Anda di halaman 1dari 32

TOPIC LIST

KELAINAN MAMMAE

Pembimbing:
dr. H. Yuswardi, Sp, B, FinaCs, MH. Kes
Disusun oleh:
Ai Irma Nurmalasari
Irfa Irawati
M Ilham Rafiudin
Suwanda Hendrawan
Nudiya Azimah
Clara Junita
Agnes Hermawan

KEPANITRAAN KLINIK STASE BEDAH


RUMAH SAKIT R. SYAMSUDIN, SH
SUKABUMI
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini
dengan judul FIBROADENOMA MAMMAE
Terwujudnya tugas laporan kasus ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang
telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada :
1. Yth. Dr. Yuswardi Sp.B MH.Kes FinaCS selaku pembimbing
Semoga segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi
Allah SWT sebagai amal ibadah, Aamiin.
Penulis menyadari bahwa tugas laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan ke depan. Aamiin Yaa Rabbal Alamiin

Jakarta, November 2015


Penulis,

Muhammad Ilham Rafiudin

STATUS MEDIS PASIEN


Anamnesis
Nama

: Nn. S

Usia

: 22 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Sukaraja

Tanggal masuk RS

: 30-10-2015 (10.00 WIB)

Keluhan Utama

: Benjolan pada payudara kanan sejak 4 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang ke poli klinik dengan keluhan terdapat benjolan
pada payudara sebelah kanan, pasien tersadar ketika sedang
mandi dan menyentuh benjolan tersebut, pada awalnya
benjolan tidak terasa nyeri, namun menjadi nyeri ketika
pasien sedang menstruasi. Benjolan bermula kecil sebesar
biji kacang hijau namun membesar, sekarang benjolan
berukuran sebesar biji jagung. Tidak ada keluhan yang
diderita, tidak ada keluhan keluar cairan dari putting susu
penderita. Tidak ada gangguan menstruasi
Riwayat Penyakit Dahulu

: Dulu tidak pernah mengalami hal seperti ini

Riwayat Penyakit Keluarga

: Dikeluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa.

Riwayat Pengobatan

: Belum Pernah berobat

Riwayat Alergi

: tidak ada

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

: Tampak sakit Ringan


3

Kesadaran

: Komposmentis

Tanda-tanda Vital

: TD : 110/60 mmHg, HR : 86 x/ menit, RR : 20x/menit

Status Generalis

Kepala

: Normocephal

Mata

: Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Paru-paru

: Vesikuler diseluruh lapang paru , pernafasan simetris

Jantung

: Tidak terdengar suara bunyi jantung tambahan

Abdomen

: NTE +

Ektremitas

: Edema -/-

Status Lokalis
Pemeriksaan Payudara
Inspeksi

: Warna kulit sama seperti warna kulit sekitarnya, penebalan kulit

mamae tidak ada, kedua payudara simetris, tidak Nampak adanya masa, cekungan atau
dimpling tidak ada, retraksi atau papilla mamme cekung tidak ada, discharge tidak ada
Palpasi

: Teraba benjolan dengan ukuran 2x2 cm di kuadran superolateral

dextra, konsistensinya kenyal, permukaannya licin, tidak berbenjol benjol, berbatas tegas,
tidak menyatu dengan jaringan sekitar, mobile, nyeri tekan (-). Tidak teraba masa pada
mammae Sinistra
Resume
Os dating dengan keluhan benjolan pada mammae dextra sejak 4 bulan SMRS ,
bertambah besar dan nyeri ketika menstruasi, benjolan dengan ukuran 2x2 cm berjumlah 1,
dengan konsistensi kenyal, berbatas tegas, permukaannya licin, tidak berbenjol benjol,

tidak menyatu dengan jaringan sekitar, mobile, nyeri tekan (-). Tidak teraba masa pada
mammae Sinistra
Rencana Tindakan : Biopsi Eksisi
Prognosis

: Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
TUMOR MAMMAE

2.1

ANATOMI

Kelenjar susu merupakan sekumpulan kelenjar kulit. Pada bagian lateral atasnya,
jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya ke arah aksila, disebut penonjolan Spence atau
ekor payudara. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Setiap payudara terdiri atas 12 sampai 20 lobulus kelenjar yang masingmasing mempunyai saluran ke papila mamma, yang disebut duktus laktiferus. Di antara
kelenjar susu dan facia pektoralis, juga di antara kulit dan kelenjar tersebut mungkin
terdapat jaringan lemak. Di antara lobulus tersebut ada jaringan ikat yang disebut
ligamentum cooper yang memberi rangka untuk payudara. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang a.perforantes anterior dari
a.mamaria interna, a.torakalis lateralis, yang bercabang dari a. aksilaris, dan beberapa
a.interkostalis. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Persarafan kulit payudara diurus

oleh

cabang

pleksus

servikalis

dan

n.interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri diurus oleh saraf simpatik. Ada
beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan penyulit paralisis dan mati
rasa pascabedah, yakni n.interkostobrakialis dan n.kutaneus brakius medialis yang
mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medialis lengan atas. Pada diseksi aksila,
saraf ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga tidak terjadi mati rasa di daerah
tersebut. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

Saraf n.pektoralis yang mengurus m.pektoralis mayor dan minor, n.torakodorsalis


7

yang mengurus m. latissmus dorsi, dan n.torakalis longus yang mengurus m.


serratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi dengan diseksi aksila.
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Penyaluran limfa dari payudara kurang lebih 75% ke aksila, sebagian lagi ke
kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula
penyaliran yang ke kelenjar interpektoralis. Pada aksila terdapat rata-rata 50 (berkisar dari
10 sampai 90) buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri dan vena
brakialis. Saluran limf dari seluruh payudara menyalir ke kelompok anterior aksila,
kelompok sentral aksila, kelenjar aksila bagian dalam, yang lewat sepanjang v.aksilaris
dan yang berlanjut langsung ke kelenjar servikal bagian kaudal dalam di fosa
supraklavikuler. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Jalur limf lainnya berasal dari daerah sentral dan medial yang selain menuju
ke kelenjar sepanjang pembuluh mammaria interna, juga menuju ke aksila kontralateral,
ke m. rektus abdominis lewat ligamentum falsiparum hepatic ke hati, pleura, dan payudara
kontralateral. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

2.2

FISIOLOGI

Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan


pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa fertilitas, sampai
ke klimakterium, dan menopause. Sejak pubertas pengaruh estrogen dan progesteron
yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise, telah menyebabkan duktus
berkembang dan timbulnya asinus. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke-8
haid, payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi
8

pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama
beberapa hari menjelang haid, payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga
pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu itu,
pemeriksaan foto mamografi tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu
haid mulai, semuanya berkurang.
Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan,
payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi,
dan tumbuh duktus baru. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu
diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui
duktus ke puting susu. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

2.3

PEMERIKSAAN FISIK

Anamnesis penderita kelainan payudara harus meliputi riwayat kehamilan dan


ginekologi. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Untuk inspeksi, pasien dapat diminta duduk tegak atau berbaring, atau keduaduanya. Kemudian diperhatikan bentuk kedua payudara, warna kulit, tonjolan, lekukan,
retraksi, adanya kulit berbintik, seperti kulit jeruk, ulkus, dan benjolan. Dengan
lengan terangkat lurus ke atas, kelainan terlihat lebih jelas. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Palpasi lebih baik dilakukan pada pasien yang ber baring dengan bantal tipis di
punggung sehingga payudara itu terbentang rata. Palpasi dilakukan dengan telapak jari
tangan yang digerakkan perlahan-lahan tanpa tekanan pada setiap kuadran
payudara. Yang diperhatikan pada hakikatnya sama dengan penilaian tumor di tempat
lain. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Pada sikap duduk, benjolan yang tak teraba ketika penderita berbaring kadang lebih
9

mudah ditemukan. Perabaan aksila pun agaknya lebih mudah pada posisi duduk.
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Dengan memijat halus puting susu dapat diketahui adanya pengeluaran cairan,
darah, atau nanah. Cairan yang keluar dari kedua puting selalu harus dibanding kan.
Pengeluaran cairan dari puting payudara di luar masa laktasi dapat disebabkan oleh
berbagai kelainan, seperti karsinoma, papiloma, di salah satu duktus, dan kelainan yang
disertai ektasia duktus. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Enam langkah pemeriksaan payudara untuk deteksi karsinoma

mamma

(Sjamsuhidajat & Jong, 2005)


1.

Inspeksi: penderita duduk


-

2.

Bandingkan kiri dengan kanan


Inspeksi: sewaktu angkat kedua lengan dan turunkan

Bandingkan kiri dengan kanan

3.

Pemeriksaan puting mamma

4.

Palpasi: keempat kuadran


-

Bandingkan kiri dengan kanan

5.

Palpasi ketiak

6.

Pemeriksaan diarahkan untuk mencari adanya metastasis

2.4 TUMOR JINAK


Kelainan fibrokistik
Kelainan ini disebut juga mastitis kronik kistik, hyperplasia kistik, mastopatia
kistik, dysplasia payudara, dan banyak nama lainnya. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Kelompok penyakit ini sering mengganggu ketentraman penderita karena
kecemasan akan keluhan nyerinya. Yang penting harus dipastikan bahwa kelainan tersebut

10

bukan tumor ganas. Nyeri yang hebat dan berulang atau penderita yang khawatir dapat
menjadi indikasi eksisi untuk meyakinkan penderita. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Beberapa bentuk kelainan fibrokistik mengandung resiko untuk berkembang
menjadi karsinoma payudara, tetapi umumnya tidak demikian. (Sjamsuhidajat & Jong,
2005)

Fibroadenoma
Fibroadenoma merupakan neoplasma jinak yang terutama terdapat pada wanita
muda. Setelah menopause, tumor tersebut tidak lagi ditemukan. Fibroadenoma teraba
sebagai benjolan bulat atau berbenjol benjol, dengan simpai licin dan konsistensi kenyal
padat. Tumor ini tidak melekat ke jaringan sekitarnya dan amat mudah digerakkan.
Biasanya fibroadenoma tidak nyeri, tetapi kadang dirasakan nyeri bila ditekan. Kadang
kadang fibroadenoma tumbuh multiple. Pada masa adolesens, fibroadenoma bisa terdapat
dalam ukuran yang lebih besar. Pertumbuhan bisa cepat sekali selama kehamilan dan
laktasi atau menjelang menopause, saat rangsangan esterogen meninggi. (Sjamsuhidajat &
Jong, 2005)
Fibroadenoma harus di ekstirpasi karena tumor jinak ini akan terus membesar.
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

