Disusun Oleh
Khairina Septianti
12/34115/GE/07398
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
Kekuatan ekonomi Negara bergantung dari seberapa tingginya daya beli masyarakat,
sehingga roda perekonomian terus berputar. Indonesia merupakan Negara kaya sumberdaya
alam, dan didominasi oleh wilayah pedesaan. Warga desa yang berangkat dari aktivitas
pencaharian agricultural terbiasa untuk menyediakan kebutuhan pangan sendiri. Warga desa
pada umumnya tidak banyak melakukan jual beli pada barang-barang yang masih tersedia
bentuk subtitusinya di tempat mereka. Salah satu contohnya adalah kesulitan pemerintah saat
memulai sosialisasi dan bantuan pengalihan penggunakan kayu bakar dan minyak tanah
kepada penggunaan gas elpiji. Tabung gas versi kecil dengan harga lebih murah pun
disediakan oleh pemerintah agar dapat dijangkau oleh masyarakat, kemudian minyak tanah
ditarik dari peredaran. Namun karena faktor kebiasaan, masyarakat tetap menggunakan atau
mencari subtitusi berupa kayu bakar sampai akhirnya pemerintah memberikan kompor dan
tabung gas secara Cuma-Cuma. Kejadian tersebut menunjukkan bahwa sangat sulit untuk
meningkatkan daya beli masyarakat, apalagi mereka yang sudah terbiasa hidup sederhana.
Keluarga dengan pengeluaran pangan dan non-pangan rendah, dikategorikan sebagai
keluarga miskin. Padahal,kesederhanaan hidup yang telah biasa dijalaninya sebagian ada
yang menganggap bahwa kehidupannya baik-baik saja. Namun, ada pula keluarga yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan keluarga dengan kesederhanannya. Oleh karena itu, pemerintah
melakukan gerakan langsung guna mengatasi kemiskinan. Selain pemberian kebutuhan
pokok, seperti raskin, pemerintah juga memberikan uang tunai sebesar Rp.400.000 kepada
setiap kepala keluarga miskin. Syarat untuk mendapatkan BLT yaitu memiliki Kartu Keluarga
Sejahtera (KKS) dan Kartu Perlindungan Sosial (KPS). Program ini ditangani oleh
Kementrian Sosial sebagai upaya peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat dan
pemberantasan kemiskinan.
Program BLT telah dilakukan di Indonesia dalam masa kepemerintahan Presiden SBY
dan Jokowi. Kesinambungan program ini berjalan cukup baik dan ditanggapi serius oleh
pemerintah dengan adanya pewarisan anggaran BLT dari kepemerintahan SBY ke Jokowi dan
adanya perbaikan sistem. Pada mulanya penyerahan BLT dilakukan di kantor kelurahan,
namun saat ini pemerintah menugaskan kantor pos Indonesia. hal ini merupakan perbaikan
sistem di mana sering terdapat keluhan pemotongan biaya administrasi sebesar 10.000-20.000
rupiah. Pembagian BLT dilakukan dengan menunjukkan kartu KKS atau KPS. Pengambilan
BLT harus dilakukan langsung oleh pemegang kartu dan tidak boleh diwakilkan. Hal ini
dilakukan untuk mencegah penyelewengan dana ataupun pemindahan kekuasaan kartu. Pihak
kantor pos menyatakan bahwa tidak semua pemegang kartu mengambil haknya. Alasannya
antara lain adalah karena orang bersangkutan sedang bepergian, sedang sakit, sedang bekerja,
atau tidak mau mengambil karena merasa sudah tidak miskin lagi.
Uang sebesar Rp400.000 ditujukan untuk penggunaan selama 2 bulan per keluarga
miskin. Pada awalnya BLT yang tidak diambil hingga tenggang waktu tertentu , kemudian
akan hangus. Sekarang, terobosan baru dari pemerintah bahwa dana BLT dapat ditabung
ataupun diangsur pengambilannya sesuai kebutuhan. Hal ini dilakukan untuk menghindari
penggunaan uang yang tidak seharusnya dan melatih masyarakat untuk mengenal sistem
perbankan. BLT yang belum diambil kini tidak akan hilang, melainkan akan disimpan oleh
Negara dengan status tertabung. Kemudian, orang tersebut dapat mengambil BLT bagiannya
di periode yang akan datang.
Terobosan ini berawal dari keluhan warga miskin yang kebingungan diberikan uang
dalam jumlah banyak. Padahal untuk menggerakkan perekonomiannya sehari-hari tidak
dibutuhkan uang sebanyak itu. Sebagian warga ada yang tetap hidup sederhana, namun
membeli perhiasan emas sebagai aset, adapula yang membeli alat komunikasi elektronik, dan
sebagainya. Hal yang dihindari adalah pemanfaatan dana BLT untuk judi, minuman keras,
dan kegiatan tidak baik lainnya. Oleh karena itu, pemerintah memfasilitasi pengambilan dana
dengan mencicil apabila berminat, untuk mencegah peruntukkan uang yang sia-sia.
Masyarakat miskin memiliki respon yang amat positif terhadap program ini. Bantuan
yang diperolehnya dengan instan membuat mereka dapat membeli aset yang mereka
butuhkan atau inginkan. Cara seperti ini membuat daya beli masyarakat meningkat dan
kesejahteraannya diharapkan dapat bertambah. Hal ini tentu memberikan dampak positif bagi
pemerintah. Namun, masyarakat lain yang hidup di atas garis kemiskinan merasa terganggu
dengan adanya BLT. Alasannya bahwa BLT memberikan uang tanpa adanya kerja keras,
dapat menimbulkan kemalasan dan ketergantungan. Cara ini dilakukan pemerintah sebagai
cara cepat untuk menggerakkan roda ekonomi Negara. Alih-alih membuat lapangan
pekerjaan dan memberdayakan keluarga miskin yang tersebar di banyak lokasi. Oleh karena
itu, di antara segala cara cepat yang dilakukan, sebenarnya pemerintah menginginkan adanya
kaderisasi UMKM bersamaan dengan adanya program BLT. Dana BLT yang didapat warga
tidak hanya diperuntukkan untuk membeli barang dan menjadi konsumtif, namun juga untuk
memulai suatu usaha supaya menjadi mandiri. Jadi, pabila suatu saat program BLT
ditiadakan, maka masyarakat dapat berdaya tanpa harus berharap pada bantuan BLT.
Sumber:
www.borneonews.co.id. Warga Kobar Terima Bantuan Gas Elpiji 3 Kilogram, 25 September 2015.
www.nasional.kompas.com. Jokowi Gelontorkan Bantuan Tunai Rp 400.000 Per Keluarga untuk Dua Bulan, 17
November 2014.
www. nasional.kompas.com. Pembagian BLT Dibayangi Banyak Masalah, 28 Maret 2008.
www.news.detik.com. SBY Sarankan Jokowi Beri Bantuan Langsung Tunai ke Masyarakat, 28 Agustus 2015.
www.republika.co.id. BLT Belum Tersalurkan Secara Optimal, 25 November 2015.