557 1062 1 SM
557 1062 1 SM
RINGKASAN
Industri rokok di Indonesia memiliki kontribusi sangat besar bagi perekonomian
Indonesia dengan menyumbang pendapatan negara sebesar Rp 80 triliun dari cukai hasil
tembakau, namun demikian populasi pabrik rokok khususnya berskala kecil dan menengah
justru menyusut tajam setiap tahun, di Jawa Timur terdapat 550 perusahaan rokok pada tahun
2012 menyusut 50% dari tahun 2010 sebesar 1.100 perusahaan rokok dengan menyumbang
Rp 60 triliun pendapatan negara dari hasil cukai tembakau. Sebelumnya pemerintah telah
membuat kebijakan melalui PMK No.167/2011 tentang pembatasan produksi rokok dan
PMK No.179/ 2012 tentang kenaikan cukai hasil tembakau. Perusahaan kecil dan menengah
kesulitan berkembang, persediaan rendah sangat beresiko menggangu proses produksi,
sedangkan persediaan tinggi justru akan menjadi pemborosan dengan harga bahan baku yang
naik.
PT. Bokormas Mojokerto adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi rokok
filter, PT. Bokormas Mojokerto merupakan perusahaan rokok golongan II yang berskala
menengah. Perusahaan beberapa kali harus melakukan penjadualan ulang karena kekurangan
produksi sedangkan disuatu saat perusahaan memiliki kelebihan produksi yang cukup besar.
Pada tahun 2012, perusahaan kekurangan produksi sebesar 21,85 Ball pada bulan Juni dan
21,70 Ball pada bulan Juli dan Agustus, namun justru pada bulan Oktober perusahaan
memiliki kelebihan produksi sebesar 370,10 Ball dan 371,58 Ball pada bulan November
sehingga perusahaan mengalami pemborosan. Persediaan bahan baku berperan sangat besar
dalam situasi tersebut karena akan mempengaruhi kelancaran proses produksi. Perusahaan
diharapkan mempunyai perencanaan dan pengendalian bahan baku yang akurat, salah satu
konsep yang dapat digunakan adalah Material Requirement Planning (MRP), MRP
mengendalikan tingkat persediaan, menentukan prioritas operasi pada masing-masing item
dan merencanakan kapasitas sistem produksi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perencanaan dan pengendalian
bahan baku PT. Bokormas Mojokerto serta untuk mengetahui tingkat biaya produksi yang
bisa dihemat dengan menerapkan MRP dalam merencanakan dan mengendalikan
ketersediaan bahan baku proses produksi PT. Bokormas Mojokerto.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggambarkan suatu keadaan
terdahulu dengan persediaan bahan baku sebagai sasaran penelitian. Variabel penelitian ini
adalah permintaan produk jadi, peresentase kecacatan produk, rencana kebutuhan produksi,
rencanan pemesanan bahan baku, biaya pengendalian persediaan bahan baku, dan catatan
persediaan bahan baku. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode
Material Requirement Planning (MRP) melalui bantuan program POM for Windows dan
program ARIMA sebagai alat peramalan permintaan dengan menggunakan program Minitab.
Dari hasil analisi metode Material Requirement Planning (MRP) diketahui bahwa
perusahaan dapat melakukan penghematan biaya persediaan karena persediaan bahan baku
yang rendah, namun proses produksi tetap berjalan lancar tanpa terganggu. Perusahaan dapat
1
1.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan perekonomian di Indonesia terus berkembang seiring dengan era
globalisasi, berbagai macam skala dan jenis industri telah menyokong perekonomian
Indonesia dengan segala dinamika yang terjadi. Kecenderungan semakin maju dan
berkembangnya perekonomian indonesia membuat persaingan semakin ketat di seluruh
sektor industri dan masing-masing perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Perusahaan dituntut untuk mengelola semua sumber daya yang dimiliki perusahaan lebih
baik guna meningkatkan produktivitas dan laba optimal serta menghadapi segala
tantangan dan hambatan dalam upaya menjalankan kegiatan usaha secara efisien.
Sebagai salah satu sektor industri yang menyokong perekonomian Indonesia,
kontribusi industri rokok terhadap pendapatan negara cukup besar. Sampai saat ini
industri rokok masih menjadi tulang punggung pendapatan negara. Pendapatan negara
dari cukai tembakau nasional telah mencapai Rp 80 triliun dalam setahun dan di
dalamnya sebesar Rp 60 triliun berasal dari cukai tembakau industri rokok di Jawa Timur
dengan populasi 550 perusahaan rokok pada tahun 2012. Namun jumlah pabrik rokok di
Jawa Timur menurun dari jumlah sebelumnya yaitu sebesar 1.100 perusahaan pada tahun
2010. Sebagian besar perusahaan rokok yang mengalami kebangkrutan adalah perusahaan
menengah dan kecil karena tidak mampu bersaing dengan perusahaan besar.
