Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN PNEUMONIA

OLEH:
PUTU RIAN PRADNYANI
NIM: 1302105031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


PNEUMONIA
A. Konsep Dasar Pneumonia
1. Definisi Pneumonia
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang disebabkan
oleh bakteria, virus atau fungi. Ia juga dikenali sebagai pneumonitis,
bronchopneumonia dan community-acquired pneumonia (Mansjoer, 2000).
Menurut Price (2005) pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
biasanya berasal dari suatu infeksi. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai
parenkim paru, distal dari bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007). M
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus atau fungi yang menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Berdasarkan tempat letak anatomisnya, pneumonia dapat diklasifikasikan
menjadi empat, yaitu (Price, 2005):
a) Pneumonia lobaris
Seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat terutama terdapat intra alveolar.
Pneumococcus dan Klebsiella merupakan organisme penyebab tersering.
b) Pneumonia nekrotisasi
Disebabkan oleh jamur dan infeksi tuberkel. Granuloma dapat mengalami
nekrosis kaseosa dan membentuk kavitas.
c) Pneumonia lobular/bronkopneumonia
Adanya penyebaran daerah infeksi yang bebercak dengan diameter sekitar 3
sampai 4 cm yang mengelilingi. Staphylococcus dan Streptococcus adalah
penyebab infeksi tersering.
d) Pneumona interstitial
Adanya peradangan interstitial yang disertai penimbunan infiltrate dalam
dinding alveolus, walaupun rongga alveolar bebas dari eksudat dan tidak ada
konsolidasi. disebabkan oleh virus atau mikoplasma.

Menurut Depkes RI (2002) klasifikasi pneumonia menurut program P2 ISPA


antara lain:
a) Pneumonia sangat berat
Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum, harus dirawat di rumah
sakit.

b) Pneumonia berat
Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan dapat minum, di
rawat rumah sakit dan diberi antibiotic.
c) Pneumonia sedang
Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan pernafasan cepat, tidak
perlu dirawat, cukup diberi antibiotik oral.
d) Bukan pneumonia
Hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu dirawat, tidak
perlu antibiotik.
2. Epidemiologi
Pneumonia dapat menyerang semua orang, semua umur, jenis kelamin serta
tingkat sosial ekonomi. Menurut Depkes RI (2002) Kejadian kematian pneumonia
pada anak balita berdasarkan SKRT 2001, urutan penyakit menular penyebab
kematian pada bayi adalah pneumonia, diare, tetanus, infeksi saluran pernafasan
akut sementara proporsi penyakit menular penyebab kematian pada balita yaitu
pneumonia (22,5%), diare (19,2%) infeksi saluran pernafasan akut (7,5%), malaria
(7%), serta campak (5,2%). Pneumonia masih menjadi penyakit terbesar penyebab
kematian anak dan juga penyebab kematian pada banyak kaum lanjut usia di dunia.
World Health organization (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita
akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19 persen atau berkisar 1,6 2,2 juta,
dimana sekitar 70 persennya terjadi di negara-negara berkembang, terutama Afrika
dan Asia Tenggara (Said, 2006).
Meskipun sudah dilakukan

berbagai

upaya

untuk

penanggulangan

penumonia, tetapi kasus pneumonia masih tetap tinggi. Menurut WHO, angka
kematian bayi di atas 40 per 1000 kelahiran hidup (di Indonesia : 41 per 1000
kelahiran hidup), angka kematian balita di atas 15 per 1000 balita (di Indonesia : 81
per 1000 kelahiran hidup). Proporsi kematian balita akibat pneumonia lebih dari 20
% (di Indonesia 30 %) angka kematian pneumonia balita di atas 4 per 1000
kelahiran hidup (di Indonesia diperkirakan masih di atas 4 per 1000 kelahiran
hidup).
Menurut SKRT 2001 urutan penyakit menular penyebab kematian pada bayi
adalah pneumonia, diare, tetanus, ISPA sementara proporsi penyakit menular
penyebab kematian pada balita yaitu pneumonia (22,5%), diare (19,2%) infeksi
saluran pernafasan akut (7,5%), malaria (7%), serta campak (5,2%) (Depkes RI,
2002). Angka kejadian pneumonia di Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan
tahun 2006 mengalami penurunan. Kasus pneumonia pada tahun 2004 sebanyak

