Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan
otak. (Smeltzer, 2001:2010).
Cedera kepala adalah cedera kepala ( terbuka dan tertutup) yang terjadi karena:
fraktur tengkorak, komusio (gegar serebri), kontusio (memar/ laserasi) dan perdarahan
serebral (sub arakhnoid, subdural, epidural, intra serebral dan batang otak). (Doenges,
1999: 270)
Cedera kepala adalah trauma yang terjadi karena adanya pukulan/ benturan
mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran. (Tucker, 1998).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak
langsung, dengan disertai atau tanpa disertai perdarahan yang mengakibatkan gangguan
fungsi otak. (Price, 1995: 1015).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala
adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak dan otak yang terjadi baik secara langsung
ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian.
B. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
1. Cedera kepala terbuka Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya
tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera pada tipe ini ditentukan oleh velositas,
masa dan bentuk dari benturan. Kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang
tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan melukai durameter saraf
otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan. Cedera kepala terbuka
memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.
2. Cedera kepala tertutup Benturan kranium pada jaringan otak didalam tengkorak ialah
goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat,
kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan dalam otak, cairan akan tumpah.
Cedera kepala tertutup meliputi: komosio (gegar otak), kontusio (memar) dan laserasi.
(Smelzer, 2001: 2211; Long, 1996: 203)
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan nilai GCS:
1. Cedera kepala ringan Nilai GCS: 13-15, kehilangan kesadaran kurang dari 30
menit. Ditandai dengan: nyeri kepala, muntah, vertigo dan tidak ada penyerta
seperti pada fraktur tengkorak, kontusio/ hematoma.

2. Cedera kepala sedang Nilai GCS: 9-12, kehilangan kesadaran antara 30 menit
sampai 24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak dan disorientasi ringan
(bingung).
3. Cedera kepala berat Nilai GCS: 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, meliputi:
kontusio serebral, laserasi, hematoma dan edema serebral. (Hudak dan Gallo, 1996:
226)
C. ANATOMI FISIOLOGI
1. Tengkorak
Struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan
tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar, diploe dan lapisan
dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan diploe
merupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga/ fosa:
fosa anterior (didalamnya terdapat lobus frontalis), fosa tengah (berisi lobus
temporalis, parietalis, oksipitalis), fosa posterior (berisi otak tengah dan sereblum).
2. Meningen
Adalah selaput yang menutupi otak dan medula spinalis yang berfungsi sebagai
pelindung, meningen terdiri dari:
a. Durameter (lapisan sebelah luar)
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.
Durameter ditempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena
dari otak.
b. Arakhnoid (lapisan tengah)
Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter
membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi susunan
saraf sentral.
c. Piameter (lapisan sebelah dalam)
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piameter
berhubungan dengan araknoid melalui struktur- struktur jaringan ikat yang
disebut trabekel. (Ganong, 2002)
3. Otak
Otak terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu:
a. Cerebrum Serebrum atau otak besar terdiri 3 bagian:
Serebrum atau otak besar terdiri dari 2 bagian hemispherium serebri kanan dan
kiri. Setiap hemispher di bagi dalam 4 lobus yang terdiri dari: lobus frontal,
oksipital, temporal dan parietal, yang masing- masing lobus memiliki fungsi yang
berbeda, yaitu:
Lobus frontalis : Kontrol motorik gerakan volunter, terutama fungsi bicara,

kontrol berbagai emosi, moral, tingkah laku dan etika.


Lobus temporal : Pendengaran, keseimbangan, emosi, dan memori.

Lobus oksipitalis : Visual senter, mengenal obyek. Lobus parietalis : Fungsi

sensori umum, rasa ( pengecapan).


KERUSAKAN PADA BAGIAN- BAGIAN OTAK
Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri) biasanya akan
mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah
tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu,
lokasi yang pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi.
1. Kerusakan lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian
motorik (misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu).
Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah
tertentu pada lobus frontalis bertanggung jawab terhadap aktivitas motorik
tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus
frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang
terjadi. Kerusakan yang kecil jika hanya mengenai satu sisi otak, biasanya
tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang
menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang
lobus frontalis bisa menyebabkan apatis, ceroboh, lalai dan kadang
inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping
lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan,
kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam.
Kerusakan lobus parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk,
tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan
matematika dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga
membantu 6 mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan
posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis
menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang
agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan
serangkaian pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk menentukan
arah kiri-kanan. Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan
penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau
bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal
dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding). Penderita bisa

menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun


melakukan pekerjaan sehari-hari.
2. Kerusakan lobus temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi dan mengingatnya
sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan
gambaran,

