PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Jika ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik, akan terjadi
penumpukan zat-zat sisa metabolisme dalam tubuh sehingga menimbulkan efek-efek toksik.
Penyakit ginjal kronik dapat berkembang secara cepat, dalam 2 3 bulan, ataupun secara
lambat, dalam kurun waktu lebih dari 30 40 tahun.1 Penyakit ginjal kronik dapat
menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti penumpukan cairan di paru / edema paru,
anemia, hiperlipidemia, penyakit jantung, osteodistrofi renal, gangguan keseimbangan asambasa, malnutrisi dan gangguan sistem saraf pusat. Komplikasi-komplikasi tersebut terjadi
pada fase gagal ginjal, dan memerlukan terapi pengganti ginjal dimana salah satunya adalah
hemodialisis.
Tiga strategi yang dapat membantu untuk memperlambat progresifitas CKD meliputi:
identifikasi dini penderita, modifikasi faktor risiko dan manajemen secara paripurna.
Beberapa faktor risiko untuk terjadinya CKD adalah umur diatas 60 tahun, diabetes melitus,
hipertensi atau penyakit kardiovaskular, adanya riwayat keluarga yang menderita sakit ginjal,
infeksi saluran kemih yang berulang, penggunaan obat nefrotoksik berulang (NSAID,
antibiotik, zat kontras) dan kontak dengan bahan kimia yang berulang.
Pada stadium dini CKD dapat didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan penunjang
dan terbukti dengan pengobatan dini dapat mencegah terjadinya gagal ginjal, penyakit
kardiovaskular dan dapat mencegah kematian sebelum waktunya.
BAB II
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama
: Tn. Baharudin
Umur
: 57 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Petani
Status
: Menikah
Tgl Masuk RS
: 21-08-2015
Tanggal keluar RS
: 25-08-2015
Anamnesa
: Autoanamnesa
Keluhan Utama
: Mual-Muntah
mengatakan tidak rutin meminum obat, riwayat DM (-), Batu saluran kencing (+) 5 tahun
yang lalu namun tidak dioperasi hanya meminum obat saja dan pernah keluar ada batu dari
saluran kencing
Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada
Riwayat Pengobatan :
Pasien berobat untuk hipertensinya namun pasien tidak rutin kontrol.
Riwayat Habituasi
: Pasien merokok
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: Composmentis
Tekanan darah
Nadi
: 100x/menit
Pernapasan
: 23x/menit
Suhu
: 36,8oC
BB
: 75 kg
Kepala
: Bentuk Normocephali
Mata
: conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-) , Reflek cahaya (+/+) , isokor
Hidung
(-/-)
: Pernapasan cuping hidung(-), deviasi septum (-), sekret (-/-) , oedem konka
Mulut
Leher
: Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5+2)cmH20, KGB tidak teraba
membesar
Toraks :
Pulmo Anterior :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo Posterior :
Inspeksi
: DBN
4
Cor
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Ekstremitas :
Edema
-
Kekuatan otot
5
Refleks fisiologis
: N/N
Refleks patologis
