TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Yulaekah (2007)
menemukan, bahwa
paparan debu terhirup mempunyai hubungan
yang bermakna dengan
terjadinya gangguan fungsi paru nilai p = 0,02
dan OR = 5,833 CI 95 %
(1,865 18,245) serta probabilitas terjadinya
gangguan fungsi paru bagi
responden yang bekerja di tempat kerja dengan
konsentrasi debu terhirup di
atas NAB 3 mg/m adalah 68,6 %. Pada
penelitian ini, pekerja wanita lebih 3
banyak yang terpapar debu, status gizi
normal, dan penggunaan APD
mempunyai hubungan yang bermakna dengan
terjadinya gangguan fungsi
paru.
Penelitian yang dilakukan Putra (2012)
menjelaskan nilai kadar
debu kapas yang terukur pada ruang
Processing Dept = 0,5835 mg/m 3 ,
Embroidery = 2,0452 mg/m 3 , Multifold =
0,4117 mg/m 3 , Spinning (RF) =
0,5985 mg/m , dan Spinning (WD) = 0,9054
mg/m . Faktor karakteristik 3
3
responden yaitu jenis kelamin, usia, lama
kerja, kebiasaan merokok,
dan kebiasaan memakai masker memiliki
hubungan terhadap adanya
keluhan subyektif gangguan saluran pernapasan
karyawan PT. Z dengan
nilai dan tingkat hubungan antar variabel
yang berbeda. Jenis kelamin =
2.2
Tahapan Produksi Pabrik NPK
Fused Granulation
Pupuk adalah material yang
ditambahkan pada media
tanam atau
tanaman
untuk
mencukupi
kebutuhan hara yang diperlukan
tanaman,
sehingga
mampu
berproduksi
dengan baik. Material pupuk dapat
berupa
bahan organik ataupun non-organik
(mineral).
Pupuk
mengandung
bahan
baku yang diperlukan pertumbuhan
dan
perkembangan
tanaman,
sementara
suplemen seperti hormon tumbuhan
membantu kelancaran proses
metabolisme. Pupuk NPK adalah
pupuk buatan yang berbentuk cair
atau
padat yang mengandung unsur hara
utama nitrogen, fosfor, dan kalium.
Pupuk NPK merupakan salah satu
jenis pupuk majemuk yang paling
umum
digunakan.
Proses produksi dimulai dari
gudang bahan baku, bahan
baku utama
yang digunakan dalam pembuatan
pupuk NPK adalah tanah liat, urea
melt
(N), phosphate (P) dan potassium
chloride (K). Bahan baku tersebut
lalu
dialirkan ke granulator
dengan
bantuan
conveyor .
Pada
granulator terjadi
proses
granulasi,
proses
pencampuran semua bahan baku,
steam dan air
proses menjadi butiran pupuk.
Pupuk NPK setengah jadi
tersebut dikeringkan dengan
Dryer 1 dan
2,
dengan
tujuan
untuk
menurunkan konsentrasi air. Proses
selanjutnya
adalah proses pendinginan produk
dan dilanjutkan dengan proses
penyaringan produk. Penyaringan
produk
bertujuan
untuk
memisahkan
antara produk yang sesuai ukuran
dan tidak sesuai ukuran. Proses
dilanjutkan dengan proses coating
atau pelapisan oli khusus. Proses
akhir
dari tahapan produksi pupuk NPK
adalah proses bagging. Produk
pupuk
NPK jadi dikemas dalam karung
berukuran 25 kg dan 50 kg.
Pada setiap plant di Pabrik
NPK
Fused Granulation
dilengkapi
dengan
pengendalian
debu.
Pengendalian debu tersebut adalah
cyclone dan
scrubber .
Cyclone
tersebut
berfungsi untuk memisahkan antara
debu berat
dan ringan. Scrubber
berfungsi
untuk pengendalian debu ringan,
dengan
cara menyemprotkan air pada
cerobong keluaran. Air dari scrubber
tersebut
mengalir ke settling pond dan
digunakan kembali sebagai bahan
baku. Pada
G
a
mbar
ditunjukkan
2.1
tahapan
proses
produksi
di
Pabrik
NPK
Fused
Granulation.
