Anda di halaman 1dari 5

Nurkhalesa, Pengaruh Lamanya Menderita TB paru terhadap tingkat depresi....

Pengaruh Lamanya Menderita Tuberkulosis Paru terhadap


Tingkat Depresi pada Pasien di Puskesmas Sumbersari
Kab. Jember
(The Influence of The Length of Suffering from pulmonary TB to
The Depression Level of Patients in Sumbersari Primary Health
Care Jember)
Sheila Nurkhalesa, Alif Mardijana, Rosita Dewi
Pendidikan Dokter Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Jember (UNEJ)
Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
E-mail: sheila.apakabar@yahoo.co.id

Abstract
Pulmonary TB is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. WHO
reported 530.000 cases of pulmonary TB (+) with the death of 101.000 in Indonesia each
year. The high prevalence of pulmonary TB in the world, especially in Indonesia, may
raise problems of depression. This study aimed to idetinfiying the influence of the length
of sufering Tb paru to the level of the depression. This study use correlational method
with cross sectional approach. There were 30 samples collected in Puskesmas
Sumbersari by using consecutive sampling technique. The result showed that there was
a correlation between the length of suffering pulmonary TB and level of depression of
patients in Sumbersari Primary Healthcare Kabupaten Jember.
Keywords: Pulmonary Tuberculosis, Depression

Abstrak
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Data WHO menunjukkan bahwa di Indonesia setiap tahun
ditemukan 539.000 kasus baru TB BTA positif dengan kematian 101.000 jiwa. Banyaknya
angka kejadian dari penyakit TB paru di dunia khususnya Indonesia, akan timbul
berbagai macam permasalahan yang dapat menimbulkan potensi munculnya depresi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lamanya menderita TB paru terhadap
tingkat depresi. Penelitian ini menggunakan metode korelasional dengan pendekatan
cross sectional. Sampel berjumlah 30 responden yang diambil menggunakan teknik
pengambilan data consecutive sampling di Puskesmas Sumbersari Kab. Jember. Dari
hasil penelitian berdasarkan hasil uji statistik Spearman menunjukkan bahwa terdapat
hubungan lama menderita Tuberkulosis paru dengan tingkat depresi pada pasien di
Puskesmas Sumbersari Kab. Jember.
Kata kunci: Tuberkulosis paru, Depresi

Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit
menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. TB Paru adalah
penyakit yang dapat menular melalui udara
(airborne disease). Kuman TB menular melalui
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun

percikan dahak (droplet) ketika penderita TB


paru aktif batuk, bersin, bicara atau tertawa.
Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh, kuman ini dapat tertidur lama
(dormant) selama beberapa tahun [1].

Nurkhalesa, Pengaruh Lamanya Menderita TB paru terhadap tingkat depresi....