menyimpan

memori

dan

mengingatnya

kembali

serta

menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah


kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan
pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman
bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita
dalam mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis
sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan kepribadian
seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa,
obsesif dan kehilangan gairah seksual. ( Mediastone. Com).
b. Cereblum Terdapat dibagian belakang kranium menempati fosa serebri posterior
dibawah lapisan durameter. Cereblum mempunyai aksi yaitu merangsang dan
menghambat serta mempunyai tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan
gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan posisi
dan mengintegrasikan input sensori.
c. Brainstem
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata. Otak tengah
(midbrain/ ensefalon) menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer
sereblum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik sebagai pusat reflek
pendengaran dan penglihatan. Pons terletak didepan sereblum antara otak tengah
dan medula, serta merupakan jembatan antara 2 bagian sereblum dan juga antara
medula dengan serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik. medula
oblongata membentuk bagian inferior dari batang otak, terdapat pusat- pusat
otonom yang mengatur fungsi- fungsi vital seperti pernapasan, frekuensi jantung,
pusat muntah, tonus vasomotor, reflek gag, batuk dan bersin. (Ganong, 2002;
Price, 2005)
SARAF- SARAF OTAK:
a. Nervus I (Olfaktorius)
Sifatnya sensorik menyerupai

hidung membawa

rangsangan aroma

(baubauan) dari rongga hidung ke otak. Fungsinya: saraf pembau.


b. Nervus II (Optikus)

Sifatnya sensorik, mensarafi bola mata membawa rangsangan penglihatan ke


otak. Fungsinya: saraf mata yang serabut-serabut sarafnya keluar dari bukit
IV.
c. Nervus III (Okulomotorius)
Sifatnya motorik, mensarafi otot- otot orbital (otot penggerak bola mata).
Fungsinya: sebagai saraf penggerak bola mata.
d. Nervus IV (Troklearis)
Sifatnya motorik, , fungsinya: saraf memutar mata/ sebagai penggerak mata.
e. Nervus V (Trigerminal)
Sifatnya majemuk, fungsinya: sebagai saraf kembar
f. Nervus VI (Abdusen)
Sifatnya motorik, mensarafi otot- otot orbital, fungsinya: sebagai saraf
penggoyang bola mata
g. Nervus VII (Fasialis)
Sifatnya majemuk, serabut- serabut motorisnya mensarafi otot- otot lidah dan
selaput lendir rongga mulut. Fungsinya: sebagai mimik wajah dan
menghantarkan rasa pengecap.
h. Nervus VIII (Auditorius)
Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengar membawa rangsangan dari
pendengaran dari telinga ke otak. Fungsinya: sebagai saraf pendengar.
i. Nervus IX (Glosofaringeus)
Sifatnya majemuk, mensarafi faring, tonsil dan lidah.
j. Nervus X (Vagus)
Sifatnya majemuk, fungsinya: sebagai saraf perasa.
k. Nervus XI (Assesoris)
Sifatnya motorik, fungsinya: sebagai saraf tambahan.
l. Nervus XII (Hipoglosus)
Sifatnya motoris, mensarafi otot- otot lidah. (Syaifuddin, 1997)
FISIOLOGI
Perdarahan intrakranial (hematoma intrakranial) adalah penimbunan darah di
dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi
karena cedera atau stroke. perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam
pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah
luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya
bisa terlihat pada CT Scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan
menimbulkan gejala dalam beberapa menit.
Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan
membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.
Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya

menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas
atau batang otak mengalami herniasi.
Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma,
kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan
jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama
pada usia lanjut.
1. Hematoma epidural
Berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan tulang tengkorak.
Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak yang telah merobek arteri. Darah di dalam
arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit
kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian.
Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih
parah dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk,
kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung
kepada CT Scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat
lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan
pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.
2. Hematoma subdural
Berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera
setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya
cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan
gejala-gejala

neurologis

biasanya

dikeluarkan

melalui

pembedahan.

Petunjuk

dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah : -sakit kepala yang menetap 11 - rasa
mengantuk yang hilang- timbul - linglung - perubahan ingatan - kelumpuhan ringan pada
sisi tubuh yang berlawanan - (Mediascom)
D. ETIOLOGI/ PREDISPOSISI
1. Trauma tajam Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana itu merobek
otak, misalnya tertembak peluru/ benda tajam.
2. Trauma tumpul Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya.
3. Cedera akselerasi Peristiwa gonjaan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh
4.
5.
6.
7.
8.
9.

pukulan maupun bukan dari pukulan.


