Lapkas Prostat
Lapkas Prostat
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
: Namira
NIM
: 030.08.172
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap
: Tn.T
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 71 Tahun
Suku bangsa
: Betawi
Status perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tukang Ojek
Alamat
II.
Pendidikan
: SD
Tanggal masuk RS
: 12/09/12
ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal 12 September 2012
Keluhan utama
Tidak bisa buang air kecil sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan
Nyeri perut bawah
Riwayat penyakit sekarang
Seorang pasien 71 tahun datang ke RSUD Budhi Asih dengan keluhan
tidak bisa buang air kecil sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit.
Gangguan berkemih ini sebenarnya sudah dirasakan sejak 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Pada awalnya pasien merasa sulit berkemih sehingga
2
sakit.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa. Tidak
terdapat riwayat darah tinggi, kencing manis, asma, maupun alergi dalam
keluarga.
Riwayat kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan menahan buang air kecil. Selain itu pasien
merokok sejak masih muda dan minum kopi. Namun kebiasaan minum
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesan sakit
: Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos mentis
Kesan gizi
: Gizi cukup
Tanda vital
Tekanan darah
: 130/90 mmHg
3
Nadi
Suhu
Frekuensi napas
: 88x/menit
: 37C
: 20x/menit
Status generalis
Kepala
: Normocephali, rambut warna hitam beruban, distribusi merata
Mata
: Konjuntiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, reflex
cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+)
Hidung
: deviasi septum (-), konkha oedem (-/-), hiperemis (-/-), sekret (-/-)
Telinga
: Simetris, liang telinga lapang, reflex cahaya membrane timpani (+/+),
serumen (+/+), sekret (-/-)
Mulut
: Tonsil dan faring dalam batas normal
Leher
: Trakea terletak di tengah, KGB dan tiroid tidak tampak membesar
Thoraks
Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS V LMC sinistra
Perkusi
: Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi
: BJ I & II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
Inspeksi
: Dinding dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi
: Vocal fremitus teraba simetris
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
: Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Supel, timpani, nyeri tekan (-), BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas, edema (-)
Status Urologis
CVA
: NT -/-, NK-/-, ballottement -/SS
: NT (+), buli teraba penuh
GE
: tanda radang (-)
Pemeriksaan Rectal Toucher :
Tonus sfingter ani baik
Mukosa rektum licin
Prostat
: Teraba membesar
Konsistensi kenyal
Permukaan rata
Nodul (-)
Sulcus mediana tidak teraba
Pool atas tidak teraba
TBP 60gr
Feses (-), lendir (-), darah (-)
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (12/09/2012)
Hematologi
Hasil
Nilai normal
Interpretasi
4
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
14.30 ribu/L
11.4 g/dL
35 %
396 ribu/L
Faal hemostasis
Waktu perdarahan
Waktu pembekuan
Hasil
3.00 menit
13.00 menit
Nilai normal
16
5 15
Interpretasi
dbn
dbn
Hati
AST / SGOT
ALT / SGPT
Albumin
Hasil
19
15
3.5 g/dL
Nilai normal
<33
<50
3.2 4.6
Interpretasi
dbn
dbn
dbn
Metabolisme
Hasil
Nilai normal
Interpretasi
karbohidrat
GDS
129 mg/dL
<110
Ginjal
Ureum
Kreatinin
Asam urat
Hasil
20 mg/Dl
0.85 mg/dL
6.7 mg/dL
3.8- 10.6
13.2 17.3
40 52
150 440
dbn
Nilai normal
17 49
<1.2
<7
Interpretasi
dbn
dbn
dbn
Elektrolit serum
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)
Hasil
137 mmol/L
4.2 mmol/L
102 mmol/L
Nilai normal
135 155
3.6 5.5
98 109
Interpretasi
Dbn
Dbn
Dbn
Imunoserologi
Hasil
Nilai Normal
Interpretasi
Penanda Tumor
PSA Total
14.30 ng/mL
0.21 6.77
Urinalisis
Warna
Hasil
Kemerahan
Nilai normal
Kuning
Interpretasi
Kejernihan
Glukosa
Bilirubin
Keton
Ph
Berat jenis
Albumin urin
Urobilinogen
Nitrit
Darah
Esterase leukosit
Sedimen urin
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Silinder
Kristal
Bakteri
Jamur
Keruh
Negatif
Negatif
Negatif
7.0
1.025
Negatif
0.2 EU/dL
Negatif
3+
Negatif
Hasil
8
Penuh
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Jernih
Negatif
Negatif
Negatif
4.6 6
1.005 1.030
Negatif
0.1 1
Negatif
Negatif
Negatif
Nilai normal
<5
<2
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Interpretasi
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
aorta.
