Anda di halaman 1dari 31

BAB I

LAPORAN KASUS
II.1 IDENTIFIKASI

Nama

: Tn. N

Umur

: 42 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: M. Beliti

Status

: Kawin

Pekerjaan

: Petani

Agama

: Islam

MRS

: 2 November 2014

II.2 ANAMNESIS (Autoanamnesis)


Keluhan utama
Perut semakin membesar sejak 1 minggu SMRS
Keluhan tambahan
Payudara membesar sejak 1 minggu SMRS.
Riwayat perjalanan penyakit
Sejak 4 bulan SMRS, os mengeluh perut membesar dan terasa sesak. Os
mengeluh celana os terasa sempit. Os juga mengeluh mual (+), muntah (-),
sembab pada kedua tungkai (-), sembab pada kedua kelopak mata saat bangun
tidur di pagi hari (-). Nafsu makan menurun (+), BAK berwarna teh tua (-), BAK
berdarah (-), nyeri pinggang (-), mata kuning (-), BAB berwarna hitam seperti
aspal (-), BAB dempul (-), demam (-). pasien berobat ke dokter dikatakan sakit
liver dirawat 3 hari dan keluhan berkurang dan perut dirasakan mengecil.
Sejak 1 minggu SMRS, os mengeluh perut semakin membesar, terasa
sesak, dan cepat kenyang bila makan. Sesak nafas ada, tidak dipengaruhi
perubahan cuaca dan emosi. Jantung berdebar (-), sesak nafas bila beraktivitas (-),
sering terbangun malam hari karena sesak (-). Nyeri ulu hati (-), mual (+),
muntah (-), sembab pada kedua tungkai (-), sembab pada kedua kelopak mata

saat bangun pada pagi hari (-), nafsu makan menurun (+), mata kuning (-), BAK
berwarna teh tua (-), BAB berwarna hitam seperti aspal (+) banyaknya + satu
gelas belimbing, frekuensi 3x dalam seminggu terakhir. BAB dempul (-), demam
(-) penurunan berat badan drastis dalam kurun waktu dekat (-), keluar benjolan di
anus (-). Pasien lalu berobat ke RSUD Siti Aisyah Lubuklinggau dan dirawat inap.
Riwayat penyakit dahulu:
-

Riwayat kebiasaan minum jamu-jamuan (+)

Riwayat kebiasaan minum obat-obat penghilang nyeri disangkal

Riwayat minum alkohol (+) minum selama + 15 tahun banyaknya + 2


botol dalam seminggu

Riwayat sakit kuning disangkal

Riwayat transfusi darah disangkal

Riwayat darah tinggi disangkal

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat sakit demam rematik disangkal

Riwayat penyakit keluarga


-

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada.

Riwayat Sosioekonomi
Kesan: Status ekonomi kurang.
II.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Keadaan umum

: tampak sakit

Keadaan sakit

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan

: 28 x/menit, thorakoabdominal, reguler

Suhu

: 36,7 C

Berat badan

: 59 kg

Tinggi badan

: 167 cm

Keadaan spesifik
Kulit
Warna sawo matang, scar (-), ikterus pada kulit (-), sianosis (-), spider nevi (-) di
regio thorakalis, pucat pada telapak tangan dan kaki (-), eritema palmar (-), turgor:
cubitan kulit kembali cepat, pertumbuhan rambut normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula
serta tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, normosefali, simetris, ekspresi sakit sedang, deformasi (-), facies
hipokrates (-)
Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra
pucat (+/+), sklera ikterik (+/+) minimal, pupil isokor, diameter 2 mm, reflek
cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik. Edema subkonjugtiva (-).
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik,
tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung (-).

Telinga
Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.

Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (+), atrofi papil (-), hipertrofi
ginggiva (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), rhagaden (-), fetor hepatikum (-),
faring tidak ada kelainan.
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH O, kaku kuduk (-).
2

Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), spider naevi (-).
Ginekomastia (+)
Paru-paru
I : Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri, sela iga tidak melebar
P : Stem fremitus normal kanan=kiri
P : Sonor pada lapangan paru kanan dan kiri, batas paru hepar ICS 5,
peranjakan 1 sela iga
A: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat.
P : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra.
P : batas jantung atas ICS II, batas jantung kanan linea sternalis dextra
ICS V, batas jantung kiri linea mid klavikula sinistra ICS V
A : HR = 84 x/menit, regular, murmur (-), gallop (-).
Perut
I : cembung, venektasi (-)
P : Lemas, hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan (+) epigastrium
P : undulasi (-), nyeri ketok (-), shifting dullness (+)
A : Bising Usus (+) Normal
Alat kelamin : edema skrotum (-)

