Rotan
Saat ini Indonesia dikenal sebagai negara produsen rotan terbesar dan
memiliki jenis rotan terbanyak di dunia. Dalam sub sektor kehutanan rotan
menyumbangkan devisa terbesar setelah komoditi kayu dan dapat merupakan
sumber perluasan kesempatan kerja serta sumber pemerataan pembangunan.
Rotan adalah palem pemanjat berduri yang terdapat didaerah tropis dan subtropis.
Tumbuhan ini merupakan sumber rotan batang untuk industri mebel rotan,
sementara itu juga digunakan untuk berbagai maksud kurang penting secara lokal
(Dransfield, 1996).
Hasil dari rotan batang merupakan sumber untuk industri mabel. Rotan
batang kadang dikelirukan dengan bambu, rotan bentuknya sangat padat dan
biasanya dapat dibengkokkan dengan mudah tanpa deformasi yang nyata.
Kebanyakan rotan batang yang memasuki perdagangan dunia dikumpulkan dari
tanaman yang tumbuh liar, dan diberbagai bagian Asia Tenggara rotan merupakan
hasil hutan yang paling penting setelah kayu. Pada tingkat lokal, rotan sangat
penting secara sosial karena memberikan sumber nafkah kepada masyarakat
sekitar yang berdiam didekat hutan. Hasil yang paling penting dari rotan adalah
rotan batangan yaitu batang rotan yang pelepah daunnya telah dihilangkan. Salah
satu jenis rotan yang banyak digunakan untuk kerajinan rotan adalah rotan manau.
Rotan manau merupakan rotan yang berkualitas tinggi karena sifatnya yang kuat,
awet, mudah diolah dan buku tipis atau tidak menonjol. Kualitas manau asalan
sangat dipengaruhi oleh cacat alami karena hama atau cacat lain yang tejadi pada
saat pemanenan, pemupukan di hutan dan pengangkutan ke tempat pengolahan
(Puspitojati dan Martono, 2000).
Rotan mempunyai sifat-sifat yang alami yaitu elastis, mudah dibentuk,
ringan, tahan terhadap perubahan cuaca, dan mempunyai warna alamiah yang
menarik. Dengan sifat-sifatnya tersebut rotan dapat digunakan sebagai bahan
dalam pembuatan berbagai peralatan rumah tangga seperti berbagai jenis mebel,
tikar, peralatan dapur dan berbagai jenis barang kerajinan lainnya. Karakteristik
jadi. Meskipun volume keseluruhan produk rotan yang dihasilkan menurun, ada
indikasi bahwa nilai yang diperoleh untuk setiap unit volumenya dapat meningkat.
(de Beer. 2005).
Tabel 1. Potensi produksi rotan Indonesia
Provinsi
Aceh
45.000
Riau
2.800
Sumatera Utara
6.000
Sumatera Barat
34.000
Jambi
Bengkulu
Sumatera Selatan
6.900
23.100
5.000
Lampung
24.000
Kalimantan Barat
92.500
Kalimantan Tengah
24.000
Kalimantan Selatan
7.000
Kalimantan Timur
11.650
Sulawesi Utara
87.000
Sulawesi Tengah
18.000
Sulawesi Selatan
150.000
36.000
573.890
Meskipun taksiran potensi rotan yang dimiliki begitu besar, namun kemampuan
produksinya perlu diwaspadai. Sebab, luas kawasan hutan setiap waktu selalu
berubah-ubah karena kegiatan pembangunan, misalnya pembukaan lahan hutan
untuk perkebunan besar, kebakaran hutan, dan gangguan lainnya, sekaligus
mengakibatkan bekurangnya bahkan musnahnya potensi tumbuhan rotan yang
tersedia dan tumbuhan di hutan alam .
(Departemen kehutanan & perkebunan, 1999).
Upaya Pelestarian
Industri Rotan
industri.
Walaupun demikian,
antara lain terdapat di Padang, Jambi, Banjarmasin, Ujung Pandang dan Surabaya.
Sedangkan di kota lainnya, misalnya Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, dan
Bandung terbatas pada industri non mekanis seperti peralatan rumah tangga.
Dalam kaitannya dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan ekspor nonmigas, maka industri rotan ini sangat potensial dalam menghasilkan devisa dari
hasil ekspor. Industri pengolahan rotan berkembang pesat sejak tahun 1989, yaitu
sejak adanya larangan ekspor rotan mentah (dalam bentuk asalan dan belahan
bulat) pada tahun 1986 dan rotan setengah jadi (dalam bentuk rotan poles, hati
rotan) pada tahun 1988 dari seluruh wilayah Indonesia.
(Badan Pengembangan Ekspor Nasional, 1992).
Industri rotan pada saat ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
berdasarkan hasil produksinya, yaitu:
1. Industri yang menghasilkan rotan bahan baku, yaitu kelompok yang
menghasilkan rotan bahan baku berupa rotan bulat w dan s (washed and
sufurized), rotan belahan (split), dan rotan poles kasar.
2. Industri yang menghasilkan bahan baku siap pakai atau barang setengah
jadi. Kelompok ini mengolah rotan bulat menjadi bentuk barang-barang
setengah jadi yang disesuaikan dengan sifat-sifat keluarannya.
