
biokialis

menyebabkan

kelemahan

dan

kelumpuhan lengan untuk fleksi, abduksi,


dan memutar lengan keluar serta hilangnya
refleks biseps dan moro. Lengan berada
dalam posisi abduksi, putaran ke dalam,
lengan bawah dalam pronasi, dan telapak
tangan ke dorsal.

Skor BALLARD
- Maturitas Neuromuskular
Sikap Tubuh
Persegi Jendela
Rekoil Lengan
Sudut Poplitea

:3
:3
:3
:4

Tanda Selempang
:4
Tumit ke Kuping
:4
Maturitas Fisik
Kulit
:2
Lanugo
:2
Permukaan Plantar
:3
Payudara
:2
Mata/Telinga
:3
Genitalia (Perempuan) : 3

Total Skor

: 39

Minggu

: 38-40 minggu

Estimasi Umur Kehamilan : Aterm

Sesuai Masa Kehamilan berdasarkan berat badan dan masa kehamilan pada kurva
Lubchenco

Skor Sepsis : Kategori A ( Adanya gangguan napas), Kategori B ( bayi kurang


aktif dan air ketuban bercampur mekonium)
Kesimpulan : Dugaan Sepsis
Resume :
Bayi perempuan baru lahir secara spontan. Berat badan lahir 2600 gram,
panjang badan 47 cm. Saat lahir tidak langsung menangis. Sianosis (+), merintih
(+), retraksi dinding dada (+). Air ketuban bercampur mekonium. Apgar Score 3
pada menit pertama yaitu tubuh kemerahan, esktremitas biru, denyut jantung <100
kali/menit, dan pernapasan lambat, pada menit ke-5 apgar score di dapatkan 5
yaitu tubuh kemerahan, ekstremitas masih agak kebiruan, denyut jantung >100
kali/menit, ekstremitas flekasi sedikit dan pernapasan masih lambat dan pada
menit ke-10 apgar score didapatkan 7 yaitu seluruh tubuh kemerahan, denyut
jantung > 100 kali/menit, gerakan sedikit, ekstremitas fleksi sedikit dan
pernapasan masih lambat. Kelainan kongenital (-),anus (+), palatum (+), trauma
lahir (+) Trauma Plexus Brachialis, mic/mec +/+, pusat berbau. Dari hasil
pemeriksaan didapatkan skor down 4 dan skor ballard 38-40 minggu
DIAGNOSIS KERJA

:Bayi Aterm (SMK) + Asfiksia berat (post) +


Gangguan napas sedang + Sepsis neonatorum +
Omphalitis + Trauma plexus brachialis

TERAPI :

Jaga kehangatan
Atur posisi bayi
Isap lendir
Keringkan tubuh bayi sambil berikan rangsangan taktil
Reposisi kembali
Menilai kondisi bayi didapatkan denyut jantung <100 kali/menit dan

pernapasan lambat
Memberikan ventilasi tekanan positif
Evaluasi, bayi masih tampak sianosis
Melakukan koreksi ventilasi tekanan positif

Memberikan Oksigen
Bayi tampak kemerahan
Pantau tanda vital
Injeksi Vit. K 1 mg secara intramuskular
Gentamicin tetes mata
Oksigen 1 liter/menit
IVFD: Dekstrosa 5% 6 tetes/menit (mikrodrips)
Injeksi Cefotaksim 2 X 150 mg
Injeksi Gentamisin 1 X 15 mg
Puasakan

Anjuran pemeriksaan : periksa gula darah sewaktu, darah rutin dan foto thorax.

FOLLOW UP
07 Desember 2015
S: Febris (-), retraksi dinding dada (+), kejang (-), letargi (-), muntah (-).
O:
Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung
: 120x/menit
Suhu : 36,5 C
Pernapasan
: 56x/menit
CRT : < 2 detik
Sistem Pernapasan.
Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding dada (+), pergerakan
dinding dada simetris (+),
Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung reguler (+), murmur (-).
Sitem Hematologi : Pucat (-), ikterus (-)
Sistem
Gastrointestinal
:
Kelainan
dinding
abdomen

(-),

massa/organomegali (-).
Sistem Saraf : Aktivitas pasif, tingkat kesadaran composmentis, fontanela
datar, kejang (-).
Ekstremitas : Trauma plexus brachialis
Pusat : Berbau
A: Bayi Aterm (SMK) + Asfiksia berat (post) + Gangguan napas sedang + Sepsis
neonatorum + Omphalitis + Trauma plexus brachialis
P:

