Sebuah overview
Rehan Ali, *Shakeel Ahmed, Maqbool Qadir, Khalil Ahmad
Abstrak: ikterus neonatorum adalah perubahan warna kekuningan pada kulit dan /
atau sklera bayi baru lahir yang disebabkan oleh deposisi jaringan bilirubin.
Ikterus fisiologis bersifat ringan, bilirubinemia tak terkonjugasi (tidak langsung
bereaksi), dan mempengaruhi hampir semua bayi yang baru lahir. Kadar ikterus
fisiologis biasanya mencapai puncaknya yaitu 5-6 mg / dL (86-103 umol / L) pada
usia 72 sampai 96 jam, dan tidak melebihi 17 sampai 18 mg / dL (291-308 umol /
L). Kadar ikterus mungkin tidak mencapai puncaknya sampai usia tujuh hari pada
bayi Asia, atau pada bayi yang lahir pada usia kehamilan 35-37 minggu. Level
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang lebih tinggi dikatakan patologis dan
terjadi
pada
berbagai
keadaan.
Gambaran
klinis
dan
manajemen
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada bayi preterm dan aterm yang sehat, serta
toksisitas bilirubin dan pencegahan kernikterus akan ditinjau di sini. Patogenesis
dan etiologi dari gangguan ini dibahas secara terpisah.
Kata kunci: bayi baru lahir, hiperbilirubinemia, ikterus, kuning
Telah terjadi peningkatan jumlah bayi preterm dan aterm yang dilaporkan dengan
ensefalopati bilirubin akut, yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah
bayi yang masuk kembali ke rumah sakit. Hal ini bisa disebabkan karena
perawatan di rumah sakit yang singkat saat masa postpartum dan pemeriksaan
post natal yang terbatas. Untuk mencegah terjadinya kernikterus, dokter perlu
memahami fisiologi produksi dan ekskresi bilirubin, dan mengembangkan
pendekatan yang sistematis untuk penyebab dan manajemen ikterus neonatorum.
Masalah tersebut dibahas di sini dengan hubungan spesifik dengan bayi preterm
dan bayi aterm.
Epidemiologi
Hampir seluruh bayi baru lahir memiliki kadar serum bilirubin total lebih besar
dari 1 mg/dL (17,1 umol/L), yang merupakan batas atas kadar bilirubin normal
pada
dewasa.
Sebagian
besar
bayi
baru
lahir
tampak
menguning.
kadar
serum
bilirubin
total
yang
cepat.
Tetapi
kadar
Gambaran Klinis
Faktor risiko untuk perkembangan ikterus pada bayi preterm didapatkan dari
riwayat penyakit. Hal tersebut termasuk usia kehamilan 35 sampai 37 minggu;
polisitemia; persalinan dibantu oleh metode seperti vakum atau forsep; trauma
selama persalinan; diabetes ibu; ras Asia; ketidakcocokan golongan darah; praktek
menyusui yang buruk, atau saudara dengan ikterus sebelumnya.3
Inspeksi warna kulit dapat digunakan untuk mendeteksi ikterus, tetapi bukan
metode yang dapat diandalkan untuk menilai kadar bilirubin atau untuk
mengidentifikasi bayi yang memiliki risiko peningkatan kadar bilirubin yang
cepat, terutama pada bayi dengan kulit gelap.4 Pemeriksaan harus dilakukan
dengan cahaya yang memadai. Penekanan kulit dengan jari mengurangi perfusi
kulit lokal dan dapat memfasilitasi deteksi ikterus. Ikterus berlangsung dengan
arah cephalocaudal. Timbul warna kekuningan pada wajah dan sclera biasanya
ketika kadar bilirubin mencapai 6-8 mg/dL (103-137 umol/L), sedangkan warna
kekuningan timbul pada seluruh tubuh, termasuk telapak tangan dan kaki, pada
kadar 12 sampai 13 mg/dL (205 ke 222 umol/L).5 Kadar bilirubin serum atau
bilirubin transkuta harus diukur pada bayi dengan ikterus terdeteksi di bawah
umbilikus.
