Case PDL
Case PDL
LAPORAN KASUS
II.1 IDENTIFIKASI
Nama
: Tn. N
Umur
: 42 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: M. Beliti
Status
: Kawin
Pekerjaan
: Petani
Agama
: Islam
MRS
: 2 November 2014
saat bangun pada pagi hari (-), nafsu makan menurun (+), mata kuning (-), BAK
berwarna teh tua (-), BAB berwarna hitam seperti aspal (+) banyaknya + satu
gelas belimbing, frekuensi 3x dalam seminggu terakhir. BAB dempul (-), demam
(-) penurunan berat badan drastis dalam kurun waktu dekat (-), keluar benjolan di
anus (-). Pasien lalu berobat ke RSUD Siti Aisyah Lubuklinggau dan dirawat inap.
Riwayat penyakit dahulu:
-
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada.
Riwayat Sosioekonomi
Kesan: Status ekonomi kurang.
II.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Keadaan umum
: tampak sakit
Keadaan sakit
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 130/90 mmHg
Nadi
Pernafasan
Suhu
: 36,7 C
Berat badan
: 59 kg
Tinggi badan
: 167 cm
Keadaan spesifik
Kulit
Warna sawo matang, scar (-), ikterus pada kulit (-), sianosis (-), spider nevi (-) di
regio thorakalis, pucat pada telapak tangan dan kaki (-), eritema palmar (-), turgor:
cubitan kulit kembali cepat, pertumbuhan rambut normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula
serta tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, normosefali, simetris, ekspresi sakit sedang, deformasi (-), facies
hipokrates (-)
Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra
pucat (+/+), sklera ikterik (+/+) minimal, pupil isokor, diameter 2 mm, reflek
cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik. Edema subkonjugtiva (-).
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik,
tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung (-).
Telinga
Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (+), atrofi papil (-), hipertrofi
ginggiva (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), rhagaden (-), fetor hepatikum (-),
faring tidak ada kelainan.
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH O, kaku kuduk (-).
2
Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), spider naevi (-).
Ginekomastia (+)
Paru-paru
I : Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri, sela iga tidak melebar
P : Stem fremitus normal kanan=kiri
P : Sonor pada lapangan paru kanan dan kiri, batas paru hepar ICS 5,
peranjakan 1 sela iga
A: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat.
P : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra.
P : batas jantung atas ICS II, batas jantung kanan linea sternalis dextra
ICS V, batas jantung kiri linea mid klavikula sinistra ICS V
A : HR = 84 x/menit, regular, murmur (-), gallop (-).
Perut
I : cembung, venektasi (-)
P : Lemas, hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan (+) epigastrium
P : undulasi (-), nyeri ketok (-), shifting dullness (+)
A : Bising Usus (+) Normal
Alat kelamin : edema skrotum (-)
Extremitas Atas
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan
parut (-), akral dingin (-) , jari tabuh (-), turgor kembali cepat, clubbing finger (-),
eritem palmar (-), tremor (-), flapping tremor (-).
Extremitas Bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), nyeri otot tungkai
(-), edema pretibial (-), lebam (-), turgor kembali cepat
II. 4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin
Hb
Ht
Leukosit
: 5800 / l (5.000-10.000/l)
Diff count
: 1/0/0/84/10/5
Trombosit
Kimia Klinik
Protein Total
: 7,0
Albumin
: 2,7
Globulin
: 4,3
g/dl
SGOT
: 49
SGPT
: 42
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
Serologi/ imunologi
Hepatitis marker
HBsAg
:-
Urinalisa
Warna
: kuning
Berat Jenis
: 5,5
Kejernihan
: jernih
Protein
:-
Reduksi
:-
Urobilin
:-
Bilirubin
:-
(negatif)
Sedimen
Sel epitel
: +1
(negatif)
Eritrosit
: 2-3
(0-1 /lpb)
Leukosit
: 4-5
(0-5 /lpb)
Silinder
:-
(negatif)
Kristal
:-
(negatif)
Feses rutin
Konsistensi
: lembek
Darah
:-
Lendir
:+
: 2-3
: 0-1
Amoeba
:-
Cyste
:-
Telur cacing
:-
II. 5. RESUME
Seorang laki-laki, berusia 42 tahun, MRS tanggal 2 November 2014
dengan keluhan utama perut semakin bertambah besar sejak 1 minggu SMRS.