Tumor Filoides
Tumor illoides (sistosarkoma filoides) merupakan suatu neoplasma jinak yang
bersifat menyusup secara lokal dan mungkin ganas (10-15%). Pertumbuhannya cepat
dan dapat ditemukan dalam ukuran yang besar. Tumor ini terdapat pada semua usia, tetapi
kebanyakan pads usia sekitar 45 tahun. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

11

Penanggulangan terhadap tumor tersebut adalah eksisi luas. Jika tumor sudah
besar, biasanya perlu dilakukan mastektomi simpleks. Bila tumor ternyata ganas, harus
dilakukan mastektomi radikal walaupun mungkin bermetastasis secara hematogen seperti
sarkoma. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

Papiloma Intraduktus
Lesi jinak yang berasal dari duktus laktiferus dan 75% tumbuh di bawah areola
mamma ini memberikan gejala berupa sekresi cairan berdarah dari puting susu.
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

Adenosis Sklerosis
Secara klinis, adenosis sklerosis teraba seperti kelainan fibrokistik, tetapi secara
histopatologik tampak proliferasi jinak sehingga ahli patologi sering terkecoh, mengira
suatu karsinoma. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

Mastitis Sel Plasma


Mastitis sel plasma juga disebut mastitis komedo. Lesi ini merupakan radang
subakut yang didapat pada sistem duktus yang mulai di bawah areola. Gambaran klinisnya
sukar dibedakan dengan karsinoma, yaitu berkonsistensi keras, bisa melekat ke kulit, dan
menimbulkan retraksi puting susu akibat fibrosis periduktal, dan bisa terdapat pembesaran
kelenjar getah bening aksila. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

Nekrosis Lemak

12

Nekrosis lemak biasanya disebabkan oleh cedera berupa massa keras yang sering
agak nyeri, tetapi tidak membesar. Kadang terdapat retraksi kulit dan batasnya biasanya
tidak rata. Secara klinis, kelainan ini sukar dibedakan dengan karsinoma. Secara
histopatologik terdapat nekrosis jaringan lemak yang kemudian jadi fibrosis.
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

2.5 TUMOR GANAS


Insidens dan Epidemiologi
Insiden kanker payudara pada dekade terakhir ini memperlihatkan kecenderungan
meningkat. Hal ini diperkirakan disebabkan semakin baiknya edukasi dan teknologi yang
mempunyai dampak luas dalam penemuan penyakit, semakin tingginya keadaan status
social ekonomi yang mempunyai dampak pula terhadap perubahan pola hidup (life style).
(Reksoprodjo, 1995)
Sekitar 203.000 kasus baru ditemukan pada tahun 2003. Ini merupakan penyebab
kematian kedua terbesar pada wanita (setelah kanker paru - paru), dengan sekitar 40.000
kematian di tahun 2003. Kanker payudara pada laki laki terhitung < 1% dari total
keseluruhan kasus; gejala klinis, diagnosa, dan manajemen klinisnya sama, hanya saja laki
laki cenderung jarang. (Beers, 2006)
Berdasarkan penelitian (Haagensen) kanker payudara lebih sering terjadi di
kuadran lateral atas, kemudian sentral (subareolar). Payudara sebelah kiri lebih cenderung
sering terkena bila dibandingkan dengan sebelah kanan. (Reksoprodjo, 1995)
Berdasarkan umur, kanker payudara lebih sering ditemukan pada umur 40 49
tahun (dekade V) yaitu 30,35% untuk kasus kasus di Indonesia; di Jepang pun demikian
yaitu 40,6% kanker payudara ditemukan pada usia 40 49 tahun (dekade V) (Goi
sakamoto, 1981) (Reksoprodjo, 1995)
Etiologi dan Faktor Resiko

13

Dapat dicatat bahwa faktor etiologinya sampai saat ini faktor etiologinya belum diketahui
pasti, namun dapat dicatat pula bahwa penyebab itu sangat mungkin multifaktorial yang
saling mempengaruhi satu sama lain, antara lain: (Reksoprodjo, 1995)
1. Konstitusi genetika
Ini berdasarkan:
a. Adanya kecenderungan pada keluarga tertentu lebih banyak kanker payudara
daripada keluarga lain.
b. Adanya distribusi predileksi antar bangsa atau suku bangsa.
c. Pada kembar monozygote; terdapat kanker yang sama.
d. Terdapat persamaan lateralitas kanker buah dada pada keluarga dekat dari penderita
kanker buah dada.
e. Seorang dengan klinefelter akan mendapat kemungkinan 66 kali pria normal.
2. Pengaruh hormon
a. Kanker payudara umumnya pada wanita, pada laki laki kemungkinan ini sangat
rendah.
b. Pada usia di atas 35 tahun insidensnya jauh lebih tinggi.
c. Ternyata pengobatan hormonal banyak yang memberikan hasil pada kanker
payudara lanjut.

3. Virogen
Terbukti pada penelitian pada kera, pada manusia belum terbukti.
4. Makanan
14

Terutama makanan yang mengandung lemak.