IVFD dextrose 5% 6 tetes/menit

O2 1 liter per menit


Inj. Gentamisin 1 x 15 mg/IV
Inj. Cefotaxime 2 x 150 mg/IV

FOLLOW UP
08 Desember 2015
S: Febris (-), retraksi dinding dada (+), kejang (-), letargi (-), muntah (-).
O:
Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung
: 140x/menit
Suhu : 36,3 C
Pernapasan
: 56x/menit
CRT : < 2 detik
Sistem Pernapasan.
Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding dada (+), pergerakan
dinding dada simetris (+),
Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung reguler (+), murmur (-).
Sitem Hematologi : Pucat (-), ikterus (-)
Sistem
Gastrointestinal
:
Kelainan
dinding
abdomen

(-),

massa/organomegali (-).
Sistem Saraf : Aktivitas pasif, tingkat kesadaran composmentis, fontanela
datar, kejang (-).
Ekstremitas : Trauma plexus brachialis
Pusat : Berbau
A: Bayi Aterm (SMK) + Asfiksia berat (post) + Gangguan napas sedang + Sepsis
neonatorum + Omphalitis + Trauma plexus brachialis
P:

IVFD dextrose 5% 6 tetes/menit

O2 1 liter per menit


Inj. Gentamisin 1 x 15 mg/IV
Inj. Cefotaxime 2 x 150 mg/IV

FOLLOW UP
09 Desember 2015
S: Febris (-), retraksi dinding dada (+), kejang (-), letargi (-), muntah (-).

10

O:
Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung
: 120x/menit
Suhu : 36,5 C
Pernapasan
: 57x/menit
CRT : < 2 detik
Sistem Pernapasan.
Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding dada (+), pergerakan
dinding dada simetris (+),
Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung reguler (+), murmur (-).
Sitem Hematologi : Pucat (-), ikterus (-)
Sistem
Gastrointestinal
:
Kelainan
dinding
abdomen

(-),

massa/organomegali (-).
Sistem Saraf : Aktivitas pasif, tingkat kesadaran composmentis, fontanela
datar, kejang (-).
Ekstremitas : Trauma plexus brachialis
Pusat : Berbau
A: Bayi Aterm (SMK) + Asfiksia berat (post) + Gangguan napas sedang + Sepsis
neonatorum + Omphalitis + Trauma plexus brachialis
P:

IVFD dextrose 5% 6 tetes/menit

O2 1 liter per menit


Inj. Gentamisin 1 x 15 mg/IV
Inj. Cefotaxime 2 x 150 mg/IV

FOLLOW UP
10 Desember 2015
S: Febris (-), retraksi dinding dada (+), kejang (-), letargi (-), muntah (-).
O:
Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung
Pernapasan
Sistem Pernapasan.

: 135x/menit
: 54x/menit

Suhu : 36,5 C
CRT : < 2 detik

11

Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding dada (+), pergerakan
dinding dada simetris (+),
Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung reguler (+), murmur (-).
Sitem Hematologi : Pucat (-), ikterus (-)
Sistem
Gastrointestinal
:
Kelainan
dinding
abdomen

(-),

massa/organomegali (-).
Sistem Saraf : Aktivitas pasif, tingkat kesadaran composmentis, fontanela
datar, kejang (-).
Ekstremitas : Trauma plexus brachialis
Pusat : Berbau
A: Bayi Aterm (SMK) + Asfiksia berat (post) + Gangguan napas sedang + Sepsis
neonatorum + Omphalitis + Trauma plexus brachialis
P:

IVFD dextrose 5% 6 tetes/menit

O2 1 liter per menit


Inj. Gentamisin 1 x 15 mg/IV
Inj. Cefotaxime 2 x 150 mg/IV

FOLLOW UP
11 Desember 2015
S: Febris (-), retraksi dinding dada (-), kejang (-), letargi (-), muntah (-).
O:
Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung
: 118x/menit
Suhu : 36,5 C
Pernapasan
: 48x/menit
CRT : < 2 detik
Sistem Pernapasan.
Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding dada (+), pergerakan
dinding dada simetris (+),
Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung reguler (+), murmur (-).
Sitem Hematologi : Pucat (-), ikterus (-)