Extremitas Atas
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan
parut (-), akral dingin (-) , jari tabuh (-), turgor kembali cepat, clubbing finger (-),
eritem palmar (-), tremor (-), flapping tremor (-).
Extremitas Bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), nyeri otot tungkai
(-), edema pretibial (-), lebam (-), turgor kembali cepat
II. 4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin
Hb

: 6,8 gr/dl (L: 14-18 g/dl; P: 12-16 g/dl)

Ht

: 20,4 vol% (L:40-48 vol%, P:37-43 vol%)

Leukosit

: 5800 / l (5.000-10.000/l)

Diff count

: 1/0/0/84/10/5

Trombosit

: 133.000 /mm3 (150000-450000 mm3)

Kimia Klinik
Protein Total

: 7,0

g/dl (6,0-7,8 g/dl)

Albumin

: 2,7

g/dl (3,5-5,0 g/dl)

Globulin

: 4,3

g/dl

SGOT

: 49

u/L (< 40 U/l)

SGPT

: 42

u/L (< 41)

Bilirubin total

: 3,20 mmol/L (0,1-1,0 mg/dl)

Bilirubin direk

: 1,73 mmol/L (< 0,25 mg/dl)

Bilirubin indirek

: 1,47 mmol/L (< 0,75 mg/dl)

Serologi/ imunologi
Hepatitis marker
HBsAg

:-

Urinalisa
Warna

: kuning

Berat Jenis

: 5,5

Kejernihan

: jernih

Protein

:-

Reduksi

:-

Urobilin

:-

Bilirubin

:-

(negatif)

Sedimen
Sel epitel

: +1

(negatif)

Eritrosit

: 2-3

(0-1 /lpb)

Leukosit

: 4-5

(0-5 /lpb)

Silinder

:-

(negatif)

Kristal

:-

(negatif)

Feses rutin
Konsistensi

: lembek

Darah

:-

Lendir

:+

Sel darah putih

: 2-3

Sel darah merah

: 0-1

Amoeba

:-

Cyste

:-

Telur cacing

:-

II. 5. RESUME
Seorang laki-laki, berusia 42 tahun, MRS tanggal 2 November 2014
dengan keluhan utama perut semakin bertambah besar sejak 1 minggu SMRS.
Sejak 4 bulan SMRS, os mengeluh perut membesar dan terasa sesak. Os
mengeluh celana os terasa sempit. Os juga mengeluh mual (+), muntah (-). Nafsu
makan menurun (+), BAK berwarna teh tua, mata kuning (-), BAB berwarna
hitam seperti aspal (. pasien berobat ke dokter dikatakan sakit liver dirawat 3 hari
dan keluhan berkurang dan perut dirasakan mengecil.
Sejak 1 minggu SMRS, os mengeluh perut semakin membesar, terasa
sesak, dan cepat kenyang bila makan. Sesak nafas ada, tidak dipengaruhi
perubahan cuaca dan emosi, mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun (+),
mata kuning (-), BAK berwarna teh tua (-), BAB berwarna hitam seperti aspal (+)
banyaknya + satu gelas belimbing, frekuensi 3x dalam seminggu terakhir. Pasien
lalu berobat ke RSUD Siti Aisyah Lubuklinggau dan dirawat inap.
Dari riwayat lain, didapatkan riwayat konsumsi alkohol saat muda selama
kurang lebih 15 tahun.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 88 x/menit
reguler, pernafasan 28 x/menit. Didapatkan sklera ikterik minimal, ginekomastia.
Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Dari pemeriksaan abdomen
ditemukan shifting dullness.
Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan Darah rutin :Hb : 6,8 gr/dl, Ht
: 20,4 vol%, Leukosit : 5800 / l, Diff count : 1/0/0/84/10/5, Trombosit :
133.000 /mm3
Kimia Klinik , Protein Total : 7,0 g/dl, Albumin : 2,7 g/dl, Globulin : 4,3 g/dl,
SGOT: 49 u/L, SGPT : 42 u/L, Bilirubin total : 3,20 mmol/L, Bilirubin direk :
1,73 mmol/L, Bilirubin indirek : 1,47 mmol/L, HBsAg : Diagnosis Kerja
Melena e.c Pecahnya varises gaster e.c Sirosis hepatis + anemia e.c. perdarahan

Diagnosis Banding
Melena e.c Pecahnya varises gaster e.c Sirosis hepatis + anemia e.c. perdarahan
Melena e.c. gastritis erosive + anemia e.c defisiensi Fe