293.184 kasus dengan kasus Angka Insiden (AI) 13,7; tahun 2005 sebanyak
193.689 kasus dengan AI 8,95;dan pada tahun 2006 sebanyak 146.437 kasus
dengan AI 6,7 (PPM & PL, 2004).
Di Propinsi Jawa Tengah, sebesar 80% - 90% dari seluruh kasus kematian
ISPA disebabkan pneumonia. Angka kejadian pneumonia balita di Jawa Tengah
pada tahun 2004 sebanyak 424 dengan AI 0,13, tahun 2005 sebanyak 1.093 dengan
AI 0,33, dan tahun 2006 sebanyak 3.624 dengan AI 11,0 (Profil Kesehatan Provinsi
Jateng, 2005). Profil Kesehatan Kabupaten Cilacap 2006 menyebutkan bahwa di
Kabupaten Cilacap, Pneumonia menduduki urutan ketiga dari pola penyakit
kunjungan rawat jalan Puskesmas pada kelompok umur balita setelah ISPA.
Di Rumah Sakit pneumonia menduduki urutan ketiga dari pola penyakit
rawat inap pada kelompok balita dan merupakan urutan keempat penyebab
kematian rawat inap di Rumah Sakit pada kelompok bayi maupun anak balita.
Kejadian Pneumonia tahun 2006 di Kabupaten Cilacap ditemukan sebanyak 2.594
kasus, mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai
2.398 kasus. Namun demikian target angka kejadian penemuan kasus Pneumonia
ini masih rendah dari target 15.613 kasus. Pneumonia dikelompokan menjadi dua
jenis yaitu Pneumonia dan Pneumonia berat. Tahun 2007 (s.d Nopember 2007)
dilaporkan adanya kasus pneumonia berat sebanyak 342 kasus. Masalah penyakit
Penumonia paling banyak terjadi di Wilayah Kerja Puskesmas Kawunganten, yaitu
ditemukan 741 kasus (Profil Kesehatan Kabupaten Cilacap, 2006).
3. Etiologi
Menurut (Smeltzer and Bare, 2001) etiologi pneumonia, meliputi:
a) Pneumonia bacterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia
Jenis yan lain:

- Staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus


- Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
- Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
- Haemophilus influenzae menyebabkan haemophilus influenza
b) Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering:
Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
Jenis lain:
Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires
Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)
Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi

Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)


Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
c) Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna
kerosin atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi. Karena
aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas
protektif hilang seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obatobatan, alkohol, stroke, henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik
tidak berfungsi yang menyebabkan kandungan lambung mengalir di sekitar
selang yang menyebabkan aspirasi tersembunyi.

4. Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya, adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan
hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun,
misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan
dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan
paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi
imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung
merusak sel-sel system pernapasan bawah.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang
paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,
ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di
paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan
paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab
pneumonia (Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai
alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa
ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan
bakteri. Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran

oksigen ke dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya
terjadi hipoksemia (Engram, 1998).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang
khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 2005):
1.
Kongesti (24 jam pertama): Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya
protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi
dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna
merah.
Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): Terjadi pada stadium kedua, yang

2.

berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang
alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan makrofag. Banyak sel darah merah
juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti
eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa
mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan
bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
3.
Hepatisasi kelabu (3-8 hari): Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi
fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah.
Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami
konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4.
Resolusi (8-11 hari): Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula. (Underwood, 2000).
Pathway (terlampir)
5.