Ginjal kanan : Besar dan bentuk normal, permukaan regular. Batas cortex
dan medulla jelas. Sistem pelviocalises normal. Tak tampak batu maupun
kalsifikasi.
Ginjal kiri : Besar dan bentuk normal, permukaan regular. Batas cortex dan
medulla jelas. Sistem pelviocalises normal, tak tampak batu / SOL. Tampak
lesi anechoic dengan posterior enhanchementukuran 0.86 x 1.21 cm.
6
Buli buli : Besar dan bentuk normal, dinding menebal irregular ukuran
0.77 cm, tak tampak bayangan hyperechoik atau posterior ancoustic shadow.
Prostat : Membesar dengan volume 52.58 cm 3. Echostruktur parenchim
norma, tak tampak lesi maupun kalsifikasi.
Kesan
V.
RESUME
Seorang laki-laki 71 tahun datang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak
8 jam sebelum masuk rumah sakit. Gangguan berkemih sudah dirasakan sejak 1
bulan yang lalu. Pada awalnya pasien merasa sulit berkemih sehingga harus
mengejan bila ingin berkemih. Pasien mengaku pancaran kencing melemah dan
terputus-putus, serta adanya urin yang menetes diakhir berkemih. Pasien juga
mengeluh adanya rasa tidak puas setelah berkemih. Selain itu terdapat rasa nyeri
saat berkemih, dengan warna urin agak keruh kemerahan. Frekuensi berkemih
pasien meningkat pada malam hari, pasien dapat terbangun 5x untuk berkemih.
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama yaitu tidak bisa buang air kecil 1
bulan sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan
supra symphisis, buli teraba penuh, dan pada rectal toucher didapatkan prostat
teraba membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, tidak nyeri, tidak ada nodul,
dengan TBP 60gr.
VI.
DIAGNOSIS KERJA
Benign Prostate Hyperplasia (BPH)
VII.
DIAGNOSIS BANDING
Karsinoma prostat
VIII. PENATALAKSANAAN
Pasang DC No.18 Fr
Persiapan operasi TUR-P
Toleransi operasi
Cefspan 100mg 2x1
IX.
PROGNOSIS
Ad vitam
: Bonam
7
Ad fungsionam
Ad sanationam
: Bonam
: Dubia ad bonam
BAB III
ANALISIS KASUS
1. Dari anamnesis
Laki-laki 71 tahun BPH merupakan penyakit pada pria tua. Keadaan ini dialami oleh
50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Pada usia
tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan
antara estrogen dan testosteron relatif meningkat. Estrogen dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat
sepenuhnya
dikeluarkan,
karena
adanya
hambatan
untuk
Teraba prostat membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, nodul (-), nyeri
tekan (-), sulcus mediana tidak teraba, pool atas tidak teraba, TBP 60gr
menunjukkan pembesaran prostat jinak.
Leukosit darah meningkat, urin keruh, leukosit urin meningkat -> infeksi
saluran kemih
Hb menurun, eritrosit urin penuh hematuri. Hematuri disini bisa disebabkan
4.
DIAGNOSA KERJA
BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
DIAGNOSA BANDING
Karsinoma prostat
Pada stadium permulaan karsinoma prostat tidak memberikan gejala atau tanda klinis.
Biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan colok dubur dengan kelainan
konsistensi, yaitu bagian prostat yang keras, permukaan tidak rata, nodul, dan
asimetri. Dari pemeriksaan USG didapatkan kesan hipertrofi prostat, namun hasil
pemeriksaan penunjang didapatkan PSA yang meningkat. Untuk itu masih dibutuhkan
pemeriksaan biopsi prostat.
10
PENATALAKSANAAN
Terapi pilihan pada pasien BPH yang mengalami retensi urine, hasil lebih baik, dengan
masa pemulihan yang lebih cepat.
PROGNOSIS
AD BONAM. Diagnosis dan pemilihan terapi yang tepat menghilangkan keluhan BAK pada
pasien. Selain itu pasca operatif prostat memilki tingkat kekambuhan yang rendah.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Hiperplasia prostat jinak (BPH), juga dikenal sebagai hipertrofi prostat jinak, adalah
pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat
sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, yang biasanya dialami laki-laki
berusia diatas 50 tahun. BPH merupakan diagnosis histologis ditandai oleh proliferasi dari
elemen seluler prostat, akumulasi seluler dan pembesaran kelenjar dapat hasil dari proliferasi
11
epitel dan stroma, gangguan kematian sel terprogram (apoptosis), atau keduanya. BPH
melibatkan unsur-unsur stroma dan epitel dari prostat timbul di zona transisi periurethral dan
kelenjar hiperplasia yang diduga hasil pembesaran prostat yang dapat membatasi aliran urin
dari kandung kemih. BPH dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan pada pria dan
hormon tergantung pada produksi testosteron dan dihidrotestosteron (DHT). 2
ANATOMI
Prostat adalah organ fibromuskular dan glandular berbentuk konus terbalik yang
terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior.
beratnya kurang lebih 20 gram dengan ukuran 4 x 3 x 2.5 cm.1
Menurut McNeal (1972), prostat memiliki zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra. Segmen uretra yang melintasi
kelenjar prostat adalah uretra prostat. Menurut klasifikasi Lowsley, prostat terdiri dari 5
lobus: anterior, posterior, median,lateral kanan, dan kiri lateral. Lobus anterior terletak di
depan uretra pars prostatika, tidak ada jaringan kelenjar. Lobus medius terletak diantara uretra
pars prostatika dan duktus ejakulatorius, ada banyak jaringan kelenjar. Lobus posterior
terletak di belakang uretra dan di bawah duktus ejakulatorius, ada jaringan kelenjar. Lobus
12
dekstra dan sinistra terletak disamping kanan dan kiri uretra pars prostatika, ada banyak
jaringan kelenjar.
Pendarahan prostat oleh cabang dari arteri vesikalis inferior, Arteri pudenda interna,
dan Arteri rectalis media. Sedangkan untuk pendarahan vena diatur oleh pleksus venosus
prostaticus.
Prostat memperoleh persarafan otonomik simpatis dan parasimpatis dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus menerima masukan serabut parasimpatis dari kora spinalis
S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2) . Aliran Limfe dari kelenjar prostat
bermuara pada nodus iliaca internus, sacral,vesikalis, dan iliaca eksternus. 1
HISTOLOGI
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam
stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat
kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula
yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat
tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang
berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas
dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi
13
dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan
kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir
lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya
terlihat ditengah, bulat dan kecil.2
FISIOLOGI
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari
vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah
asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja
sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat
dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan
cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies
dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. 3
EPIDEMIOLOGI
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia 40
tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai
pubertas, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa
mengalami perubahan hyperplasia.
Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat jinak. Keadaan ini dialami oleh
50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.1
ETIOLOGI
Etiologi dari BPH masih belum diketahui pasti karena melibatkan banyak faktor dan
dikontrol oleh sistem endokrin. Prostat terdiri dari stroma dan epitel, dimana salah satu atau
gabungan keduanya dapat berkembang menjadi hyperplasia menimbulkan nodul dan gejala
yang terkait dengan BPH. Beberapa studi klinis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi
14
tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:4,5
1. Teori dehidrotestosteron
Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting dalam
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalam sel prostat
oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah
berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti
sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growht factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat
Pada berbagai penilitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitiv terhadap DHT sehingga repliksi
sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth
factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,
sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel
stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma.
3. Ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif meningkat.
Telah diketahui bahwa estrogen dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap
rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua
keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
15
testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis
oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga
menyebabkan pertambahan masa prostat.
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang
mengahambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dala menghambat
proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas
kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel
prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF berperan dalam proses apoptosis.
PATOLOGI
Proses berkembangnya BPH di zona transisional. Suatu proses hiperplastik akibat kenaikan
jumlah sel. Evaluasi mikroskopis mengungkapkan pola pertumbuhan nodular yang terdiri
dari berbagai jumlah stroma dan epitel. Stroma terdiri dari berbagai jumlah kolagen dan otot
16
polos. Diferensial komponen histologis BPH menjelaskan potensi respon untuk terapi. Jadi
terapi alpha-blocker dapat memberikan respon baik pada pasien dengan BPH yang memiliki
signifikan komponen otot polos, sedangkan BPH yang dominan terdiri dari epitel akan
merespon lebih baik terhadap inhibitor 5-alpha-reductase. Pasien dengan komponen kolagen
dalam stroma yang signifikan
medis. Sayangnya, respon terhadap terapi tertentu tidak dapat diprediksi sebelumnya. Seperti
nodul BPH di zona transisional memperbesar, mereka memadatkan zona luar prostat,
menghasilkan pembentukan kapsul bedah, batas ini memisahkan zona transisi dari zona
perifer dan berfungsi sebagai landasan untuk enuklleasi prostat selama prostatectomi terbuka
sederhana dilakukan untuk BPH. 1
PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor. Penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Penonjolan serat
otot detrusor dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi. Terjadi
penonjolan mukosa yang kecil yang disebut sakula dan divertikel buli-buli. Perubahan
struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala
prostatismus. 2,6,7
Pada saat urin keluar terasa panas atau sakit (dysuria) inflamasi buli.
BAK sering berhenti dan lancar lagi terutama bila mengedan (Pancaran
miksi terputus-putus atau intermitency) disebabkan otot detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama untuk melawan tahanan (resistensi) di
uretra sehingga kontraksinya terputus-putus
dikeluarkan.
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada
akhir miksi. Karena produksi urin terus terjadi, maka tekanan intravesika terus meningkat.
Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter
akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi urin kronik tidak hanya menyebabkan tekanan intravesika
meningkat tetapi juga meningkatkan tekanan pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua
muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi
refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
18
hidronefrosis bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung
kemih. Batu ini menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat
juga menyebabkan sistitis, dan bila terjadi refluks vesiko-ureter terjadi pielonefritis.
GAMBARAN KLINIS
Hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih baik bagian atas ataupun
bawah dan keluhan diluar saluran kemih.2,7,8
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala
obstruksi dan iritatif. Gejala obstruksi seperti hesitansi (susah memulai miksi),
pancaran miksi lemah, intermitensi (miksi tiba-tiba berhenti dan lancar kembali /
terputus-putus), miksi tidak puas, terminal dribbling ( menetes setelah miksi). Gejala
iritatif seperti frekuensi( anyang-anyang ), nokturi (sering miksi malam hari), urgensi
(merasa ingin miksi yang tidak bisa di tahan), disuria (nyeri saat miksi).
Timbulnya gejala LUTS merupakan kompensasi otot-otot buli untuk
mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot buli mengalami kepayahan/fatique
sehingga jatuh kedalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi
urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli biasanya didahului oleh beberapa faktor
pencetus, antara lain: (1) volume buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin,
menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang
mengandung diuretikum (alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah yang
berlebihan. (2) massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas
seksual atau mengalami prostatitis akut., dan (3) setelah mengkonsumsi obat-obatan
yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau mempersempit leher buli, antara
lain: golongan kolinergik atau adrenergik alfa.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih bagian bawah,
beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat
19
diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO
adalah Skor International Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom
Score).
Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS), diberi nilai dari 0 sampai 5. Dan satu pertanyaan yang
berhubungan dengan kualitas hidup, diberi nilai dari 1 sampai 7
Dari skor I-PSS itu dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1)
ringan: skor 0-7, (2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.
20
keadaan prostat, antar lain: apakah batas atas teraba, adanya nodul, krepitasi
(adanya batu prostat bila teraba krepitasi), konsistensi prostat, simetri antar
lobus,dan batas prostat.
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, tidak teraba nodul,
lobus kiri dan kanan simetris. Sedangkan pada Ca prostat menunjukkan konsistensi
prostat keras/teraba nodul,dan mungkin di antara lobus kanan dan kiri asimetris
Colok dubur
21
Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu
miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik
dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan pancaran
menurun antara 6-8 ml/detik, sedangkan pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik atau
kurang.
Derajat
I
II
III
IV
50 - 100 m
100 m
cm pada rectum)
Prostat teraba > 3cm pada rectum
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin : kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih
Kultur urin : mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
Pemeriksaan darah
o elektrolit
o ureum
o kreatinin
o gula darah
22
Prostate Specific Antigen (PSA) > 4 dicurigai adanya keganasan pada prostat.
Dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini
keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Bila nilai PSA 4-10 ng/ml,
hitung PSAD(Prostat specific Antigen Density) yaitu nilai PSA serum dibagi dengan
volume prostat. Bila nilai PSAD 0,15 maka dilakukan biopsi. Demikian pula jika
nilai PSA > 10 ng/ml dlakukan biopsi
2. Pemeriksaan Pencitraan
Foto polos abdomen : mencari adanya batu opak di saluran kemih. Adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh
terisi urin, yang merupakan tanda dari retensi urin.
penyulit yang terjadi pada buli-buli, yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau
sakulasi buli-buli
23
3. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan, derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur :
Pancaran urine (uroflowmetri), dengan jalan menghitung jumlah urine dibagi dengan
lamanya miksi per detik (ml/detik), atau dengan alat uroflowmetri.2,9
DIAGNOSIS BANDING
Obstruktif lain kondisi saluran kemih bawah, seperti striktur uretra, kontraktur
kandung kemih , batu buli atau karsinoma prostat, harus di pikirkan ketika
mengevaluasi laki-laki dengan dugaan BPH. Riwayat pada uretra sebelumnya, berupa
instrumentasi, uretritis, atau trauma harus dijelaskan untuk menyingkirkan striktur uretra
atau kontraktur kandung kemih, Hematuria dan nyeri yang umumnya terkait dengan batu
saluran kemih. Karsinoma prostat dapat dideteksi pada rectal toucher atau kadar PSA
tinggi (>4) . Infeksi saluran kemih juga dapat memberikan gejala mirip gejala BPH, dapat
diidentifikasi dengan pemeriksaan kultur urin, tapi infeksi saluran kencing juga dapat
menjadi komplikasi BPH. Gejala yg ada juga terkait dengan karsinoma kandung kemih
terutama karsinoma in situ, biasanya menunjukkan gejala hematuria. Demikian pula
pasien dengan neurogenik gangguan kandung kemih mungkin memiliki banyak tandatanda dan gejala BPH, tetapi riwayat penyakit neurologis, stroke, diabetes mellitus. Selain
itu, pemeriksaan mungkin menunjukkan perineum dan ekstremitas mengalami
kekurangan sensasi atau perubahan pada tonus sfingter rectum atau bulbocavernosus
refleks. Simulasi perubahan fungsi usus (konstipasi) mungkin juga waspada satu
kemungkinan asal dari neurologis.1
PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Tujuan pada pasien
hiperplasia prostat adalah untuk memperbaiki keluhan miksi, meningkatkan kualitas hidup,
mengurangi obstruksi intravesika, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal,
mengurangi volume residu urin setelah miksi dan mencegah progresilitas penyakit.1,2,5
24
1 . Watchfull waiting
Ditujukan pada penderita BPH dengan keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari. Pasien tidak diberikan terapi apapun hanya diberikan anjuran mengenai hal
yang dapat memperburuk keluhan, seperti jangan minum kopi atau alkohol, batasi
penggunaan obat yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin,
dan jangan menahan kencing terlalu lama.
