Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140mmHg dan diastoliknya diatas (Ahmad, 2009).
Menurut WHO (World Health Organization), batas normal adalah
120-140 mmHg sistolik dan 80-90 mmHg diastolik. Jadi seseorang disebut
mengidap hipertensi jika tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan
darah diastolik 95 mmHg, dan tekanan darah perbatasan bila tekanan darah
sistolik antara 140 mmHg-160 mmHg dan tekanan darah diastolik anatara
90 mmHg 95 mmHg (Poerwati,2009).
Sedangkan menurut lembaga lembaga kesehatan nasional ( The
National Institutes of health ) mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan
sistolik yang sama atau di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik yang sama
atau di atas 90 mmHg (Diehl,2010).
Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat.
Secara visual, penyakit ini tidak tampak mengerikan, namun bisa membuat
penderita terancam jiwanya atau paling tidak menurunkan kualitas
hidupnya. Karenanya hipertensi dijuluki the silent disease. Penyakit ini
dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat
menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial
ekonomi (Astawan, 2002).
. Pada saat ini hipertensi adalah faktor risiko ketiga terbesar yang
menyebabkan kematian dini. Hipertensi menyebabkan 62% penyakit

kardiovaskular dan 49% penyakit jantung. Penyakit ini telah membunuh 9,4
juta warga dunia setiap tahunnya. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan jumlah hipertensi akan terus meningkat seiring dengan
jumlah penduduk yang membesar. Pada 2025 mendatang, diproyeksikan
sekitar 29% atau sekitar 1,6 miliar orang di seluruh dunia mengalami
hipertensi (Tedjasukmana, 2012).
Presentase penderita hipertensi saat ini paling banyak terdapat di
negara berkembang. Data Global Status Report Noncommunicable Disease
2010 dari
WHO menyebutkan, 40% negara ekonomi berkembang memiliki
penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35 %. Kawasan Afrika
memegang posisi puncak penderita hipertensi sebanyak 46%. Sementara
kawasan Amerika sebanyak 35%, 36% terjadi pada orang dewasa menderita
hipertensi (Candra, 2013). Untuk kawasan Asia, penyakit ini telah
membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Hal ini menandakan satu dari
tiga orang menderita tekanan darah tinggi. Menurut Khancit, pada 2011
WHO mencatat ada satu miliar orang terkena hipertensi. Di Indonesia,
angka penderita hipertensi mencapai 32% pada 2010 dengan kisaran usia
diatas 25 tahun. Jumlah penderita pria mencapai 42,7% , sedangkan 39,2%
adalah wanita (Candra, 2013). Di Indonesia angka kejadian hipertensi
berkisar 6-15% dimana masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh
pelayanan kesehatan terutama daerah pedesaan. Sementara itu, berdasarkan
data NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey)
memperlihatkan bahwa risiko hipertensi meningkat sesuai dengan
peningkatan usia. Data NHANES 2008-2012 memperlihatkan kurang lebih

76,4 juta orang berusia 20 tahun adalah penderita hipertensi, berarti 1 dari
3 orang dewasa menderita hipertensi (Candra, 2013).
Data Dinas Kesehatan (Dinkes) di Jawa timur menyebutkan 375.127
jiwa penderita hipertensi di tahun 2015.
Data Dinas Kesehatan (Dinkes) kabupaten kediri

menyebutkan

1.534,686 jiwa, total penderita hipertensi di kabupaten kediri 2015 sebanyak


24,50% dari jumlah penduduk. Data ini diambil menurut Surveilans Terpadu
Penyakit (STP) Puskesmas di kabupaten kediri. Jumlah tersebut terhitung
mulai bulan Januari hingga September.
Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu: (1) hipertens
esensial/ primer, yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, dan
adakemungkinan karena factor keturunan atau genetic (90%); dan (2) hipertensi
3sekunder, yaitu hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit
lainseperti kelainan pembuluh ginjal dan gangguan kelenjar tiroid (10%). Factor
ini biasanya juga erat hubungannya dengan gaya hidup dan pola makan yang
kurang baik.
Sebagian besar kasus hipertensi merupakan hipertensi primer yang
tidak diketahui penyebabnya. Akibat dari hal tersebut tidak semua penderita
hipertensi memerlukan obat anti hipertensi. Upaya pengobatan yang lebih
penting dilakukan adalah mengeliminasi faktor resiko yang diduga
berhubungan dengan kejadian hipertensi tersebut. Pada prinsipnya ada dua
macam terapi yang bisa dilakukan untuk mengobati penyakit hipertensi,
yaitu farmakologi dengan menggunakan obat dan nonfarmakologi yaitu
dengan modifikasi pola hidup sehari-hari dan kembali ke produk alami dan
kembali ke produk alami (Back to Nature). Mengacu pada konsep back to
nature yaitu dengan menggunakan bahan lokal yang banyak terdapat di
masyarakat, karena bahan tersebut kaya akan antioksidan dan kalium dalam