MAnifestasi Klinik
Manifestasi klinik pneumonia menurut Mansjoer (2000):
a) Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel,
gelisah, malaise, anoreksia, keluhan gastrointestinal.
b) Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipneu, ekspektorasi
sputum, cuping hidung, sesak napas, merintih, dan sianosis. Anak yang lebih besar
lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
c) Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak,
fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronkhi.

d) Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak dada tertinggal di daerah efusi,
perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, friction rub, nyeri dada
karena iritasi pleura, kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi),
nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia
lobus kanan bawah).
Sedangkan menurut (Price, 2006), yaitu:
a) Pneumonia bacterial
Tanda dan gejala awitan pneumonia pneumococus bersifat mendadak, disertai
menggigil, demam, nyeri pleuritik, batuk, dan sputum yang berwarna seperti
karat. Ronki basah dan gesekan pleura dapat terdengar diatas jaringan yang
terserang, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot aksesoris pernafasan.
b) Pneumonia virus
Tanda dan gejala sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit
kepala, nyeri otot dan kelemahan, nadi cepat, dan bersambungan (bounding).
c) Pneumonia aspirasi
Tanda dan gejala adalah produksi sputum berbau busuk, dispneu berat, hipoksemia,
takikardi, demam, tanda infeksi sekunder.
d) Pneumonia mikoplasma
Tanda dan gejala adalah nadi meningkat, sakit kepala, demam, faringitis.
6.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dengan focus pada pasien pneumonia dapat dilakukan dengan
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Adapun penjelasan dari pemeriksaan

pneumonia dijelaskan di bawah ini:


a) Inspeksi
Pada inspeksi, perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi
produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak
berusia 12 bulan 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan
adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat,
tarikan dinding dada ke dalam akan tampak jelas.
b) Palpasi
Pada palpasi biasanya ditemukan suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin
membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin
mengalami peningkatan atau tachycardia.
c) Perkusi
Pada perkusi klien dengan pneumonia biasa ditemukan suara redup pada sisi yang
sakit.
d) Auskultasi

Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung


atau mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan
stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit,
dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni,
kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer, 2000).

7.

Diagnosis Atau Kriteria Diagnosis


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkann hasil anamnesis, pemeriksaan fisik

pemeriksaan penunjang dan laboratorium, seperti:


a) Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang
disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
b) Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat
terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat
mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler
sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi
ronki basah kasar pada stadium resolusi.
8.
Pemeriksaan Penunjang
a) Gambaran Radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi
dengan air broncogram, penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran
kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,
hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia
lobaris

tersering

disebabkan

oleh

Steptococcus

pneumoniae,

Pseudomonas

aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia


sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada
lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

b) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
9.
Pemeriksaan Diagnostik Atau Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
- Leukosit 18.000 40.000 / mm3
- Hitung jenis didapatkan geseran ke kiri.
- LED meningkat
b) X-foto dada
Terdapat bercak bercak infiltrate yang tersebar (bronco pneumonia) atau yang
meliputi satu/sebagian besar lobus/lobule (Mansjoer, 2000).
10. Penatalaksanaan Medis
Menurut Misnadiarly (2008) penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada
penyebab, sesuai yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup:
a) Oksigen 1 2 L/menit
b) IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3:1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan
c) Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikkan suhu, dan status hidrasi
d) Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip
e) Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
f) Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
g) Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia community
base:
- Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
- Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
h) Untuk kasus pneumonia hospital base:
- Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
- Amikasin 10 15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
11. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi menyertai
pneumonia adalah:
a) Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang,
b) Efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura,
c) Empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah,
d) Gagal nafas,

e)
f)
g)
h)

Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial,


Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak,
Pneumonia interstitial menahun,
Atelektasis adalah (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena

obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi


i) Rusaknya jalan nafas.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Pneumonia


1. Pengkajian
1.1 Data Biografi
a) Identitas Klien
Pada bagian identitas klien berisi nama klien, umur, alamat lengkap,
pekerjaan, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit dan tanggal
dilakukannya pengkajian, serta diagnosa medis.
b) Identitas penanggung jawab
Pada bagian identitas penanggung jawab berisi nama penanggung jawab
klien, umur, pendidikan, pekerjaan, serta hubungan dengan klien.
1.2 Status Kesehatan
a) Status Kesehatan Saat Ini
- Keluhan Utama (saat MRS dan saat ini)
Tanyakan pada klien atau keluarga keluhan utama saat masuk rumah
sakit dan keluhan klien saat pengkajian dilakukan. Klien yang
mengalami pneumonia biasanya masuk dengan keluhan batuk,
-

takipneu, sianosis dan sesak napas.