Phosphate
Di-
Magnesiumo
xi Potassium
Boric acid
Clay
ammoniumPhosph de
Rock
powder
ate
Chloride
Urea
Granule
Fines bolow2.5mm
Pump
Granul
ator
Melter
steam
Urea
Diesel Scrubber No
Combustion
Furnace
Air
Cyclone
Fines Screen
Granule smaller
than 2.5mm
Cyclone
Dryer No.2
Coat
ing
Mac
hine
Settling pond
Scrubber No.2
Prod
uct
pack
aging
Venting
Product
Gambar
2.1Tahapan
Proses
Produksi Pabrik NPK
Fused
Granulation
(Sumber :
PT.
X,
2009)
pengolahan,
penghancuran,
pelembutan, pengepakan dan lainlain dari
9
10
debu di
11
12
ambang
batas
kadar
debu
didasarkan pada Permenakertrans
No.13 Tahun
2011 sebesar 10 mg/m
3 untuk
partikulat tidak terklasifikasi
(Kemenakertrans, 2011).
2.7
Pengaruh Debu Terhadap
Kesehatan Manusia
Terdapat tiga cara masuknya bahan
polutan seperti debu dari udara
ke tubuh manusia, yaitu melalui
inhalasi, ingesti, dan penetrasi
kulit.
Inhalasi bahan polutan dari udara
dapat menyebabkan gangguan di paru
dan
saluran nafas. Bahan polutan yang
cukup besar tidak jarang masuk ke
saluran cerna. Bahan polutan dari
udara juga dapat masuk ketika makan
atau
masuk ke saluran cerna. Bahan
polutan dari udara juga dapat menjadi
pintu
masuk bahan polutan di udara,
khusunya
bahan organik
dapat
melakukan
dan dapat menimbulkan efek
sistemik
(Aditama,1992).
Efek
biologis
paparan debu di udara terhadap
kesehatan manusia atau pekerja terdiri
dari:
1. Efek Fibrogenik
Debu fibrogenik sebagai debu
paparan debu
adalah :
1. Faktor Fisik, meliputi : jenis
bahan, ukuran partikel, bentuk
partikel,
daya penetrasi, konsentrasi,
daya larut, luas permukaan
(Higroskopisitas), lama waktu
paparan, dan turbulensi udara.
2.
Faktor Kimia, meliputi :
tingkat keasaman dan kebasahan
(alkalinitas),
kecendrungan
untuk bereaksi dengan bahan
dalam paruparu, dan jenis persenyawaan.
3.
Faktor Individual Pekerja,
meliputi : umur, jenis kelamin,
anatomi
dan fisiologi, daya tahan
tubuh
(immunologis),
genetik, emosi
(psikologis), keadaan gizi,
kepekaan tubuh, motivasi
kerja, dan
pengaruh
lingkungan
(habituasi).
Lamanya paparan dan
kepekaan individu terhadap
debu,
berpengaruh pada gangguan atau
penyakit dapat timbul pada pekerja.
Debu
yang masuk ke dalam saluran
pernafasan menyebabkan timbulnya
reaksi
mekanisme pertahanan non spesifik
berupa bersin dan batuk.
Pneumokoniosis biasanya timbul
setelah pekerja
terpapar selama
bertahun-
14
lingkungan tempat
kerja
yang
berdebu dan faktor-faktor internal
yang
terdapat
pada
diri
pekerja
(karakteristik
pekerja) merupakan
hal utama
yang berhubungan dengan KVP
(Widodo, 2007). Adapun faktorfaktor
tersebut diantaranya yaitu :
2.9.1 Lingkungan Tempat Kerja
Berdasarkan pasal 1
Undang-Undang Kesehatan
Nomor
1
Tahun 1970 dikatakan
bahwa
tempat
kerja
merupakan tiap
ruangan
atau
lapangan,
tertutup
atau
terbuka,
bergerak atau tetap,
dimana tenaga kerja bekerja,
atau
sering
dimasuki
pekerja untuk
keperluan
suatu
usaha
dan
dimana
terdapat
sumber-sumber
bahaya.