: -/-
Pemeriksaan Laboratorium
-
Hb
Leukosit
Ureum
Kreatinin
GDS
: 8,1 gr/dl
: 6.400 gr/dl
: 137 mg/dl
: 10,3 mg/dl
: 117 mg%
Diagnosa:
-
CRF stage 5
Hipertensi Emergency
Anemia
Terapi IGD
Farmakologis
IVFD RL 12 tts / mnt
Cefoperazone 1g/24 j
Furosemid 1 amp/12 j
Ranitidin 1A/ 12 jam
Keterolac 1 amp/8 jam
Antasid 3x1
Rebamipide 3x1
Captopril 2x25 mg
Rencana Kerja
1. Rencana Pemeriksaan Penunjang
o Foto Ro thoraks
o EKG
o AGD dan elektrolit
o USG Abdomen
2. Konsultasi Dokter spesialis penyakit dalam
Non farmakologis
o Diet rendah garam
o Diet Rendah protein 0,6-0,8 mg/kgbb
Prognosis
Quo ad vitam
: Dubia Ad Malam
Quo Ad functionam
: Dubia Ad Malam
21-08-2015
S
Pasien masih mual muntah , nyeri ulu hati, sakit kepala, kaki bengkak
KS : CM
BB : 75 kg
Jam
TD
17.00
250/150 mmHg
N
100x/mnt
RR
23x/mnt
36,8o C
Auskultasi
: bising usus +
Perkusi
Palpasi
(-)
: Suple, Nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba, Ballotmen
Ekstremitas
A
CRF Stage 5
Hipertensi Emergency
Anemia
Observasi TPRS
IVFD D5 12 tts / mnt
Cefoperazone 1g/24j
Furosemid1 amp/8 jam
Ranitidin 1A/ 12 jam
Ethiferan 1A/8 jam
Captopril 2 x 25 mg
Hemafort 2 x 1
Kolkatriol 2 x 1
Amlodipin 1 x 10 mg
Tranfusi 2 kolf PRC
FOLOW UP 22-08-201
S
Pasien masih mual muntah 3x , nyeri ulu hati, sakit kepala, kaki bengkak
KS : CM
BB : 75 kg
Jam
TD
RR
88x/m
20 x/m
36 c
12.00:
88x/m
20 x/m
36.7c
180/100 mmHg
Auskultasi
: bising usus +
Perkusi
Palpasi
(-)
: Suple, Nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba, Ballotmen
Ekstremitas
A
CRF Stage 5
Hipertensi stage II
Anemia
Observasi TPRS
IVFD D5 12 tts / mnt
Cefoperazone 1g/24j
Furosemid1 amp/8 jam
Ranitidin 1A/ 12 jam
Ethiferan 1A/8 jam
Captopril 2 x 25 mg
Hemafort 2 x 1
Kolkatriol 2 x 1
Amlodipin 1 x 10 mg
Kidmin
Follow Up 23-08-2015
S
Pasien masih mual muntah 2x , nyeri ulu hati, sakit kepala, bengkak di kedua kaki(+)
KS : CM
BB : 75 kg
Jam
TD
RR
80x/m
20 x/m
36.7 c
Auskultasi
: bising usus +
Perkusi
Palpasi
teraba.
: Suple, Nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak
Ekstremitas
CRF Stage 5
Hipertensi stage II
Anemia
Observasi TPRS
- Kidmin /hr
- Amlodipin 1x10 mg
Pasien masih mual muntah 2x , nyeri ulu hati, sakit kepala, bengkak di kedua kaki(+)
S
O
TD
N
80x/m
RR
20 x/m
T
36.7 c
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
: bising usus +
Perkusi
Palpasi
teraba.
Ekstremitas
: Suple, Nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak
: Edema
-
CRF
Hipertensi stage II
Anemia
Observasi TPRS
IVFD D5 12 tts / mnt
Cefoperazone 1g/24j
Furosemid1 amp/8 jam
Ranitidin 1A/ 12 jam
Ethiferan 1A/8 jam
Captopril 2 x 25 mg
Hemafort 2 x 1
Kolkatriol 2 x 1
Amlodipin 1 x 10 mg
Kidmin
Follow Up 25-08-2015
S
Pasien masih mual (+) muntah (-) , nyeri ulu hati, sakit kepala, bengkak di kedua
kaki(+), gatal dibagian perut
TD
N
80x/m
RR
20 x/m
T
36.7 c
11
Auskultasi
: bising usus +
Perkusi
Palpasi
teraba.