Kontak benturan ( Gonjatan langsung) Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu obyek
Kecelakaan lalu lintas
Jatuh
Kecelakaan industri
Serangan yang disebabkan karena olah raga
Perkelahian (Smeltzer, 2001: 2210; Long, 1996: 203)

E. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang
dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada
fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium
dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan

tekanan

vaskuler

menyebabkan

pembuluh

darah

arteriol

akan

berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah


arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi cedera robekan/ hemoragi, akibatnya akan terjadi kemampuan
autoregulasi cerebral yang kurang atau tidak ada pada area cedera dan konsekuensinya
meliputi hiperemia. Peningkatan/ kenaikan salah satu otak akan menyebabkan jaringan
otak tidak dapat membesar karena tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi pada otak,
sehingga lesi yang terjadi menggeser dan mendorong jaringan otak. Bila tekanan terus
menerus meningkat akibatnya tekanan pada ruang kranium terus menerus meningkat.
Maka aliran darah dalam otak menurun dan terjadilah perfusi yang tidak adekuat,
sehingga terjadi masalah perubahan perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat dapat
menimbulkan tingkatan yang gawat, yang berdampak adanya vasodilatasi dan edema
otak. Edema akan terus bertambah menekan/ mendesak terhadap jaringan saraf, sehingga
terjadi peningkatan tekanan intra kranial. (Price, 1996)

Edema jaringan otak akan mengakibatkan peningkatan TIK yang akan


menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak. Dampak dari cedera kepala:
1. Pola pernapasan Trauma serebral ditandai dengan peningkatan TIK, yang
menyebabkan hipoksia jaringan dan kesadaran menurun. Dan biasanyan menimbulkan
hipoventilasi alveolar karena nafas dangkal, sehingga menyebabkan kerusakan
pertukaran gas (gagal nafas) dan atau resiko ketidak efektifan bersihan jalan napas
yang akan menyebabkan laju mortalitas tinggi pada klien cedera kepala. Cedera
serebral juga menyebabkan herniasi hemisfer serebral sehingga terjadi pernapasan
chyne stoke, selain itu herniasi juga menyebabkan kompresi otak tengah dan
hipoventilasi neurogenik central. (Long, 1996; Smeltzer, 2001; Price, 1996)
2. Mobilitas Fisik Akibat trauma dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan
tubuh, sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu juga dapat
menyebabkan kontrol volunter terhadap gerakan terganggu dalam memenuhi
perawatan diri dalam kehidupan sehari-hari dan terjadi gangguan tonus otot dan
penampilan postur abnormal, sehingga menyebabkan masalah kerusakan mobilitas
fisik. ( Donges, 2000;Price, 1996)
3. Keseimbangan Cairan Trauma kepala yang berat akan mempunyai masalah untuk
mempertahankan status hidrasi hidrat yang seimbang, sehingga respon terhadap status
berkurang dalam keadaan stress psikologis makin banyak hormon antideuretik dan
makin banyak aldosteron diproduksi sehingga mengakibatkan retensi cairan dan
natrium pada trauma yang menyebabkan fraktur tengkorak, dan akan terjadi
kerusakan pada kelenjar hipofisis/ hipotalamus dan peningkatan TIK. Pada keadaan
ini terjadi disfungsi pada produksi dan penyimpanan ADH sehingga terjadi penurunan
jumlah air dan menimbulkan dehidrasi. (Price,1996)
4. Akivitas menelan Adanya trauma menyebabkan gangguan area motorik dan sensorik
dari hemisfer cerebral akan merusak kemampuan untuk mendeteksi adanya makanan
pada sisi mulut yang di pengaruhi dan untuk memanipulasinya dengan geakan pipi
dan.Selain reflek menelan dan batang otak mungkin hiperaktif/menurun sampai hilang
sama sekali. (Smeltzer, 2001;Price,1996)
5. kemampuan komunikasi Pada pasien dengan trauma cerebral disertai gangguan
komunikasi, disfungsi ini paling sering menyebabkan kecacatan pada penderita cedera
kepala, kerusakan ini diakibatkan dari kombinasi efek-efek disorganisasi dan
kekacauan proses bahasa dan gangguan. Bila ada pasien yang telah mengalami trauma
pada area hemisfer cerebral dominan dapat menunjukan kehilangan kemampuan

untuk menggunakan bahasa dalam beberaa hal bahkan mungkin semua bentuk bahasa
sehingga dapat menyebabkan gangguan komunikasi verbal. (Price,1996)
6. Gastrointestinal Setelah trauma kepala perlukaan dan perdarahan pada lambung jarang
di temukan, tapi setelah 3 hari pasca trauma terdapat respon yang berbeda dan
merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulasi vagus yang dapat menyebabkan
hiperkardium. Hipotalamus merangsang anterior hipofisis untuk mengeluarkan
kartikosteroid dalam menangani cedera cerebral. Hiperkardium terjadi peningkatan
pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi produksi asam
lambung. (Price,1996)

F. MANIFESTASI KLINIK
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan sebagian besar
pasien mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.
b. Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau perasaannya
berkurang dan cemas, kesulitan belajar dan kesulitan bekerja. (www. Mediastore)
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau bahkan
koma.