Pemeriksaan
fisik
dapat
mengidentifikasi
tanda-tanda
yang
menunjukkan risiko ikterus patologis. Hal ini termasuk pucat, perdarahan tertutup
seperti cephalhematoma, dan memar.
Kernikterus
Bilirubin berpotensi menjadi neurotoksin. Bilirubin yang tak terkonjugasi yang
tidak terikat pada albumin (bilirubin bebas) dapat masuk ke otak dan
menyebabkan nekrosis fokal dari neuron dan glia, sehingga menyebabkan
encephalopati bilirubin, yang dikenal juga sebagai kernikterus. Daerah yang
paling sering terkena yaitu ganglia basal dan nuclei batang otak untuk fungsi
oculomotor dan auditori, yang merupakan gambaran klinis untuk kondisi ini. 8
Bayi preterm dan aterm beresiko untuk kernikterus ketika kadar bilirubin total
serum melebihi 25 sampai 30 mg/dL (428-513 umol/L). Tetapi hubungan antara
kadar bilirubin total serum dan kernikterus bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor
lain seperti afinitas bilirubin terhadap albumin, yang berkurang pada bayi
prematur dan bayi yang sakit.9 Bilirubin tak terkonjugasi biasanya terikat pada
albumin, mengakibatkan rendahnya kadar bilirubin bebas. Kadar bilirubin total
serum yang tinggi dapat melebihi kapasitas albumin untuk mengikat bilirubin dan
menyebabkan kadar bilirubin bebas yang lebih tinggi, yang mungkin bersifat
neurotoksik. Meskipun pengukuran kadar bilirubin bebas akan berguna untuk
memandu terapi, uji klinis tidak tersedia secara universal.
Obat-obatan
seperti
sulfisoxazole,
moxalactam,
dan
ceftriaxone
dapat
Pemeriksaan Laboratorium
Kadar bilirubin serum dan direct-reacting bilirubin serum diukur pada bayi
dengan ikterus. Jika direct-reacting bilirubin serum lebih besar dari 1,5-2,0 mg/dL
(26-34 umol/L), penyebab ikterus kolestatik harus diselidiki. Pembahasan
selanjutnya berlaku untuk bayi aterm dan preterm yang sehat dengan
hiperbilirubinemia. Bayi yang tampak sakit atau prematur memerlukan
pemeriksaan yang lebih luas. Kadar bilirubin total serum dibandingkan dengan
persentil pada hour spesific nomogram. Kadar bilirubin total serum pada bayi baru
lahir yang cukup bulan biasanya memiliki nilai tertinggi 5-6 mg/dL (86-103
umol/L) pada usia 72-96 jam, dan tidak melebihi 17-18 mg/dL (291-308 umol/L). 1
Kadar ikterus mungkin tidak mencapai puncaknya sampai usia tujuh hari pada
bayi Asia, atau pada bayi yang lahir pada usia kehamilan 35-37 minggu.
Bayi dengan kadar hour-spesific yang lebih dari atau sama dengan persentil 95
memiliki peningkatan risiko untuk perkembangan hiperbilirubinemia yang
signifikan secara klinis, yang memerlukan intervensi. Dalam populasi ras yang
beragam dengan tingkat menyusui 60%, nilai persentil 95 untuk kadar bilirubin
total serum adalah sekitar 8, 10, 12, dan 16 mg/dL (137, 171, 205, dan 274
umol/L) pada 24, 36, 48 , dan 72 jam.1
Bayi yang memiliki kadar bilirubin total serum lebih dari atau sama dengan
persentil 95, atau yang diduga menderita penyakit hemolitik, memerlukan
pengukuran kadar bilirubin total serum ulang dan evaluasi lebih lanjut untuk
menentukan etiologi ikterus mereka. Pemeriksaan awal yang harus dilakukan
adalah golongan darah dan tes anti-globulin direct, hitung darah lengkap dan
smear, dan jumlah retikulosit. Golongan darah dan status antibodi ibu biasanya
didapatkan dari riwayat prenatal. Jika bayi berasal dari Asia dan adalah kadar
bilirubin total serum 18 mg/dL (222 umol / L), glucose-6-phosphate
dehydrogenase (G6PD) harus diperiksa.11 tertapi pengukuran G6PD tidak tersedia
secara universal, dan hasilnya biasanya tidak tepat waktu untuk mempengaruhi
keputusan klinis.