: Suple, Nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak
Ekstremitas
: Edema
-
CRF Stage 5
Hipertensi stage I
Anemia
BLPL
Captopril 2 x 25 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
Furosemid 1-1-0
Rebamipid 3 x 1
Ciprofloxacin 2x1
HCT 1-1-0
Edukasi untuk rencana Hemodialisa
12
BAB III
PEMBAHASAN
Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat
vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah menyaring / membersihkan darah. Aliran
darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi
cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke tubulus. Cairan filtrat ini diproses
dalam tubulus sehingga akhirnya keluar dari kedua ginjal menjadi urin sebanyak 1-2
liter/hari. Fungsi ginjal adalah:1,2
(1) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksin atau racun,
(2) mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
(3) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh,
(4) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak,
(5) mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang, (6) produksi hormon yang
mengontrol tekanan darah,
(7) produksi hormon eritropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses perubahan patologis pada fungsi maupun
struktur ginjal, sehingga terjadi penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Kriteria penyakit ginjal kronik antara lain :3
Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan
(LFG)
13
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal (komposisi darah atau urin atau kelainan
dalam tes pencitraan)
Laju filtrasi glomerulus digunakan dalam membuat klasifikasi penyakit ginjal kronik
berdasarkan derajat penyakitnya3.
14
Pada pasien ini keluhan yang dirasakan + 4bulan, dan didapatkan penurunan LFG <
15 ml/menit/1.73 m2 yang sudah masuk kedalam stage 5 yaitu gagal ginjal. Yang
dapat kita hitung GFR nya dengan Kreatinin
GFR =
: 10,3 mg/dl
(140-U) x BB
15
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2006)
diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif,
gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati
toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, dan
seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis
tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta
amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri dari
hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra.
16
Dari kasus diatas penyebab daripada gagal ginjanya dari riwayat batu saluran kencing
yg terjadi kira- kira 5 tahun yang lalu lalu namun tidak dioperasi hanya meminum
obat saja dan pernah keluar ada batu dari saluran kencing, dan tidak menutup
kemungkinan juga karena hipertensinya karena pasien mengatakan baru diketahui
hipertensinya sekitar 5 bulan yang lalu karena kebetulan cek tekanan darah karena
sakit. Riwayat penyakit lain seperti diabetes melitus, penyakit jantung serta asma
disangkal, demikian pula tidak ada riwayat trauma pada kedua ginjal.
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal yang mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi,
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi3,6.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
17
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan
lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di
bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air serta elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah
15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis
atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium
gagal ginjal.3
Pada penelitian oleh Ravera dkk (2009), prevalensi penyakit ginjal kronik
pada pasien hipertensi & diabetes melitus (DM) tipe II mencapai 26%, dengan angka
yang tinggi pada usia tua dan wanita. Pada pasien (DM), berbagai gangguan pada
ginjal dapat terjadi, seperti terjadinya batu saluran kemih, infeksi saluran kemih,
pielonefritis akut maupun kronik, dan juga berbagai bentuk glomerulonefritis, yang
selalu disebut sebagai penyakit ginjal non diabetik pada pasien diabetes. Akan tetapi
yang terbanyak dan terkait secara patogenesis dengan diabetesnya adalah penyakit
ginjal diabetik, yang patologinya berupa glomerulosklerosis yang noduler dan difus.7
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat dari
penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang
mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap
gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak
18
masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi,
sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunya
filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin.
Sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah
(NUD) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari
fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD tidak
hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan protein
dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid.8
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan
dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak
mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehar-ihari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan
dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti,
dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin
dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat
(HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
19
Karena pada CKD setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien
akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala tergantung pada
20
bagian dan tingkat kerusakan ginjal, dan kondisi lain yang mendasari. Manifestasi yang
terjadi pada CKD antara lain terjadi pada sistem kardio vaskuler, dermatologi, gastro
intestinal, neurologis, pulmoner, muskuloskletal dan psiko-sosial menurut Smeltzer, dan Bare
(2001) diantaranya adalah :8
1. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
c. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
2. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
3. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai dengan
terjadinya muntah.
4. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
5. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan dangkal, kusmol,
sampai terjadinya edema pulmonal.