(jaringnews.com)
Dikutip dari berbagai media berita elektronik, sebelumnya pemerintah telah
menekan batasan jumlah produksi rokok golongan II dan III, serta menyederhanakan
jumlah golongan produksi menjadi 15 golongan. Industri rokok skala kecil dan menengah
adalah industri rokok golongan II yang memproduksi 500 juta hingga 2 miliar batang
rokok per tahun dan golongan III yang memproduksi hingga maksimal 400 juta batang
rokok per tahun. Penggolongan
ketersediaan bahan baku guna menunjang kelancaran proses produksi. Perusahaan dengan
tingkat persediaan bahan baku yang tinggi atau berlebihan menyebabkan pemborosan
biaya persediaan karena biaya yang harus dikeluarkan perusahaan semakin besar atau
berbanding lurus dengan jumlah persediaan bahan baku yang disimpan, selain itu juga
dapat mengganggu keuangan perusahaan karena modal yang tertanam di dalam
persediaan bahan baku tersebut. Di sisi lain tingkat biaya persediaan akan lebih rendah
dikeluarkan perusahaan jika tingkat persediaan bahan baku rendah atau tidak mempunyai
persediaan, namun keputusan tersebut sangat beresiko dan dapat mengganggu kelancaran
proses proses produksi karena ketidakstabilan kondisi pasar, baik menyangkut harga
bahan baku maupun ketersediaan bahan baku itu sendiri. Saat ini saja harga cengkeh terus
naik dan harga tembakau sangat tidak stabil. Kekurangan bahan baku dapat menyebabkan
tersendatnya proses produksi sehingga permintaan tidak bisa tercapai, tidak terpenuhinya
pesanan pelanggan dapat mengurangi tingkat kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan
apabila terjadi penundaan atau bahkan pembatalan pemesanan pelanggan, akibat lebih
lanjut perusahaan akan mengalami kerugian karena perolehan keuntungan yang tidak
maksimal. Keadaan ini mengisyaratkan perusahaan untuk mempunyai suatu metode
3
2.
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Sebelum sampai pada pengertian perencanaan dan pengendalian persediaan bahan
baku, maka di bawah ini dijelaskan tentang pengertian persediaan bahan baku. Schroeder
(2000:304) menjelaskan bahwa:
An inventory is a stock of material used to facilitate production or to satisfy
customer demands. Inventories typically include raw material, work in process,
and finished goods.
Suatu persediaan adalah penyimpanan bahan baku yang digunakan untuk
memfasilitasi kegiatan produksi atau memenuhi permintaan pelanggan. Persediaan
secara khusus meliputi bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi.
Krajewski dan Ritzman (1999:547-548) menyebutkan empat tipe persediaan yaitu:
1) Cycle inventory, the portion of total inventory that varies directly with lot
size is called cycle inventory. Determining how fequently to order, and in what
quantity, is called lot sizing. Two principles apply,
a. The lot size, Q, varies directly with the elapsed time (or cycle) between
orders. If a lot is ordered every five weeks, the average lot size must equal
five weeks demand.
b. The longer the time between orders for a given item, the greater the cycle
inventory must be.
"Persediaan siklus, porsi total persediaan yang bervariasi secara langsung
terhadap ukuran lot disebut persediaan siklus. Menentukan berapa sering
melakukan pemesanan, dan berapa jumlah yang dipesan, disebut lot sizing.
Dua prinsip yang berlaku,
a. Ukuran lot, Q, bervariasi secara langsung terhadap waktu yang telah
berlalu (atau siklus) di antara pesanan. Jika dipesan setiap lima minggu,
rata-rata ukuran lot harus sama dengan permintaan selama lima minggu.
b. Semakin lama waktu antara pesanan untuk barang yang diberikan, semakin
besar persediaan siklus menjadi suatu keharusan.
