Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan pembangunan yang semakin maju berdampak pada
majunya industri asetilin atau yang disebut dengan las karbit. Kondisi lingkungan
kerja industri las berpotensi menimbulkan dampak buruk terhadap pekerja
terutama pada organ mata, seperti sinar yang ditimbulkan pada proses pengelasan
dan trauma yang bisa melukai organ mata (Suratman, 2001).
Banyak pekerja las selama ini hanya memperoleh pelayanan kesehatan
secara umum, namun belum dikaitkan dengan pekerjaannya. Pada umumnya
fasilitas pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja lebih banyak dinikmati oleh
tenaga kerja yang bekerja pada industri berskala besar (jumlah pekerja lebih dari
500 orang). Pada industri berskala kecil dan menengah, fasilitas pelayanan
kesehatan kerja masih bersifat parsial dan mungkin tidak sama sekali. Upaya
kesehatan kerja merupakan upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja
dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri, maupun masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh
produktifitas kerja yang optimal (Sonawan dan Suratman, 2000).
Saat mengelas banyak terdapat sinar ultraviolet, sinar tersebut berpengaruh
terhadap kelelahan pada mata, penglihatan kabur, fotofobia, konjungtiva kemotik,
kekeruhan pada lensa, katarak dan mata terasa sakit yang dirasakan pekerja.
Kejadian trauma pada pekerja las juga sering terjadi seperti trauma mekanik yang
bisa melukai palpebra, sistem lakrimalis, laserasi konjungtiva, erosi kornea,
trauma kimia dan trauma fisik seperti luka bakar dan luka akibat radiasi (Ilyas,
2004).
Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti
rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobular selain terdapatnya refleks
memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar.
Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata
dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan
penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Pada mata dapat terjadi trauma

dalam bentuk berikut : trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia,
trauma radiasi. Trauma dapat mengenai jaringan mata seperti kelopak,
konjungtiva, kornea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita. Trauma tumpul
pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak keras,
dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun
lambat. Sedangkan trauma tembus pada mata dapat terjadi karena benda tajam
mengenai mata secara kencang atau lambat yang dapat mengenai organ mata dari
yang terdepan sampai yang terdalam (Ilyas, 2004).

Ketidak rutinan pekerja las

dalam memakai Alat Pelindung Mata mengakibatkan mata pekerja las terpapar
secara langsung oleh benda asing dan sinar tampak, sinar infra merah serta sinar
ultraviolet. Akibat dari pemajanan secara langsung oleh benda asing dan sinarsinar yang bersifat radiasi tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada mata dan
cidera pada bagian tubuh lainnya.
menghindari

kemungkinan

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara

mata

terpapar sinar ultraviolet dan percikan

bahan las dengan menggunakan alat pelindung mata yang mampu melindungi
mata dari benda asing (Budiono, 2003).
Menghindari kejadian tersebut diharuskan menggunakan pelindung mata
khusus, jenis pelindung mata yang digunakan sebagai alat pelindung diri oleh
pekerja las karbit adalah kacamata las (gogel). Kaca mata las (gogel) sangat
penting digunakan pada saat mengelas, untuk mencegah terjadinya trauma
inframerah. Gogel tersebut harus mampu menurunkan kekuatan pancaran sinar
tampak dan harus dapat melindungi mata dari pancaran sinar ultra violet dan
inframerah sehingga pekerja bisa bekerja dengan aman dan nyaman (Budiono,
2003).
Menurut Sumamur (1996), penyebab kecelakaan kerja secara umum
adalah karena adanya kondisi yang tidak aman dan tindakan yang tidak aman dari
pekerja. Khusus mengenai tindakan tidak aman ini sangat erat kaitannya dengan
faktor manusia atau terjadi karena kesalahan manusia. Menurut penelitian yang
dilakukan yang dilakukan oleh Patrick Sherry, 80-90% penyebab kecelakaan
kerja berkaitan dengan human error atau faktor prilaku pekerja. Pekerja
cenderung untuk berperilaku dengan mengabaikan keselamatan walaupun itu
sangat berguna untuk kepentingannya sendiri seperti dalam melaksanakan

tugasnya pekerja seringkali tidak mengikuti langkah-langkah yang sudah


ditetapkan dalam Standard Operating Prosedure (SOP) dan hanya bekerja
berdasarkan pengalamannya saja. Masalah lain adalah pekerja seringkali tidak
mau menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sudah disediakan dengan
berbagai alasan. Menurut Notoatmodjo (2003), persepsi merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi perilaku. Oleh karena itu jika persepsi seseorang
terhadap bahaya sudah buruk maka perilaku yang timbulpun akan cenderung
mengabaikan pajanan bahaya tersebut.
Kecelakaan kerja umumnya disebabkan karena kurang hati-hati pada
pengerjaan las, pemakaian alat pelindung diri yang kurang benar, pengaturan
lingkungan yang tidak tepat. Untuk menghindari kecelakaan tersebut perlu
diperlukan adanya pengetahuan yang baik terhadap penggunaan alat pelindung
diri dan mengetahui tindakan-tindakan yang bisa menyebabkan faktor-faktor
terjadinya kecelakaan kerja (Sumamur, 1996).
Hasil penelitian ketajaman penglihatan oleh Trisnowiyanto tahun (2002)
terhadap pekerja pengelasan listrik di pasar semanggi Surakarta didapati hasil
sebesar 23,08% responden yang diteliti mengalami gangguan ketajaman
penglihatan

ringan

dan

30%

responden

mengalami

konjungtivis.

Memperhatikan uraian di atas, maka penting dilakukan penelitian tentang


hubungan pengetahuan dan sikap pekerja las dengan pemakaian pelindung mata.
Maka judul yang diambil dalam penelitian ini oleh penulis adalah Hubungan
Pengetahuan dan Sikap Pekerja Las dengan Pemakaian Pelindung Mata pada
Bengkel Las di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh Tahun 2012. Judul tersebut
diambil karena selama ini banyak pekerja las yang belum mengetahui bagaimana
pengaruh dan akibat yang dapat ditimbulkan pada mata saat melakukan
pengelasan tanpa menggunakan alat pelindung mata dengan berdasarkan teori
sebelumnya.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang ingin diajukan dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap pekerja las dengan pemakaian alat
pelindung mata?