Data WHO menunjukkan bahwa di
Indonesia setiap tahun ditemukan 539.000
kasus baru TB BTA positif dengan kematian
101.000 jiwa. Menurut catatan Departemen
Kesehatan
sepertiga
penderita
tersebut
ditemukan di RS dan sepertiga lagi di
puskesmas, sisanya tidak terdeteksi dengan
baik [2].
Banyaknya angka kejadian penyakit TB
paru
di
dunia
khususnya
Indonesia,
menimbulkan permasalahan seperti terapi yang
lama dan kompleks, komplikasi penyakit serta
banyak kekhawatiran lain yang dapat memicu
munculnya depresi. Depresi merupakan satu
masa tergangunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih
dan gejala penyertanya, termasuk perubahan
pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus
asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri [3].
Penyakit tuberkulosis paru dapat
mempengaruhi keseimbangan monoamine di
otak.
Monoamin
adalah
suatu
sistem
neurotransmitter di otak dalam bentuk dopamin,
serotonin,
dan
norephinephrine.
Ketidak
seimbangan serotonin dalam otak inilah yang
dapat membuat pasien tuberkulosis paru sangat
rentan terhadap depresi. TB Paru merupakan
penyakit kronis dan memerlukan pengobatan
secara teratur selama 6-8 bulan. Karena
pengobatan memerlukan waktu yang lama
maka penderita TB Paru sangat memungkinkan
mengalami depresi yang cukup berat sehingga
selain diperlukan pengobatan secara medis juga
diperlukan dukungan sosial dari keluarga
maupun orang di sekitarnya [4].
Berdasarkan permasalahan dan faktafakta yang telah diuraikan di atas, penulis
tertarik untuk meneliti tentang Pengaruh
Lamanya Menderita Tuberkulosis Paru terhadap
Tingkat Depresi pada Pasien di Puskesmas
Sumbersari Jember.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif.
Dengan
desain
penelitian
korelasional dan pendekatan cross sectional
serta menggunakan teknik pengumpulan data
dengan metode survei
(sugiyono, 2013).
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien dengan diagnosis Tuberkulosis
paru
yang melakukan pengobatan di
Puskesmas Sumbersari Kab. Jember. Besar
sampel yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 30 orang dari seluruh pasien dengan
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun

diagnosis Tuberkulosis paru yang ada pada saat


diadakannya
penelitian
di
Puskesmas
Sumbersari Kab. Jember. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 .
Variabel independen dalam penelitian ini adalah
lamanya pasien menderita TB paru. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah tingkat
depresi yang diderita oleh pasien TB paru.
Kriteria inklusi penelitian ini adalah 1). Pasien
dengan tuberkulosis paru yang ada pada data
rekam medis di Puskesmas Sumbersari, 2).
Bersedia menjadi responden dan mengikuti
prosedur penelitian sampai dengan tahap akhir,
3). Usia > 18 tahun, 4). Dapat membaca dan
menulis, 5). Dapat bekerja sama dengan
peneliti. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah 1).
Pasien dalam keadaan tidak sadar atau
kelemahan kondisi fisik sehingga tidak
memungkinkan untuk menjadi responden, 2).
Pasien mengalami gangguan fungsi kognitif, 3).
Pasien mengkonsumsi obat antidepresan, 4).
Pasien memiliki riwayat psikososial.
Penelitian ini menggunakan instrumen
berupa kuesioner untuk mengetahui pengaruh
lama menderita TB paru dan tingkat depresi
(kuisioner BDI/ Beck's Depression Inventory) [5].
Analisis statistik diperoleh dengan perangkat
komputer menggunakan uji statistik Spearman
Rho dengan derajat kemaknaan =0,05 artinya
jika uji statistik menunjukkan p kurang dari sama
dengan 0,05 maka ada hubungan yang
signifikan antara kedua variabel [6].

Hasil Penelitian
Hasil
penelitian
menunjukkan
karakteristik
distribusi data umum pasien
terhadap variabel adalah seperti yang terlihat
pada tabel berikut:
Tabel 1. Distribusi Data Umum Responden
menurut Lama Menderita TB Paru
L a m a M e n d e r it a T B p a r u
4 - 6 b u la n 7 -9 b u la n 1 0 -1 2
b u la n

D is tr ib u s i U m u m

1 -3 b u la n

U S IA

2 0 -3 0 th
3 1 -4 0 th
4 1 -5 0 th
5 1 -6 0 th
6 1 -7 0 th
P e re m p u a n
L a k i-la k i

2
1
2
0
3
4
4

SD
SM P
SM A
PT

0
1 ( 3 ,3 % )
1 ( 3 ,3 % )
6 (20 % )

1 (3 ,3 % )
0
3 (1 0 % )

Pegaw ai
s w a s ta
W ira s w a s ta
P e n s iu n a n
PNS
B e lu m
k a w in
K a w in