Penatalaksanaan
-

Tirah baring

O2 2-3 L

Diet hati II

Observasi perdarahan

IVFD D5 gtt X/ menit mikrodrip

Inj. Furosemid 1x 20 mg

Spironolacton 2 x 100 mg

Lansoprazole 1x1 caps


Asam traneksamat 3x1 amp
Transfusi PRC 300cc
Asam folat tab 1x1
Curcuma tab 3x1

Tambahan tatalaksana :
-

Inj. Vit K 1x1


Propanolol 1x10mg

Rencana pemeriksaan
-

USG abdomen

Endoskopi

Pemeriksaan kadar AFP, pT, GGT

Biopsi Hati

Kimia darah : ureum, creatinin, Fe serum, Feritin, TiBC

Prognosis
-

Quo ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad functionam

: dubia ad malam

PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT INAP


Tanggal

3 November 2014

Sesak, Perut kembung dan payudara terasa

O: Kesadaran

kencang, BAB hitam (-)


Compos mentis

Tekanan darah

100/70 mmHg

Nadi

96 x/menit

Pernafasan

28 x/menit

Suhu

38,5 oC

BB

58 kg

Kepala

Conjungtiva palpebra anemis (+)


Sklera ikterik (+) minimal

Leher

JVP (5-2) cmH2O


Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax:

Ginekomastia

Jantung

HR 88 x/menit. Murmur (-), Gallop (-), Thrill (-)

Paru-paru

Vesikuler (+) normal. Ronkhi (-),Wheezing (-)

Abdomen

Cembung. Lemas. Hepar dan lien sulit dinilai.


Nyeri tekan (-). Shifting dullness (+) Bising usus
(+) N. LP : 108 cm

Eksterimitas
A

Palmar eritem (-)


Edema pretibial (-)
Melena e.c Pecahnya varises esofagus e.c Sirosis
hepatis kompensata e.c alcoholism + anemia e.c.
perdarahan

Tirah baring

O2 2-3 L

Diet hati II

Observasi perdarahan

IVFD D5 gtt X/ menit mikrodrip

Furosemid 1x 20 mg

Spironolacton 2 x 100 mg

Lansoprazole 1x1 caps


Asam traneksamat 3x1 amp
Transfusi PRC 450cc
Asam folat tab 1x1
Curcuma tab 3x1

Paracetamol 3x1 K/P

Tanggal
S

4 November 2014
Mual, perut kembung, payudara terasa kencang,

O: Kesadaran

BAB hitam (+)


Compos mentis

Tekanan darah

90/60 mmHg

Nadi

78 x/menit

Pernafasan

24 x/menit

Suhu

36,6 oC

BB

58 kg

Kepala

Conjungtiva palpebra anemis (+)


Sklera ikterik (+/+) minimal

Leher

JVP (5-2) cmH2O


Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax:

Ginekomastia

Jantung

HR 78 x/menit. Murmur (-), Gallop (-), Thrill (-)

Paru-paru

Vesikuler (+) normal. Ronkhi (-),Wheezing (-)

Abdomen

Cembung. Lemas. Hepar dan lien sulit dinilai.


Nyeri tekan (+). Shifting dullness (+) Bising
usus (+) N. LP = 105 cm

Eksterimitas

Palmar eritem (-)


Edema pretibial (-)
Melena e.c Pecahnya varises esofagus e.c Sirosis

hepatis kompensata e.c alcoholism + anemia e.c.


perdarahan
P

Teruskan terapi.

Tanggal
S

5 November 2014
BAB hitam (-), perut kembung, payudara

O: Kesadaran

kencang, mual (-), sesak (-)


Compos mentis

Tekanan darah

120/80 mmHg

Nadi

92 x/menit

Pernafasan

20 x/menit

10

Suhu

36,5 oC

BB

57 kg

Kepala

Conjungtiva palpebra anemis (+)


Sklera ikterik (+/+) minimal

Leher

JVP (5-2) cmH2O


Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax:

Ginekomastia

Jantung

HR 92 x/menit. Murmur (-), Gallop (-), Thrill (-)

Paru-paru

Vesikuler (+) normal. Ronkhi (-),Wheezing (-)

Abdomen

Cembung. Lemas. Hepar dan lien sulit dinilai.


Nyeri tekan (-). Shifting dullness (+) Bising usus
(+) N. LP : 102 cm

Eksterimitas

Palmar eritem (-)


Edema pretibial (-)
Melena e.c Pecahnya varises esofagus e.c Sirosis

hepatis kompensata e.c alcoholism + anemia e.c.


perdarahan
P

Terapi diteruskan

Selesai transfuse, Hb : 9,8 gr/dl


Tanggal
S
O: Kesadaran

6 November 2014
Compos mentis

Tekanan darah

130/80 mmHg

Nadi

82 x/menit

Pernafasan

20 x/menit

Suhu

36,5 oC

BB

56 kg

Kepala

Conjungtiva palpebra anemis (+)


Sklera ikterik (+/+) minimal

Leher

JVP (5-2) cmH2O


Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax:

Ginekomastia

Jantung

HR 82 x/menit. Murmur (-), Gallop (-), Thrill (-)

11

Paru-paru

Vesikuler (+) normal. Ronkhi (-),Wheezing (-)

Abdomen

Cembung. Lemas. Hepar dan lien sulit dinilai.