Adapun
sumber
bahaya yang berhubungan
dengan nilai
KVP
pekerja
khusunya
perusahaan
pengadaan
bahan baku
keramik adalah debu.
Debu yang memapar
pekerja dapat dilihat dari
ukuran
partikelnya,
daya
larut,
konsentrasi, sifat kimiawi,
lama paparan
serta bentuk
dari
debu
itu
sendiri.
Pada
dasarnya tingkat
kelarutan
debu pada air
dapat
mengindikasikan
tingkat bahan
dalam debu larut dan dengan
mudah
dapat
masuk
pembuluh darah
kapiler alveoli. Debu yang
tidak mudah larut, tetapi
ukurannya
kecil, maka
partikelpartikel tersebut
dapat
masuk ke dinding
alveoli.
Semakin
tinggi
konsentrasi
debu,
maka
semakin besar pula
kemungkinan menimbulkan
keracunan maupun gangguan
terhadap
paru (Faridawati, 1995).
2.9.2 Karakteristik Pekerja
Pekerja adalah tenaga
kerja
yang
bekerja
didalam
hubungan
kerja pada
pengusaha dengan menerima
upah sebagai
hasil
dari
kerjanya.
Karakteristik
pekerja
merupakan hal-hal yang
ada pada diri pekerja yang
akan
berdampak
pada
hasil kerja
dan
dalam
hal
ini
kesehatan
individu
itu
16
1. Usia
Usia
merupakan
variabel yang penting
dalam hal
terjadinya
gangguan
fungsi paru, karena usia
mempengaruhi
kekenyalan
paru
sebagaimana
jaringan
lain dalam tubuh.
Semakin
tua
usia
seseorang,
maka
semakin besar
kemungkinan
terjadi
penurunan fungsi paru
terutama yang
disertai dengan kondisi
lingkungan yang buruk,
serta faktor
lain
yang
akan
memperburuk
kondisi
paru. Penurunan KVP
dapat terjadi setelah usia
30
tahun,
tetapi
penurunan KVP akan
cepat setelah usia 40
tahun. Faal paru sejak
masa kanakkanak
bertambah
volumenya dan akan
mencapai nilai
maksimum pada usia 19
sampai 21
tahun.
Setelah usia
tersebut nilai faal paru
akan
terus
menurun
sesuai dengan
pertambahan
usia
(Budiono,
2007).
Berdasarkan penelitian
Mengkidi (2006), pada
populasi pekerja pabrik
semen di
Sulawesi Selatan yang
terpapar dengan debu
semen
menunjukkan
bahwa
usia merupakan faktor
risiko untuk
terjadinya
gangguan
fungsi paru. Selain itu
juga, pada keadaan
normal
usia
juga
mempengaruhi
frekuensi
pernapasan
dan
kapasitas
paru.
Frekuensi
pernapasan
pada orang dewasa antara
16-18 kali permenit, pada
anak-anak sekitar 24
kali permenit
sedangkan pada
bayi
sekitar
30
kali
permenit. Walaupun
pada
orang dewasa
pernapasan
frekuensi
pernapasan lebih
kecil
dibandingkan
dengan anak-anak dan
bayi, akan tetapi
KVP pada orang dewasa
lebih
besar dibanding
anak-anak dan
bayi.
Pada
kondisi
tertentu hal tersebut akan
berubah, misalnya
akibat
dari
suatu
penyakit, pernapasan bisa
bertambah cepat dan
sebaliknya
(Syaifudin,
1997).
2. Jenis Kelamin
Menurut
Guyton
(1997)
volume
dan
kapasitas seluruh
paru pada wanita kirakira 20 sampai 25
persen lebih kecil
daripada
pria, dan
lebih
besar
lagi
untuk yang berbadan
17
atletis
dan yang
bertubuh besar daripada
orang yang bertubuh
kecil dan astenis.
3. Kebiasaan Merokok
Merokok
dapat
menyebabkan
perubahan struktur dan
fungsi
saluran
pernapasan
dan
jaringan paru. Kondisi
lingkungan kerja seorang
perokok memiliki tingkat
konsentrasi
debu yang tinggi, maka
maka
dapat
menyebabkan gangguan
fungsi paru
yang
ditandai
dengan
penurunan fungsi paru
(VC,
FVC
dan
FEV1).