J E N IS
K E L A M IN
T IN G K A T
P E N D ID IK A N

PE K E R JA A N

STA TU S
P E R N IK A H A N

( 6 ,7 % )
( 3 ,3 % )
( 6 ,7 % )
(10 % )
( 1 3 ,3 % )
( 1 3 ,3 % )

2 (6 ,7 % )

5 ( 1 6 ,7 % )
2
1
1
5

(6 ,7 % )
(3 ,3 % )
(3 ,3 % )
( 1 6 ,7 % )

6 (2 0 % )

1
2
3
0
1
4
3

( 3 ,3 % )
( 6 ,7 % )
(10 % )
( 3 ,3 % )
( 1 3 ,3 % )
(10 % )

0
0
1
2
1
1
3

T o ta l
5 ( 1 6 ,7 % )

8 (2 6 ,7 % )
( 3 ,3 % )
( 6 ,7 % )
( 3 ,3 % )
( 3 ,3 % )
(10 % )

8 ( 2 6 ,7 % )
3 (1 0 % )
6 (2 0 % )
1 4 ( 4 6 ,7 % )

16
(3 3 ,3 % )

2 ( 6 ,7 % )
0
2 ( 6 ,7 % )
0

7 ( 2 3 ,3 % )
1 (3 ,3 % )
9 (3 0 % )

7 ( 2 3 ,3 % )

4 ( 1 3 ,3 % )
0
3 (10 % )
0

1 ( 3 ,3 % )

3 (1 0 % )

1 ( 3 ,3 % )

5 ( 1 6 ,7 % )

2 ( 6 ,7 % )

4 (1 3 ,3 % )

6 (2 0 % )

4 ( 1 3 ,3 % )

16
(5 3 ,3 % )

3 (10 % )
2 ( 6 ,7 % )
2 ( 6 ,7 % )

1 (3 ,3 % )
3 (1 0 % )
1 (3 ,3 % )

0
0
0

0
0
0

4 ( 1 3 ,3 % )
5 ( 1 6 ,7 % )
3 (1 0 % )

6 (20 % )

10
( 3 3 ,3 % )

7 ( 2 3 ,3 % )

4 ( 1 3 ,3 % )

2 7 (9 0 % )

13
(4 3 ,3 % )

Nurkhalesa, Pengaruh Lamanya Menderita TB paru terhadap tingkat depresi....


Tabel 2. Distribusi data umum Responden
menurut Tingkat Depresi
D is tr ib u s i U m u m
U s ia

J e n is
K e la m in
T in g k a t
P e n d id ik a n
P e k e rja a n

S ta tu s
P e r n ik a h a n

2 0 -3 0 th
3 1 -4 0 th
4 1 -5 0 th
5 1 -6 0 th
6 1 -7 0 th
P e re m p u a n
L a k i-la k i
SD
SM P
SM A
PT
Pegaw ai
s w a s ta
W ira sw a sta
P e n s iu n a n
PNS
B e lu m k a w in
K a w in

N orm al
0
0
2
0
0
1
1
0
0
2
0
0

( 6 ,7 % )

( 3 ,3 % )
( 3 ,3 % )

( 6 ,7 % )

2 ( 6 ,7 % )
0
0
0
2 ( 6 ,7 % )

T in g k a t D e p r e s i
R in g a n
1
2
2
2
2
6
3
5
0
2
2
0

(3 ,3 % )
(6 ,7 % )
(6 ,7 % )
(6 ,7 % )
(6 ,7 % )
(2 0 % )
(1 0 % )
( 1 6 ,7 % )

T o ta l
S ed an g
4 ( 1 3 ,3 % )

5 ( 1 6 ,7 % )

6 (2 0 % )

8 ( 2 6 ,7 % )
8 ( 2 6 ,7 % )

4
1
4
7

( 1 3 ,3 % )
(3 ,3 % )
( 1 3 ,3 % )
( 2 3 ,3 % )

3 (1 0 % )
6 (2 0 % )
1 4 ( 4 6 ,7 % )