Skrining universal
Skrining universal bayi untuk kadar bilirubin total serum sebelum keluar dari
rumah sakir telah diusulkan untuk memfasilitasi identifikasi bayi yang berisiko
tinggi untuk terjadinya hyperbilirubinaemia berat.2 Kesulitan pendekatan ini
adalah kebutuhan untuk pengambilan sampel darah dan biaya pengukuran kadar
bilirubin total serum. Penggunaan metode transkutan untuk skrining dapat
menurunkan kebutuhan phlebotomy, dan mengurangi biaya.13,16 Pendekatan
alternatif adalah dengan penilaian klinis ikterus sebelum dan dalam waktu satu
sampai dua hari keluar dari rumah sakit, dan pengukuran kadar bilirubin total
serum selanjutnya pada bayi ikterus.
Terapi
Fototerapi adalah terapi standar untuk hyperbilirubinaemia tak terkonjugasi
patologis.17 Kasus patologis yang langka dengan kadar bilirubin total serum yang
sangat tinggi (> 25 mg/dl) membutuhkan transfusi.
Fototerapi
Fototerapi dilakukan dengan mengekspos kulit bayi ke cahaya biru kehijauan
dengan panjang gelombang berkisar 400-520 nm. Ini adalah metode yang aman
dan efisien untuk mengurangi toksisitas bilirubin dan meningkatkan eliminasi
bilirubin. Fototerapi mendetoksifikasi bilirubin dengan tiga mekanisme:
isomerisasi struktural dengan lumirubin, fotoisomerisasi ke isomer yang kurang
beracun, dan fotooksidasi ke molekul kecil. Proses ini diperkirakan terjadi pada
pembuluh darah atau ruang interstitial kulit.
Fototerapi dengan fototerapi cahaya biru mengubah bilirubin menjadi lumirubin
dengan proses isomerisasi struktural yang irreversible.18 Lumirubin, zat yang lebih
larut dari bilirubin, diekskresikan tanpa konjugasi ke empedu dan urin. Ini adalah
mekanisme utama dimana fototerapi mengurangi konsentrasi kadar bilirubin total
serum. Fototerapi dengan fototerapi cahaya biru juga mengubah 4Z stabil, 15Z
bilirubin isomer ke 4Z, 15E bilirubin isomer, yang lebih polar dan kurang beracun
dari bentuk umum. Seperti lumirubin, bilirubin itu juga diekskresikan ke dalam
empedu tanpa konjugasi. Tidak seperti isomerisasi struktural untuk lumirubin,
photoisomerisation reversibel, dan beberapa 4Z, 15E isomer dalam empedu
diubah kembali ke 4Z stabil, 15Z isomer. Fotoisomerisasi adalah mekanisme
penting kedua untuk meningkatkan ekskresi bilirubin. Reaksi fotooksidasi
mengkonversi bilirubin menjadi senyawa yang tidak berwarna dan polar yang
diekskresikan terutama di urin. Mekanisme ini menyumbang sebagian kecil
eliminasi bilirubin.10
Selimut serat optik menghasilkan sedikit panas dan dapat ditempatkan dekat
dengan bayi dan memberikan radiasi lebih tinggi daripada lampu neon. 19 Namun,
selimut kecil dan jarang menutupi luas permukaan yang cukup untuk menjadi
efektif bila digunakan sendiri pada bayi aterm dan preterm. Selimut dapat
digunakan sebagai tambahan untuk lampu neon atau halogen. Gallium nitrida
light emitting diode (LED) intensitas tinggi, seperti neoblue, sama efektifnya
seperti fototerapi neon konvensional.20
Untuk fototerapi intensif (30 W/cm2/nm) bayi dengan kadar bilirubin total
serum lebih besar dari 25 mg/dL (428 umol / L), sebuah bank dari lampu biru
khusus harus ditempatkan 10 sampai 12 cm dari tubuh bayi untuk mengekspos
luas permukaan maksimal terhadap cahaya. Bayi prematur dan hipotermia harus
ditempatkan dalam boks terbuka atau pada box hangat. Daerah yang ditutupi oleh
popok harus diminimalkan dan mata bayi harus terlindung dengan penutup mata
yang dipasang dengan hati-hati sehingga penutup mata tidak menutupi hidung.