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui hubungan pengetahuan pekerja las dengan pemakaian alat
pelindung mata.
2. Mengetahui hubungan sikap pekerja las dengan pemakaian alat pelindung
mata.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui bagaimana pengetahuan dan sikap pekerja las terhadap
pemakaian alat pelindung mata pada bengkel las di Kecamatan Syiah Kuala
Banda Aceh.
2. Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu
kedokteran serta memberi manfaat terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan
bagi peneliti-peneliti lainnya yang akan meneliti masalah yang berkaitan
dengan penyakit yang diakibatkan karena pekerjaannya dimasa yang akan
datang.
1.5 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Ada hubungan pengetahuan pekerja las dengan pemakaian alat pelindung
mata pada bengkel las di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh.
2. Ada hubungan sikap pekerja las dengan pemakaian alat pelindung mata pada
bengkel las di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Pelindung Diri


2.1.1 Definisi
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan seperangkat alat yang digunakan
oleh tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya
potensi bahaya dan kecelakaan kerja (Nurdin, 1999). Menurut Sumamur (1996),
alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh
terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja. Jadi alat pelindung diri merupakan
salah satu cara untuk mencegah kecelakaan, dan secara teknis APD tidaklah
sempurna dapat melindungi tubuh akan tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan
dari kecelakaan yang terjadi.
2.1.2 Syarat Alat Pelindung Diri
Pemilihan APD yang handal secara cermat merupakan persyaratan mutlak
yang sangat mendasar. Pemakaian APD yang tidak tepat dapat mencelakakan
tenaga kerja yang memakainya karena mereka tidak terlindung dari bahaya
potensial yang ada di tempat mereka terpapar. Oleh karena itu agar dapat memilih
APD yang tepat, maka perusahaan harus mampu mengidentifikasi bahaya yang
ada, khususnya yang tidak dapat dihilangkan ataupun dikendalikan serta
memahami dasar kerja setiap jenis APD yang akan digunakan di tempat kerja
dimana bahaya potensial tersebut ada (Budiono, 2003).
Ketentuan yang harus dipenuhi adalah :
1.

Harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang

2.

spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.


Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan

3.
4.
5.
6.

rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.


Harus dapat dipakai secara fleksibel.
Bentuknya harus cukup menarik.
Tahan untuk pemakaian yang lama.
Tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakainya yang dikarenakan

7.
8.
9.

bentuknya tidak tepat atau karena salah dalam penggunaannya.


Harus memenuhi standar yang telah ada.
Tidak membatasi gerakan pemakainya.
Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya.

Menurut Sumamur (1996) persyaratan yang harus dipenuhi alat pelindung


diri adalah enak dipakai, tidak mengganggu kerja, memberikan perlindungan
efektif terhadap jenis bahayanya. Tanpa peralatan yang tepat, pelatihan yang
memadai, penyimpanan dan perawatan yang baik, aplikasi peralatan pelindung
tenaga kerja tidak akan efektif dalam mengendalikan bahaya (Laurenta, 2001).
2.1.3 Jenis Alat Pelindung Diri pada Pekerja Las
Menurut Sumamur (1996) alat-alat proteksi beraneka ragam bentuknya.
Penggolongan APD berdasarkan bagian-bagian tubuh yang dilindunginya, seperti
1. Alat pelindung kepala
Alat ini terdiri dari alat pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai
bahan. Penggunaan alat ini bertujuan untuk melindungi kepala dari bahaya
terbentur dengan benda tajam atau keras yang menyebabkan luka tergores,
tepotong, tertusuk, tertimpa oleh benda-benda jatuh, melayang dan meluncur. Juga
melindungi kepala dari panas radiasi api, percikan bahan-bahan kimia korosif.
2. Alat pelindung mata
Andryansyah (2000), dalam jurnal Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pengelasan
dalam Ruang Terbatas yang menyatakan bahwa orang-orang di sekitar pekerja las
juga akan menerima resiko walaupun tidak secara langsung menatap busur
tersebut. Untuk itu siapa saja yang akan mendekati daerah kerja pengelasan harus
menggunakan alat pelindung mata yang standar. Pelindung mata digunakan untuk
menghindari pengaruh radiasi energi seperti sinar ultra violet, inframerah dan lainlain yang dapat merusak mata. Pemaparan sinar ultra violet dengan intensitas
tinggi dalam waktu singkat atau pemaparan sinar ultra violet intensitas rendah
dalam waktu cukup lama akan merusak kornea mata. Para pekerja yang mungkin
dapat terkena bahaya dari sinar yang menyilaukan, seperti sinar dari las potong
dengan menggunakan gas dan percikan dari las sinar yang memijar harus
menggunakan pelindung mata khusus. Jenis pelindung mata yang digunakan
sebagai alat pelindung diri oleh pekerja las karbit adalah kacamata las (gogel).
Kacamata las (gogel) sangat penting digunakan pada saat mengelas, untuk
melindungi mata dari radiasi sinar ultra violet, sinar tampak dan sinar inframerah.
Gogel tersebut harus mampu menurunkan kekuatan pancaran sinar tampak dan

harus dapat melindungi mata dari pancaran sinar ultra violet dan inframerah.
Bahan dari kacamata las (gogel) dapat terbuat dari plastik yang transparan dengan
lensa yang dilapisi kobalt untuk melindungi bahaya radiasi gelombang
elektromagnetik non ionisasi dan kesilauan atau lensa yang terbuat dari kaca yang
dilapisi timah hitam untuk melindungi dari radiasi gelombang elektromagnetik
dan mengion (Budiono, 2003). Dalam negara-negara tertentu sudah dilaksanakan
persyaratan pelindung mata terhadap kemampuannya menahan sinar ultra violet
dan inframerah. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih gogel
adalah 1) harus mempunyai daya penerus yang tepat terhadap cahaya tampak, 2)
harus mempunyai daya penerus yang tepat terhadap cahaya tampak, 3) harus
mempunyai sifat-sifat yang tidak melelahkan mata, 4) harus tahan lama dan
mempunyai sifat yang tidak mudah berubah, 5) harus memberikan rasa nyaman
kepada pemakai.
3. Alat pelindung wajah
Alat ini digunakan untuk melindungi wajah dari bahaya cidera dari percikan api
atau bahan berbahaya lainnya pada saat bekerja seperti pada pengelasan.
4. Alat pelindung tangan dan jari
Menurut bentuknya sarung tangan dapat dibedakan menjadi : sarung tangan biasa
(Gloves), grontles : sarung tangan yang dilapisi plat logam. Mitts : sarung tangan
yang keempat jarinya terbungkus menjadi satu.
5. Alat pelindung kaki
Sepatu keselamatan kerja dipakai untuk melindungi kaki dari bahaya kejatuhan
benda-benda berat, percikan larutan asam dan basa yang korosif atau cairan yang
panas dan melindungi dari benda tajam.
6. Alat pelindung pernapasan
Alat pelindung pernapasan masker diperlukan ditempat kerja dimana udara
didalamnya tercemar. Pencemaran udara berkisar dari pencemaran yang tidak
berbahaya sampai kepada pencemaran yang sangat berbahaya. Bahan pencemar
udara biasanya dalam bentuk debu, uap, gas, asap, atau kabut. Untuk menentukan
alat pelindung diri pernapasan maka lebih dahulu harus ditentukan jenis dan kasar
bahan pencemar yang ada serta dievaluasi tingkat bahayanya.
7. Alat pelindung telinga

Alat ini bekerja sebagai alat penutup telinga dan melindungi telinga dalam dari
kebisingan. Ada dua macam alat pelindung telinga yaitu : sumbat telinga (ear
plug) mempunyai daya atenuasi suara sebesar 25-30 dB. Tutup telingan (ear muff)
mempunyai daya atenuasi suara sebesar 10-15 dB lebih besar dari ear plug.
8. Alat pelindung tubuh
Pakaian pelindung dapat berbentuk apron yang menutupi sebagian tubuh yaitu
mulai dari dada sampai lutut dan overalls yang menutupi seluruh badan. Pakaian
pelindung digunakan untuk melindungi pemakainya dari percikan api, larutan
bahan-bahan kimia korosif dan oli, cuaca kerja yang panas, dingin dan lembab.
2.1.4 Tujuan dan Manfaat Pemakaian APD pada Pekerja Las
Pemakaian APD bertujuan untuk melindungi tenaga kerja dan merupakan
salah satu upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
oleh bahaya potensial pada suatu perusahaan yang tidak dapat dihilangkan dan
dikendalikan (Sumamur, 1996).
Keuntungan penggunaan APD dapat dirasakan oleh tiga pihak yaitu
perusahaan, tenaga kerja, masyarakat dan pemerintah (Sumamur, 1996) :
1. Perusahaan.
a. Meningkatkan keuntungan karena hasil produksi dapat terjamin baik jumlah
maupun mutunya.
b. Penghematan biaya pengobatan serta pemeliharaan kesehatan para tenaga
kerja.
c. Menghindari terbuangnya jam kerja akibat absentisme tenaga kerja sehingga
dapat tercapai produktivitas yang tinggi dengan efisien yang optimal.