1 2 (4 0 % )

1 6 ( 5 3 ,3 % )

2 (6 ,7 % )
1 (3 ,3 % )
5 ( 1 6 ,7 % )

7 ( 2 3 ,3 % )
1 ( 3 ,3 % )
9 (3 0 % )

1 1 ( 3 6 ,7 % )

1 3 ( 4 3 ,4 % )

5 ( 1 6 ,7 % )

5 ( 1 6 ,7 % )

7 ( 2 3 ,3 % )

7 ( 2 3 ,3 % )

1 6 ( 5 3 ,3 % )

1
1
1
8

3 (1 0 % )
4 ( 1 3 ,3 % )
2 (6 ,7 % )

4 ( 1 3 ,3 % )
5 ( 1 6 ,7 % )
3 (1 0 % )

1 7 ( 5 6 ,7 % )

2 7 (9 0 % )

(6 ,7 % )
(6 ,7 % )

(3 ,3 % )
(3 ,3 % )
(3 ,3 % )
( 2 6 ,7 % )

Tabel 3. Analisi hubungan lama menderita TB


Paru dengan tingkat depresi

Berdasarkan hasil uji statistik Spearman


Rho yang dihitung dengan program SPSS 22
didapatkan
Significancy
lama
menderita
Tuberkulosis paru dengan tingkat depresi
adalah sebesar 0,004 yang menunujukkan p
0,05>0,004 berarti Ho ditolak yang mana
terdapat hubungan lama menderita Tuberkulosis
paru dengan tingkat depresi pada pasien di
Puskesmas Sumbersari Kab. Jember. Nilai
korelasi
Spearman
sebesar
-0,514
menunjukkan bahwa arah korelasi negatif
dengan kekuatan sedang, dalam hal ini
menunjukkan bahwa semakin lama menderita
Tuberkulosis paru, maka gejala depresi akan
semakin menurun.

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun

Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap
30 responden di Puskesmas Sumbersari
Kabupaten Jember pada tanggal 12- 25 Agustus
2014 menunjukkan bahwa responden yang
menderita TB Paru laki-laki lebih banyak
mengalami depresi daripada perempuan. Lakilaki memiliki kemungkinan besar untuk
mengalami depresi pada saat menderita
penyakit Tuberkulosis Paru. Kondisi depresi
tersebut dikarenakan menurunnya kemampuan
individu untuk bekerja dan berhubungan dengan
masyarakat [8].
Berdasarkan kategori umur didapatkan
bahwa mayoritas penderita TB Paru adalah
rentang 31-50 tahun. Pada penelitian ini juga
ditemukan bahwa usia 31-40 cenderung
mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 6
orang (20%).
Laki-laki pada usia produktif
cenderung memiliki semangat tinggi untuk
bekerja keras. Sehingga pada umumnya laki-laki
usia produktif 30-55 tahun rentan mengalami
penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga
mudah terkena penyakit [9].
Apabila seseorang mengidap penyakit
kronis termasuk TB paru, maka akan mengalami
penurunan sistem imun. Terdapat hubungan
antara stres dan sistem imun. Apabila
seseorang mengalami stres, akan terjadi
ketidak seimbangan hormon, yang mana akan
menimbulkan perubahan fungsional berbagai
organ lain. Beberapa peneliti membuktikan stres
telah menyebabkan perubahan neurotransmitter
neurohormonal melalui berbagai aksis seperti
HPA (Hypothalamic-Pituitary Adrenal Axis), HPT
(Hypothalamic-Pituitary-Thyroid Axis) dan HPO
(Hypothalamic-Pituitary-Ovarial Axis). Di sini,
sistem imun sendiri menerima sinyal dari otak
dan sistem neuroendokrin melalui sistem saraf
autonom dan hormon, sebaliknya dia juga
mengirim informasi ke otak lewat sitokin. [10].
Penderita
TB
Paru
sebaiknya
mewaspadai depresi. Penyakit TB Paru dapat
mempengaruhi
keseimbangan
sistem
monoamine di otak. Ini adalah suatu sistem
yang mengatur kerja neurotransmitter di otak
yang bernama dopamin, serotonin dan
norephinephrine. Ketidakseimbangan serotonin
dalam otak inilah yang dapat membuat pasien
Tuberkulosis paru menjadi sangat rentan
terhadap depresi.
Berdasarkan tingkat depresi yang
diderita, didapatkan sebanyak 19 responden
(63,3 %) mengalami depresi sedang, 9