12

Sistem

Gastrointestinal

Kelainan

dinding

abdomen

(-),

massa/organomegali (-).
Sistem Saraf : Aktivitas pasif, tingkat kesadaran composmentis, fontanela
datar, kejang (-).
Ekstremitas : Trauma plexus brachialis
Pusat : Berbau
A: Bayi Aterm (SMK) + Asfiksia berat (post) + Gangguan napas sedang + Sepsis
neonatorum + Omphalitis + Trauma plexus brachialis
P:

IVFD dextrose 5% 6 tetes/menit

O2 1 liter per menit


Inj. Gentamisin 1 x 15 mg/IV
Inj. Cefotaxime 2 x 150 mg/IV

FOLLOW UP
11 Desember 2015
S: Febris (-), retraksi dinding dada (-), kejang (-), letargi (-), muntah (-).
O:
Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung
: 120x/menit
Suhu : 36 C
Pernapasan
: 56x/menit
CRT : < 2 detik
Sistem Pernapasan.
Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding dada (+), pergerakan
dinding dada simetris (+),
Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung reguler (+), murmur (-).
Sitem Hematologi : Pucat (-), ikterus (-)
Sistem
Gastrointestinal
:
Kelainan
dinding
abdomen

(-),

massa/organomegali (-).
Sistem Saraf : Aktivitas pasif, tingkat kesadaran composmentis, fontanela
datar, kejang (-).
Ekstremitas : Trauma plexus brachialis
Pusat : Berbau
13

A: Bayi Aterm (SMK) + Asfiksia berat (post) + Gangguan napas sedang + Sepsis
neonatorum + Omphalitis + Trauma plexus brachialis

P:

IVFD dextrose 5% 6 tetes/menit

O2 1 liter per menit


Inj. Gentamisin 1 x 15 mg/IV
Inj. Cefotaxime 2 x 150 mg/IV

PASIEN PULANG ATAS PERMINTAAN KELUARGA


DISKUSI
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia, tidak bernafas atau bernafas megap-megap,
sianosis, merintih, refleks iritabilitas tidak ada, penurunan kesadaran, DJJ lebih
dari 160x/mnt atau kurang dari l00x/menit tidak teratur. Berikut beberapa masalah
tersebut 1
a.

Faktor ibu. Kurangnya aliran darah ibu melalui plasenta sehingga terjadi
hipoksia janin dan menyebabkan gawat janin serta asfiksia setelah lahir.
Beberapa faktor predispoosisinya, yaitu:
1.

Preeklampsia dan eklampsia,

2.

Perdarahan antepartum abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta),

3.

Partus lama atau partus macet,

4. Partus dengan tindakan misalnya sectio cesaria,

5.

Demam sebelum dan selama persalinan,

6.

Infeksi berat ( malaria, sifilid, TBC, HIV), dan

14

7.
b.

Kehamilan lebih bulan ( lebih 42 minggu kehamilan).

Faktor plasenta dan talipusat. Penurunan aliran darah dan oksigen melalui
talipusat bayi akan menyebabkan kejadian asfiksia. Beberapa faktor

c.

predispoosisinya, yaitu:
1. Infark plasenta,
2. Hematom plasenta,
3. Lilitan talipusat,
4. Talipusat pendek,
5. Simpul talipusat, dan
6. Prolapsus talipusat.
Faktor bayi. Beberapa keadaan bayi

yang dapat mengalami asfiksia

walaupun kadang kadang tanpa didahului tanda gawat janin diantaranya,


yaitu :
1. Bayi kurang bulan/prematur ( kurang 37 minggu kehamilan),
2. Air ketuban bercampur mekonium, dan
3. Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi.
Pada kasus ini faktor predisposisi terjadinya asfiksia adalah dari faktor ibu,
yaitu partus lama atau lama di jalan lahir karena bayi akan berusaha mehirup
udara karena pasokan oksigen melalui plasenta tidak mencukupi dan saat
menghirup udara ketuban masuk ke alveoli paru-paru bayi sehingga terisi cairan
yang menyebabkan kesulitan bernafas ketika lahir atau beberapa saat setelah
lahir.1,2
Pada bayi mengalami asfiksia berat yang dapat berlanjut menjadi
gangguan napas. Gangguan napas adalah adalah suatu keadaan meningkatnya
kerja pernapasan yang ditandai dengan; 2
1.
2.
3.
4.
5.