2. Tenaga kerja.
a. Menghindari diri dari resiko pekerjaan seperti kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja.
b. Memberikan perbaikan kesejateraan pada tenaga kerja sebagai akibat
adanya keuntungan perusahaan.
3. Masyarakat dan pemerintah.
a. Meningkatkan hasil produksi dan menguntungkan perekonomian Negara
dan jaminan yang memuaskan bagi masyarakat.

b. Menjamin kesejahteraan masyarakat tenaga kerja,berarti melindungi


sebagian penduduk Indonesia dan membantu usaha-usaha kesehatan
pemerintah.
c. Kesejahteraan tenaga kerja, berarti dapat menjamin kesejahteraan keluarga
secara langsung.
d. Merupakan suatu usaha kesehatan masyarakat yang akan membantu kearah
pembentukan masyarakat sejahtera.
e. Kebiasaan hidup sehat diperusahaan akan membantu penerapannya dalam
pembinaan kesehatan keluarga yang akan membawa hasil bagi usaha
kesehatan masyarakat.
2.2 Las karbit
2.2.1 Definisi Las Karbit
Pengelasan atau dalam bahasa Inggris Welding adalah salah satu teknik
penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam
pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan
menghasilkan sambungan yang kontinu (Sonawan dan Suratman,2000). Menurut
Suratman (2001), las asetilin (las karbit) adalah cara

pengelasan dengan

menggunakan nyala api yang didapat dari pembakaran gas asetilin dan oksigen
(zat asam).

2.2.2 Perlengkapan dan alat-alat yang digunakan


Perlengkapan dan alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Botol gas asetilin
Botol asetilin terbuat dari baja berisi gas asetilin yang telah dimampatkan dengan
volume 40 liter dan tekanan hingga 15 bar. Dalam botol ini terdapat bahan berpori
seperti kapas, sutra tiruan atau asbes yang berfungsi sebagai penyerap asetor.
2. Generator asetilin
Gas asetilin dapat dibuat secara sederhana dengan cara mencampur karbit
(calcium carbite) ditambah air, dengan rumus kimia CaC2 + 2H2O C2H2 +
Ca(OH)2 + kalor. Pencampuran ini dilakukan dalam sebuah tabung yang disebut
generator asetilin. Bagian-bagian dari generator asetilin ini adalah ruang karbit
dan dapur gas (retor), ruang air, ruang gas asetilin, kunci (katup) air, alat
pembersih (penyaring), gas, dan alat pengaman bila kelebihan tekanan gas.
3. Botol Oksigen (Zat Asam)

10

Dalam botol oksigen yang terbuat dari baja dimampatkan gas oksigen dengan
tekanan gas sampai 151 bar. Di atas botol dipasang sebuah keran. Pada keran ini
terdapat sumbat pengaman. Bila tekanan gas di dalam botol naik karena pengaruh
panas, maka sumbat akan pecah dan gas kelebihan akan keluar. Gas oksigen yang
dapat diisikan pada botol tersebut sebanyak 74,5 m2 dengan kadar gas oksigen
murni 99,5%. Kadar oksigen pada nyala api las asetilin sangat berperan sebagai
bahan penunjang untuk penghematan, kecepatan, dan efisiensi kerja pada waktu
pengelasan.
4. Regulator
Regulator berfungsi mengatur tekanan isi menjadi tekanan kerja yang tetap
besarnya. Pada regulator terdapat manometer yaitu manometer tekanan isi dan
manometer tekanan kerja. Tekanan isi adalah tekanan gas yang berada dalam
botol. Sedangkan yang dimaksud dengan tekanan kerja adalah tekanan yang
dibutuhkan pada waktu melakukan pekerjaan las.
5. Pembakar (Torch)
Fungsi pembakar pada las asetilin adalah untuk mencampur oksigen dan gas
asetilin yang jumlah isinya hampir sama. Nyala api terjadi pada ujung pembakar.
Pembakar dapat dipasang dengan berbagai ukuran ujung pembakar, untuk
memperoleh nyala api yang sesuai dengan tebal benda kerja yang akan dilas atau
dipotong. Pembakar berhubungan dengan dua buah selang untuk gas
oksigen.Ruang pencampur dan keran berfungsi mengatur banyaknya oksigen dan
asitilin yang digunakan.
6. Pembakar Pemotong (Cutting Torch)
Pembakar untuk pemotong bentuknya serupa dengan pembakar untuk mengelas
biasa, perbedaannya adalah pada pembakar pemotong terdapat pipa ketiga untuk
saluran gas oksigen, selain itu ujung pembakarnya berbeda dengan ujung
pembakar untuk mengelas.Setiap pembakar pemotong mempunyai alat pemegang
pipa penghubung dan kepala pemotong.
7. Selang Las
Selang las berfungsi untuk menyalurkan gas dari botol gas atau generator ke
pembakar.Selang ini harus tahan tekanan tinggi tetapi lemas atau tidak
kaku.Selang las oksigen biasanya berwarna hitam atau hijau. Pada ujung-ujung
selang oksigen ini terdapat mur penguat ulir kanan. Selang gas asetilin biasanya
berwarna merah yang pada ujung-ujungnya terdapat pula mur pengatur dengan
ulir kiri. Fungsi mur pengatur pada kedua ujung selang tersebut adalah untuk