10
12
13
14
mengidentifikasi
jumlah
material
yang
dibutuhkan,
waktu,
15
16
catatan
tentang
pesanan
penJadwalan
yang
harus
F. Lotting
Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal
untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih
yang telah dilakukan. Ada banyak metode untuk menentukan ukuran lot. Dalam
penelitian ini beberapa metode penentuan ukuran lot yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1) Metode Lot for Lot (LFL)
Teknik LFL ini merupakan teknik lot sizing yang paling sederhana dan paling
mudah dipahami. Pemesanan dilakukan dengan pertimbangan minimasi
ongkos simpan. Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan
di setiap periode yang membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas
pemesanannya (lot size) adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang
harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Teknik ini biasanya
digunakan untuk item-item yang mahal atau yang tingkat diskontinuitas
permintaannya tinggi. Metode ini mengandung risiko, yaitu jika terjadi
keterlambatan dalam pengiriman barang. Jika persediaan itu berupa barang
jadi, menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan pelanggan. Namun bagi
perusahaan tertentu seperti yang menjual barang yang tidak tahan lama
(perishable product) metode ini merupakan pilihan terbaik.
18
..
,T=,N=
dan
OI = (Current Inventori + SR) NR
Sumber: Heizer dan Render (2001:500)
Dimana:
Keterangan:
OI (Onhand Inventory) merupakan proyeksi persediaan yaitu jumlah
persediaan pada akhir suatu periode dengan memperhitungkan jumlah
persediaan yang ada ditambah dengan jumlah item yang akan diterima atau
dikurangi dengan jumlah item yang dipakai/dikeluarkan dari persediaan pada
periode itu, SR (Schedule Receipt) adalah jumlah item yang akan diterima
pada suatu periode tertentu berdasarkan pesanan yang telah dibuat, Current
Inventory adalah jumlah material yang secara fisik tersedia dalam gudang
pada awal periode, sedangkan NR (Net Requirement) adalah jumlah
kebutuhan bersih dari suatu item yang diperlukan untuk dapat memenuhi
kebutuhan kasar pada suatu periode.
Setelah diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal dengan teknik EOQ,
maka model MRP dapat dilakukan dengan melakukan pesanan sebesar
kelipatan dari EOQ yang lebih besar dan terdekat dengan kebutuhan bersih.
Apabila terdapat persediaan awal yang cukup besar, maka perusahaan tidak
19
!"#"$%%
H. Lead time
Lead time adalah jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP menyarankan suatu
pesanan sampai item yang dipesan itu siap untuk digunakan, atau waktu yang dibutuhkan
untuk mendapatkan berbagai komponen (Rangkuti:2002) dalam penelitian (Taryana,
2008:17). Kemudian Heizer dan Render (2001:487-488) juga menjelaskan bahwa:
The time between placement dan receipt of an order, called lead time, or
delivery time. Lead time in purchasing systems, the time between placing an
order and receiving it; in production system, it is the wait, move, queue, setup,
and run times for each component produced.
Waktu antara penempatan dan penerimaan dari suatu pesanan, disebut lead time,
atau waktu pengiriman. Lead time dalam sistem pembelian, waktu antara
penempatan sebuah pesanan dan penerimaan; dalam sistem produksi, lead time
merupakan waktu tunggu, waktu pergerakan, urutan waktu, waktu persiapan msin
produksi, dan waktu yang berjalan untuk masing-masing komponen yang
diproduksi.
Jadi lead time merupakan besarnya waktu saat barang baik berupa barang jadi
maupun komponen atau bahan baku mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut
selesai dan diterima siap untuk dipakai.
I.
Peranan MRP (Material Requirement Planning) Untuk Produksi Kursi Benelux Pada
CV. Aksen Rattan Cirebon pada tahun 2008. Penenlitian tersebut mengidentifikasi
masalah peranan metode MRP dalam perencanaan pengadaan bahan baku yang
dilakukan perusahaan dan memberikan kesimpulan dari hasil penelitian bahwa untuk
25
pengadaan
barang baik berupa barang jadi maupun bahan baku atau komponen, hal tersebut
bertujuan agar kebutuhan barang yang akan dipesan sesuai dengan kebutuhan dalam hal
kuantitas, ketepatan waktu, dan ketersediaan biaya yang dimiliki perusahaan guna
tercapainya efisiensi produksi. Selain itu, penerapan metode MRP juga memberikan hasil
yang positif dengan tingkat total biaya yang minimum. Jika perusahaan menggunakan
metode MRP dalam merencanakan pengadaan kebutuhan bahan baku sehingga
perusahaan dapat memenuhi pesanan pelanggan dengan tepat waktu dan memperoleh
keuntungan yang maksimum.