Kebiasaan
merokok akan
mempercepat penurunan
faal paru. Penurunan
volume ekspirasi
paksa pertahun adalah
28,7 mL untuk non
perokok, 38,4mL
untuk
bekas perokok,
dan 41,7 mL untuk
perokok aktif
(Anshar, 2005).
Pengaruh asap rokok
dapat
lebih
besar
dari pada
pengaruh debu
hanya
sekitar sepertiga dari
pengaruh buruk
rokok.
Tenaga
kerja
yang
merokok
dan
berada di lingkungan
yang
berdebu
cenderung
mengalami
gangguan saluran
pernapasan
dibanding
dengan
tenaga
kerja
yang berada pada
lingkungan yang sama
tetapi tidak merokok
(Mengkidi, 2006).
Gold
(2005) juga
menyatakan,
bahwa
kebiasaan merokok pada
pekerja yang terpapar
oleh debu memperbesar
kemungkinan
untuk
terjadinya
gangguan fungsi paru.
Adapun untuk
mengukur derajat berat
merokok
biasanya
dilakukan dengan
menghitung
Indeks
Brinkman, yaitu:
Jumlah
batang
rokok/hari
x
lama
merokok (tahun)
(2.1)
Nilai
dihasilkan
perhitungan
akan
dimasukkan
yang
dari
tersebut
kedalam
tiga
kategori yang
terdapat dalam Indeks
Brinkman.
Indeks
Brinkman dapat dilihat
pada Tabel 2.1
berikut.
18
kali/min
ggu
Jogging
/
lari,
Sepak
bola,
Bola
net, dan
berenan
g.
Baik Bela diri, Tenis meja,
1 3 kali/minggu
Tenis,
Sepak
takraw,
Bola
Voli,
dan
Berjalan
Minimal
Golf,
Bowling dan Kurang dari
1
Binarag
a
kali/min
ggu
(Sumber : Giam, 1996)
19
5.
Penggunaan
Masker/Respirator
Pekerja
yang
aktivitas
pekerjaannya
banyak terpapar
oleh
partikel
debu
memerlukan
alat
pelindung diri berupa
masker untuk mereduksi
jumlah partikel yang
kemungkinan
dapat terhirup.
6. Masa Kerja
Masa kerja adalah
jangka waktu
orang
sudah bekerja pada
suatu kantor, badan dan
sebagainya.
Menurut
Morgan dan
Parkes
dalam
Faridawati
(1995)
waktu
yang
dibutuhkan
seseorang yang terpapar
oleh
debu
untuk
terjadinya gangguan
KVP kurang lebih 10
tahun. Semakin lama
seseorang dalam
bekerja maka semakin
banyak dia
telah
terpapar bahaya yang
ditimbulkan
oleh
lingkungan kerja tersebut
(Sumamur, 2009).
7. Riwayat Pekerjaan
Riwayat
pekerjaan
dapat digunakan untuk
mendiagnosis
penyakit akibat kerja.
Riwayat pekerjaan yang
menghadapi debu
berbahaya
dapat
menyebabkan gangguan
paru (Sumamur,
2009).
Hubungan
antara penyakit dengan
pekerjaan dapat
diduga dengan adanya
riwayat
perbaikan
keluhan pada akhir
minggu atau hari libur ,
diikuti
peningkatan
keluhan untuk
kembali bekerja, setelah
bekerja ditempat yang
baru atau setelah
digunakan bahan baru di
tempat kerja. Riwayat
pekerjaan dapat
menggambarkan
kondisi pekerja yang
pernah terpapar
dengan
pekerjaan
berdebu, hobi, pekerjaan
pertama, peker jaan
pada
musim-musim
tertentu, dan lain-lain
(Ikhsan, 2002).
2.9.3 Karakteristik Pekerjaan
1. Waktu Kerja
Data
jumlah
jam
kerja
per
minggu
pada aktivitas
pekerja
yang terpapar
debu dapat digunakan
sebagai
perkiraan
kumulatif
paparan yang diterima
oleh seorang
pekerja.