11

mengikat regulator dan mengikat pada pembakar. Untuk menjaga kekeliruan saat
pengikatan dengan regulator dan pembakar, maka baut dan mur pengikat
dibedakan satu sama lain, begitu juga bentuk nipelnya dibuat berbeda.
2.2.3 Proses Pengelasan Las Karbit
Las karbit disebut juga las asetilin. Las karbit sebagaimana juga las yang
lain berfungsi sebagai alat untuk menyambung, memotong, atau mengerjakan
logam dengan panas dengan cara mencairkan logam tersebut. Panas untuk
mencairkan logam diperoleh dari pembakaran gas karbit/asetilin. Agar gas
karbitmudah terbakar maka diberi oksigen melalui selang ke pembakar
(Boentarto,1997).
Las Gas/Karbit adalah proses penyambungan logam dengan logam
(pengelasan) yang menggunakan gas karbit (gas aseteline=C 2H2) sebagai bahan
bakar, prosesnya adalah membakar bahan bakar yang telah dibakar gas dengan O 2
sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu yang dapat mencairkan logam
induk dan logam pengisi. Sebagai bahan bakar dapat digunakan gas-gas asetilen,
propana atau hidrogen. Ketiga bahan bakar ini yang paling banyak digunakan
adalah gas asetilen, sehingga las gas pada umumnya diartikan sebagai las oksiasetelin. Karena tidak menggunakan tenaga listrik, las oksi-asetelin banyak
dipakai di lapangan walaupun pemakaiannya tidak sebanyak las busur elektrode
terbungkus (Sonawan dan Suratman, 2004).
2.3 Pengaruh Sinar Radiasi Terhadap Mata
Selama proses pengelasan akan timbul sinar-sinar yang bersifat radiasi
yang dapat membahayakan pekerja las. Menurut Alatas, (2003), energi radiasi
UV-B dengan panjang gelombang 280-315 nm sebagian besar diserap kornea dan
dapat pula mencapai lensa. Sinar-sinar tersebut meliputi sinar tampak, sinar ultra
violet, dan sinar inframerah. Radiasi adalah transmisi energi melalui emisi berkas
cahaya atau gelombang, (Canadian Centre for Accupational Health & Safety,
2008). Energi radiasi bisa terletak di rentang sinar tampak, tetapi dapat pula lebih
besar atau lebih kecil dibandingkan sinar tampak. Radiasi energi tinggi (termasuk
radiasi ultra violet) disebut radiasi ionisasi karena memiliki kapasitas melepaskan
elektron dari atom atau molekul yang menyebabkan terjadinya ionisasi. Radiasi

12

energi rendah disebut radiasi non ionisasi karena tidak dapat melepaskan elektron
dari atom atau molekul (Corwin, 2000).
1. Efek radiasi pengion
Radiasi pengion dapat menyebabkan kematian sel baik secara langsung
dengan merusak membran sel dan menyebakan pembengkakan intrasel sehingga
terjadi lisis sel, atau secara tidak langsung dengan merusak ikatan antara
pasangan-pasangan basa molekul DNA.Rusaknya ikatan tersebut menyebakan
kesalahan-kesalahan pada replikasi atau transkripsi DNA.Kesalahan-kesalahan
tersebut sebagian dapat diperbaiki; apabila tidak, maka kerusakan yang terjadi
dapat menyebabkan kematian sel atau timbulnya kanker akibat hilangnya kontrol
genetik atas pembelahan sel molekul (Corwin, 2000).
2. Efek radiasi nonionisasi
Radiasi nonionisasi mencakup radiasi gelombang

mikro

dan

ultrasonografik.Radiasi ini memiliki energi yang terlalu kecil untuk dapat


memutuskan ikatan DNA atau merusak membran sel, tetapi radiasi ini dapat
meningkatkan suhu suatu sistem, dan menyebabkan perubahan dalam fungsifungsi transportasi.Efek radiasi nonionisasi pada kesehatan, sedang dalam
penelitian molekul (Corwin, 2000).
2.4 Trauma Mata dan Orbita
Trauma mata merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada anak
dan dewasa muda, kelompok usia ini mengalami sebagian besar cidera yang
parah. Dewasa muda terutama pria merupakan kelompok yang paling mungkin
mengalami trauma tembus mata. Kecelakaan dirumah, kekerasan, ledakan aki,
kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan dan olah raga merupakan
keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata ( Vaughan,2010).
1. Abrasi dan laserasi palpebrae
Benda berbentuk partikel harus dikeluarkan dari palpebrae yang mengalami abrasi
untuk mengurangi resiko pembentukan tato (tattooing) pada kulit. Luka kemudian
diirigasi dengan saline dan ditutup dengan salep antibiotic dan kasa steril.
Jaringan yang terlepas dibersihkan dan dilekatkan kembali. Karena vaskularitas
palpebra sangat baik, besar kemungkinan tidak terjadi nekrosis iskemik.
2. Benda asing dipermukaan mata dan abrasi kornea
Abrasi dan benda asing dikornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat
dirasakan sewaktu mata dan palpebra digerakan, defek epitel kornea dapat

13

menimbulkan sensasi serupa. Fluoresein akan mewarnai membrane basal epitel


yang defek dan dapat memperjelas kebocoran aqueous akibat luka tembus (uji
seidel positif). Pola tanda goresan vertical di kornea mengisyaratkan adanya benda
asing terbenam dipermukaan konjungtiva tarsalis palpebra superior. Pemakaian
lensa kontak yang berlebihan akan menimbulkan edema kornea. Defek epitel
kornea yang ringan diterapi dengan salep antibiotic dan balut tekan (pressure
patch) untuk mengimobilisasi palpebrae. Pada pengeluaran benda asing, dapat
diberika anestetik topical dan digunakan sebuah spud (alat pengorek) atau jarum
berukuran kecil untuk mengeluarkan benda asing sewaktu pemeriksaan slitlamp.
3. Trauma tembus dan kontusio bola mata
Rupture bola mata dapat terjadi akibat trauma tembus tajam atau gaya kontusif
tumpul. Trauma tumpul menyebabkan peningkatan tekanan dalam orbita dan
intraokular disertai deformasi bola mata. Terjadi dekompresi cepat sewaktu
dinding mata robek atau isi orbita keluar ke sinus-sinus di sekitarnya (fraktur
blowout). Limbus superonasal adalah lokasi tersering rupture bola mata (efek
contrecoup-kuadran temporal bawah merupakan bagian yang paling sering
terkena trauma). Cidera traumatik tumpul umunya memiliki prognosis yang lebih
buruk dari pada trauma tembus karena meningkatnya insiden ablation retinae juga
avulse dan herniasi jaringan intra okular. Sebagian besar trauma tembus
menyebabkan penurunan penglihatan yang mencolok, tetapi cidera akibat partikel
kecil berkecepatan tinggi yang dihasilkan oleh tindakan menggerinda atau
memalu mungkin hanya menimbulkan nyeri ringan dan kekaburan penglihatan.
Tanda-tanda lainnya adalah kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva, bilik mata
depan dangkal dengan atau tanpa dilatasi pupil yang eksentrik, hifema, atau
perdarahan vitreus. Tekanan intra okuler mungkin rendah, normal, atau sedikit
meninggi (jarang).
4. Benda asing intraokular
Keluhan rasa tidak enak atau penglihatan kabur pada satu mata dengan riwayat
benturan antara logam dengan logam, ledakan, atau cidera proyektil berkecepatan
tinggi seharusnya memberikan kecurigaan adanya benda asing intraocular. Bagian
anterior mata harus diinspeksi dengan kaca pembesar atau slitlamp sebagai usaha
untuk menetukan lokasi tempat masuknya luka. Upaya visiulisasi benda asing
intraocular harus dilakukan dengan oftalmoskopi lansung atau tidak langsung. CT
scan atau pemeriksaan sinar-X jaringan lunak orbita harus dilakukan untuk