26
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif, yaitu studi untuk
menggambarkan suatu keadaan terdahulu. Penelitian dilakukan terhadap suatu
permasalahan yang ada dalam lingkungan operasional perusahaan dengan tujuan untuk
memperoleh ide atau gagasan dari hasil analisis penelitian sebagai bahan pertimbangan
untuk hasil yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Penelitian dilakukan dalam rangka
untuk mencari fakta-fakta yang jelas tentang situasi dan kondisi aktivitas produksi
perusahaan dengan pendekatan studi kasus.
B. Obyek Penelitian
Langkah awal penelitian adalah menentukan obyek penelitian. peneliti melakukan
pengamatan
pendahuluan
untuk
mengumpulkan
informasi
tentang
dinamika
di
lapangan.
Adapun
cara
pengumpulan
data
dengan
F. Variabel Penelitian
1) Permintaan Produk Jadi
Jumlah dan jenis produk yang terjual dan perkiraan jumlah dan jenis yang
akan terjual pada periode waktu yang akan datang. Perkiraan permintaan
produk jadi dapat diketahui dengan melakukan suatu peramalan dan
disesuaikan dengan tingkat kecacatan produk sebagai langkah antisipasi
kekurangan jumlah permintaan karena masalah teknis mesin produksi.
2) Persentase Kecacatan Produk
Dalam proses produksi, tidak seluruh produksi hasilnya baik 100% namun
selalu ada kemungkinan beberapa produk cacat, untuk mengantisipasi hal
tersebut perusahaan menetapkan kebijakan dalam menentukan prosentase
kecacatan produk dan berdasarkan persentase cacat ini akan dilakukan
penyesuaian terhadap hasil peramalan permintaan produk jadi untuk
merencanakan penambahan jumlah produksi untuk membuhi kebutuhan
produksi perusahaan.
3) Rencana Kebutuhan Produksi
Perkiraan jumlah dan jenis produk jadi (kebutuhan kotor) yang akan
diproduksi untuk memenuhi permintaan di periode mendatang berdasarkan
dari hasil peramalan permintaaan serta perkiraan jumlah dan jenis bahan baku
dan bahan pembantu yang digunakan untuk membuat produk jadi berdasarkan
29
30
persediaan,
waktu
produksi
dan
pengiriman
barang
dapat
32
33
BoM
Data Permintaan
Peramalan
MPS
Pemecahan Masalah
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
34
Jenis Rokok
Klobot
Merk Rokok
Universal 12
Universal 12 Ltd
Universal 16
Universal 16 Ltd
Super 24
Super Blend 24
Universal Sliding
Universal skt
Universal skt Ltd
Universal skt KK
SHB
Jumbo
35
Tembakau
11,2 Gr
Cengkeh
2,5 Gr
Kertas
Ambri
1 Lembar
Kertas
CTP
1 Lembar
Filter
1 Potong
Lem
4,7 Gr
Saos
0,3 Gr
36
39
E. Peramalan Permintaan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
penerapan
metode
Moving
Average
perhitungan peramalan, terlebih dahulu dilakukan uji pola data untuk mengetahui
karakteristik data sehingga dapat memberikan pertimbangan untuk memilih metode
peramalan dengan tepat dengan tingkat akurasi yang tinggi. Model ARIMA yang
dipakai tergantung dari hasil uji auto korelasi karena model ARIMA (p,q) untuk data
40
dan
tidak
ada
pola
perubahan yang berulang secara otomatis dari periode ke periode. Secara garis besar
grafik bersifat stasioner dan tidak ada autokorelasi yang nyata.
Sedangkan besaran ACF bernilai negatif sehingga berada di bawah garis,
panjang bar menunjukkan besar korelasi secara proposional dan adanya tiga bar
menunjukkan adanya tiga nilai ACF. Garis putus-putus dalam grafik adalah garis
upper dan lower dari angka korelasi yang tidak menunjukkan adanya autokorelasi.
Gambar 4: Grafik Autokorelasi
Penjualan Rokok Universal 12
Berdasarkan
grafik
di
garis
batas
demikian,
merah.
dapat
disimpulkan tidak ada autokorelasi, jadi pada data penjualan rokok Bokormas
Universal 12 tidak terbukti ada tren dan data bersifat random karena tidak ada
autokorelasi.
Jika dilihat dari angka ACF, t hitung (TSTA) dan Ljung-Box (LBQ) pada
Tabel 4.5, angka ACF tidak ada kecenderungan penurunan yang bertahap yang
merupakan ciri adanya trend pada data, angka Ljung-Box yang lebih kecil dari Chi41
besar dari hasil perhitungan 2/- dengan n = 12, didapat 2/12 = 0,578. Karena t
hitung lebih kecil dari pada 0,578, maka H0 diterima atau tidak ada autokorelasi atau
dengan cara lain bahwa ketiga t hitung lebih kecil dari t tabel (0,025) dan
df11(lag1)=2,201;
df10(lag2)=2,228;
&
df9(lag3)=2,262.