Karsinogen: terdapat lebih dari 2000 karsinogen dalam lingkungan hidup kita.
5. Radiasi daerah dada
Ini sudah lama diketahui, karena radiasi dapat menyebabkan mutagen.
Hal berikut ini tergolong dalam faktor resiko tinggi kanker payudara yaitu
keadaankeadaan dimana kemungkinan seorang wanita mendapat kanker payudara
lebih tinggi dari yang tidak mempunyai faktor tersebut yaitu: (Reksoprodjo, 1995)
a. Umur > 30 tahun
b. Anak pertama lahir pada usia ibu > 35 tahun (2x)
c. Tidak kawin (2 4x)
d. Menarche < 12 tahun (1,7 3,4x)
e. Menopause terlambat > 55 tahun (2,5 5x)
f. Pernah operasi tumor jinak payudara (3 5x)
g. Mendapat terapi hormonal yang lama (2,5x)
h. Adanya kanker payudara kontralateral (3 9x)
i. Operasi ginekologi (3 4x)
j. Radiasi dada (2 3x)
k. Riwayat keluarga (2 3x)

Tingkat Penyebaran
Kanker payudara sebagian besar mulai berkembang di duktus, setelah itu baru
menembus ke parenkim. Lima belas sampai empat puluh persen karsinoma payudara
15

bersifat multisentris. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)


Prognosis pasien ditentukan oleh tingkat penyebaran dan potensi metastasis.
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
I

Tingkat penyebaran secara klinik


T1 N0 M0

Ketahanan hidup lima tahun (%)


85

(kecil, terbatas pada mamma)

II

T2 N1 M0

65

(tumor lebih besar; kelenjar terhinggapi


tetapi bebas dari sekitarnya)

III T0-2 N2 M0

40

T3 N1-2 M0
(kanker lanjut dan penyebaran ke kelenjar
lanjut, tetapi semuanya terbatas di
lokoregional)

IV T (semua) N (semua) M1 (tersebar di

10

luar loko regional)


Lokoregional dimaksudkan untuk daerah yang meliputi struktur dan organ tumor
primer, serta pembuluh limf, daerah saluran limf dan kelenjar limf dari struktur
organ yang bersangkutan.
Bila tidak diobati, ketahanan hidup lima tahun adalah 16-22%, sedangkan
ketahanan hidup sepuluh tahun adalah 1-5%. Ketahanan hidup bergantung pada
tingkat penyakit, saat mulai pengobatan, gambaran histo patologik, dan uji

16

reseptor estrogen yang bila positif lebih baik. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Persentase ketahanan hidup lima tahun ditentukan pada penderita yang
diobati lengkap. Pada tingkat I ternyata 15% meninggal dunia karena penentuan
TNM dilakukan secara klinik, yang berarti metastasis kecil dan metastasis mikro
tidak dapat ditemukan. Pada 85% orang yang hidup setelah lima tahun, tentu termasuh
penderita yang tidak sembuh dan menerima penanganan karena kambuhnya penyakit
atau karena. metastasis. Demikian juga pada mereka dengan tingkat penyebaran II-IV.
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Benjolan di payudara biasanya mendorong penderita untuk ke dokter. Benjolan
ganas yang kecil sukar dibedakan dengan bejolan tumor jinak, tetapi kadang dapat
diraba benjolan ganas yang melekat pada jaringan sekitarnya. Bila tumor telah besar,
perlekatan lebih jelas. Konsistensi kelainan ganas biasanya keras. Pengeluaran cairan
dari putting biasanya mengarah ke papiloma atau karsinoma intraduktal, sedangkan
nyeri lebih mengarah ke kelainan fibrokistik. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Klasifikasi TNM pada tumor ganas adalah standar global untuk stadium kanker:
(UICC - International Union Against Cancer, 2009)

T = Tumor utama

N= Kelenjar getah bening regional

M=Metastase jauh

17

Klasifikasi penyebaran TNM (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)


T
TX
Tis
T0
T1
T2
T3
T4

Tumor primer tidak dapat ditentukan


Karsinoma in situ dan penyakit paget pada papilla tanpa teraba tumor
Tidak ada bukti adanya tumor primer
Tumor < 2 cm
Tumor 2 5 cm
Tumor > 3 cm
Tumor dengan penyebaran langsung ke dinding toraks atau ke kulit dengan tanda
udem, tukak, atau peau dorange

N
NX
N0
N1
N2
N3

Kelenjar regional tidak dapat ditentukan


Tidak teraba kelenjar aksila
Teraba kelenjar aksila homolateral yang tidak melekat
Teraba kelenjar aksila yang melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan

M
M

sekitarnya
Terdapat kelenjar mamaria interna homolateral

X
M0
M1

Tidak terdapat dtentukan metastasis jauh


Tidak ada metastasis jauh
Terdapat metastasis jauh

Keterangan:
Lekukan pada kulit, retraksi papilla, atau perubahan lain pada kulit, kecuali yang
terdapat pada T4, bisa terdapat pada T1, T2, atau T3 tanpa mengubah klasifikasi.
Dinding toraks adalah iga, otot interkostal, dan m. serratus anterior, tanpa otot pektoralis.