Rendahnya
KVP
pada
pekerja
tergantung pada
lamanya paparan, serta
konsentrasi
debu
lingkungan kerja.
20
Paparan
dengan
konsentrasi
rendah
dalam waktu lama
mungkin tidak
akan
segera
menunjukkan
adanya penurunan
nilai KVP dibandingkan
dengan paparan tinggi
dalam waktu
yang singkat (Budiono,
2007).
2. Beban Kerja
Tubuh
manusia
dirancang untuk dapat
melakukan
aktivitas
pekerjaan
sehari-hari.
Setiap
pekerjaan merupakan
beban bagi pelakunya,
beban-beban
tersebut
tergantung cara
orang tersebut bekerja,
sehingga disebut beban
kerja. Beban
kerja
merupakan
kemampuan
tubuh
pekerja dalam mener ima
pekerjaan. Beban kerja
dapat berupa beban fisik
yang dapat
mempengaruhi nilai dari
KVP
seseorang.
Kebutuhan oksigen
dan
karbon
dioksida
terus
berubah
sesuai
dengan tingkat
disampaikan
dapat bermakna atau berkaitan
dengan sistem respirasi, sehingga
diperlukan
suatu teknik bertanya untuk menggali
informasi tersebut. Anamnesis secara
21
detail
diperlukan
untuk
menegakkan diagnosis antara lain
anamnesis
pekerjaan yang dilakukan secara
kronologis
termasuk
mulai
bekerja
pekerjaan paruh waktu dan hobi.
Anamnesis terhadap pajanan agen
yang
spesifik di tempat kerja seperti
asap, debu, dan lain-lain, beserta
waktu,
lama dosis dan penggunaan alat
pelindung
diri.
Keluhan dari
sesama
pekerja juga menolong penegakkan
diagnosis danetiologi penyakit paru
kerja Keluhan gangguan pernafasan
yang mengindikasi adanya penyakit
paru
akibat
kerja
berupa
(Djojodibroto, 2009) :
1.
Batuk secara berulang pada
waktu tertentu
Batuk
adalah
salah
satu
cara
tubuh
membersihkan
saluran
pernapasan dari lendir (mukus)
dan bahan atau benda asing.
Seratafferent
dari refleks batuk terletak di
saraf-saraf
trigemi
,
glossofaring , laring
superior dan vagus. Ujungujung saraf yang terdapat di
mukosa
saluran pernapasan bagian atas
sensitif terhadap
bahan
atau
benda
asing, rangsangan taktil dan
thermal dan bahan-bahan kimia.
Daerah
saluran pernapasan yang peka
terhadap
berbagai
macam
rangsangan
adalah laring, trakea didaerah
carina dan pada
percabangan
bronkus
utama. Kebanyakan batuk akibat
rangsangan
pada
saluran
pernapasan
bagian bawah ditimbulkan oleh
bahan atau benda asing.
Walaupun batuk adalah salah satu
dari gejala penyakit paru yang
penting, namun
relatif tidak
spesifik. Batuk disertai dengan
gejala yang
lain
dapat
membantu
mengarahkan
penegakan
diagnosa.Salah satu sifat
batuk yang paling penting untuk
dibedakan adalah batuk kering
atau
batuk berdahak. Batuk kering
yang akut mungkin disebabkan
oleh
common
cold
stadium
permulaan,
faringitis
akut,
laringitis akut atau
trakeitis akut. Bahkan bronkitis
akutpun
dapat
menimbulkan
batuk
kering. Batuk berdahak dan
menahun
selalu
merupakan
isyarat yang
penting
bagi
penyakit
bronkopulmonar
dan
tidak
boleh diabaikan
begitu saja ataupun dianggap
ringan. Batuk kronis merupakan
isyarat
adanya
penyakit
berikut
:
tuberculosis
paru, bronkitis
kronis, emfisema
paru,
bronkiektasis,
infeksi
jamur, atelektasis, asma dan
penyakit
kongetif menahun, penekanan
pada
trakeobronkial , aspirasi
benda
22
asing,
dan neoplasma dari
semua jenis, baik jinak maupun
ganas.