Temperatur, waktu pemaparan, radiasi (jika mungkin), dan status hidrasi bayi
semua harus dipantau. Bayi harus terus disusui dengan payudara atau botol.
Hidrasi intravena diperlukan hanya dalam kasus-kasus penurunan volume yang
signifikan. Fototerapi harus terus menerus, dengan interupsi hanya untuk makan.
Jika kadar bilirubin total serum berada pada tingkat beracun, selimut fiber optic
dapat diteruskan selama menyusui.
Pembahasan ini berlaku untuk bayi aterm dan preterm yang sehat. Bayi yang
tamoak sakit atau prematur memerlukan intervensi lebih agresif. Untuk bayi aterm
dan preterm yang sehat, kami memulai fototerapi sesuai dengan rekomendasi dari
American Academy of Pediatrics (AAP) pada manajemen hiperbilirubinemia.
Fototerapi dimulai jika kadar bilirubin total serum 15, 18, atau 20 mg/dL (257,
308, dan 342 umol/L) pada 25-48, 49-72, atau> 72 jam setelah lahir.2 Nilai-nilai
ini melebihi persentil 95 untuk kadar bilirubin total serum jam tertentu,
memprediksi peningkatan risiko menjadi hiperbilirubinemia berat setelah keluar
dari rumah sakit. Untuk alasan ini, dokter sering memulai pengobatan untuk kadar
bilirubin total serum 2 sampai 3 mg/dL (34-51 umol / L) lebih rendah dari nilainilai di atas, terutama untuk bayi preterm (35-37 minggu), atau bayi dengan faktor
risiko lain.2
Bayi dengan ikterus klinis dalam 24 jam pertama lahir sering memiliki hemolisis.
Mereka memerlukan evaluasi segera dan pengawasan untuk menilai kebutuhan
untuk fototerapi. Pada bayi dengan penyebab lain dari peningkatan produksi
bilirubin, seperti cephalohematoma atau memar yang luas, atau pada bayi yang
diduga menderita gangguan konjugasi, fototerapi dimulai ketika konsentrasi kadar
bilirubin total serum jam tertentu di zona risiko menengah tinggi (persentil >75).
Ketika nilai-nilai kadar bilirubin total serum adalah 20 mg / dL (342 umol / L),
pengukuran harus diulang empat sampai enam jam setelah fototerapi dimulai
untuk menilai respon. Untuk nilai awal yang lebih rendah, kadar bilirubin total
serum harus diukur setelah 24 jam dan kemudian sekali sehari saat fototerapi
berlangsung. Namun, pengukuran serum bilirubin juga akan tergantung pada
etiologi ikterus, laju kenaikan, dll, dan dapat diindikasikan lebih sering bahkan
ketika kadar belum mencapai 20 mg / dL. Penurunan tingkat kadar bilirubin total
serum dapat diukur paling cepat dua jam setelah memulai pengobatan. Fototerapi
intensif harus menghasilkan penurunan kadar bilirubin total serum minimal 1
sampai 2 mg / dL (17- 34 umol / L) dalam 4-6 jam.2
Pusat penelitian kami menghentikan fototerapi ketika kadar bilirubin total serum
jam tertentu jatuh ke nilai kurang dari persentil 95, atau mengalami penurunan 4-5
mg / dL (68-86 umol / L) bila diukur 18 sampai 24 jam kemudian. Meskipun nilai
penghentian berikut dikenal sebagai bilirubin Rebound, biasanya itu lebih rendah
dari kadar bilirubin total serum sebelumnya selama pengobatan. Dalam salah satu
penelitian terhadap 161 bayi dengan berat lahir lebih dari 1800 gram, kadar
bilirubin total serum rebound secara signifikan dibawah 17 jam setelah
penghentian fototerapi (11,5 vs 12,2 mg / dL, 197 vs 209 umol / L) 0,21
Fototerapi dianggap aman. Efek samping termasuk ruam eritematosa sementara,
mencret dan hipertermia. Peningkatan kehilangan air insensible disebabkan oleh
peningkatan aliran darah perifer dapat menyebabkan dehidrasi.