Sejak 4 bulan SMRS, os mengeluh perut membesar dan terasa sesak. Os
mengeluh celana os terasa sempit. Os juga mengeluh mual (+), muntah (-). Nafsu
makan menurun (+), BAK berwarna teh tua, mata kuning (-), BAB berwarna
hitam seperti aspal (. pasien berobat ke dokter dikatakan sakit liver dirawat 3 hari
dan keluhan berkurang dan perut dirasakan mengecil.
Sejak 1 minggu SMRS, os mengeluh perut semakin membesar, terasa
sesak, dan cepat kenyang bila makan. Sesak nafas ada, tidak dipengaruhi
perubahan cuaca dan emosi, mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun (+),
mata kuning (-), BAK berwarna teh tua (-), BAB berwarna hitam seperti aspal (+)
banyaknya + satu gelas belimbing, frekuensi 3x dalam seminggu terakhir. Pasien
lalu berobat ke RSUD Siti Aisyah Lubuklinggau dan dirawat inap.
Dari riwayat lain, didapatkan riwayat konsumsi alkohol saat muda selama
kurang lebih 15 tahun.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 88 x/menit
reguler, pernafasan 28 x/menit. Didapatkan sklera ikterik minimal, ginekomastia.
Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Dari pemeriksaan abdomen
ditemukan shifting dullness.
Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan Darah rutin :Hb : 6,8 gr/dl, Ht
: 20,4 vol%, Leukosit : 5800 / l, Diff count : 1/0/0/84/10/5, Trombosit :
133.000 /mm3
Kimia Klinik , Protein Total : 7,0 g/dl, Albumin : 2,7 g/dl, Globulin : 4,3 g/dl,
SGOT: 49 u/L, SGPT : 42 u/L, Bilirubin total : 3,20 mmol/L, Bilirubin direk :
1,73 mmol/L, Bilirubin indirek : 1,47 mmol/L, HBsAg : Diagnosis Kerja
Melena e.c Pecahnya varises gaster e.c Sirosis hepatis + anemia e.c. perdarahan
Diagnosis Banding
Melena e.c Pecahnya varises gaster e.c Sirosis hepatis + anemia e.c. perdarahan
Melena e.c. gastritis erosive + anemia e.c defisiensi Fe
Penatalaksanaan
-
Tirah baring
O2 2-3 L
Diet hati II
Observasi perdarahan
Inj. Furosemid 1x 20 mg
Spironolacton 2 x 100 mg
Tambahan tatalaksana :
-
Rencana pemeriksaan
-
USG abdomen
Endoskopi
Biopsi Hati
Prognosis
-
Quo ad vitam
: dubia ad malam
Quo ad functionam
: dubia ad malam
3 November 2014
O: Kesadaran
Tekanan darah
100/70 mmHg
Nadi
96 x/menit
Pernafasan
28 x/menit
Suhu
38,5 oC
BB
58 kg
Kepala
Leher
Thorax:
Ginekomastia
Jantung
Paru-paru
Abdomen
Eksterimitas
A
Tirah baring
O2 2-3 L
Diet hati II
Observasi perdarahan
Furosemid 1x 20 mg
Spironolacton 2 x 100 mg
Tanggal
S
4 November 2014
Mual, perut kembung, payudara terasa kencang,
O: Kesadaran
Tekanan darah
90/60 mmHg
Nadi
78 x/menit
Pernafasan
24 x/menit
Suhu
36,6 oC
BB
58 kg
Kepala
Leher
Thorax:
Ginekomastia
Jantung
Paru-paru
Abdomen
Eksterimitas
Teruskan terapi.