14

mengidentifikasi adanya benda asing radioopak juga untuk alasan-alasan


medikolegal. Lokasi benda asing intraocular dapat dicapai dengan ultrasonografi
atau CT-scan multiplanar. Penggunaan MRI merupakan kontraindikasi absolute
dalam mengidentifikasi dan menglokalisasi benda asing intraocular karena medan
magnet yang dihasilkan selama scanning dapat menyebabkan benda asing tersebut
berubah menjadi proyektil intraocular berkecepatan tinggi yang menimbulkan
efek katastrofik pada mata (Vaughan,2010).
5. Trauma tembus pada orbita
Trauma tembus pada jaringsn orbita dapat disebabkan oleh proyektil berkecepatan
tinggi atau benda tajam. Benda asing radioopak dapat ditentukan letaknya dengan
metode-metode yang sama dengan yang digunakan untuk menentukan lokasi
benda asing intraokular di dalam mata, tetapi benda asing di jaringan orbita jarang
yang memerlukan pengeluaran (Vaughan,2010).
2.5 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan (sebagian besar diperoleh dari indra mata dan telinga)
terhadap objek tertentu. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan
domain yang paling penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over
behavior) dan pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara. Perilaku
yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari
pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran.
Pengetahuan yang mencakup di dalamnya 6 (enam) tingkatan yaitu
(Notoatmodjo, 2003) :
1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
2. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui.
3. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi suatu objek terhadap komponen-komponennya tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
4. Analisis (Analysis) diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan atau materi
suatu objek terhadap komponen-komponennya tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

15

5. Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau


menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation) hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.6 Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap sesuatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap merupakan kesiapan /
kesediaan untuk bertindak, dan prediposisi suatu pelaku. Sikap terdiri dari
berbagai tingkatan, yaitu : (Notoatmodjo, 2003).
1. Menerima : orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.
2. Merespon : memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan

tugas yang

diberikan.

3. Menghargai : mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan


suatu masalah.
4. Bertanggung jawab : bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko.

16

2.7 Kerangka Teori


Penggunaan alat pelindung diri merupakan usaha terakhir dalam upaya
kesehatan dan keselamatan kerja. Faktor manusia memegang peranan penting
dalam mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Prilaku pekerja dalam
menggunakan alat pelindung diri penting diperhatikan dalam upaya mencapai
kesehatan dan keselamatan kerja.
Menurut teori Green 1980 yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), Crowin
(2000) dan Vaughan (2010) yang mendasari timbulnya prilaku dalam pemakaian
alat pelindung diri, dapat dikelompokan menjadi :

Notoatmodjo (2003)
- Pendidikan
- Pengetahuan
- Sikap

Crowin (2000)
- Efek Radiasi
Pengion
- Efek Radiasi
Nonionisasi

Pemakaian Alat
Pelindung Mata
Vaughan (2010)
- Abrasi dan laserasi
palpebrae
- Benda asing
dipermukaan mata
dan abrasi kornea
- Trauma tembus dan
kontusio bola mata
- Benda asing
intraokular
- Trauma tembus pada
orbita

17

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian


2.8 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara
konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2005).
Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel dependen dan variabel
independen. Variabel dependen pada penelitian ini adalah pemakaian alat
pelindung mata sedangkan variabel independen pada penelitian ini adalah sikap
dan pengetahuan pekerja las. Kerangka konsep tersebut digambarkan sebagai
berikut:
Variabel Independen

Variabel Dependen

Pengetahuan
Pemakaian
pelindung mata
Sikap
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

18

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
pendekatan cross sectional survey yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan
dan sikap pekerja las terhadap pemakaian alat pelindung mata pada bengkel las di
Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh tahun 2012.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bengkel las yang terdapat di Kecamatan
Syiah Kuala Banda Aceh.
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai dengan
bulan November 2012, sedangkan pengolahan data dilaksanakan pada bulan
Desember 2012 dan disidangkan pada bulan Januari 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Seluruh pekerja las yang bekerja pada bengkel las yang berada di Kecamatan
Syiah Kuala Banda Aceh tahun 2012.
3.3.2 Sampel
pekerja las yang bekerja dan berada pada bengkel las di Kecamatan Syiah Kuala
Banda Aceh pada saat pengambilan sampel dilakukan.

19

Cara pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara non


probabilty sampling dengan teknik Accidental sampling yaitu pengambilan
sampel yang ada di tempat penelitian.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang meliputi data
pengetahuan dan sikap pekerja las terhadap penggunaan alat pelindung mata yang
diperoleh melalui wawancara menggunakan kuisioner.
3.4.2 Teknik pengumpulan data
Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan
wawancara menggunakan kuisioner pada variabel pengetahuan dan sikap,
sedangkan untuk variabel penggunaan alat pelindung mata dilakukan dengan
observasi oleh si peneliti menggunakan kuisioner.
3.4.3 Instrumen penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dikembangkan
sendiri oleh peneliti yang terdiri atas: 1) Bagian I merupakan data karakteristik
responden meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat. 2) Bagian II merupakan
tabel alat pelindung mata dan pertanyaan dengan pilihan jawaban.
3.4.4

Uji Validitas dan Reliabilitas


Uji coba instrumen dilakukan melalui wawancara dan observasi terhadap

10 responden yaitu pekerja las pada Bengkel Las Adi di Peunayong Banda Aceh.
Selanjutnya dilakukan uji validitas dan uji reliabelitas sebagai berikut:
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan dan
kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2006). Untuk mengetahui validitas
kuesioner dilakukan dengan membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hitung.
Nilai kritis terhadap 10 responden dengan taraf signifikansi 5% diperoleh nilai
kritis tabel yaitu 0. Nilai korelasi dari pertanyaan pada kuesioner dinyatakan
valid bila nilai r hasil >. Dari hasil pengujian validitas didapatkan nilai r hitung
untuk 21 pertanyaan > (terlihat pada kolom Corrected Item-Total Correlation).
Berdasarkan hasil tersebut, maka pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan valid.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu alat ukur dapat

20

dipercaya atau diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil
pengumpulan itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap masalah yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama
(Notoatmodjo, 2005). Nilai reliabilitas dihitung dengan menggunakan Uji
Cronbachs Alpha yaitu membandingkan nilai r hitung dengan r tabel dari
Cronbachs Alpha. Bila hasilnya sama dengan atau lebih besar dari 0,70 maka
instrumen itu dinyatakan reliabel. Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas
kuesioner didapatkan bahwa nilai r hitung untuk 21 pertanyaan > 0,70, maka
pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan reliabel.
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.5.1. Variabel Penggunaan Pelindungan mata Definisi operasionalnya adalah
penggunaan alat pelindung mata pada saat kegiatan mengelas dengan
menggunakan alat ukur kuisioner yang dilakukan secara observasi yang
akan didapat hasil menggunakan dan tidak menggunakan dengan skala ukur
ordinal.
3.5.2. Variabel Pengetahuan Definisi operasionalnya adalah hasil tahu yang
diperoleh responden baik melalui pendidikan formal atau informal dan juga
melalui media terhadap pemakaian alat pelindung mata pada saat mengelas,
dengan menggunakan alat ukur kuisioner yang dilakukan secara wawancara
yang akan didapat hasil baik dan kurang dengan skala ukur ordinal.
3.5.3. Variabel Sikap Definisi operasionalnya adalah Reaksi atau kesediaan
pekerja terhadap pemakaian alat pelindung mata pada saat mengelas dengan
menggunakan alat ukur kuisioner yang dilakukan secara wawancara yang
akan didapat hasil baik dan kurang dengan skala ukur ordinal.
3.6 Metode Pengukuran Variabel
1. Data penggunaan alat pelindung mata
Data penggunaan alat pelindung mata diperoleh dari hasil observasi
menggunakan

kuisioner,

dikatakan

menggunakan

jika

pekerja

las

menggunakan alat pelindung mata pada saat mengelas. Dikatakan tidak


menggunakan jika pekerja las tidak menggunakan alat pelindung mata pada
saat mengelas.
2. Data pengetahuan pekerja las terhadap pemakaian alat pelindung mata