Nurkhalesa, Pengaruh Lamanya Menderita TB paru terhadap tingkat depresi....


responden (30%) mengalami depresi ringan, 2
responden (6,7 %) tidak mengalami gejala
depresi dan tidak ada yang mengalami depresi
berat. Hal ini menunjukkan bahwa dari 30
responden yang diteliti sebagian besar
mengalami depresi sedang. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa depresi lebih banyak
muncul pada masa awal menderita Tuberkulosis
Paru. Pasien cenderung mengalami shock saat
pertama
kali
terdiagnosis
menderita
Tuberkulosis Paru. Selanjutnya, pasien akan
mengalami fase-fase berat pada bulan bulan
berikutnya [8].
Berdasarkan fakta dan teori di atas dan
pada uji analisis data Spearman Rho di
dapatkan nilai signifikansi 0,004 yang berarti
nilai signifikansi <0,05 sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara
lama seseorang menderita Tuberkulosis Paru
terhadap tingkat depresi yang di deritanya..
Pada penelitian ini didapatkan nilai
korelasi Spearman sebesar -0,514 yang
menunjukkan arah korelasi negatif yang mana
berarti semakin lama responden menderita
penyakit Tuberkulosis Paru maka cenderung
responden tersebut tidak mengalami depresi.
Hal ini sesuai dari teori di atas yang
menegaskan bahwa depresi cenderung terjadi
pada awal penderita terdiagnosis Tuberkulosis
Paru.
Teori Kubler memaparkan ada 5
tahapan yang berkaitan dengan proses
kesedihan yang dialami manusia. Kelima
tahapan itu adalah penolakan, kemarahan,
perundingan,
depresi,
dan
penerimaan.
Pertama, pada tahap penolakan, pasien akan
memanfaatkan sikap penolakan di tahap awal
penderitaan mereka. Penolakan berfungsi
sebagai penyangga setelah adanya berita buruk
yang tidak terduga. Ketika tahap penolakan
tidak dapat dipertahankan lagi, digantikan oleh
kemarahan, iri hati, dan kebencian yang
merupakan tahapan kedua. Ketiga adalah tahap
perundingan yang merupakan periode dimana
pasien mencoba bernegosiasi dengan Tuhan.
Pasien akan berfikir apabila mereka tidak
mampu
menghadapi
kenyataan
yang
menyedihkan dan kemarahan tidak berhasil
membuat keadaan membaik, mereka masih
memiliki kesempatan untuk menunda berbagai
kejadian buruk yang akan menimpanya.
Keempat
adalah
depresi,
yang
mana
merupakan tahapan dimana pasien benar-benar
larut dalam kesedihan. Pada tahap ini pasien
sering kali mengalami penurunan pola tidur,
penurunan nafsu makan, penurunan aktivitas,
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun

hingga datangnya pemikiran untuk bunuh diri.