Dari
beberapa
pertimbangan hasil tidak adanya autokorelasi maka dapat disimpulkan bahwa data
penjualan rokok Bokormas Universal 12 bersifat stasioner dan layak untuk
diprediksi dengan menggunakan metode Autoregressive Moving Average (ARIMA)
sesuai dengan syarat metode peramalan ARIMA serta angka d dalam model ARIMA
(p,d,q) menjadi 0, sehingga dapat diidentifikasi bahwa pada data dapat
menggunakan model ARMA (p,q).
Tabel 5: Uji Autokorelasi Penjualan Rokok Universal 12
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Penjualan (Ball)
1.896
1.608
1.636
1.320
2.032
1.776
1.796
2.340
1.220
1.208
1.620
2.512
ACF1
-0,0532
-0,35881
-0,25981
TSTA1
-0,18431
-1,23947
-0,80078
LBQ1
0,043233
2,2062
3,466186
Model ARIMA
ARIMA (1,0,0) AR1
ARIMA (0,0,1) MA1
ARIMA (1,0,1) AR1
MA1
ARIMA (2,0,0) AR2
ARIMA (0,0,2) MA2
ARIMA (1,0,2) AR1
MA2
ARIMA (2,0,1) AR2
MA1
ARIMA (2,0,2) AR2
MA2
MS
183.347
129.851
142.228
160.480
128.589
96.617
Tabel 6:
Hasil Diagnostik Model ARIMA
Dari
kedelapan
model
untuk
masing-masing
76.030
101.073
sebagai
pertimbangan
Gambar 7:
Grafik Autokorelasi Parsial ARIMA (2,0,1)
44
. (
* (
1 (
45
Tabel 10: Rencana Kebutuhan Kotor Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12
46
Tabel 13: Rencana Kebutuhan Bersih Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12
(Lanjutan)
47
51
dengan
biaya
pengendalian
persediaan,
perusahaan
52
yang
diinginkan
dengan
tepat
jumlah,
konsumen juga
jumlah permintaan
konsumen
dengan
kapasitas maka
54
Sebelum
55
persediaan bahan baku sebesar Rp 979.659.983 atau sebesar 72% dari keadaan
sebelumnya
sebesar
Rp
1.359.299.820
sedangkan
penerapan
MRP
5.
57
58
Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit Gahlia Indonesia:
Jakarta.
Firmansyah, Saleh dan Dian Dharmayanti, 2012, Penerapan Materiar Requirement Planning
(MRP) Pada Sistem Informasi Pesanan Dan Inventory Control Pada CV. ABC,
Jurnal Komputer dan Informastika (KOMPUTA), Edisi I, Volume I, Maret, hal 7782.
Krajewski, Lee J. dan Larry P. Ritzman. 1999. Operation Management: Strategy And
Analysis. Fifth Edition. Addison-Wesley: California.
Prawirosentono, Suyadi. 2000. Manajemen Operasio Analisis dan Studi Kasus, Edisi Kedua.
Bumi Aksara: Jakarta.
Purwanti, Sri, 2008, Analisis Peranan MRP (Material Requirement Planning) Untuk Produksi
Kursi Benelux Pada CV. Aksesn Rattan Cirebon, Skripsi, Program Studi
Manajemen, Fakultas Bisnis dan Manajemen, Universitas Widyatama.
Rangkuti, Fredy. 2004. Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis. PT RajaGrafindo
Persada: Jakarta.
Render B. dan J. Heizer. 2011. Manajemen Operasi. Terjemahan. Buku 2. Edisi 9. Salemba
Empat: Jakarta.
Render B. dan J. Heizer. 2001. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Terjemahan. PT. Gramedia:
Jakarta.
Render B. dan J. Heizer. 2001. Operations Management. Prentice Hall Inc.: New Jersey.
Yogjakarta.
Robbins, Strphen P. dan Mary Coulter. 2007. Management. Ninth Edition. Pearson Prentice
Hall: New Jersey.
Rue, Leslie W. & Lloyd L. Byars. 2005. Management: Skill and Application, 11st Edition.
McGraw-Hill: New York.
Santoso, Singgih. 2009. Business Forcasting: Metode Paramalan Bisnis Masa Kini dengan
Minitab dan SPSS. PT Elex Media Komputondo: Jakarta.
60
61