Takipneu : frekuensi napas > 60-80 kali/menit


Retraksi intercostal atau substernal
Napas cuping hidung selama inspirasi
Merintih saat inspirasi
Sianosis ; sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir. Dapat
mencerminkan abnormalitas jantung, hematologi, atau pernapasan

6.
7.

yang

harus dilakukan tindakan segera


Apnu atau henti napas
Bila takipneu, retraksi, cuping hidung dan merintih menetap beberapa
pada beberapa jam setelah lahir harus dilakukan tindakan segera.

15

1.

Gangguan napas memiliki faktor predisposisi diantaranya sebagai berikut :


Bayi kurang bulan : Paru bayi secara biokimiawi masih imatur dengan

2.
3.

kekurangan surfaktan yang melapisi rongga alveoli


Depresi neonatal ( kegawatan neonatal )
Bayi dari ibu DM : terjadi distres respirasi akibat kelambatan pematangan

4.

paru
Bayi lahir dengan operasi sesar : bayi yang lahir dengan operasi sesar, dapat

5.

mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (TTN)


Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini atau air

ketuban yang berbau dapat mengakibatkan pneumonia bakterialis atau sepsis


6. Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium yang kemungkinan terjadi
akibat aspirasi mekonium2.
Faktor penyebab terjadinya gangguan nafas :
1.

Kelainan paru: Pnemonia

2.

Kelainan jantung : Penyakit Jantung Bawaan, Disfungsi miokardium

3.

Kelainan Susunan Syaraf Pusat akibat : Asfiksia, Perdarahan otak

4.

Kelainan metabolik : Hipoglikemia, Asidosis metabolik

5.

Kelainan

Bedah

Pneumotoraks,

Fistel

Trakheoesofageal,

Hernia

diafragmatika
6.

Kelainan lain : Sindrom Aspirasi Mekonium, Transient tachypnea of the


Newborn dan Penyakit Membran Hialin2.
Penyebab gangguan nafas menurut masa gestasi :
1. Pada Bayi Kurang Bulan :
a. Penyakit Membran Hialin
b. Pneumonia
c. Asfiksia
d. Kelainan atau Malformasi Kongenital
2. Pada Bayi Cukup Bulan :
a. Sindrom Aspirasi Mekonium
b. Pneumonia
c. Transient Tachypnea of the Newborn
d. Asidosis metabolik

16

e. Kelainan atau Malformasi Kongenital4


Frekuensi napas
> 60 kali/menit

Gejala tambahan gangguan napas


Dengan

Klasifikasi

Sianosis sentral dan tarikan dinding


dada atau merintih saat ekspirasi.

Atau > 90 kali/ Dengan

Sianosis sentral atau tarikan dinding Gangguan napas

menit

dada atau merintih saat ekspirasi.

Atau < 30 kali/ Dengan


menit

tanpa

60-90 kali/menit

Dengan

berat

Atau Gejala lain dari gangguan napas.


Tarikan dinding dada atau merintih saat
ekspirasi

TetapiTanpa

Sianosis sentral

Gangguan napas

Atau > 90 kali/ Tanpa

Tarikan dinding dada atau merintih saatsedang

menit

ekspirasi atau sianosis sentral.

60-90 kali/menit
60-90 kali/menit

Tanpa

Tarikan dinding dada atau merintih saatGangguan napas


ekspirasi atau sianosis sentral.

ringan

Dengan

Sianosis sentral

Kelainan jantung

TetapiTanpa

Tarikan dinding dada atau merintih.

kongenital

Berdasarkan pedoman di atas, bayi pada kasus ini termasuk ke dalam


gangguan napas sedang. Penangan bayi dengan gangguan napas dibagi menjadi 2
yaitu management umum dan management spesifik, yaitu diantaranya :
A. MANAJEMEN SECARA UMUM
1. Pasang jalur infus intravena Dekstrosa 5% berdasarkan kebutuhan cairan
2.
3.
4.
5.
6.

perhari
Pantau selalu tanda vital
Jaga patensi jalan napas dan memberikan oksigen 2-3 liter/menit
Jika bayi mengalami apnea:
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
Bila terjadi kejang potong kejang
Segera periksa kadar glukosa darah

B. MANAGEMENT SPESIFIK
Management gangguan napas berat adalah
- Dengan pemberian 02 dengan kecepatan aliran sedangMenangani sepsis

17

Bila byi menunjukan tanda perburukan atau terdapat sianosis sentral,


naikkan pemberian 02 pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan napas
bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan 0 2

100% , segera rujuk


Jika gangguan napas masih menetap setelah 2 jam, pasang pipa lambung

untuk mengosongkan cairan lambung dan udara.