Sebagai alternatif untuk kembali ke rumah sakit, fototerapi dapat diberikan di
rumah. Fototerapi di rumah kurang mengganggu keluarga dan dapat
dipertimbangkan untuk bayi sehat tanpa hemolisis yang makan dengan baik dan
dapat diawasi.
Transfusi
Transfusi digunakan untuk menghilangkan bilirubin dari sirkulasi saat fototerapi
intensif gagal. Hal ini terutama berguna untuk bayi dengan peningkatan produksi
bilirubin dari hemolisis yang dimediasi oleh imun karena antibodi yang beredar
dan sel darah merah yang tersensitisasi juga dihapus.
Transfusi dilakukan ketika hiperbilirubinemia berat tidak menanggapi fototerapi
intensif. Menurut parameter praktek AAP, transfusi ditujukkan pada bayi aterm
dan preterm yang sehat ketika kadar bilirubin total serum lebih besar dari atau
sama dengan 20 mg / dL (342 umol / L) pada usia 24 sampai 48 jam, atau lebih
dari sama dengan 25 mg / dL (428 umol / L) setelahnya. Kegagalan fototerapi
intensif terjadi jika kadar bilirubin total serum tidak menurun 1-2 mg / dL (17-34
umol / L) dalam waktu empat sampai enam jam dari inisiasi fototerapi. Transfusi
juga harus dilakukan pada bayi dengan kadar kadar bilirubin total serum tinggi
sesuai nomogram, dan pada setiap bayi dengan tanda-tanda
neurotoksisitas
bilirubin.
Transfusi diindikasikan dalam kasus hemolisis, terutama yang dimediasi sistem
imun, jika anemia parah dan mengakibatkan hidrops, atau kadar bilirubin total
serum yang meningkat pesat dan diperkirakan akan mencapai 25 mg / dL (428
umol / L) dalam waktu 48 jam. Transfusi akan memperbaiki anemia tanpa
menyebabkan kelebihan beban sirkulasi dan menghapus antibodi maternal dan
eritrosit yang tersensitisasi. Pasien yang tidak parah terkena dapat dikelola dengan
fototerapi intensif untuk mengurangi tingkat bilirubin total serum, dan transfusi
PRC untuk memperbaiki anemia.
Transfusi volume ganda menghilangkan sekitar dua kali volume sirkulasi darah
bayi (volume darah adalah sekitar 80 sampai 90 mL / kg), menggantinya dengan
PRC atau FFP. Prosedur ini melibatkan penempatan kateter sentral dan
penggantian jumlah maksimum darah yang harus diberikan pada satu waktu
(sekitar 5 ml per Kg berat badan). Sebagian besar bilirubin tersebut
ekstravaskuler; sebagai hasilnya, transfusi menghilangkan sekitar 25% dari total
bilirubin tubuh.22 Infus albumin (1 g / kg) satu sampai dua jam sebelum prosedur
Agen farmakologis
Agen farmakologis, termasuk imunoglobulin intravena (IVIG), fenobarbital, dan
metaloforfirin dapat digunakan untuk menghambat hemolisis, meningkatkan
konjugasi dan ekskresi bilirubin, atau menghambat pembentukan bilirubin.
Namun, IVIG saat ini digunakan hanya untuk mengobati hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi.