Nyeri tekan (-). Shifting dullness (+) Bising usus
(+) N. LP : 100 cm

Eksterimitas

Palmar eritem (-)


Edema pretibial (-)
Melena e.c Pecahnya varises esofagus e.c Sirosis

hepatis kompensata e.c alcoholism + anemia e.c.


perdarahan
P

Pasien diizinkan pulang dengan KU


yang membaik.
Dengan obat pulang, furosemide tab
1x40mg, spironolacton tab 1x100mg,
curcuma 3x1, as folat tab 2x1.

BAB II
ANALISA KASUS
Tn. N/laki-laki/42 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan perut
semakin membesar sejak 1 minggu SMRS. Penderita sirosis hati lebih banyak
dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 :
1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan
puncaknya sekitar 40 49 tahun. Pada kasus ini pasien merupakan seorang lakilaki dengan usia 42 tahun.
Dari anamnesis didapatkan sejak 4 bulan SMRS, os mengeluh perut
membesar dan terasa sesak. Os mengeluh celana os terasa sempit. Os juga

12

mengeluh mual (+), muntah (-), sembab pada kedua tungkai (-), sembab pada
kedua kelopak mata saat bangun tidur di pagi hari (-). Nafsu makan menurun (+),
BAK berwarna teh tua (-), BAK berdarah (-), nyeri pinggang (-), mata kuning (-),
BAB berwarna hitam seperti aspal (-), BAB dempul (-), demam (-). pasien
berobat ke dokter dikatakan sakit liver dirawat 3 hari dan keluhan berkurang dan
perut dirasakan mengecil.
Sejak 1 minggu SMRS, os mengeluh perut semakin membesar, terasa
sesak, dan cepat kenyang bila makan. Sesak nafas ada, tidak dipengaruhi
perubahan cuaca dan emosi. Jantung berdebar (-), sesak nafas bila beraktivitas (-),
sering terbangun malam hari karena sesak (-), mual (+), muntah (-), sembab pada
kedua tungkai (-), sembab pada kedua kelopak mata saat bangun pada pagi hari
(-), nafsu makan menurun (+), mata kuning (-), BAK berwarna teh tua (-), BAB
berwarna hitam seperti aspal (+) banyaknya + satu gelas belimbing, frekuensi 5x
dalam seminggu terakhir. BAB dempul (-), demam (-), keluar benjolan di anus (-).
Riwayat minum alkohol (+) minum selama + 15 tahun banyaknya + 2 botol dalam
seminggu
Penyakit dari saluran cerna belum dapat disingkirkan karena BAB pada
pasien berwarna hitam seperti aspal, curiga adanya perdarahan dari saluran cerna,
frekuensi BAK pasien dalam batas normal, tidak terdapat nyeri saat kencing, nyeri
hilang timbul, warna BAK seperti teh tua (-), BAK berdarah (-), BAK berpasir (-),
jadi penyakit yang menyangkut saluran urogenitalia dapat disingkirkan, namun
tetap curiga kearah gangguan organ hati. Selanjutnya akan diperjelas dengan
pemeriksaan fisik.
Pada anamnesis terdapat riwayat minum alkohol ada saat muda, minum
selama + 15 tahun banyaknya + 2 botol/ minggu. Seperti yang kita ketahui salah
satu etiologi dari sirosis hati adalah riwayat konsumsi obat dan toksin (alkohol,
amiodaron, arsenik, obstruksi bilier, penyakit perlemakan hati non alkoholik,
sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis primer) dalam jangka waktu yang lama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang
dengan badan mudah lemas, umumnya penderia sirosis hepatis merasakan badan
tidak fit seperti biasanya, penderita juga mudah lelah, dan terdapat penurunan
nafsu makan.

13

Pada pemeriksaan fisik didapatkan: konjungtiva palpebra pucat (+/+),


sklera ikterik (+/+) minimal, shifting dullness (+), edema pretibial (-), sehingga
pasien ini didiagnosis sebagai suspek sirosis hati dekompensata pada stadium ini
ditandai dengan gejala-gejala sudah jelas, misalnya: ginekomastia, ascites, dan
ikterus. Pada Stadium kompensata, belum terlihat gejala-gejala yang nyata.
Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. Pasien sirosis
dapat tetap berjalan kompensata selama bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi
dekompensata. Sirosis hati dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam
komplikasi seperti ikterus, perdarahan varises, asites, atau ensefalopati.
Sesuai dengan konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan
menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan
perdarahan varises :

Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites,

Stadium 2: varises, tanpa ascites,

Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan

Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites.


Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata,
sementara stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata.
Pada pasien ini, didapatkan adanya ascites, juga adanya keluhan nafsu makan
berkurang, mual ada, BAB berwarna seperti aspal, sehingga memperkuat
diagnosis sirosis hati dekompensata.
Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang
mendukung untuk ditegakkannya diagnosis sirosis hepatis, yaitu adanya
trombositopenia (Trombosit: 133.000 /mm3), SGOT meningkat tapi tidak terlalu
tinggi, dimana SGOT > SGPT, bilirubinnya meningkat. SGOT lebih meningkat
daripada SGPT, namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan
adanya sirosis. Pada literature disebutkan bahwa Alkali fosfatase dapat meningkat
kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa
ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
Gamma-glutarnil tranpeptidase (GGT), konsentasinya seperti halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya

tinggi

pada

penyakit

hati

alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik,

14

juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. Bilirubin, konsentrasinya


bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang
lanjut.
Albumin menurun, dengan nilai rasio A/G = 2,3 (nilai normal: 1,2 sampai
dengan 1,5). Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya
menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Globulin, konsentrasinya meningkat
pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari system porta ke
jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.
Pemeriksan Hepatitis marker HBsAg memberikan nilai negatif (dimana
etiologi sirosis hati ada yang disebabkan oleh penyakit infeksi yaitu hepatitis
virus, hepatitis B, C, D).
Pada pemeriksaan Hb didapatkan nilai 6,8 g/dl (anemia, hb < 10 g/dl)
Diagnosis anemia sementara yang diambil dari pasien ini adalah anemia akibat
perdarahan akut. Dengan penyebab melena adalah pecahnya varises esofagus,
dengan penyakit penyerta sirosis hati dekompensata. Untuk membedakan anemia
karena perdarahan akut dan anemia karena defisiensi besi perlu diperiksa Fe
serum (hipoferemia), transferin yang menurun. Untuk menyingkirkan anemia
akibat defisiensi besi perlu pemeriksaan besi serum (< 50 mg/dl), TIBC (>350
mg/dl), Saturasi tranferin (<15%), feritin serum (<20m/dl), pengecatan sumsum
tulang dengan biru prusia menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin)
negatif.
Diagnosis sementara berupa Melena e.c Pecahnya varises esofagus e.c. Sirosis
hepatis + anemia e.c. perdarahan ditegakkan dari anamnesis, gejala klinis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang telah diuraikan


sebelumnya. Untuk memperkuat diagnosis sementara menjadi diagnosis kerja,
maka dapat dilakukan rencana pemeriksaan penunjang USG abdomen, Endoskopi,
Pemeriksaan kadar AFP, pT, Biopsi Hati.
Diagnosis Karsinoma hati dapat disingkirkan karena berdasarkan
anamnesis tidak ditemukan penurunan berat badan secara drastis dalam waktu
singkat, pemeriksaan fisik yang menunjang keaarah sirosis hepatis dan tidak
menunjang kriteria Diagnostik HCC menurut Barcelona EASL Conference, yaitu
tidak ditemukannya lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskuarisasi arterial, walaupun

15

kadar AFP serum belum diperiksa, diagnosis histologi diperlukan bila tidak ada
kontraindikasi.
Varises esofagus dapat ditemukan pada pemeriksaan endoskopi. Sesuai
dengan konsensus Braveno IV, bila pada pemeriksaan endoskopi pasien sirosis
tidak ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang dalam 2 tahun.
Bila ditemukan varises kecil, maka dilakukan endoskopi dalam 1 tahun, dan jika
ditemukan varises besar, maka secepatnya dilakukan tindakan preventif untuk
mencegah perdarahan pertama.
Pada pasien ini, endoskopi direncanakan untuk melihat penyebab
terjadinya melena. Umumnya hal tersebut disebabkan pecahnya suatu varises
esofagus atau adanya gastritis erosif. Bila nanti pada pemeriksaan endoskopi
ditemukan adanya varises esofagus yang pecah, maka ini akan mendukung
diagnosis sirosis hepatis dekompensata, karena pecahnya varises esofagus
merupakan manifestasi dari hipertensi portal.
Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk menegakkan
diagnosis sirosis hepatis. Karena pada kasus tertentu sulit untuk membedakan
antara hepatitis kronik aktif yang berat dengan suatu keadaan sirosis hepatis dini.
Oleh karena itu pada kasus pasien ini, direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan
biopsi hati. Bila pada pemeriksaan biopsi hati didapatkan keadaan fibrosis dan
nodul-nodul regenerasi sel hati, maka diagnosis sirosis hepatis dapat ditegakkan
dengan pasti.
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi
sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis
yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas anamnesis, pemeriksaan
fisik dan laboratorium. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati
atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat
dengan sirosis hati dini. Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak
sulit karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya
komplikasi.