Jika bayi sudah menunjukkan tanda perbaikan ( frekuensi napas menurun,
tarikan dinding dada berkurang dan warna kulit membaik). 2

Management gangguan napas sedang adalah


- Lanjutkan pemberian 02 dengan kecepatan aliran sedang
- Bayi dipuasakan
- Bila suhu aksila 34-36,50 C atau 37,5-390 C tangani untuk suhu abnormal
- Bila suhu normal terus amati, pada kasus ini suhu bayi normal
- Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam.
Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setalah 2 jam. Kemungkinan besar sepsis. Pada bayi ini ditemukkan
-

adanya tanda-tanda sepsis neonatorm.


Bila telah menunjukan perbaikan (frekuensi napas menurun, tarikan

dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang


Kurangi terapi 02 secara bertahap. 2

Management gangguan napas ringan


- Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya
- Bila dalam pengamatan gangguan napas memburuk atau timbul gejala
sespsis lainnya terapi dengan kemungkinan sepsis dan tangani gangguan
-

napas sedang atau berat


Beri ASI bila bayi mampu mengisap
Kurangi pemberian 02 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian 02 jika frekuensi napas antara 30-60 x/menit. Jika
frekuensi napas menetap 30-60 x/menit dan tidak ada tanda-tanda sepsis
pasien dapat dipulangkan.2
Pada kasus ini bayi mendapatkan terapi gangguan napas sedang, bayi

mendapatkan 02 1-2 Lpm.


Sepsis neonatal merupakan sindrom klinis penyakit akibat infeksi yang
terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa
dapat menyebabkan sepsis pada neonatus. Insidennya berkisar 1 8 di antara

18

1000 kelahiran hidup dan meningkat menjadi 13 27 per 1000 kelahiran hidup
pada bayi dengan berat <1500 gram. Mortalitas akibat sepsis neonatal adalah
sekitar 13 15 %.6
Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik, sehingga skrining
dan pengelolaan terhadap faktor resiko perlu dilakukan. Terapi awal pada
neonatus yang mengalami sepsis harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil
kultur.5
Sepsis dapat dibedakan menjadi :

Early Onset Sepsis (EOS), timbul dalam 3 hari pertama, berupa gangguan
multisystem dengan gejala pernapasan yang menonjol ; ditandai dengan
awitan tiba-tiba dan cepat berkembang menjadi syok septik dengan
mortalitas tinggi. Infeksi terjadi secara vertikal karena penyait ibu atau

infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran.


Late Onset Sepsis (LOS), timbul setelah umur 3 hari, lebih sering di atas 1
minggu. Pada sepsis awitan lambat, biasanya ditemukan focus infeksi dan
sering disertai meningitis. Proses infeksi semacam ini disebut juga infeksi
dengan transmisi horizontal dan termasuk didalamnya infeksi karena
kuman nosokomial. Sepsis nosocomial, ditemukan pada bayi resiko tinggi
yang dirawat, berhubungan dengan monitor invasive dan berbagai teknik
yang digunakan di ruang rawat intensif.3

Sepsis kategori A :

Kesulitan bernapas (apnea, takipnea, retraksi dinding dada, grunting,

sianosis).
Kejang.
Tidak sadar.
Susu tubuh tidak normal.
Persalinan di lingkungan yang kurang higienis.
Kondisis memburuk dengan cepat dan dramatis.

Sespsis kategori B :

Tremor
19

Letargi atau lunglai.


Mengantuk atau aktivitas berkurang.
Irritabel/rewel.
Muntah.
Perut kembung.
Air ketuban bercampur mekonium.
Malas minum, padahal sebelumnya minum dengan baik.
Tanda-tanda mulai muncul sesudah hari ke empat.
Pada bayi termasuk dugaan sepsis karena pada kategori A didapatkan

gangguan napas dan pada kategori B didapatkan bayi kurang aktif, dan air
ketuban bercampur mekonium. Penanganan sepsis neonatorum diberikan
antibiotik cefotaksim 50 mg/kg/12jam dan gentamisin 5 mg/kg/sekali sehari.
Omfalitis adalah infeksi pada tali pusat bayi baru lahir yang ditandai
dengan kulit kemerahan disertai pus. Faktor-faktor