21

Data pengetahuan pekerja las terhadap pemakaian alat pelindung mata


diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner sebanyak 7
pertanyaan. Skor setiap pilihan adalah 2 apabila jawabannya benar, 1 apabila
jawabannya kurang tepat, 0 apabila salah. Skor yang telah diperoleh dari setiap
responden dijumlahkan dan dibagi dengan seluruh responden sehingga tingkat
pengetahuan dapat dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu:
(1) Baik Jika X >5,4 (Mean)
(2) Kurang Jika X < 5,4 (Mean)
3. Data sikap pekerja las terhadap pemakaian alat pelindung mata
Data sikap pekerja las terhadap pemakaian alat pelindung mata diperoleh dari
hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner sebanyak 7 pertanyaan. Skor
setiap pilihan adalah 3 apabila jawabannya sangat setuju, 2 apabila jawabannya
setuju, 1 apabila jawabannya tidak setuju dan 0 jika jawabannya sangat tidak
setuju. Skor yang telah diperoleh dari setiap responden dijumlahkan dan dibagi
dengan seluruh responden sehingga sikap pekerja las terhadap pemakaian alat
pelindung mata dapat dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu:
(1) Setuju Jika X > 14 (Mean)
(2) Tidak Setuju Jika X < 14 (Mean)
3.7 Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari kuisioner kemudian dilakukan pengolahan data
dengan langkah-langkah sebagai berikut (Arikuntoro, 2006) :
a. Editing
Dilakukan untuk memeriksa form penelitian agar dapat diolah secara benar,
sehingga pengumpulan data dapat memberikan hasil yang menggambarkan
masalah yang diteliti.
b. Coding
Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian
diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer.
c. Transferring
Data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari responden pertama
sampai dengan responden terakhir untuk dimasukkan ke dalam table sesuai
dengan sub variabel yang ingin diteliti.

22

d. Tabulating
Data yang telah diperbaiki dan diberi kode dimasukkan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi, tujuannya untuk mempermudah menganalisis data.
3.8 Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi dari masing-masing variabel
dengan menghitung persentase dari setiap variabel dengan menggunakan rumus
(Notoatmodjo, 2005):

P=
Keterangan:
P

: Persentase

f x : Frekuensi atau jumlah nilai yang diambil


n

: Jumlah responden yang menjadi sampel

2. Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
pengetahuan dan sikap pekerja las terhadap pemakaian alat pelindung mata.
Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square pada 95% dan 0,05 dengan
kriteria hubungan ditetapkan berdasarkan p value (probabilitas) dengan kriteria,
sebagai berikut:
1.

Jika p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen.

2.

Jika p value 0,05 maka ada hubungan yang signifikan antara variabel
independen dengan variabel dependen.

BAB IV

23

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Berdasarkan Penelitian yang dilakukan di beberapa Bengkel Las yang ada
di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh pada tanggal 3 November sampai
dengan 9 November 2012 tentang Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja Las
dengan Pemakaian Alat Pelindung Mata pada Bengkel Las di Kecamatan Syiah
Kuala Banda Aceh Tahun 2012, maka di dapat hasil sebagai berikut :
4.1.1 Letak Geografis
Tabel 4.1

Distribusi Letak Geografis Bengkel Las di Kecamatan Syiah Kuala


Banda Aceh Tahun 2012

No
Nama Bengkel
1
Tiara Las

Alamat
Jl. T. Nyak Arif Lamnyong.

CV. Rahmat

Jl. T. Nyak Arif Lamnyong.

Tunggai Las

Jl. T. Nyak Arif Lamnyong.

Las Adi STK

Lamgugop

Las Sinar Steel

Jl. T. Nyak Arif Lingke

Las CV. Nurma

Tibang Kecamatan Syiah Kuala.

Las Samba Stell

Jl. P. Nyak Makam Lampineung.

Las Zhaffa Steel

Jl. Tgk. Lamgugop No.04 Lamgugop.

Las Mutia Teknik

Jl. Kebon Raja No. 11 Kampong Pineung.

4.1.2. Keadaan Demografis

24

Tabel 4.2 Distribusi Frekwensi Karakteristik Responden di Kecamatan Syiah


Kuala Banda Aceh Tahun 2012
ferkuensi
Persentase
Jenis Kelamin
n
%
0
0
Perempuan
57
100
Laki-laki
57
100
Total
Usia
20-30

50

87,7

> 30
Total

7
57

12,3
100

6
4
8
5
6

10.5
7.0
14.0
8.8
10.5

Nama Bengkel Las :


Tiara Las
CV. Rahmat
Tunggai Las
Las Adi STK
Las Sinar Stell

Las CV. Nurma


8
14.0
Las Samba Stell
5
8.8
Las Zhaffa Stell
7
12.3
Las Mutia Teknik
8
14.0
Total
57
100
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui jenis kelamin subjek semuanya adalah
laki-laki sebanyak 57 orang (100%), usia subjek dengan golongan umur 20-30
tahun paling banyak yaitu 50 orang (87,7%).
4.1.3 Penggunaan Alat Pelindung Mata
Tabel 4.3 Distribusi Frekwensi Penggunaan Alat Pelindung Mata Pada Pekerja
Bengkel Las di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh Tahun 2012
Frekuensi
Persentase
Alat Pelindung Mata
n
%
Digunakan
32
56.1
Tidak Digunakan
25
43.9
Total
57
100
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa, sebagian besar pekerja bengkel
las menggunakan alat pelindung mata sebanyak 32 responden (56,1%).

4.1.4. Pengetahuan Responden

25

Adapun hasil penelitian didapat nilai mean 5,4, median 9 dan modus 2 dari
pengetahuan responden terhadap pemakaian alat pelindung mata disajikan pada
tabel 4.4.
Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Alat


Pelindung Mata pada Pekerja Bengkel Las di Kecamatan Syiah Kuala
Banda Aceh Tahun 2012
Frekuensi
Persentase
Pengetahuan
n
%
Baik
26
45.6
Kurang
31
54.4
Total
57
100
Berdasarkan hasil pengumpulan data, distribusi frekuensi jawaban responden

per pertanyaan adalah sebagai berikut (tabel 4.5).


Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Alat Pelindung
Mata pada Pekerja Bengkel Las di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh
Tahun 2012
Jawaban Responden
No Pengetahuan Responden Terhadap Penggunaan Alat
Kurang
Benar
%
% Salah
Pelindung Mata
Benar
Alat pelindung mata dipakai untuk melindungi mata
1
6
10.5
47
82.5
4
pekerja dari bahaya dan penyakit akibat kerja
mengelas tanpa menggunakan alat pelindung mata
2 bisa menimbulkan mata rabun atau kekaburan
10
17.5
22
38.6
25
penglihatan dan kebutaan akibat luka pada mata
Akibat tidak menggunakan alat pelindung mata pada
3 pekerja las dapat menimbulkan kecelakaan dan
27
47.4
19
33.3
11
penyakit pada mata
Pekerja menggunakan alat pelindung mata pada saat
4 sebelum memasuki ruangan kerja dan sebelum
18
31.6
33
57.9
6
memulai bekerja
Alat pelindung mata yang digunakan pada pekerja
las adalah alat pelindung mata khusus yang tidak
5
13
22.8
39
68.4
5
tembus sinar langsung, dan mampu melindungi mata
dari percikan las dan benda asing.
Mata terasa perih, penglihatan kabur dan masuk nya
benda asing seperti biji besi yang bisa melukai mata
6
12
21.1
27
47.4
18
hingga
menyebabkan
kebutaan
jika
tidak
menggunakan alat pelindung mata.
Berhenti bekerja dan melakukan pemeriksaan dan
7 pengobatan ke dokter mata hingga sembuh jika
18
31.6
39
68.4
0
terjadi kecelakaan pada pekerjaan las.

%
7.0
43.9
19.3
10.5

8.8

31.6

0.0

26

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pekerja bengkel las rata-rata menjawab


pertanyaan kuesioner tentang pengetahuan kurang benar yaitu antara 33,2%
sampai 82,5%
4.1.5. Sikap Responden
Adapun hasil penilaian didapat nilai mean 14,1 median 14 dan modus 10
dari sikap terhadap pemakaian alat pelindung mata disajikan pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang Alat Pelindung Mata
pada Pekerja Bengkel Las di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh
Tahun 2012
Frekuensi

Persentase

Setuju

n
35

%
61.4

Tidak Setuju

22

38.6

57

100

Sikap

Total

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa manyoritas responden memiliki


sikap yang setuju dengan pemakaian alat pelindung mata yaitu sebesar 35 atau
61,4%.
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang Alat Pelindung Mata
pada Pekerja Bengkel Las di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh
Tahun 2012
No
1
2
3
4
5
6
7

Sikap Responden Terhadap Penggunaan Alat


Pelindung Mata

Bekerja menggunakan alat pelindung mata


Menggunakan alat pelindung mengurangi risiko
terjadinya penyakit akibat kerja
Peraturan yang mewajibkan setiap pekerja
menggunakan alat pelindung mata pada saat
bekerja merupakan hal yang baik
Penggunakan alat pelindung mata tidak
bergantian
Menerima sanksi jika tidak menggunakan alat
pelindung mata pada saat bekerja
Mendapatkan pelatihan tentang penggunaan
alat pelindung mata
Alat pelindung mata yang sudah rusak harus
diganti yang baru
Keterangan :

Jawaban Responden
SS % S % TS % STS %
12 21.1 25 43.9 20 35.1 0 0.0
12 21.1 31 54.4 14 24.6 0

0.0

29 50.9 20 35.1 8 14.0 0

0.0

14 24.6 30 52.6 13 22.8 0

0.0

15 26.3 21 36.8 21 36.8 0

0.0

20 35.1 16 28.1 21 36.8 0

0.0

19 33.3 15 26.3 22 38.6 1

1.8

27

SS

: Sangat Setuju

TS

: Tidak Setuju

: Setuju

STS

: Sangat Tidak Setuju

4.1.6. Hubungan Pengetahuan


Pelindung Mata

Responden

dengan

Penggunaan Alat

Tabel 4.8 Distribusi Hubungan Pengetahuan Responden dengan Penggunaan Alat


Pelindung Mata pada Pekerja Las di Kecamatan Syiah Kuala Banda
Aceh Tahun 2012

Pengetahuan
Baik
Kurang
Jumlah

Alat Pelindung Mata


Tidak
Digunakan Digunakan
n
%
n
%
19
73.1
7
26.9
13
41.9
18 58.1
32
25

Total
n
26
31
57

%
100
100

p value

RP

(95%-CI)

0.018

1,74

1,22-11,54

Dari tabel 4.8 dapat kita ketahui bahwa dari 26 responden dengan
pengetahuan baik paling banyak yang menggunakan alat pelindung mata pada
pekerjaan bengkel yaitu 73,1% dan dari 31 responden yang pengetahuan kurang
paling banyak yang tidak menggunakan alat pelindung mata pada pekerjaan
bengkel yaitu 58,1%. Berdasarkan hasil uji chi square diketahui p value sebesar
0,018 (p value > 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara pengetahuan responden dengan penggunaan alat pelindung mata pada
pekerja las di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh Tahun 2012.
Pada penelitian ini ratio prevalence (RP) yaitu 1,74 (95% CI: 1,22-11,54)
artinya adalah responden yang mepunyai pengetahuan baik berkemungkinan
besar menggunakan alat pelindung mata pada pekerjaan bengkel las dengan
peluang 2 kali.

28

4.1.7. Hubungan Sikap Responden dengan Penggunaan Alat Pelindung mata


Tabel 4.9 Distribusi Hubungan Sikap Responden dengan Penggunaan Alat
Pelindung Mata pada Pekerja Las Di Kecamatan Syiah Kuala Banda
Aceh Tahun 2012

Sikap
Setuju
Tidak
Setuju
Jumlah

Alat Pelindung Mata


Tidak
Digunakan
Digunakan
n
%
n
%
25
71.4
10
28.6
7
31.8
15
68.2

Total
n
35
22

%
100
100

p value

RP

(95%-CI)

0.003

2,4

1,68-17,06

32
25
57
Dari tabel 4.7 dapat kita ketahui bahwa dari 35 responden dengan sikap

setuju paling banyak yang menggunakan alat pelindung mata pada pekerjaan
bengkel las yaitu 71,4% dan dari 22 responden dengan sikap tidak setuju paling
banyak yang tidak menggunakan alat pelingdung mata pada pekerjaan bengkel las
yaitu 68,2%. Berdasarkan hasil uji chi square diketahui p value sebesar 0,003
(p value > 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
sikap responden dengan penggunaan alat pelindung mata pada pekerja las di
Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh Tahun 2012.
Pada penelitian ini ratio prevalence (RP) yaitu 2,4 (95% CI: 1,68-17,06)
artinya

adalah

responden

yang

bersikap

setuju berkemungkinan

besar

menggunakan alat pelindung mata pada pekerjaan bengkel las dengan peluang
2 kali.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pengetahuan
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pengetahuan pekerja bengkel las tentang
alat pelindung mata di Kecamatan Syiah Kuala lebih banyak berpengetahuan
kurang sebesar 54,4% sedangkan yang berpengetahuan baik hanya 45,6%. Hasil
penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Anwaruddin (2008)
yang menyatakan bahwa pengetahuan pekerja bengkel las terhadap penggunaan

29

alat pelindung mata baik, dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa


pengetahuan yang baik didapat karena memanfaatkan sumber informasi media.
Perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian yang di peroleh
Anwaruddin dapat disebabkan oleh perbedaan pertanyaan yang diukur dalam
kuesioner. Anwaruddin mengukur dari mana responden mendapat pengetahuan,
sedangkan penelitian ini mengukur tingkat pengetahuan responden yang
mempengaruhi pemakaian alat pelindung mata.
Berdasarkan hasil analisa data untuk seluruh pertanyaan pada (Tabel 4.5),
rata-rata responden menjawab pertanyaan dengan jawaban dengan skor (1) yang
dapat diartikan jawaban benar 19,3%-82,5% pada setiap item pertanyaan.
Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku,
namun hubungan positif antara kedua variabel tersebut didalam sejumlah
penelitian. Pengetahuan tertentu tentang kesehatan mungkin penting sebelum
suatu tindakan kesehatan terjadi, tetapi tindakan kesehatan yang diharapkan
mungkin tidak akan terjadi kecuali seseorang mendapat isyarat yang cukup kuat
untuk memotivasi bertindak atas dasar pengetahuan yang dimilikinya, hal ini
penggunaan alat pelindung mata pada pekerjaan bengkel las (Andryansyah, 2000).
Hasil penelitian diatas sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003), yaitu
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan (sebagian besar diperoleh dari indra mata dan telinga) terhadap objek
tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang paling penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (over behavior) dan pengetahuan dapat diukur dengan
melakukan

wawancara.