6. Muskuloskletal seperti terjadinya
fraktur
karena
kekurangan
kalsium
dan
Pada pasien ini mengeluhkan mual muntah sejak 4 bulan SMRS dan semakin
memberat sejak 2 minggu SMRS. Pasien muntah > 4x sehari. Banyaknya muntah
yang keluar gelas belimbing. Mual muntah dirasakan memberat setiap pasien
makan. Mual muntah tidak berkurang walaupun minum obat. Muntah hanya berisi
sisa makanan yang masuk,tidak ada darah. Mual muntah disertai nyeri perut diulu
hati. Nyeri perut tidak menjalar kebagian perut yang lain. Nyeri perut dirasakan hilang
timbul. Nyeri perut memberat jika pasien muntah.
Pasien mengeluh nafsu makannya berkurang, dan merasa berat badannya berkurang.
Os mengeluh badannya terasa lemas. BAB tidak ada keluhan. Pasien mengeluh
adanya sakit kepala, sakit kepala dan tengkuk terasa berat. Sakit kepala seperti
berdenyut.
21
3 minggu SMRS pasien mengatakan jumlah BAKnya lebih sedikit daripada biasanya.
Sering BAK pada malam hari tidak dikeluhkan pasien. Pasien tidak mengeluh adanya
nyeri pada saat BAK , BAK disertai pasir maupun berwarna merah. 2 minggu SMRS
pasien mengeluh kedua kakinya bengkak
23
Retrogade atau anterogade pyelography: Dapat digunakan lebih baik untuk mendiagnosis
dan menghilangkan obstruksi traktus urinarius. Pemeriksaan ini diindikasikan apabila dari
anamnesis didapatkan kecurigaan gagal ginjal meskipun USG dan CT scan tidak
menunjukkan adanya hidronefrosis.
Pemeriksaan tulang: Hal ini bermanfaat untuk mengevaluasi hiperpartiroid sekunder yang
merupakan bagian dari osteodistrofi, dan juga perkiraan usia tulang untuk memberikan terapi
hormon pertumbuhan.
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006)
antara lain adalah :8
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar ureum dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
24
Pada kasus ini diberikan terapi cairan D5, untuk mengatasi anemia nya di tranfusi
PRC 2 kolf, diberikan furosemide 1 amp /8 j, untuk mual muntahnya diberikan
ranitidin dan ethiferan, hipertensinya diberikan obat captopril 2x 25 mg dan amlodipin
1x 10 mg dan dikombinasikan juga dengan HCT ( 1-1-0) diberiakn juga kolkatriol
2x1, hemafort 2x1.
Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain adalah
sebagai berikut :11
1.
Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 2030 % dari normal terapi dari penyakit
menyebabkan perburukan fungsi ginjal. Pada pasien ini, dilakukan tranfusi Packed
Red Cells (PRC) sebanyak 2 kolf.
5. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat
penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan / tranfusi eritropoitin.
Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun dalam pemakaiannya
harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi fosfat.
6. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5. Terapi
ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.
I.
28
BAB IV
KESIMPULAN
Penyakit Ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit
ginjal yang ditandai adanya kerusakan dari struktur ginjal lebih dari 3 bulan yang dengan atau
tanpa penurunan LFG < 60 mL/min/1,73 m2, dyang bersifat progresif dan irreversible.
Adapun gejala CKD diantaranya adalah edema, hipertensi dan anemia. Berdasarkan derajat
penyakitnya CKD dibagi menjadi 5 stage yang dinilai dari LFG. Gejala klinis CKD meliputi
gejala penyakit dasar, gejala sindrom uremikum serta gejala komplikasi CKD.
Penatalaksanaan CKD disesuaikan dengan derajat kerusakan fungsi ginjal.
Pada kasus, pasien didiagnosis dengan CKD stage V, sehingga penatalaksanaan utama
pada pasien ini ialah terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis. Disamping itu pada pasien
ini juga diberikan beberapa terapi penunjang lainnya, yang disesuaikan dengan manifestasi
klinis yang muncul. Penanganan etiologi, gejala dan komplikasi penyakit dengan tepat, serta
perubahan pola diet yang disesuaikan dengan fungsi ginjal diharapkan akan membantu
mencegah perburukan kondisi ginjal sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien.
29