3. Industri yang menghasilkan barang jadi dan barang-barang kerajinan.
Kelompok ini mengolah bahan baku siap pakai atau bahan setengah jadi
menjadi barang jadi dan barang-barang kerajinan.
Pengolahan rotan merupakan industri yang padat karya dan tidak memerlukan
tenaga pendidikan serta investasinya relatif murah. Berdasarkan proses
produksinya, mebel dan rotan (rattan furniture) di Indonesia secara umum dibagi
menjadi dua jenis, yaitu :
1. Mebel rotan yang merupakan hasil industri, dengan ciri-ciri :
a. Proses produksi mempergunakan peralatan mekanis yang relatif
modern.
b. Ukuran komponen-komponen mebel rotan yang sama, sehingga
produksinya seragam.
c. Skala produksinya relatif massal dan padat modal.
2. Mebel rotan yang merupakan hasil kerajinan, dengan ciri-ciri :
a.
b.
Aspek lain dari mebel rotan yang nampak adalah desain (design). Umumnya
mebel rotan dapat dikelompokkan kedalam lima kelompok, yaitu :
1. Antique design, yaitu desain-desain yang nampak secara fisik sudah lama
walaupun sebenarnya adalah hasil reproduksi.
2. Modern design, yaitu desain-desain yang sifatnya praktis dan biasanya ada
tambahan komponen, sehingga praktis penggunaannya.
3. Country style, yaitu desain-desain yang sudah dikenal sejak jaman dahulu.
4. Contemporary style, yaitu desain-desain yang berhubungan erat dengan
kreasi seni perancangnya.
5. Another design, desain ini adalah yang tidak termasuk pada poin 1 sampai
4 atau merupakan campuran dari keempat desain tersebut diatas sehingga
dihasilkan suatu desain baru (Supiardi, 2000).
Hasil studi Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara juga menyebutkan bahwa di
Propinsi Sumatera Utara terdapat 3 saluran pemasaran rotan dari petani/produsen
sampai ke konsumen (perajin dan eksportir). Struktur dan skema arus tata niaga
rotan dari sentra produksi ke konsumen pengolah disajikan pada gambar berikut :
Pedagang pengumpul I
Petani
produsen
Konsumen
Pengrajin
Eksportir
Pedagang pengumpul II
Gambar 1. Struktur pemasaran dan skema arus tataniaga rotan dari daerah sentra
produksi rotan Sumatera Utara
dari gambar di atas dapat di simpulkan bahwa pada umumnya saluran tata niaga
komoditas rotan terbagi atas empat saluran pemasaran, yaitu :
1. Petani ----> Pedagang Pengumpul I ----> Konsumen/Pengolah/Eksportir
2. Petani ----> Pedagang Pengumpul I ----> Pedagang Pengumpul II ---->
Eksportir/ Pengolah
3. Petani ----> Pedagang Pengumpul I ----> Pedagang Pengumpul II ---->
Pedagang Pengumpul III ----> Eksportir/Pengolah
4. Petani ----> Eksportir/Pengolah
(Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, 2003).
Kerajinan Rotan
Sedangkan untuk keperluan ekspor umumnya adalah keranjang dan mebel dalam
berbagai bentuk/model. Peluang usaha industri berbahan baku rotan dapat dilihat
antara lain dari meningkatnya volume produksi dan ekspor (untuk pasar luar
negeri). Dalam kondisi ekonomi di dalam negeri yang masih lesu dimana daya
beli masyarakat turun, pasar ekspor merupakan pilihan penting. Disamping itu,
industri berbahan baku rotan ini memiliki kandungan lokal (local content) yang
sangat tinggi sehingga tidak terlalu tergantung pada impor bahan baku.
Manfaat industri kerajinan rotan bagi daerah setempat umumnya berupa :
1. Peningkatan pendapatan daerah/retribusi.
2. Penyediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat.
3. Peningkatan pengembangan usaha di bagian hulu dan hilir sebagai
multiplier effect yang positif terhadap pengembangan industri pariwisata
dan pemanfaatan limbah rotan.
4. Peningkatan pendapatan para pengusaha kerajinan rotan.
5. Peningkatan pembangunan daerah.
Kerajinan rotan memerlukan polesan halus dengan tangan-tangan trampil mulai
dari membelah rotan, menghaluskan/meraut sesuai ukuran/ keperluan hingga
menganyam sesuai dengan barang yang akan dibuat.
(Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, 2003).
diameter kecil. Kemudian potongan batang tadi diangkut keluar dari hutan untuk
dibawa ke pedangang pengumpul pertama. Bahan baku mentah ini diterima
pedagang pengumpul pertama dari petani rotan dan kemudian mengolah bahan
baku tersebut menjadi bahan setengah jadi yang dimasak dan dikuliti. Bahan baku
yang sudah diolah juga dapat diterima langsung oleh pengrajin (produsen) besar
tergantung dari pola distribusi yang dijalankan dilapangan, bahan baku rotan
setengah jadi yang sudah diterima kemudian diolah menjadi barang jadi dan
dibentuk sesuai fungsi serta kebutuhannya dan dapat langsung dipasarkan kepada
konsumen. (Zakaria, 1994).
Peluang pasar
Tabel 2. Volume dan nilai ekspor barang jadi dari rotan Indonesia
Tahun
1994
354.364
115
1995
374.5303
110
1996
323.937
92
1997
204.447
53
1998
11.391
7.174