2. Medikamentosa
Terdapat 3 golongan obat :
Penghambat 5 -reduktase
Bekerja dengan cara menghambat pembentukan dehidrotestosteron dari testosteron
yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam selsel prostat.
Pemberian finasteride 5 mg mampu memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.
Fitofarmaka
Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai anti estrogen, anti androgen,memperkecil
volume prostat dan lain-lain. Fitoterapi yang banyak dipasarkan ialah Pygeum africanum,
Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan lainnya.
3. Terapi bedah
Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat ini
adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan membutuhkan waktu yang lama untuk
melihat hasilnya. Indikasi pembedahan adalah bila :2
Batu buli,divertikel
Hematuria
Gagal ginjal
Timbul penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah seperti Hernia dan
Hemorroid
penderita harus dirawat selama 5-10 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah
impotensi (16-32%, tergantung kepada pendekatan pembedahan) dan inkontinensia
uri (kurang dari 1%).
2. Prostatektomi Endourologi
a. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir
seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan
bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna. Saat ini
tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh
dunia.
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan
irigasi (pembilas) agar daerah yang di reseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh
darah. Cairan yang dipergunakan adalah cairan yang non ionic, yang dimaksudkan
26
agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering di pakai dan
harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga
cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang
terbuka pada saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya
hiponatremia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindroma
TURP. Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus
membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam.
Komplikasi lain yang mugkin terjadi adalah perdarahan, perforasi,
inkontinensi, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograde, dan striktura uretra.
PROGNOSIS
Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala yang
dialaminya. Sekitar 10 20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam 5 tahun.8
28
KESIMPULAN
Prostat adalah organ fibromuskular dan glandular yang terletak di sebelah inferior
buli-buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior. beratnya kurang lebih 20 gram
dengan ukuran 4 x 3 x 2.5 cm. Menurut klasifikasi Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus:
anterior, posterior, median,lateral kanan, dan lateral kiri. Menurut McNeal (1972), prostat
memiliki zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona
periuretra. Segmen uretra yang melintasi kelenjar prostat adalah uretra prostat
BPH merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan pada usia sebelum 40
tahun. semua pria yang sehat diatas 40 tahun cenderung untuk menderita hipertrofi prostat,
10% dari mereka disertai dengan gangguan-gangguan miksi kelak dikemudian hari.
merupakan kelainan kedua tersering di klinik urologi setelah batu saluran kemih. Etiologi
dari BPH masih belum diketahui pasti karena melibatkan banyak faktor dan dikontrol oleh
system endokrin.
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadangkadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun.
Tujuan terapi pada hiperplasia prostat adalah: (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi infravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urin, dan (6) mencegah
progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau
tindakan endourologi yang kurang invasif. 2
29
DAFTAR PUSTAKA
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview
5. Roehrborn CG and McConnell JD. Etiology, pathophysiology, epidemiology, and
natural history of benign prostatic hyperplasia. In : LR, Novick AC, Partin AW ,
and Peters CA (editor). Campbells urology. Phyladelphia: Saundes, 2002: 12971336.
6. Benign
Prostatic
Hyperplasia,
Available
at
http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_prostatic_hyperplasia
7. Rahardjo, Djoko. PROSTAT Kelainan-kelainan Jinak, Diagnosis dan Penanganan.
Cetakan Pertama, Penerbit : Subbagian urologi Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.1999. 15-60.
8. Benign Prostatic Hyperplasia, Available at
http://www.urolog.nl/urolog/php/patients.php?doc=bph&lng=en
9. De Jong, Wim ; Sjamsuhidajat R. Prostat; di dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. Penerbit EGC: Jakarta , 2004, p 782.
30