18

Metastasis hematogen kanker payudara (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)


Letak

Gejala dan Tanda Utama

Otak

Nyeri kepala, mual muntah, epilepsi, ataksia,

Pleura
Paru
Hati

paresis, parestesia
Efusi, sesak nafas
Biasanya tanpa gejala
Kadang tanpa gejala
Massa, ikterus obstruktif

Tulang
-

Tengkorak

Vertebrae

Iga

Tulang panjang

Nyeri, kadang tanpa keluhan


Kempaan sumsum tulang
Nyeri dan patah tulang
Nyeri dan patah tulang

Gejala dan tanda penyakit payudara (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)


Nyeri
-

berubah dengan daur haid

penyebab fisiologis seperti pada tegangan


pramenstruasi atau penyakit fibrokistik

tumor jinak, tumor ganas, atau infeksi

permukaan licin pada fibroadenom

tidak tergantung daur haid

Benjolan payudara

19

yang keras

kenyal

lunak

Perubahan warna kulit


-

bercawak

benjolan kelihatan

kulit jeruk

kemerahan

tukak

Kelainan puting/areola
-

retraksi

inversi baru

eksema

Keluarnya cairan
-

seperti susu

jernih

hijau

hemoragik

permukaan kasar, berbenjol, atau melekat


pada kanker atau inflamasi non-infektif

kelainan fibrokistik

lipoma

sangat mencurigakan karsinoma

kista, karsinoma, fibroadenoma besar

di atas benjolan: kanker (tanda khas)

infeksi (jika panas)

kanker lama (terutama orang tua)

fibrosis karena kanker

retraksi fibrosis karena kanker (kadang


fibrosis karena pelebaran duktus)

unilateral; penyakit paget (tanda khas kanker)

kehamilan atau laktasi

normal

(peri) menopause

Pelebaran duktus

Kelainan fibrokistik

Karsinoma

Papiloma intraduktus

20

Pemeriksaan Penunjang
Dengan mammografi dapat ditemukan benjolan yang kecil sekalipun. Tanda berupa
mikrokalsifikasi tidak khas untuk kanker. Bila secara klinis dicurigai ada tumor dan pada
mammografi tidak ditemukan apa apa, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan biopsy
sebab sering karsinoma tidak tampak pada mammogram. Sebaliknya, jika mammogram
positif dan secara klinis tidak teraba tumor, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pungsi
atau biopsy di tempat yang ditunjukkan oleh foto tersebut. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Indikasi mammografi: (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
1. Evaluasi benjolan yang diragukan atau perubahan samar di payudara
2. Mamma kontralateral jika (pernah) ada kanker payudara
3. Mencari karsinoma primer jika ada metastasis sedangkan sumbernya tidak diketahui
4. Penapisan karsinoma mamma pada resiko tinggi
5. Penapisan sebelum tindak bedah plastik atau kosmetik
Hanya dengan pemeriksaan histology. Bahan pemeriksaan dapat diambil dengan cara:
(Reksoprodjo, 1995)
1. Eksisional biopsy, kemudian diperiksa potong beku atau kasus kasus yang
diperkirakan masih operabel/stadium dini.
2. Insisional biopsy; cara ini untuk kasus kasus ganas yang sudah inoperabel/lanjut.
Ultrasonografi berguna terutama untuk menentukan adanya kista: kadang tampak kista
sebesar 1 2 cm. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Cara lain yaitu dengan FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy). Suatu pemeriksaan
sitopatologi. Cara ini memerlukan keahlian khusus dalam pembacaan dan ketepatan di
dalam mengambil aspiratnya. Ketepatan hasil FNAB cukup tinggi di tangan yang ahli (ahli
sitopatologi) dan tepat cara pengambilannya. (Reksoprodjo, 1995)

21

Hasil positif pada pemeriksaan sitologi bukan indikasi untuk bedah radikal karena hasil
positif palsu selalu dapat terjadi, sementara hasil negatif palsu sering terjadi.
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Sediaan jaringan untuk pemeriksaan histologik dapat diperoleh secara pungsi jarum
besar yang menghasilkan suatu silinder jaringan yang cukup untuk pemeriksaan termasuk
teknik biokimia. Biopsi secara ini, yang biasa disebut core biopsy, dapat digunakan untuk
biopsi kelainan yang tidak dapat diraba seperti temuan pada foto mamma. (Sjamsuhidajat
& Jong, 2005)

Terapi
Sebelum merencanakan terapi karsinoma mamma, diagnosa klinis dan histopatologik
serta tingkat penyebarannya harus dipastikan dahulu. Diagnosa klinis harus sama dengan
diagnosa histopatologik. Bila keduanya berbeda, harus ditentukan yang mana yang keliru.
Atas dasar diagnosa tersebut, termasuk tingkat penyebaran penyakit, disusunlah rencana
terapi dengan mempertimbangkan manfaat dan mudarat setiap tindakan yang akan
diambil. Bila bertujuan kuratif, tindakan radikal yang berkonsekuensi mutilasi harus
dikerjakan demi kesembuhan. Akan tetapi, bila tindakannya paliatif, alasan nonkuratif
menentukan terapi yang dipilih. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Bagan Penanganan Benjolan di Mammae