bentuk jus buah sebagai upaya menurunkan tekanan darah penderita


hipertensi yang ditunjukkan dengan penurunan grafik tekanan darah.
Salah satu produk alami tersebut adalah buah belimbing dan
mentimun. Belimbing sudah sejak dulu digunakan sebagai obat tradisional
yang bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Buah ini
mengandung kadar kalium tinggi dan natrium rendah, serta kandunag air
yang cukup banyak sehingga sesuai untuk dikonsumsi penderita hipertensisi
(Wirakusumah, 2009).
Begitu juga dengan mentimun, mentimun mengandung mengandung
zat-zat saponin (yang berfungsi mengeluarkan lendir), protein, Fe atau zat
besi, sulfur, lemak , kalsium, Vitamin A, B1 dan juga C. Jika memakai
pendekatan matematis, maka dalam 100 gram mentimun terdapat 0,7 gram
protein, 12 kkl kalori, 0,1 gram lemak, 21 miligram fosfor, 0,3 miligram Fe,
0,3 karbohidrat, 8,0 vitamin C, dan 0,3 miligram Vitamin A dan juga
vitamin B1. Berbagai zat ini bersifat porgonik yang disinyalir mampu
menurunkan tekanan darah dalam tubuh (Wirakusumah,2009).
Kandungan mineral kompleks dalam mentimun seperti potassium,
magnesium juga fosfor menjadikan sayuran yang satu ini berkhasiat untuk
menurunkan darah tinggi atau hipertensi (Wirakusumah,2009).
Pelaksanaan manajemen hipertensi di dunia (non-farmakologi) belum
dilakukan sepenuhnya oleh perawat. Kebanyakan perawat melaksanakan
program terapi hasil dari kolaborasi dengan dokter, diantaranya adalah
pemberian obat anti hipertensi (farmakologi) yang memang mudah dan
cepat

pelaksanaannya

dibandingkan

dengan

penggunaan

intervensi

manajemen hipertensi non-farmakologi. Jika dengan manajemen hipertensi


non farmakologi belum juga menurun, maka barulah diberikan obat anti

hipertensi. Pemberian anti hipertensi (farmakologi) pun harus sesuai dengan


resep dokter, karena pemberian anti hipertensi dalam jangka panjang dapat
menyebabkan pasien mengalami ketergantungan (Smeltzer & Blare 2009).
Pengkombinasian antara tekni farmakologi dan non farmakologi
adalah cara paling efektif untuk menurunkan hipertensi. Penanganan
hipertensi dengan teknik nonfarmakologi masih jarang dilakukan oleh
perawat, khususnya dengan pemberian jus belimbing dan jus mentimun.
Pemberian jus belimbing dan jus mentimun merupakan suatu bentuk
asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat memberikan jus belimbing
dan mentimun masing-masing satu gelas (200ml). Tujuan dari pemberian
jus belimbing dan mentimun ini untuk menurunkan tekanan darah, dimana
kandungan kedua buah tersebut dipercayai mampu menurunkan tekanan
darah. Jika dipandang dari segi biaya dan manfaat, penggunaaan jus
belimbing dan jus mentimun lebih ekonomis dan tidak ada efek sampingnya
jika dibandingkan dengan penggunaan obat anti hiprtensi.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh Pemberian
Jus Belimbing dan Mentimun Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Penderita Hipertensi di Puskesmas Ngadiluwih Kediri Tahun 2015.
1.2.

Rumusan Masalah
Adakah pengaruh pemberian jus belimbing dan mentimun Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi di Puskesmas
Ngadiluwih Kediri Tahun 2015 ?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui Pengaruh Pemberian Jus Belimbing dan Mentimun
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi di
Puskesmas Ngadiluwih Kediri Tahun 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tekanan darah sebelum dilakukan tindakan pemberian


jus belimbing dan jus mentimun pada penderita hipertensi di puskesmas
ngadiluwih kediri tahun 2015.
2. Mengidentifikasi tekanan darah sesudah dilakukan tindakan pemberian
jus belimbing dan jus mentimun pada penderita hipertensi di puskesmas
ngadiluwih kediri tahun 2015.
3. Menganalisis pengaruh pemberian jus buah belimbing dan mentimun
terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik penderita
hipertensi di puskesmas ngadiluwih kediri tahun 2015.
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini dapat mengembangkan ilmu keperawatan dalam
pengaruh pemberian jus belimbing dan mentimun terhadap penurunan
tekanan darah sistolik dan diastolik penderita hipertensi.

1.4.2. Bagi Keperawatan


Menambah luasnya ilmu keperawatan mengenai pengaruh pemberian jus
buah belimbing dan mentimun terhadap penurunan tekanan darah sistolik
dan diastolik pada penderita hipertensi.
1.4.3. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
dalam bidang ilmu keperawatan. Sehingga dapat dijadikan dasar dalam
mengembangkan penelitian keperawatan selanjutnya.
1.4.4. Bagi Responden
Sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan pengaruh pemberian jus
buah belimbing dan mentimun terhadappenurunan tekanan darah sistolik
dan diastolik penderita hipertensi

Anda mungkin juga menyukai