Kelima adalah Penerimaan. Pada tahap ini
pasien akan memahami masalah atau
penderitaan yang sedang dihadapinya. Tahap
penerimaan sering kali disebut sebagai tahap
akhir penyembuhan, dimana pasien akan belajar
untuk dapat melanjutkan hidupnya [11].
Pada penelitian yang dilakukan di
Bangladesh, pasien TB Paru cenderung
mengalami shok saat pertama kali terdiagnosis
menderita TB Paru. Semakin lama menderita TB
paru, pasien akan dapat beradaptasi dengan
situasi ini. Pasien akan dapat beradaptasi dalam
pola tidur mereka, pola makan, dalam
mengkonsumsi obat, serta dalam bersosialisasi
dengan keluarga dan masyarakat. Untuk pola
tidur, semakin lama irama sirkardian akan
berubah dan mereka cenderung berganti pola
tidur. Demikian dengan pola makan dan
pengonsumsian obat. Dukungan dan motivasi
dari keluarga dan masyarakat sekitar inilah yang
akan sangat membantu bagaimana pasien
dapat beradaptasi dan mengurangi depresi yang
mereka alami [12].

Simpulan dan Saran


Terdapat pengaruh lamanya menderita
penyakit Tuberkulosis paru terhadap tingkat
depresi pada pasien di Puskesmas Sumbersari
Kab. Jember. Semakin lama pasien menderita
Tuberkulosis paru maka semakin menurunkan
gejala depresi yang dideritanya atau bahkan
tidak mengalami gejala depresi sama sekali.
Saran-saran yang dapat dapat diberikan
dari hasil penelitian adalah perlunya 1).
sosialisasi penanggulangan depresi bagi
penderita TB paru, 2) rawat bersama di poli
psikiatri dengan poli penyakit dalam, 3).
informasi ilmiah bagi petugas kesehatan tentang
masalah depresi .

Daftar Pustaka
[1] Riskiyani, Syam, dan Rachman. Dukungan
Sosial Penderita Tuberkulosis Paru di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Ajangale
Kabupaten Bone. Makassar: Bagian PKIP
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hassanudin; 2013.
[2] Tirtana, B. T. & Musrichan. Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Keberhasilan
Pengobatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru
dengan Resistensi Obat Tuberkulosis di

Nurkhalesa, Pengaruh Lamanya Menderita TB paru terhadap tingkat depresi....


Wilayah
Jawa
Tengah.
Universitas Diponegoro; 2011.

Semarang:

[3] Sadock, B. J. & Sadock, V. A. Kaplan &


Sadocks Pocket Handbook of Clinical
Psychiatry. New York: Lippincott William &
Wilkins, a Wolter Kluwer; 2010.
[4] Rachmawati dan Turniani. Gambaran Hasil
Pengobatan Penderita TB Paru di Poli Paru
RS. Dr. M. Djamil Padang. Padang:
UNAND; 2009.
[5] American
Thoracic
Society.
Beck
Depression
Inventory
II
(BDI-II).
www.thoracic.org
[6] Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: PT RINEKA CIPTA;
2012.
[7] Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA;
2013.
[8] Pachi, Bratis, Mousses, dan Tselebis.
Psychiatric Morbidity and Other Factors
Affecting
Treatment
Adherence
in

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), bulan, tahun

Pulmonary Tuberculosis Patients. Greece:


Psychiatric Department, Sotiria General
Hospital of Chest Disease; 2013.
[9] Sihotang, R. H., Lampus, B., dan Pandelaki,
A. J. Gambaran Penderita TB Paru yang
Berobat Menggunakan DOTS di Puskesmas
Bahu Malalayang. Manado: Ilmu Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi; 2012.
[10]
Gunawan, B. & Sumadiono. Stres dan
Sistem Imun Tubuh. Yogyakarta: Sub Bagian
Alergi Imunologi, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada; 2009.
[11]Sanchez, J. R. Pastoral & Clinical
Implications of The Death & Dying Stage
Model in Caring Process. Puerto Rico: Inter
American University of Puerto Rico; 2004.
[12]
Karim, Ahmad, Begum, dan Johanssen.
Female-Male Differences at Various Clinical
Steps
of
Tuberculosis
Management.
Bangladesh: Int. J. Tuberc Lung Dis; 2009.

Anda mungkin juga menyukai