Tanggal
S
5 November 2014
BAB hitam (-), perut kembung, payudara
O: Kesadaran
Tekanan darah
120/80 mmHg
Nadi
92 x/menit
Pernafasan
20 x/menit
10
Suhu
36,5 oC
BB
57 kg
Kepala
Leher
Thorax:
Ginekomastia
Jantung
Paru-paru
Abdomen
Eksterimitas
Terapi diteruskan
6 November 2014
Compos mentis
Tekanan darah
130/80 mmHg
Nadi
82 x/menit
Pernafasan
20 x/menit
Suhu
36,5 oC
BB
56 kg
Kepala
Leher
Thorax:
Ginekomastia
Jantung
11
Paru-paru
Abdomen
Eksterimitas
BAB II
ANALISA KASUS
Tn. N/laki-laki/42 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan perut
semakin membesar sejak 1 minggu SMRS. Penderita sirosis hati lebih banyak
dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 :
1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan
puncaknya sekitar 40 49 tahun. Pada kasus ini pasien merupakan seorang lakilaki dengan usia 42 tahun.
Dari anamnesis didapatkan sejak 4 bulan SMRS, os mengeluh perut
membesar dan terasa sesak. Os mengeluh celana os terasa sempit. Os juga
12
mengeluh mual (+), muntah (-), sembab pada kedua tungkai (-), sembab pada
kedua kelopak mata saat bangun tidur di pagi hari (-). Nafsu makan menurun (+),
BAK berwarna teh tua (-), BAK berdarah (-), nyeri pinggang (-), mata kuning (-),
BAB berwarna hitam seperti aspal (-), BAB dempul (-), demam (-). pasien
berobat ke dokter dikatakan sakit liver dirawat 3 hari dan keluhan berkurang dan
perut dirasakan mengecil.
Sejak 1 minggu SMRS, os mengeluh perut semakin membesar, terasa
sesak, dan cepat kenyang bila makan. Sesak nafas ada, tidak dipengaruhi
perubahan cuaca dan emosi. Jantung berdebar (-), sesak nafas bila beraktivitas (-),
sering terbangun malam hari karena sesak (-), mual (+), muntah (-), sembab pada
kedua tungkai (-), sembab pada kedua kelopak mata saat bangun pada pagi hari
(-), nafsu makan menurun (+), mata kuning (-), BAK berwarna teh tua (-), BAB
berwarna hitam seperti aspal (+) banyaknya + satu gelas belimbing, frekuensi 5x
dalam seminggu terakhir. BAB dempul (-), demam (-), keluar benjolan di anus (-).
Riwayat minum alkohol (+) minum selama + 15 tahun banyaknya + 2 botol dalam
seminggu
Penyakit dari saluran cerna belum dapat disingkirkan karena BAB pada
pasien berwarna hitam seperti aspal, curiga adanya perdarahan dari saluran cerna,
frekuensi BAK pasien dalam batas normal, tidak terdapat nyeri saat kencing, nyeri
hilang timbul, warna BAK seperti teh tua (-), BAK berdarah (-), BAK berpasir (-),
jadi penyakit yang menyangkut saluran urogenitalia dapat disingkirkan, namun
tetap curiga kearah gangguan organ hati. Selanjutnya akan diperjelas dengan
pemeriksaan fisik.
Pada anamnesis terdapat riwayat minum alkohol ada saat muda, minum
selama + 15 tahun banyaknya + 2 botol/ minggu. Seperti yang kita ketahui salah
satu etiologi dari sirosis hati adalah riwayat konsumsi obat dan toksin (alkohol,
amiodaron, arsenik, obstruksi bilier, penyakit perlemakan hati non alkoholik,
sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis primer) dalam jangka waktu yang lama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang
dengan badan mudah lemas, umumnya penderia sirosis hepatis merasakan badan
tidak fit seperti biasanya, penderita juga mudah lelah, dan terdapat penurunan
nafsu makan.
13
tinggi
pada
penyakit
hati
14
15
kadar AFP serum belum diperiksa, diagnosis histologi diperlukan bila tidak ada
kontraindikasi.
Varises esofagus dapat ditemukan pada pemeriksaan endoskopi. Sesuai
dengan konsensus Braveno IV, bila pada pemeriksaan endoskopi pasien sirosis
tidak ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang dalam 2 tahun.
Bila ditemukan varises kecil, maka dilakukan endoskopi dalam 1 tahun, dan jika
ditemukan varises besar, maka secepatnya dilakukan tindakan preventif untuk
mencegah perdarahan pertama.