16

Adapun tatalaksana pada pasien ini adalah Tirah baring, O2 2-3 L, diet hati
II, observasi perdarahan, IVFD D5 gtt X/ menit mikrodrip, furosemid 1x 20 mg,
spironolacton 2 x 100 mg, lansoprazole 1x1 caps, asam traneksamat 3x1 amp,
transfusi PRC 300cc, asam folat 1x1 tab, curcuma 3x1 tab. Pemberian diuretik
awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali
sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5
kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki.
Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan
furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah
dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis
dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan
dilindungi dengan pemberian albumin.
Tujuan diet hati untuk memberikan energi sesuai dengan kemampuan
pasien, lemak yang cukup (20-25 % dari energi total) dan protein yang agak tinggi
(1,24-1,5 g/kgbb) untuk anabolisme protein, protein nabati diutamakan karena
tinggi serat sehingga meningkatkan pengeluaran amoniak. Diet rendah garam
untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan untuk tatalaksan asites.
Pemberian tiamin diperlukan sebagai bagian dari koenzim untuk oksidasi lebih
lanjut dari piruvat, salah satu peralihan oksidasi karbohidrat, koenzim yang
mengandung tiamin menolong dalam pengambilan oksigen oleh semua macam
jaringan. Spironolakton digunakan untuk mengatasi hiperaldosteron sekunder,
lansoprazole diapakai untuk mengobati gastropati hipertensi akibat dari hipertensi
porta, dimana pada pasien sirosis dapat ditemukan gastropati hipertensi porta
dengan gambaran pola mosaik dan cherry red spot. Koagulansia diapakai untuk
mengatasi perdarahan pada hematemesis melena. propanlol merupakan beta
bloker non-selektif yang digunakan untuk terapi hipertensi porta pada pasien ini,
pemeriksaan HBV DNA berguna untuk pemeriksaan virology, dilakukan untuk
mengukur jumlah HBV DNA serum, sangat penting karena menggambarkan
tingkat replikasi virus. Pemeriksaan ini menggunakan teknik PCR, positif jika
jumlah virus yang terdeteksi 3x102 lcopies/ml, negatif jika < 60 IU/ml.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.

17

Klasifikasi Child-Pugh biasanya digunakan untuk prognosis pasien sirosis.


Variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan
ensefalopati. Klasifikasi ini berkaitan dengan angka harapan hidup. Angka
harapan hidup selama 1 tahun berturut-turut untuk pasien dengan klasifiksi A,B,C
adalah 100, 80, dan 45%.
Klasifikasi Child-Pugh

Ensefalopati
Asites
Bilirubin (mg/dl)
Albumin (g/dl)
PT
Keterangan nilai:

Nilai
1
2
3
Minimal
Berat/koma
Nihil
Minimal
Masif
<2
2-3
>3
>3,5
2,8-3,5
<2,8
<1,7
1,7-2,3
>2,3
Child A = 5-6 Child B = 7-9 Child C = 10-15

Pada pasien ini didapat keadaan tidak ada ensefalopati, asites minimal,
albumin <2,8 (2,7), bilirubin >3 (3,2) dan PT belum diperiksa. Maka berdasarkan
klasifikasi Child-Pugh pasien ini tergolong Child B (nilai 8+x) yang berarti angka
kelangsungan hidup selama satu tahun kedepan kira-kira 80%. Prognosis quo ad
vitam adalah dubia ad malam dan prognosis quo ad functionam adalah dubia ad
malam.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
SIROSIS HATI
1. Pendahuluan
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi

18

akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit


jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang
berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata
yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata
merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak
terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui
pemeriksaan biopsi hati.
2. Klasifikasi dan Etiologi
Sirosis

secara

konvensional

diklasifikasikan

sebagai makronodular

(besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3
mm) atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan
berdasarkan etiologi, fungsional namun hal ini juga kurang memuaskan.
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan
morfologis menjadi: 1). alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca
nekrosis), 3) biliaris, 4) kardiak, dan 5) metabolik, keturunan, dan terkait obat. Di
negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama
akibat infeksi

virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia

menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus


hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan
termasuk kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Alkohol sebagai
penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum
ada datanya.
Secara morfologi, Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :

19

1. Sirosis hati kompensata, sering disebut dengan laten sirosis hati. Pada Stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini
ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati dekompensata. Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini
biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya: spider neavi, ascites, edema dan
ikterus.
Etiologi yang umumnya mengakibatkan sirosis adalah:
1. Penyakit infeksi (bruselosis, ekinokokus, skistomiasis, toksoplasmosis,
hepatitis B, hepatitis C)
2. Penyakit keturunan dan kelainan metabolik (Hemakhomatosis, Penyakit
Wilson, Tirosinemia, sindroma fanconi, penyakit gaucher, penyakit simpnan
glikogen)
3. Obat dan toksin (alkohol, amiodaron, arsenik obstruksi bilier, penyakit
perlemakan hati non alkoholik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis
primer)
4. Penyebab lain atau tidak terbukti (penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis
kistik, pintas jejunoileal, sarkoidosis)
3. Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis
ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi.
Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus
kronik.
Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan
dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah
pasien sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit
Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak dipublikasi). Di Medan
dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4 %)
pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.