22

Pembedahan. Untuk mendapat diagnosis histologi, biasanya dilakukan biopsi


sehingga tindakan ini dapat dianggap sebagai tindakan pertama pada pembedahan mamma.
Dengan sediaan beku, hasil pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh dalam waktu 15
menit. Bila pemeriksaan menunjukkan tanda tumor jinak, operasi diselesaikan. Akan tetapi,
pada hasil yang menunjukkan tumor ganas, operasi dapat dilanjutkan dengan tindakan
bedah kuratif. Bedah kuratif yang mungkin dilakukan ialah mastektomi radikal, dan
bedah konservatif merupakan eksisi tumor luas. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Terapi kuratif dilakukan jika tumor terbatas pada payudara dan tidak ada infiltrasi ke
dinding dada dan kulit mamma, atau infiltrasi dari kelenjar limf ke struktur sekitarnya.
Tumor disebut mampu-angkat (operable) jika dengan tindak bedah radikal seluruh tumor
23

dan penyebarannya di kelenjar limf dapat dikeluarkan. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Bedah radikal menurut Halsted meliputi pengangkatan payudara dengan sebagian
besar kulitnya, m.pektoralis mayor, m.pektoralis minor, dan semua kelenjar ketiak
sekaligus. Pembedahan ini merupakan pembedahan baku sejak permulaan abad ke-20
hingga tahun lima puluhan. Setelah tahun enam puluhan biasanya dilakukan operasi
radikal yang dimodifikasi oleh Patey. Pada operasi ini, m.pektoralis mayor dan
m.pektoralis minor dipertahankan jika tumor mamma jelas bebas dari otot tersebut.
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Sekarang, biasanya dilakukan pembedahan kuratif dengan mempertahankan
payudara. Bedah konservatif ini selalu ditambah diseksi kelenjar aksila dan radioterapi
pada (sisa) payudara tersebut. Tiga tindakan tersebut merupakan satu paket terapi yang
harus dilaksanakan serentak. Secara singkat paket tindakan tersebut disebut "terapi dengan
mempertahankan payudara". Syarat mutlak untuk operasi ini adalah tumor merupakan
tumor kecil dan tersedia sarana radioterapi yang khusus (megavolt) untuk penyinaran.
Penyinaran diperlukan untuk mencegah kambuhnya tumor di payudara dart jaringan
tumor yang tertinggal atau dart sarang tumor lain (karsinoma multisentrik). (Sjamsuhidajat
& Jong, 2005)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada saat terakhir biasanya dilakukan
bedah radikal yang dimodifikasi (Patey). Bila ada kemungkinan dan tersedia sarang
penyinaran pascabedah, dianjurkan terapi yang mempertahankan payudara, yaitu berupa
lumpektomi luas, segmentektomi, atau kuadrantektomi dengan diseksi kelenjar aksila,
yaitu terapi kuratif dengan mempertahankan payudara. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Bila dilakukan pengangkatan mamma, pertimbangkan kemungkinan rekonstruksi
mamma dengan implantasi prostesis atau cangkok flap muskulokutan. Implantasi prostesis
atau rekonstruksi mamma secara cangkok dapat dilakukan sekaligus dengan bedah kuratif
24

atau beberapa waktu setelah penyinaran, kemoterapi ajuvan, atau rehabilitasi


penderita selesai. Jika hal ini tidak mungkin atau tidak dipilih, usahakan prostesis eksterna,
yaitu prostesis buatan yang disangga oleh kutang. Bentuk dan beratnya disesuaikan dengan
bentuk dan berat payudara di sisi lain. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Penyulit pada mastektomi radikal. Penyulit biasanya terdiri atas hematom,
infeksi luka, dan seroma. Oleh karena dilakukan diseksi kelenjar, harus dipasang
penyalir isap untuk mencegah seroma yang terdiri atas cairan luka dan limf. Cairan
yang disalir pada hari pertama bisa mencapai beberapa ratus ml. limf jernih. Mobilisasi
ekstremitas yang bersangkutan harus diperhatikan untuk mencegah kontraktur. Kadang
terdapat mati rasa kulit ketiak dan bagian medial lengan atas akibat cedera
n.interkostobrakialis yang tak dapat dihindari. Kelumpuhan m.serratus anterior akibat
cedera n.torakalis longus menyebabkan skapula alata yang memang harus dicegah.
Kerusakan n.torakodorsalis mengakibatkan kelumpuhan m.latissimus dorsi. Saraf
pektoralis, balk yang untuk m.pektoralis mayor maupun untuk m.pektoralls minor, harus
ditangani dengan hatihati pada bedah radikal yang dimodifikasi. (Sjamsuhidajat & Jong,
2005)
Bedah paliatif. Bedah paliatif pada kanker payudara hampir tidak pernah
dilakukan. Kadang residif lokoregional yang soliter dieksisi, tetapi biasanya pada
awalnya saja tampak soliter, padahal sebenarnya sudah menyebar sehingga pengangkatan
tumor residif tersebut sering tidak berguna. Kadang dilakukan amputasi kelenjar
mamma pada tumor yang tadinya tak mampu angkat karena ukurannya kemudian telah
diperkecil oleh radioterapi. Walaupun tujuan terapi tersebut paliatif, kadang ada yang
berhasil untuk waktu yang cukup berarti. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Radioterapi. Radioterapi untuk kanker payudara biasanya digunakan
sebagai terapi kuratif dengan mempertahankan mamma, dan sebagai terapi tambahan atau
25