Pada pasien ini, endoskopi direncanakan untuk melihat penyebab
terjadinya melena. Umumnya hal tersebut disebabkan pecahnya suatu varises
esofagus atau adanya gastritis erosif. Bila nanti pada pemeriksaan endoskopi
ditemukan adanya varises esofagus yang pecah, maka ini akan mendukung
diagnosis sirosis hepatis dekompensata, karena pecahnya varises esofagus
merupakan manifestasi dari hipertensi portal.
Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk menegakkan
diagnosis sirosis hepatis. Karena pada kasus tertentu sulit untuk membedakan
antara hepatitis kronik aktif yang berat dengan suatu keadaan sirosis hepatis dini.
Oleh karena itu pada kasus pasien ini, direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan
biopsi hati. Bila pada pemeriksaan biopsi hati didapatkan keadaan fibrosis dan
nodul-nodul regenerasi sel hati, maka diagnosis sirosis hepatis dapat ditegakkan
dengan pasti.
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi
sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis
yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas anamnesis, pemeriksaan
fisik dan laboratorium. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati
atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat
dengan sirosis hati dini. Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak
sulit karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya
komplikasi.
16
Adapun tatalaksana pada pasien ini adalah Tirah baring, O2 2-3 L, diet hati
II, observasi perdarahan, IVFD D5 gtt X/ menit mikrodrip, furosemid 1x 20 mg,
spironolacton 2 x 100 mg, lansoprazole 1x1 caps, asam traneksamat 3x1 amp,
transfusi PRC 300cc, asam folat 1x1 tab, curcuma 3x1 tab. Pemberian diuretik
awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali
sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5
kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki.
Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan
furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah
dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis
dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan
dilindungi dengan pemberian albumin.
Tujuan diet hati untuk memberikan energi sesuai dengan kemampuan
pasien, lemak yang cukup (20-25 % dari energi total) dan protein yang agak tinggi
(1,24-1,5 g/kgbb) untuk anabolisme protein, protein nabati diutamakan karena
tinggi serat sehingga meningkatkan pengeluaran amoniak. Diet rendah garam
untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan untuk tatalaksan asites.
Pemberian tiamin diperlukan sebagai bagian dari koenzim untuk oksidasi lebih
lanjut dari piruvat, salah satu peralihan oksidasi karbohidrat, koenzim yang
mengandung tiamin menolong dalam pengambilan oksigen oleh semua macam
jaringan. Spironolakton digunakan untuk mengatasi hiperaldosteron sekunder,
lansoprazole diapakai untuk mengobati gastropati hipertensi akibat dari hipertensi
porta, dimana pada pasien sirosis dapat ditemukan gastropati hipertensi porta
dengan gambaran pola mosaik dan cherry red spot. Koagulansia diapakai untuk
mengatasi perdarahan pada hematemesis melena. propanlol merupakan beta
bloker non-selektif yang digunakan untuk terapi hipertensi porta pada pasien ini,
pemeriksaan HBV DNA berguna untuk pemeriksaan virology, dilakukan untuk
mengukur jumlah HBV DNA serum, sangat penting karena menggambarkan
tingkat replikasi virus. Pemeriksaan ini menggunakan teknik PCR, positif jika
jumlah virus yang terdeteksi 3x102 lcopies/ml, negatif jika < 60 IU/ml.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.
17
Ensefalopati
Asites
Bilirubin (mg/dl)
Albumin (g/dl)
PT
Keterangan nilai:
Nilai
1
2
3
Minimal
Berat/koma
Nihil
Minimal
Masif
<2
2-3
>3
>3,5
2,8-3,5
<2,8
<1,7
1,7-2,3
>2,3
Child A = 5-6 Child B = 7-9 Child C = 10-15
Pada pasien ini didapat keadaan tidak ada ensefalopati, asites minimal,
albumin <2,8 (2,7), bilirubin >3 (3,2) dan PT belum diperiksa. Maka berdasarkan
klasifikasi Child-Pugh pasien ini tergolong Child B (nilai 8+x) yang berarti angka
kelangsungan hidup selama satu tahun kedepan kira-kira 80%. Prognosis quo ad
vitam adalah dubia ad malam dan prognosis quo ad functionam adalah dubia ad
malam.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
SIROSIS HATI
1. Pendahuluan
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi
18
secara
konvensional
diklasifikasikan
sebagai makronodular
(besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3
mm) atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan
berdasarkan etiologi, fungsional namun hal ini juga kurang memuaskan.