Imunoglobulin intravena
Intravena imunoglobulin IVIG (500 mg / kg per dosis IV dalam dua jam) dapat
mengurangi kebutuhan untuk transfusi pada bayi dengan penyakit hemolitik yang
disebabkan oleh incompatibilitas Rh atau ABO. 23 Mekanismenya tidak pasti, tapi
IVIG diduga menghambat hemolisis dengan memblokir antibodi reseptor pada
sel-sel darah merah.
Fenobarbital
Fenobarbital meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin dan mengurangi
kadar bilirubin total serum postnatal ketika diberikan kepada wanita hamil atau
bayi;
Namun,
administrasi
prenatal
fenobarbital
dapat
mempengaruhi
Metaloforfirin
Metaloforfirin sintetis, seperti timah mesoporphyrin (SnMP), mengurangi
produksi bilirubin dengan inhibisi kompetitif heme oxygenase. 25 Pada satu
laporan, misalnya, bayi aterm dan preterm dengan defisiensi G6PD diberikan
SnMP sekitar usia 27 jam memiliki kadar puncak yang lebih rendah dan lebih
awal daripada bayi kontrol dengan dan tanpa defisiensi G6PD. 11 tidak ada bayi
yang memerlukan fototerapi, dibandingkan dengan 31% dan 15% bayi kontrol
dengan dan tanpa defisiensi G6PD. Namun, metaloforfirin tidak tersedia untuk
penggunaan klinis.
Kesimpulan
Rekomendasi berikut hanya berlaku untuk bayi aterm dan preterm. Bayi yang
tampak sakit, prematur, atau memiliki bukti hemolisis memerlukan evaluasi dan
manajemen yang lebih intensif.
Bayi harus diperiksa untuk ikterus pada usia 24 sampai 48 jam dan sebelum
dikeluarkan dari rumah sakit. Pengukuran kadar bilirubin serum atau transkutan
lebih disukai. Atau, bayi dapat dinilai dengan pemeriksaan visual dan pengukuran
kadar bilirubin total serum harus diperoleh pada bayi yang kekuningan.
Nilai kadar bilirubin total serum harus dibandingkan dengan hour spesific
nomogram
untuk
memprediksi
risiko
perkembangan
hiperbilirubinemia
Referensi
1. Bhutani VK, Johnson L, Sivieri EM. Predictive ability of a predischarge hourspecific serum bilirubin for subsequent significant hyperbilirubinemia in healthy
term and near-term newborns. Pediatrics 1999; 103:614.
2. Stevenson DK, Fanaroff AA, Maisels MJ, Young BW, Wong RJ, Vreman HJ, et
al. Prediction of hyperbilirubinemia in near-term and term infants. Pediatrics
2001; 108:319.
3. Adekunle-Ojo AO, Smitherman HF, Parker R, Ma L, Caviness AC. Managing
well-appearing neonates with hyperbilirubinemia in the emergency department
observation unit. Pediatr Emerg Care 2010; 26:3438.
4. National Collaborating Centre for Womens and Childrens Health. Neonatal
Jaundice. London: National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE),
2010. P. 53.
5. Hatzenbuehler L, Zaidi AK, Sundar S, Sultana S, Abbasi F, Rizvi A, et al.
Validity of neonatal jaundice evaluation by primary health-care workers and
physicians in Karachi, Pakistan. J Perinatol 2011; 30:61621.
6. Ebbesen F. Kernicterus. Acta Obstet Gynecol Scand 2012; 89:726.
7. Kaplan M, Merlob P, Regev R. Israel guidelines for the management of
neonatal hyperbilirubinemia and prevention of kernicterus. J Perinatol 2008;
28:38997.
8. Mezzacappa MA, Facchini FP, Pinto AC, Cassone AE, Souza DS, Bezerra MA,
et al. Clinical and genetic risk factors for moderate hyperbilirubinemia in
Brazilian newborn infants. J Perinatol 2011; 30:81926.
9. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of
gestation. Pediatrics 2004; 114:297316.
10. (No authors listed). Clinical chemistry and physiology of bilirubin. Semin
Liver Dis 1994; 14:34651.
factors
for
neurotoxicity
in
newborns
with
severe
neonatal