terapi paliatif. Radioterapi kuratif sebagai terapi tunggal lokoregional tidak begitu efektif,
tetapi sebagai terapi tambahan untuk tujuan kuratif pada tumor yang relatif besar berguna.
Radioterapi paliatif dapat dilakukan dengan hasil baik untuk waktu terbatas bila tumor
sudah tak mampu-angkat secara lokal. Tumor disebut tak mampu-angkat bila mencapai
tingkat T4, misalnya ada perlekatan pada dinding toraks atau kulit. Pada penyebaran di luar
daerah lokoregional, yaitu di luar kawasan payudara dan ketiak, beclah payudara
tidak berguna karena penderita tidak dapat sembuh. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Biasanya seluruh payudara dan kelenjar aksila dan supraklavikula diradiasi. Akan
tetapi, penyulitnya adalah pembengkakan lengan karena limfudem akibat rusaknya kelenjar
ketiak supraklavikula. Jadi, radiasi harus dipertimbangkan pada karsinoma mamma yang
tak mampuangkat atau jika ada metastasis. Kadang masih dapat dipikirkan amputasi
mamma setelah tumor mengecil oleh radiasi. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Kemoterapi. Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang digunakan bila
ada penyebaran sistemik, dan sebagai terapi ajuvan. Kemoterapi ajuvan diberikan
kepada pasien yang pada pemeriksaan histopatologik pascabedah mastektomi ditemukan
metastasis di sebuah atau beberapa kelenjar. Tujuannya adalah menghancurkan
mikrometastasis yang biasanya terdapat pada pasien yang kelenjar aksilanya sudah
mengandung metastasis. Obat yang diberikan adalah kombinasi siklofosfamid,
metotreksat, dan 5-fluorourasil (CMF) selama enam bulan pada perempuan usia
pramenopause, sedangkan kepada yang pascamenopause diberikan terapi ajuvan hormonal
berupa pil antiestrogen. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Kemoterapi paliatif dapat diberikan kepada pasien yang telah menderita metastasis
sistemik. Obat yang dipakai secara kombinasi, antara lain CMF (lihat di atas) atau
vinkristin dan adriamisin (VA), atau 5-fluorourasil, adriamisin (adriablastin), dan
siklofosfamid (PAC). (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
26

Terapi hormonal. Indikasi pemberian terapi hormonal adalah bila penyakit


menjadi sistemik akibat metastasis jauh. Terapi hormonal biasanya diberikan secara paliatif
sebelum kemoterapi karena efek terapinya lebih lama dan efek sampingnya
kurang, tetapi tidak semua karsinoma mamma peka terhadap terapi hormonal.
Hanya kurang lebih 60% yang bereaksi baik dan penderita mana yang ada harapan
memberi respons dapat diketahui dari "uji reseptor estrogen" pada jaringan tumor.
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Terapi hormonal paliatif dapat dilakukan pada penderita yang pramenopause
dengan cara ovarektomi bilateral atau dengan pemberian antiestrogen, seperti tamoksifen
atau aminoglutetimid. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Terapi hormon diberikan sebagai ajuvan kepada pasien pascamenopause yang uji
reseptor estrogennya positif dan pada pemeriksaan histopatologik ditemukan kelenjar
aksila yang berisi metastasis. Obat yang dipakai adalah sediaan antiestrogen tamoksifen;
kadang menghasilkan remisi selama beberapa tahun. Estrogen tidak dapat diberikan karena
efek samping terlalu berat. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Keadaan khusus
Karsinoma

mamma

pada

kehamilan.

Prognosis

kanker payudara

ditemukan oleh stadium penyakit ketika mulai ditangani dan bukan oleh ada tidaknya
kehamilan. Oleh karena mamma membesar sewaktu hamil, diagnosis mungkin tertunda
sebab tumor kecil sukar diraba. Akan tetapi, pertumbuhan dan perkembangannya tidak
dipercepat atau diperlambat oleh kehamilan.
Pemeriksaan ekografi mamma untuk menyingkirkan kemungkinan kista dapat dilakukan.
Mammografi pun dapat dibuat asal dipakai sarana canggih untuk melindungi janin
dari sinar r6ntgen walaupun mammogram umumnya sukar dinilai karena densitas
mamma besar pada kehamilan. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
27

Penanganan kuratif dapat dikerjakan seperti biasa, baik berupa pembedahan


yang disusul penyinaran bila ada indikasi maupun kemoterapi ajuvan.
Pembedahan radikal yang dimodifikasi atau yang mempertahankan payudara disusul
dengan penyinaran mamma dapat diadakan seperti lazimnya. Anestesia dapat dilakukan
seperti biasa, hanya jangka pemberian radioterapi dan kemoterapi harus disesuaikan. Pada
tiga bulan pertama, kemoterapi maupun radiasi tidak dapat diberikan karena berefek
teratogenik untuk janin. Sebaiknya kemoterapi pada tiga bulan terakhir juga ditunda
sampai pascapartus. Obat-obat kemoterapi dapat sampai ke janin melalui air susu.
Siklofosfamid dan metotreksat dapat mengakibatkan neutropenia pada bayi sehingga harus
diganti. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Setelah penanganan karsinoma mamma, umumnya dianjurkan untuk menunda
konsepsi baru selama dua tahun jika kanker tersebut berada pada tingkat TI, NO, MO
karena prognosis relatif baik. Akan tetapi, setiap dokter tahu bahwa tidak ada jaminan
pasti bahwa kankei tidak akan kambuh dalam sepuluh tahun. Bila kanker berada pada
stadium T2 atau T3, prognosis jauh lebih buruk sehingga ada kecenderungan memberi
nasihat untuk tidak hamil lagi berdasarkan alasan sosial-etis, bukan alasan medis.
Penggunaan pil KB dapat dibenarkan tanpa batas waktu. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Keadaan lain. Pada penderita karsinoma mamma yang residif dan bermetastasis biasanya
tidak dikerjakan lagi pembedahan, kecuali biopsi, mengingat radioterapi dapat digunakan pada
penanganan setempat, dan kemoterapi atau obat hormonal memberikan efek paliasi sistemik.
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Karsinoma mamma yang lanjut setempat (T4) dapat menjalani radioterapi dulu,
beberapa minggu kemudian dapat dilakukan mastektomi sekunder bila memang dapat diangkat, dan
terapi hormon atau kemoterapi tidak dapat diteruskan. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Karsinoma inflamasi yang berupa gambaran kulit memerah dengan bintik panas dan
28