20

4. Tanda dan Gejala Klinis


Gejala klinis
Pasien dengan sirosis dapat datang ke dokter dengan sedikit keluhan, dapat
tanpa keluhan sama sekali, atau dengan keluhan penyakit lain. Beberapa keluhan
dan gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain adalah : kulit berwarna
kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal, mual, penurunan berat
badan, nyeri perut dan mudah berdarah.
Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi
dari sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi keluhan
yang membawanya pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata
selama bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi dekompensata. Sirosis
dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi seperti ikterus,
perdarahan varises, asites, atau ensefalopati.
Sesuai dengan konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan
menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan
perdarahan varises :

Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites,

Stadium 2: varises, tanpa ascites,

Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan

Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites.


Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata,
semetara stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang khas pada pasien dengan sirosis hepatis antara
lain:
1.

Spider naevi

2.

Eritema palmaris

3.

Ginekomastia

4.

Fetor hepatikum

5.

Splenomegali

6.

Asites

7.

Ikterus

21

Temuan klinis sirosis meliputi, spider-angio maspiderangiomata (atau


spider telangiektasi), suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena
kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme
terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio
estradio-testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi
berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil.
Eritema palmaris, wama merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini
juga tidak spesifrk pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis
reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan
akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bias ditemukan pada kondisi
hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. Ginekomastia secara
histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki,
kemungkinan akibat peningkatan androstenedion.

Selain itu, ditemukan juga

hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami
perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat
berhenti sehingga dikira fase menopause. Atrofi testis

hipogonadisme

menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menodol pada alkoholik sirosis dan
hemokromatosis.
Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau
mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi
porta. Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta
dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor
hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat. Ikteruspada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin
kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh.

22

Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat
sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema. Diabetes melitus dialami 15
sampai 30% pasien sirosis. Hal ini

akibat

resistensi

insulin

dan

tidak

adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas.


5. Pemeriksaan Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium
antara lain:
1. SGOT dan SGPT meningkat tapi tidak terlalu tinggi, dimana biasanya
SGOT>SGPT
2.

Alkaline fosfatase meningkat

3.

Bilirubin meningkat

4.

Albumin menurun sedangakan globulin meningkat

5.

PT memanjang

6.

Na menurun

7.

Kelainan hematologi meliputi anemia, trombositopenia dan leukopenia


Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat
(SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat
daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya
sirosis. Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer
dan sirosis bilier primer. Gamma- glutarnil trarap
konsentasinya seperti

halnya

alkali

fosfatase

eptidase

pada

penyakit

(GGT),
hati.

Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol


selain menginduksi

GGT mikrosomal hepatik,

juga

bisa

menyebabkan

bocornya GGT dari hepatosit. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada


sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut.
Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun
sesuai dengan perburukan sirosis. Globulin, konsentrasinya meningkat pada
sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari system porta ke

23

jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin. Waktu


protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada
sirosis memanjang.
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Kelainan hematologi anemia,
penyebabnya bias bermacam-macam, anemia normokrom, normositer, hipokrom
mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, lekopenia,
dan netropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta
sehingga terjadi hipersplenisme.
6. Diagnosis
Diagnosis sementara berupa sirosis hati dekompensata pada pasien dapat
ditegakkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium yang telah diuraikan sebelumnya. Pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan untuk memperkuat diagnosis sirosis hati dekompensata pada pasien ini
adalah USG abdomen. Adapun hasil USG abdomen pada pasien ini menyatakan
bahwa gambaran hati pada pasien ini sesuai dengan gambaran sirosis hepatis yaitu
ukuran hepar mengecil, permukaan tidak rata dan kasar disertai pula dengan
pembesaran ukuran lien.
Untuk memperkuat diagnosis sementara menjadi diagnosis kerja, maka
dapat dilakukan rencana pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan endoskopi
Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
endoskopi. Sesuai dengan konsensus Baveno IV, bila pada pemeriksaan
endoskopi pasien sirosis tidak ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan
endoskopi ulang dalam 2 tahun. Bila ditemukan varises kecil, maka dilakukan
endoskopi dalam 1 tahun, dan jika ditemukan varises besar, maka secepatnya
dilakukan tindakan preventif untuk mencegah perdarahan pertama.
2. Biopsi hati
Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk menegakkan
diagnosis sirosis hepatis. Karena pada kasus tertentu sulit untuk membedakan

