Anda di halaman 1dari 3

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dengan luasan hutan yang mencapai 40.546.360 ha atau 96% dari total wilayahnya
, Papua adalah kondisi ideal bagi siapa saja yang ingin berinvestasi dalam
pengelolaan dumber daya alam. Termasuk ekploitasi hutan kayu yang sangat tinggi
nilainya di pasar internasional. Bahkan sejak tahun 80-an dibidang kehutanan saja
sudah terdapat lebih dari 60 HPH yang beroperasi di Papua. Demikian besarnya
ekploitasi di hutan di Papua menyebabkan laju deforstrasi yang tinggi, diperkirakan
mencapai 117.525 ha per tahun dan bahkan data lain menyebutkan bahwa antara
tahun 1997 2000 terjadi deforestasi seluas 692.090 ha .
Ironisnya, sekalipun pengelolaan hutan sudah berlangsung cukup lama, tetapi tidak
memberikan kontribusi optimal kepada pembangunan di Papua, termasuk
masyarakat adatnya. Hal ini tergambar dari masih tingginya angka kemiskinan,
rendahnya tingkat pendidikan di Papua. Khusus Di Papua Barat tercatat bahwa
jumlah rumah tangga miskin mencapai 128.156 Rumah Tangga atau 75,36% dari
170.049 Rumah Tangga yang ada, bahkan di beberapa kabupaten rumah tangga
miskin dapat mencapai 90% dari total Rumah Tangga . Demikian halnya dengan
tingkat pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Penduduk dengan
pendidikan terendah biasanya berada di wilayah atau yang berada di sekitar
pinggiran hutan. baik pendidikan formal maupun informal. Bahkan dibeberapa
tempat masih banyak ditemui penduduk yang buta huruf.
Kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah menjadi sebuah penghambat besar
dalam setiap daya dan upaya masyarakat adat dalam mencari penghidupan yang
lebih layak ditengah persaingan hidup dengan pendatang yang secara umum
memiliki latar belakang pendidikan formal dan liveskill yang lebih baik.
Keterbatasan ini menyebabkan masyarakat adat seringkali tergeser dari kompetisi
bursa kerja. Dan yang paling penting adalah posisi tawar masyarakat dalam
mempertahankan hak pengelolaan sumber daya alamnya menjadi sangat lemah.
yang lebih sial lagi, bahkan tidak jarang justru distigmatisasi sebagai pembuat onar,
pengganggu keamanan negara, dan bahkan separatis. Lemahnya tingkat
pendidikan baik formal maupun non formal membentuk masyarakat adat yang
memilki daya kritis yang lemah pula, sehingga berbagai situasi yang merugikan
bagi kebelanjutan sumber daya alam dan hak pengelolaannya dibiarkan begitu saja.
Kondisi kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan menjadikan masyarakat adat
mudah untuk dilemahkan.

1.2. Pengalaman dan pembelajaran penting


Pada awalnya Mnukwar hanya terfokus membuat film sebagai media penyadaran
rakyat. Biasanya media tersebut digunakan oleh LSM mitra sebagai alat advokasi
maupun pengorganisasian. Dalam proses tersebut, Mnukwar lebih banyak bekerja
sendiri tanpa melibatkan rakyat. Sehingga dalam aktifitasnya Mnukwar seringkali
mengalami kendala . Baik kendala teknis maupun materi. Kondisi tersebut
memberikan pembelajaran penting bagi mnukwar, yakni :
1.
Mnukwar tidak dapat bekerja sendiri tanpa partisipasi dan dukungan penuh
masyarakat
2.
Mnukwar tidak bisa berperan sebagai organisasi transformasi informasi dan
pengetahuan yang berperan dalam upaya membangun pengetahuan kritis
masyarakat. Sehingga yang dilakukan Mnukwar untuk kedepan ialah berusaha
membangun kesadaran kritis masyarakat adat dan memiliki pengetahuan, dan
kemampuan dalam melakukan dokumentasi, kampanye, lobby, dan publikasi secara
mandiri terkait sumber daya alamnya. Sehingga peran utama yang selama ini
dimainkan oleh Mnukwar berada di tangan masyarakat adat.

1.3. Tujuan dan output kegiatan


Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan kapasitas masyarakat adat dalam
pengelolaan informasi, dokumentasi, publikasi dan kampanye. Sehingga
menumbuhkembangkan kesadaran kritis masyarakat tentang pengelolaan sumber
daya alam berbasis masyarakat dan berkelanjutan di empat wilayah komunitas di
Manokwari.
Adapun Output yang dihasilkan dari rangkaian kegiatan ini adalah :

Adanya 5 orang anggota masyarakat adat dari wilayah Rasiki, Masni dan
Kebar yang memiliki kemampuan dalam bidang pemberitaan dan pembuatan video
dokumenter

Adanya informasi Terkait kondisi sosial dan budaya masyarakat di wilayah


Masni, Kebar dan Ransiki
1.4. Wilayah sasaran dan penerima manfaat
a. Wilayah sasaran

Sasaran kegiatan masih terfokus di 4 wilayah Manokwari, yakni Ransiki, Kebar dan
Masni. Alasan pemilihan lokasi adalah ketersediaan jaringan, dan kemudahan akses,
sehingga menjamin komunitas memperoleh layanan dengan baik. Gambaran
wilayah target program dapat dilihat pada peta dibawah ini.
b. Penerima manfaat
Penerima manfaat langsung adalah lima orang dari setiap wilayah, dan diharapkan
30-40% dari peserta adalah kaum perempuan. sedangkan penerima manfaat tidak
langsung adalah masyarakat di wilayah Ransiki, Masni dan Kebar.

Anda mungkin juga menyukai