nyeri, yang disebut mastitis karsinomatosa, prognosisnya amat buruk. Jika dilakukan radiasi
sinar ortovolt, bagian yang meradang akan membasah dan nyeri sekali sehingga mengganggu
kehidupan pasien. Kemoterapi kombinasi yang diikuti radiasi dapat memberikan efek paliasi
yang lumayan. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Karsinoma mamma pada wanita lanjut usia pada pokoknya sama dengan penderita
lebih muda. Kemoterapi pada orang yang tua sekali biasanya dibatasi berhubungan dengan
cadangan faal hati, ginjal, dan jantung. Dari segi kosmetik tentu pertimbangan jenis dan cara
terapi tidak berbeda dengan wanita umur lebih muda. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Reaksi psikologis yang cukup besar bisa ditemukan pada penderita kanker payudara.
Biasanya mereka khawatir tentang dua hal, yakni prognosis penyakitnya dan kehilangan
payudara. Penjelasan teliti tentang prognosis, kemungkinan sembuh, dan cara penanganan
sangat diperlukan. Penderita harus mengetahui rencana terapi. Peranan keluarga, terutama
suami amatlah penting. Cacat mastektomi sangat berat dirasakan oleh penderita. Suamilah
yang harus sadar akan perannya dan harus mendampingi isterinya. Dari pihak dokter atau perawat
diharapkan petunjuk untuk memperoleh prostesis mamma yang memadai. (Sjamsuhidajat
& Jong, 2005)
Pencegahan
Mencegah karsinoma mamma dapat dimulai dari menghindarkan faktor penyebab,
kemudian juga menemukan kasus dini sehingga dapat dilakukan pengobatan kuratif.
Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) oleh seorang wanita sebulan sekali sekitar hari ke-8
menstruasi dapat dianjurkan. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Sebaiknya SADARI dikerjakan setelah menstruasi, yaitu hari ke 7 10 dari hari
menstruasi pertama; karena saat ini pengaruh hormonal esterogen dan progesteron sangat
rendah dan jaringan kelenjar payudara saat itu dalam keadaan tidak udem/tidak
membengkak sehingga lebih mudah meraba adanya tumor atau kelainan. Dilakukan waktu
29

mandi atau waktu lain di depan cermin.


American Cancer Society dalam proyek Breast Cancer Screening menganjurkan untuk
mendapatkan kasus dini pada a symptomatic woman; (wanita yang tidak ada keluhan) agar
melakukan upaya sbb:
1. Wanita > 20 tahun; melakukan SADARI setiap bulan
2. Wanita 20 40 tahun; tiap 3 tahun memeriksakan diri ke dokter
3. Wanita > 40 tahun; tiap 1 tahun
4. Wanita 35 40 tahun; dilakukan base line mammografi
5. Wanita < 50 tahun; konsul ke dokter untuk kepentingan mammografi
6. Wanita > 50 tahun; tiap tahun mammografi kalau bisa
Pemeriksaan oleh dokter bila ada yang dicurigai, dan bila seseorang tergolong dalam risiko
tinggi, diperlukan pada waktu tertentu, terutama bila usianya di atas 35 tahun. Bila perlu, dapat
dibuat mammografi. Apakah mammografi perlu dilakukan secara rutin, masih dipertanyakan,
mengingat bahaya radiasi sendiri, kecuali dengan alat rontgen penyaring yang mutakhir.
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Orang sehat di keluarga dengan risiko tinggi atas terjadinya karsinoma payudara
atas dasar mengidap mutasi onkogen, seperti BRCA1, BRCA2 atau CHEK dapat
nempertimbangkan mastektomi bilateral preventif. Masalah ini dapat dikonsultasikan pada
tim kelainan atau penyakit herediter yang terdiri atas pakar onkologi, spesialis penyakit.
herediter, dan psikolog. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Kanker payudara lelaki
Kejadian kanker payudara pada lelaki dibandingkan dengan wanita adalah 1:100.
Perjalanan penyakitnya pada pria lebih cepat karena jaringan sekitar payudara tidaklah setebal
pada wanita sehingga pada tahap dini sudah melekat ke sekitarnya. Tingkat penyebarannya
(TNM) pun sama dengan wanita. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
30

Diagnosis sering agak lambat ditegakkan. Mungkin didapatkan benjolan atau


pengeluaran clarah dari puting susu atau terdapat tukak maligna. Pada perabaan jelas terdapat
perlekatan, berbeda dengan ginekomastia yang mudah bergerak. Tindakan terapi dan
prognosis sama seperti pada wanita. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat, Win de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah ed.2. EGC. Jakarta : 2005.
Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. ed. IV. Jakarta: FKUI. 2006.
Beers, Mark H., dkk. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. ed. XVIII. New
Jersey: Merck Research Laboratories. 2006
Lukitto Pisi, Priosodewo Monty. Penuntun Diagnosis dan Tindakan Terapi Tumor Ganas.
Sagung seto. Bandung : 2009.

31

32

Anda mungkin juga menyukai