Berikut ini adalah ciri-ciri
keluhan batuk secara berulang
pada waktu
tertentu yaitu batuk selama 3
bulan (terjadi tiap-tiap tahun),
sifat batuk
(keras/tidak keras), Waktu batuk
(pagi/siang/malam/terus-menerus)
dan
peningkatan batuk selama 3
minggu atau lebih selama1
tahun terakhir
(Putra, 2012).
2.
Dahak secara berulang pada
waktu tertentu
Dalam keadaan normal,
sistem pernapasan pada
orang dewasa
memproduksi lebih kurang 100
mL lendir per hari yang
biasanya
tertelan.
Produksi
lendir
berlebihan
menyebabkan
pengeluarannya
menjadi tidak efektif, sehingga
lendir menumpuk menjadi dahak
atau
sputum. Ekspektorasi diartikan
sebagai pengeluaran
dahak
atau
sputum
yang
meningkat
jumlahnya. Produksi
dahak
meningkat.
karena
rangsangan
pada
membran mukosa secara fisik,
kimiawi,
maupun karena infeksi. Ciri-ciri
dari dahak tersebut adalah dahak
selama
3 bulan terjadi tiap-tiap tahun,
waktu terjadinya dahak
(pagi/siang/malam/terus-menerus)
dan peningkatan dahak selama 3
minggu atau lebih, selama 3 tahun
terakhir.
3. Dispnea (sesak napas)
Dispnea
sering disebut
sebagai sesak napas, napas
pendek,
breathlessness , atau shortness
of breath .
Dispnea adalah
gejala
subjektif
berupa
keinginan
penderita untuk meningkatkan
upaya
mendapatkan udara pernapasan.
Dispnea
sifatnya
subjektif,
sehingga
tidak dapat diukur. Dispnea
sebagai
akibat
peningkatan
upaya
bernapas dapat ditemui pada
berbagai
kondisi
klinis
penyakit.
Indikasi dispne a adalah sejak 12
bulan
terakhir
pernah
mengalami/tidak
terbangun
tidur
malam.
Penyebabnya adalah meningkatnya
tahanan jalan
napas seperti pada obstruksi
jalan napas atas, asma, dan
pada penyakit
pleura parietalis,
seperti
infeksi
(pneumonia,
empiema, dan
tuberculosis ),
trauma
(pneumotoraks,
hemotoraks,
patah tulang iga), dan tumor
(kanker,
limfoma, mesotelioma).
2.11 Teknik Pengambilan Sampel
Definisi dari populasi dan
sampel adalah berbeda. Menurut
Sugiyono
(2007)
menyatakan
bahwa populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas :
obyek/subyek
yang mempunyai
kualitas dan
karakteristik
tertentu
yang
ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.
Jadi,
populasi
bukan
hanya
orang,tetapi
juga obyek dan benda-benda alam
yang
lain. Populasi juga bukan
sekedar
jumlah
yang
ada
pada
obyek/subyek
yang
dipelajari,
tetapimeliputi
seluruh
karakteristik/sifat
yang
dimiliki oleh obyek/subyek yang
diteliti
itu.
Sugiyono (2007) menyatakan
sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada
populasi,
misalnya
karena
keterbatasan
24
dana,
tenaga
dan
waktu,
makapeneliti dapat menggunakan
sampel yang
diambil dari populasi itu. Hal-hal
yang dipelajari dari sampel,
kesimpulannya
akan
dapat
diberlakukan untuk
populasi,
sehingga itu
sampel yang diambil harus betulbetul representatif
(mewakili).
Teknik
sampling
pada
dasarnya
dikelompokkan menjadi dua, yaitu
probability
sampling
dan
nonprobability
sampling . Teknik pengambilan
sampel dibagi
menjadi dua, diantaranya yaitu :
1. Probability Sampling
a. Simple Random Sampling
b.
Proportionate Stratified
Random Sampling
c.