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan
morfologis menjadi: 1). alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca
nekrosis), 3) biliaris, 4) kardiak, dan 5) metabolik, keturunan, dan terkait obat. Di
negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama
akibat infeksi
19
1. Sirosis hati kompensata, sering disebut dengan laten sirosis hati. Pada Stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini
ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati dekompensata. Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini
biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya: spider neavi, ascites, edema dan
ikterus.
Etiologi yang umumnya mengakibatkan sirosis adalah:
1. Penyakit infeksi (bruselosis, ekinokokus, skistomiasis, toksoplasmosis,
hepatitis B, hepatitis C)
2. Penyakit keturunan dan kelainan metabolik (Hemakhomatosis, Penyakit
Wilson, Tirosinemia, sindroma fanconi, penyakit gaucher, penyakit simpnan
glikogen)
3. Obat dan toksin (alkohol, amiodaron, arsenik obstruksi bilier, penyakit
perlemakan hati non alkoholik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis
primer)
4. Penyebab lain atau tidak terbukti (penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis
kistik, pintas jejunoileal, sarkoidosis)
3. Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis
ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi.
Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus
kronik.
Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan
dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah
pasien sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit
Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak dipublikasi). Di Medan
dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4 %)
pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.
20
Spider naevi
2.
Eritema palmaris
3.
Ginekomastia
4.
Fetor hepatikum
5.
Splenomegali
6.
Asites
7.
Ikterus
21
hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami
perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat
berhenti sehingga dikira fase menopause. Atrofi testis
hipogonadisme
menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menodol pada alkoholik sirosis dan
hemokromatosis.
Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau
mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi
porta. Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta
dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor
hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat. Ikteruspada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin
kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh.
22
Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat
sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema. Diabetes melitus dialami 15
sampai 30% pasien sirosis. Hal ini
akibat
resistensi
insulin
dan
tidak
3.
Bilirubin meningkat
4.
5.
PT memanjang
6.
Na menurun
7.
halnya
alkali
fosfatase
eptidase
pada
penyakit
(GGT),
hati.
juga
bisa
menyebabkan
23
24
antara hepatitis kronik aktif yang berat dengan suatu keadaan sirosis hepatis
dini. Oleh karena itu pada kasus pasien ini, direncanakan untuk dilakukan
pemeriksaan biopsi hati. Bila pada pemeriksaan biopsi hati didapatkan
keadaan fibrosis dan nodul-nodul regenerasi sel hati, maka diagnosis sirosis
hepatis dapat ditegakkan dengan pasti.
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnosis sirosis hati.
pasien
ditujukan
untuk
hati
dihentikan
penggunaannya. Pemberian
25
26
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. Varises esofagus, sebelum
berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol).
Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau okfreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
Peritonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika seperti sefotaksim
intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal; mengatasi
perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun
sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
resipien dahulu.
8. Prognosis
Klasifikasi Child-Pugh (Tabel 1), juga untuk menilai prognosis pasien
sirosis
yang
akan
menjalani
operasi, variabelnya
meliputi
konsentrasi
bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi.
Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C.
Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka
kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C
berturut-turut 100, 80, dan 45 %. Penilaian prognosis yang terbaru adalah
Model for End Stage Liver Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis
yang akan dilakukan transplantasi hati.
9. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan,
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
intraabdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan
nyeri abdomen. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut
27
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
2009. Page 668-673.
2. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the
setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299302.
3. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.
http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/97
81416032588.pdf.
4. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo
Boedi Setiawan, et al.
29
DAFTAR HADIR
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Nama Peserta
Tanda Tangan
Narasumber
30
Mengetahui,
Pendamping I
Pendamping II
31