yang

menyebabkan

terjadinya infeksi tali pusat pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut :7
a. Faktor Bakteri
Staphylococcus aereus ada dimana-mana dan didapat pada masa awal
kehidupan hampir semua bayi, saat lahir atau selama masa perawatan.
Biasanya Staphylococcus aereus sering dijumpai pada kulit, saluran pernafasan,
dan saluran cerna terkolonisasi. Selain itu Clostridium tetani juga dapat
menyebabkan terjadinya omfalitis dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)
tanpa disertai gangguan kesadaran
b. Faktor Maternal
Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya.
Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat
tinggalnya padat dan tidak higienis. Status paritas (wanita multipara atau gravida
lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara, yaitu :

20

Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu

setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui
sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat
menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki,
hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain
malaria, sipilis, dan toksoplasma.

Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi
karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion.
Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus
masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang
sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus
digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi
tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit
bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh
kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis,
Candida albican dan N.gonorrea.
Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal
melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik,
botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi
melalui luka umbilicus.
. proses persalinan yang tidak sehat atau yang dibantu oleh tenaga non
medis, terjadi pada saat memotong tali pusat menggunakan alat yang tidak steril
dan tidak diberikan obat antiseptik. Untuk perawatan tali pusat juga tidak
lepas dari masih adanya tradisi yang berlaku di masyarakat.
f. Faktor tradisi
Sebagian masyarakat misalnya dengan memberikan berbagai ramuan-ramuan
atau

serbuk-serbuk

yang dipercaya bisa membantu mempercepat kering dan

lepasnya potongan tali pusat. Ada yang mengatakan tali pusat bayi itu harus
diberi abu-abu pandangan seperti inilah yang seharusnya tidak boleh dilakukan
karena

justru dengan diberikannya berbagai ramuan tersebut kemungkinan

21

terjangkitnya tetanus lebih besar biasanya penyakit tetanus neonatorum ini


cepat menyerang bayi, pada keadaan infeksi berat hanya beberapa hari setelah
persalinan jika tidak ditangani biasa mengakibatkan kematian. Pada pasien ini
kemungkinan omphaitis terjadi akibat factor maternal.
Fleksus brakialis adalah Sebuah jaringan saraf tulang belakang yang
berasal dari belakang leher, meluas melalui aksila, dan menimbulkan saraf untuk
ekstremitas atas. Pleksus brakialis dibentuk oleh penyatuan bagian dari kelima
melalui saraf servikal kedelapan dan saraf dada pertama, yang semuanya berasal
dari sumsum tulang belakang.7
Trauma pada pleksus brakialis yang dapat menyebabkan paralisis lengan
atas dengan atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan, atau lebih lazim
paralisis dapat terjadi pada seluruh lengan. Trauma pleksus brakialis sering terjadi
pada penarikan lateral yang dipaksakan pada kepala dan leher, selama persalinan
bahu pada presentasi verteks atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas
kepala pada presentasi bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.
Penyebab dari trauma Fleksus Brachialis adalah: Kelainan ini timbul akibat
tarikan yang kuat di daerah leher pada saat lahirnya bayi, sehingga terjadi
kerusakan pada plexus brachialis. Hal ini ditemukan pada persalinan sungsang
apabila dilakukan traksi yang kuat dalam usaha melahirkan kepala bayi. Pada
persalinan presentasi kepala, kelainan dapat terjadi pada janin dengan bahu lebar
(Tarikan berlebihan pada saat melahirkan bayi.7

Trauma Flexus Brachialis terbagi menjadi 2 jenis :7

a.

Paralisis Erb-Duchene adalah Kerusakan cabang-cabang C5 C6 dari


pleksus biokialis menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan lengan untuk
fleksi, abduksi, dan memutar lengan keluar serta hilangnya refleks biseps
dan moro. Lengan berada dalam posisi abduksi, putaran ke dalam, lengan
bawah dalam pranasi, dan telapak tangan ke dorsal. Pada trauma lahir Erb,
perlu diperhatikan kemungkinan terbukannya pula serabut saraf frenikus
yang menginervasi otot diafragma. Pada trauma yang ringan yang hanya
22

berupa edema atau perdarahan ringan pada pangkal saraf, fiksasi hanya
dilakukan beberapa hari atau 1 2 minggu untuk memberi kesempatan
penyembuhan yang kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan.
Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk
mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah
kemungkinan komplikasi lain seperti kontraksi otot. Upaya ini dilakukan
antara lain dengan jalan imobilisasi pada posisi tertentu selama 1 2
minggu yang kemudian diikuti program latihan. Pada trauma ini imobilisasi
dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam posisi yang
berlawanan dengan posisi karakteristik kelumpuhan Erg. Lengan yang sakit
difiksasi dalam posisi abduksi 900 disertai eksorotasi pada sendi bahu, fleksi
900
b.