Disproportionate Stratified
Random Sampling
d. Cluster Sampling
2. Non Probability Sampling
a. Sampling Sistematis
b. Sampling Kuota
c. Sampling Aksidental
d. Sampling Purposive
e. Sampling Jenuh
f. Snowball Sampling
2.11.1 Penentuan Jumlah Sampel
Penentuan jumlah
sampel
penelitian,
dapat
dilakukan
mengantisipasi
tentang
kemungkinan
adanya
perbedaan pada hasil
berdasarkan
subjek
keanggotaan pada sebuah
kelompok tertentu. Ini
artinya, peneliti membagi
populasi ke dalam beberapa
grup, dan
sampel
secara
random
diambil untuk setiap grup.
ni =
Ni .
n
(2.3)
N
dimana :
ni = ukuran sampel menurut
stratanya
n = ukuran sampel
keseluruhan
Ni = ukuran populasi menurut
stratanya
N = ukuran populasi total
2.12 Pengujian Instrumen
2.12.1 Uji Validitas
Sekaran
(2006)
mengatakan, bahwa validitas
memastikan
kemampuan sebuah skala
untuk
mengukur
konsep
yang
dimaksudkan. Janicak (2007)
mengatakan, bahwa validitas
sebuah
instrumen survei merujuk
fungsi
[=Sum(Range
Range
syntax
Cell)] .
26
kecil.
Nilai
reliabilitas
didapatkan
dengan
memasukkan rekap
tabulasi kuesioner ke dalam
tabel data pada
software
SPSS .
Langkah-langkah
uji
reliabilitas
menggunakan
software SPSS adalah
sebagai berikut:
1. Buka SPSS
2.
Buka variable v iew
tuliskan dari item1 hingga keN (item1- N)
3.
Buka data
view
masukkan data
4.
Pilih menu Analyze
Scale - Realibility analysis
5. Pindahkan semua variabel
ke kanan
6.
Pilih Model split-half
(karena jenis data dikotomis)
7.
Centang
Statistic
descriptive for scale if item
deleted
8. Klik continue
9. Ok
2.13 Analisis Data Statistik
Terdapat 2 jenis analisis data
statistik yang dilakukan dalam
penelitian ini, diantaranya yaitu
univariate dan bivariate . Berikut
ini adalah
penjelasan jenis analisis data tersebut
sebagai berikut.
2.
Klik Analyze\Descriptive
Statistics\Crosstabs .
3.
Masukkan variabel x ke kolom
Row(s) .
4.
Masukkan variabel y ke kolom
Column(s ).
5. Klik button cells lalu centang
row . Pada kolom
Percentage,
centang
column dan total , kemudian klik
Continue .
6.
Klik Statistic dan centang
Chi Square , pada menu nominal
centang
Contingency Coefficient .
7. Klik Continue /OK.
2.15
Komponen
Local Exhaust
Ventilation System
Menurut Siswanto (1991),
suatu
local
exhaust
ventilation system
terdiri dari 4 komponen
utama,
komponen tersebut diantaranya yaitu :
1. Hood
Hood
merupakan suatu
struktur yang didesain untuk
menutupi
seluruh atau sebagian dari sumber
kontaminan
dan
untuk
mengendalikan
aliran udara sedemikian rupa
sehingga
kontaminan
dapat
ditangkap
dengan efisien. Partikel yang
terlepas dari sumber kontaminan
ditangkap
oleh hood dan selanjutnya
partikel-partikel tersebut akan
dibawa aliran
udara masuk ke dalam duct .
2. Ducting System
Duct
merupakan suatu
komponen dari local exhaust
system yang
berfungsi membawa kontaminankontaminan yang tertangkap oleh
hood
ke air cleaning device dan
selanjutnya udara yang telah
dibersihkan
tersebut dibuang ke udara bebas.
3. Air Cleaner
Terdapat berbagai alat untuk
mengendalikan
kadar
kontaminan
dalam
udara terdapat kerja
sedemikian
rupa
sehingga
kadarnya berada
dalam
batas-batas
amannya.
Sebagai contoh, beberapa jenis
alat
pengumpul debu secara mekanis
dapat menangkap partikel debu
kering.