b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,


perubahan tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi
sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan. (Smetzer,
2001; www. Mediastore)
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesadaran. (www. Mediastore)
b. Pupil tak ekual, pemeriksaan mototik tidak ekual, adanya cedera terbuka, fraktur
tengkorak dan penurunan neurologik. (www. Angelfive)
G. KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema
serebral progresif dan herniasi otak. Komplikasi dari cedera kepala adalah:
1. Peningkatan TIK
2. Iskemia
3. Infark
4. Kerusakan otak irreversibel
5. Kematian
6. Paralisis saraf fokal sepertio anomsia (tidak dapat mencium bau- bauan)
7. Infeksi sistemik (pneumonia, ISK, septikemia)
8. Infeksi bedah neuro (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses otak)
9. Osifikasi heterotrofik (nyeri tulang pada sendi- sendi) (Smeltzer, 2001; Tucker, 1998)
H. PENATALAKSANAAN
1. Dexamethason/kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral,dosis sesai
dengan berat ringanya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian anal getik.
4. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% glukosa 40%
atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob
diberikan metronidazole.
6. Makanan atau cairan infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
7. Pembedahan (Smeltzer, 2001; Long, 1996)
I. PENGKAJIAN FOKUS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengkajian fokus menurut Doenges 2000 dan Engram 1998:
1. Aktivitas dan istirahat Gejala: merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan,
perubahan kesadaran, letargi, hemiparesis, quadreplagia, ataksia, cara berjalan tak
tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot
dan spastik otot.

2. Sirkulasi Gejala: perubahan tekanan darah (hipertensi), perubahan frekuensi jantung


(bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi dan disritmia)
3. Integritas Ego Gejala: perubahan tingkah laku / kepribadian (demam),. Tanda: cemas,
mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impuksif.
4. Eliminasi Gejala: inkontinensia kandung kemih
5. Makanan / Cairan Gejala: mual, muntah dan mengalami penurunan selera makan
Tanda: muntah (mungkin proyektif), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, dan
disfagia)
6. Neurosensorik Gejala: kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, rasa baal pada ekstremitas.
Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, fotofotobia, gangguan pengecapan dan penciuman. Tanda:
perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/ tingkah
laku dan emosi). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri) deviasi pada
mata, ketidakmampuan mengikuti cahaya, kehilangan pengindraan seperti:
pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris, lemah dan tidak
seimbang. Reflek tendon dalam tidak ada/ lemah, apiaksia, hemiparesis,
quadreplagia, postur (dekortikasi 19 deselerasi), kejang, sangat sensitif terhadap
sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh dan kesulitan menentukan
posisi tubuh.
7. Nyeri / Kenyamanan Gejala: sakit kepal;a dengan intensitas dan lokasi yang berbeda
dan biasanya lama. Tanda: wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat dan merintih)
8. Pernapasan Tanda: perubahan pola napas (apneu yang diselingi oleh hiperventilasi),
napas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi)
9. Keamanan Gejala: trauma karena kecelakaan. Tanda: fraktur/ dislokasi dan gangguan
penglihatan. Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna seperti racoon eye rasa gatal
disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan (drainase)
dari telinga / hidung. Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang,
kekuatan secara umum mengalami paralisis. Demam gangguan dalam regulasi suhu
tubuh.
10. Interaksi Sosial Tanda: afasia motorik/ sensorik, bicara tanpa arti dan bicara
berulang- ulang.
11. Penyuluhan / Pembelajaran Gejala: Penggunaan alkohol/ obat lain.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT Scan (tanpa/ dengan kontras): mengidentifikasi adanya sol, hemoragik,


menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. MRI: sama dengan CT Scan dengan/ tanpa kontras
3. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, pendarahan trauma.
4. EEG: untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.
5. Sinar X: mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur). Pergeseran struktur
dari garis tengah (karena perdarahan, edema) adanya frakmen tulang.
6. BAEK (Brain Auditon Euoked Respon): menentukan fungsi korteks dan batang otak.
7. PET (Positron Emmision Tomografi): menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme
batang otak.
8. Fungsi lumbal, CSS (cairan serebro spinalis): dapat menduga kemungkinan adanya
perubahan subaraknoid.
9. GDA (Gas Darah Arteri): mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang
akan meningkatkan TIK
10. Kimia/ elektrolit darah: mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK/ perubahan mental.
11. Pemeriksaan toksikologi: mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab
terhadap penurunan kesadaran.
12. Kadar anti konvulsan darah: dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif untuk mengatasi kejang. (Doenges,2000; Tucker,1998)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi37%20.pdf
https://rofiqahmad.wordpress.com/2010/12/05/cedera-kepala/

Anda mungkin juga menyukai