Paralisis Klumpke adalah Kerusakan cabang-cabang C8 Ih1 pleksus


brakialis menyebabkan kelemahan lengan otot-otot fleksus pergelangan,
maka bayi tidak dapat mengepal. Penyebabnya adalah tarikan yang kuat
daerah leher pada kelahiran bayi menyebabkan kerusakan pada pleksus
brakialis. Sering dijumpai pada letak sungsang . Secara klinis terlihat refleks
pegang menjadi negatif, telapak tangan terkulai lemah, sedangkan refleksi
biseps dan radialis tetap positif. Jika serabut simpatis ikut terkena, maka
akan terlihat simdrom HORNER yang ditandai antara lain oleh adanya
gejala prosis, miosis, enoftalmus, dan hilangnya keringat di daerah kepala
dan muka homolateral dari trauma lahir tersebut. Penatalaksanaan trauma
lahir klumpke berupa imbolisasi dengan memasang bidang pada telapak
tangan dan sendiri tangan yang sakit pada posisi netrak yang selanjutnya
diusahakan program latihan.
1. Ganngguan Motorik pada lengan atas
2. Gangguan pada lengan atas pada kedudukan ekstensi dan abdksi
3. Jika anak diangkat, legan kanan tampak lemas dan menggntung
4. Refleks moro negative
5. Refleks Graps negatif

23

Pada pasien ini trauma flexus brachialis kemungkinan terjadi karena


tarikan saat pertolongan persalinan. Pada pasien ini masuk dalam aralisis
Erb-Duchene.
Prognosis pada bayi ini adalah dubia. Neonatus yang mengalami asfiksia
dapat mengalami kematian atau kelainan saraf pada hari-hari pertama
kehidupannya. Asfiksia juga dapat menyebabkan kejang sampai koma dan
kelainan neurologis permanes seperti serebral palsi atau retardasi mental. Sepsis
neonatus jika tidak ditangani dengan sesuai dapat menyebabkan infeksi kronik
sehingga menyebabkan kematian pada bayi.
KESIMPULAN
Asfiksia adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan, teratur dan adekuat.
Gangguan napas adalah adalah suatu keadaan meningkatnya kerja
pernapasan yang ditandai dengan adanya takipneu, retraksi intercostal atau
substernal, napas cuping hidung selama inspirasi, merintih saat inspirasi,
Sianosis
Sepsis neonatal merupakan sindrom klinis penyakit akibat infeksi yang
terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan
protozoa dapat menyebabkan sepsis pada neonatus. Insidennya berkisar 1
8 di antara 1000 kelahiran hidup dan meningkat menjadi 13 27 per
1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat <1500 gram. Mortalitas
akibat sepsis neonatal adalah sekitar 13 15 %. Penanganannya dilakukan
dengan memberikan antibiotik seperti ampisilin dan gentamisin atau
cefotaksim dan gentamisin.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Kosim M.S., Yunato A., Dewi R., Sarosa G.I., dan Usman A., 2008. Buku Ajar
Neonatologi. ed I. pp: 127-137. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
2. Tim Paket Pelatihan Klinik PONED. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta. 2008
3. Friedland I R, McCracken G H Jr. Sepsis dan Meningitis pada Neonatus.
Dalam : Rudolf A M, Hoffman J I E, Rudolph C D, ed. Buku Ajar Pediatri
RUDOLPH volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC 2006; 601609.
4. Rosiswatmo R., 2012. Sari Pediatri, Vol. 14. Pp: 79-82. Jakarta. Badan Penerbit
IDAI
5. Behrman, Kliegman & Arvin., 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol I, ed
15. pp: 589-598. Jakarta. EGC
6. Health Technology Assessment Indonesia Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum. 2007. Hal. 1-85
7. Maridin F., Kematian Perinatal & Analisis Faktor Resiko, Bagian Obstetri dan
Ginekologi FK UGM, Yogyakarta. 2007

25

Anda mungkin juga menyukai