Partikel baik yang kering
maupun yang basah dapat
dipisahkan dari
udara dengan aliran listrik dan
alat yang digunakan disebut
Electrostatic
Precipirator . Partikel debu dapat
pula dibasahi dan kemudian
ditangkap
30
Blower
harus dipasang pada duct yang
lurus,
untuk
menghindari
terjadinya
gangguan aliran udara, dan
dipasang di luar gedung, serta
diletakkan
diatas bahan peredam suara
untuk mengurangi kebisingan di
tempat
kerja. Fan/ blower juga harus
dipasang di belakang air cleaner
dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya
sumbatan dan korosi.
Gambar
Exhaust
System
2.2
Local
Ventilation
(Sumber
:
IAPA, 2006)
ASHRAE
(Sumber :
Velocities
, 1998)
31
ASHRAE (Sumber :
, 1998)
Setelah
mengetahui
kecepatan tangkap, maka
selanjutnya yaitu
penentuan jenis hood yang akan
digunakan dalam
perancangan.
Penentuan
tipe hood tersebut disesuaikan
dengan kondisi tempat kerja dan
jenis
kontaminan tebu. Pada Tabel 2.5
dijelaskan beberapa tipe hood dan
cara
mencari aliran udara pada setiap jenis
hood tersebut.
Tabel
Hood
Tipe Hood
Udara
2.5
Tipe
Deskripsi Aliran
Slot
Q =
3.7
LV
X
Q = 1.4
PVD
P
=
P
er
i
m
et
er
Cano
py
D =
Jarak
hood
denga
n
benda
kerja
32
L Lanjutan Tabel
2.5 Tipe Hood
Tipe
Deskripsi
Udara
Hood
Aliran
Flanged
Slot
Q = 2.5
LVX
ASHRAE (Sumber :
, 1998)
waste) , coffe
beans,
shoe
dust,
granite dust, silica
flour, general material
handling, brick
cutting,
clay
dust,
foundry (general),
limestone
dust,
packaging and
weighing asbestos dust
in textile
industries
Heavy or moist Lead dust with small chips, moist
4500 and up
cement dust, asbestos
chunks from
transite pipe cutting
machines,
bulfings lint (sticky),
quick lime dust
ASHRAE (Sumber :
, 1998)
Setelah desain kecepatan
minimal
duct
sesuai
dengan jenis
kontaminan debu, maka langkah
selanjutnya
adalah
penentuan
diameter
duct cabang . Penentuan diameter
duct cabang dapat dihitung dengan
Persamaan 2.4 berikut.
D
= (4Q p. V
)
.(2.4) 1/2
duct
Dimana,
D
= Diameter Duct
duct
Q
= Aliran Udara pada
hood (m 3 /detik)
hood
V
= Kecepatan minimal
dalam duct (m/detik)
duct design
33
Setelah
didapatkan
perhitungan diameter
duct
cabang, maka
diameter duct utama dapat dihitung
dengan Persamaan 2.5 berikut.
Q = V
.A
.
(2.5)
du
ct
de
si
gn
du
ct
Dimana,
V
= Kecepatan minimal
dalam duct (m/detik)
duct design
A
= Luasan penampang
duct (m 2 )
duct
2.18
Udara
Pressure Drop
dalam Saluran
v
(m
-6
1,01 0,66
-6
Bilasius
dan
Nikuradse
melaporkan
hasil
penelitiannya tentang l.
Untuk aliran laminar, yaitu Re kurang
dari 2.300.
l=
64/ Re
(2.8)
Sedangkan
untuk
aliran
turbulen, yaitu kira-kira di
daerah Re lebih
..(2.10)
Dimana,
K
duct
35
Nilai K
dapat dilihat
pada Tabel 2.9, Nilai K
berbeda karena
L
fitting
45 angle
0,25
60 angle
0,44
2.19
Perhitungan Pressure Drop Air
Cleaner
Terdapat dua jenis air cleaner
yang
digunakan
dalam
penelitian ini,
yaitu venturi scrubber dan cyclone
separator . Berikut ini adalah
penjelasan
perhitungan dari kedua air cleaner
tersebut.
pemeliharaan
(Dlukha, 2011).
36