Jadi

pendapat

ini

dapat

disimpulkan

bahwa

responden/pekerja bengkel las yang mempunyai pengetahuan baik akan lebih

30

cenderung menggunakan alat pelindung mata lengkap dibandingkan dengan


responden/pekerja bengkel las yang berpengetahuan kurang.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa manyoritas responden memiliki
pengetahuan yang baik dan menggunakan alat pelindung mata. Namun demikian
masih terdapat responden yang tidak menggunakan alat pelindung mata, hal ini
dikarenaka responden tidak mengetahui manfaat atau kegunaan menggunakan alat
pelindung mata dan juga didukung oleh faktor malas dalam menggunakan alat
pelindung mata. Hal ini tampak pada keluhan responden yang mengatakan bahwa
dengan menggunakan alat pelindung mata maka mata terasa panas dan berair.
Untuk mengatasi hal ini maka pekerja perlu diberikan pengarahan mengenai
pentingnya menggunakan alat pelindung mata untuk meminimalisir penyakit yang
timbul atau risiko kecelakaan kerja pada mata.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa manyoritas responden mengetahui
apa yang dimaksud dengan alat pelindung mata dan tahu betul manfaatnya, akan
tetapi masih terdapat pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung mata. Hal
ini dikarenakan pekerja menganggap bahwa tanpa menggunakan alat pelindung
mata maka mereka akan tetap terhindar dari penyakit kerja, padahal mereka tahu
betul kegunaan dari alat pelindung mata tapi mereka tetap mengabaikannya. Hal
ini jika dibiarkan terus-menerus akan menjadi kebiasaan buruk dan menimbulkan
persepsi yang salah terhadap penggunaan alat pelindung mata, oleh karena itu
diharapkan ada terguran atau tindakan nyata dari pihak perusahaan untuk
mengatasi masalah ini.

31

4.2.2. Sikap
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa Sikap pekerja bengkel las tentang alat
pelindung mata di Kecamatan Syiah Kuala lebih banyak bersikap setuju sebesar
61,4% sedangkan yang bersitap tidak setuju sebesar 38,6%. Hasil penelitian ini
sangat sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ermayanti (2007) menyebutkan
bahwa sikap pekerja las ketok terhadap alat pelindung diri setuju, dalam hal ini
menyebutkan bahwa sikap yang baik akan menujukkan pemakaian alat pelindung
mata cenderung digunakan.
Berdasarkan hasil analisa data untuk seluruh pertanyaan (Tabel 4.7), ratarata responden menjawab pertanyaan dengan jawaban (S) yang dapat diartikan
setuju yaitu 26,3%-54,4% pada setiap item pertanyaan.
Dari hasil diatas peneliti berasumsi bahwa semakin setuju sikap responden
maka akan semakin menggunakan alat pelindung mata pada pekerjaan bengkel
las, dan sebaliknya semakin tidak setuju sikap responden maka semakin tidak
digunakan alat pelindung mata pada pekerjaan bengkel las, hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Noval tahun 2002 tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan penggunaan alat pelindung mata pada pekerjaan bengkel las
teralis di CV. Cahaya Teralis Blang Pidie Kabupaten ABDYA dengan p value
0,021 yang disimpulkan terdapat hubungan antara sikap pekerja dengan
penggunaan alat pelindung mata pada pekerjaan bengkel las teralis di CV. Cahaya
Teralis Kabupaten ABDYA tahun 2002.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden setuju dengan
penggunaan alat pelindung mata, dengan menggunakan alat pelindung mata maka
akan menurunkan risiko terjadinya penyakit akibat kerja. Hal ini dikarenakan
menurut mereka jika menggunakan alat pelindung mata maka mata tidak terasa
pedih dan tidak silau sehingga mereka dapat berkerja dengan nyaman. Akan tetapi
terdapat pula responden yang tidak setuju dengan penggunaan alat pelindung mata
ini, hal ini dikerenakan faktor pengetahuan yang kurang dan faktor malas dalam
memakai alat pelindung mata. Untuk menghilangkan kebiasaan ini hendaknya
pihak perusahaan memberikan pelatihan untuk menambah wawasan pekerja dan
memberikan sanksi atau teguran kepada pekerja yang tidak menggunakan alat
pelindung mata.

32

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003),


mengemukakan bahwa, sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap sesuatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap
merupakan kesiapan/kesediaan untuk bertindak, dan prediposisi suatu pelaku. Jadi
dapat disimpulkan bahwa semakin setuju sikap para pekerja bengkel las semakin
penggunaan alat pelindung mata lengkap dan semakin tidak setuju sikap pekerja
bengkel maka akan semakin tidak lengkap penggunaan alat pelindung mata.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa manyoritas setuju dengan pemakaian
alat pelindung mata secara lengkap, menurut mereka dengan menggunakan alat
pelindung mata maka akan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja. Akan tetapi dari hasil penelitian ini juga ditemukan responden yang tidak
menggunakan alat pelindung mata. Hal ini dikarenakan responden tidak
memahami pentingnya memakai alat pelindung mata. Oleh karena itu, penting
bagi perusahaan untuk memfasilitasi pekerja dengan alat pelindung diri dan
menetapkan peraturan mengenai kewajiban memakai alat pelindung dan
menerapkan sanksi bagi yang melanggarnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1.

Ada hubungan antara pengetahuan yang baik dengan penggunaan


alat pelindung mata pada pekerja las di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh

2.

Tahun 2012.
Ada hubungan antara sikap yang positif terhadap pemakaian alat
pelindung mata pada pekerja las di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh
Tahun 2012.

B. Saran
Sesuai dengan kesimpulan maka peneliti menyarankan beberapa hal
sebagai berikut:

33

1.

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan dan instansi terkait


agar meningkatkan penyuluhan khususnya bagi pekerja las tentang bahaya

2.

tidak menggunakan alat pelindung mata pada saat melakukan pekerjaan las.
Diharapkan kepada pimpinan bengkel agar menerapkan
penggunaan alat pelindung mata bagi pekerja demi menghindari bahaya

3.

yang dapat menyebabkan gangguan pada mata pekerja.


Diharapkan pada pekerja las agar

membiasakan

penggunaan alat pelindung mata demi menghindari kejadian yang dapat


membahayakan mata baik yang bersifat sementara maupun permanen.

Anda mungkin juga menyukai