24

antara hepatitis kronik aktif yang berat dengan suatu keadaan sirosis hepatis
dini. Oleh karena itu pada kasus pasien ini, direncanakan untuk dilakukan
pemeriksaan biopsi hati. Bila pada pemeriksaan biopsi hati didapatkan
keadaan fibrosis dan nodul-nodul regenerasi sel hati, maka diagnosis sirosis
hepatis dapat ditegakkan dengan pasti.
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnosis sirosis hati.

Pada proses lanjutan dari kompensasi

sempurna mungkin bias ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis


yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis terdiri atas pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati
atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat
dengan sirosis hati dini. Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala
tidak sulit karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya
komplikasi.
7. Terapi
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada
koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1g/kgbb dan kalori
sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi

pasien

ditujukan

untuk

menghilangkan etiologi, diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang


toksik

dan dapat mencederai

hati

dihentikan

penggunaannya. Pemberian

asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bias mengharnbat kolagenik.


Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada
hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi
normal dan diulang sesuai kebutuhan.
Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamirudin (analog

25

nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama


diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian
lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi
resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali
seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan
terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU
tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,
menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan
merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata
bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik
yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki
efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti
dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam
penelitian.
Pengobatan Sirosis Dekompensata Asites; tirah baring dan diawali diet
rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet
rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik
bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema
kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 2040 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons,
maksimal dosisnya 160 mg, l hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin.
Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama

26

diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. Varises esofagus, sebelum
berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol).
Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau okfreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
Peritonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika seperti sefotaksim
intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal; mengatasi
perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun
sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
resipien dahulu.
8. Prognosis
Klasifikasi Child-Pugh (Tabel 1), juga untuk menilai prognosis pasien
sirosis

yang

akan

menjalani

operasi, variabelnya

meliputi

konsentrasi

bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi.
Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C.
Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka
kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C
berturut-turut 100, 80, dan 45 %. Penilaian prognosis yang terbaru adalah
Model for End Stage Liver Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis
yang akan dilakukan transplantasi hati.

9. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan,
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
intraabdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan
nyeri abdomen. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut

27

berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik


ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. Salah satu manifestasi hipertensi
porta adalah varises esofagus. Dua puluh sampai 40% pasien sirosis dengan
varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat
tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun
dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.
Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati.
Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat
timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom
hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.
AKI (Acute Kidney Injury) atau GGA (Gangguan Ginjal Akut) merupakan
penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan kadar
kreatinin serum 0,3 mg/dl ( 26,4 mol/l), presentasi kenaikan kreatinin serum
50% (1,5 x kenaikan dari nilai dasar), atau pengurangan produksi urin (oligouria
yang tercatat 0,5 ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam).
CKD/ Gagal Ginjal Kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari
3 bulan, berupa keluhan kelainan struktural atau fungsional (dengan manifestasi
kelainan patologis, tanda kelainan ginjal dan tes pencitraan), dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus (60 ml/menit/1,73m2) selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
2009. Page 668-673.
2. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the
setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299302.
3. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.
http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/97
81416032588.pdf.
4. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo
Boedi Setiawan, et al.

Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga. 2007. Page 129-136


5. David C Wolf. 2012. Cirrhosis. http://emedicine.medscape.com/article/ 185856overview#showall.
6. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin
Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229
7. Caroline R Taylor. 2011. Cirrhosis Imaging. http://emedicine.medscape.
com/article/366426-overview#showall.
8. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal
Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007.
102:20862102

29

PEMERINTAH KOTA LUBUKLINGGAU


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SITI
AISYAH
Alamat : Jln.Lapter Silampari Kel. Air Kuti, Lubuklinggau Timur I
Telp. 31662 Telp (0733) 451902, Fax. 0733-452776

DAFTAR HADIR
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Nama Peserta

Tanda Tangan

KEGIATAN PRESENTASI KASUS


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
KOTA LUBUKLINGGAU
Hari/Tanggal
Acara
Presentan

: Rabu, 3 Desember 2014


: Presentasi Laporan Kasus Sirosis Hepatis
: dr. Dimas Agung Saputra

Narasumber

: dr. Hadhimuljono, SpPD


____________
dr. Ahmar Kurniadi, SpPD
____________

30

Mengetahui,
Pendamping I

Pendamping II

dr. Retno Suryani S


NIP.197010152000122001

dr. Fitri Isneni


NIP.198107282008032001

31

Anda mungkin juga menyukai