Alasan MRS dan perjalanan sakit saat ini
Tanyakan pada klien atau keluarga alasan klien dibawa ke rumah sakit
dan perjalanan sakit saat ini. Pasien dengan pneumonia biasanya

mengalami sesak napas.


Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi
Tanyakan pada klien atau keluarga terapi dan yang diberikan pada

klien setelah mengalami keluhan.


b) Status Kesehatan Masa Lalu
- Penyakit Yang Pernah Dialami
Tanyakan pada klien atau keluarga riwayat penyakit klien seperti
-

riwayat penyakit hipertensi, jantung dan asma.


Alergi
Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai alergi klien terhadap
obat.

Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol/dll)
Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai kebiasaan yang dimiliki

klien seperti merokok, mengkonsumsi kopi atau alkohol.


c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai riwayat penyakit keluarga
seperti hipertensi, DM, asma dan diabetes.
2. Pengkajian (11 Pola Fungsional Gordon)

Hal yang dikaji dalam pola Gordon adalah perubahan yang terkait dengan
pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan, nutrisi dan metabolik, pola
eliminasi (urin dan fekal), pola aktivitas dan latihan, pola tidur dan istirahat, pola
kognitif dan perceptual, pola persepsi dan konsep diri, pola seksual dan reproduksi,
pola peran dan hubungan, manajemen koping dan stress, serta pola keyakinan dan
nilai. Sebelas pola Gordon dikaji dan dibandingkan sebelum masuk rumah sakit dan
saat di rumah sakit.
a. Pola Persepsi Kesehatan/ Pola Manajemen Kesehatan
Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai pola persepsi dan manajemen
kesehatan klien sebelum sakit dan saat sakit. Hal-hal yang dapat ditanyakan
-

adalah:
Bagaimana klien mendefinisikan kesehatan?
Bagaimana klien mengatur kesehatan?
Apa yang klien lakukan saat mengalami sakit?
Apa yang klien ketahui mengenai penyakit pneumonia dan hal apa yang perlu

dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit?


b. Pola Nutrisi/Metabolik
Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai pola makan, jenis makanan yang
sering dikonsumsi serta porsi makan klien sebelum sakit dan saat sakit. Hal-hal
yang dapat ditanyakan adalah:
- Bagaimana asupan nutrisi klien sejak terkena gangguan?
- Apakah klien mau memakan makanannya?
c. Pola Eliminasi
Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai pola BAB dan BAK klien sebelum
-

sakit dan saat sakit. Hal yang dapat ditanyakan adalah :


Berapa kali dalam sehari jumlah klien melakukan BAB dan BAK/frekuensi

BAB dan BAK klien?


- Bagaimana konsistensi fekal dan urine klien ?
d. Pola Aktivitas/Latihan
Pada pola aktivitas dan latihan, dapat dikaji beberapa hal terkait makan minum
klien, mandi, toileting, mobilisasi di tempat tidur, berpindah, serta ambulasi
ROM. Pada pola ini masing-masing aktivitas yang dikaji diberikan skor dari 0-4
dimana 0: dapat dilakukan dengan mandiri, 1: dengan alat bantu, 2: dibantu
orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total.
Kemampuan perawatan
diri
Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah

e. Pola Kognitif/Perseptual
Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai pengetahuan klien tentang
penyakit yang dialami secara mendetail sebelum sakit dan saat sakit dan
Bagaimana perasaan klien terhadap panca indranya dan apakah klien
menggunakan alat bantu.
f. Pola Persepsi Diri/Konsep Diri
Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai persepsi diri/konsep diri klien
seperti harga diri, body image, ideal diri, peran dan identitas diri klien sebelum
sakit dan saat sakit.
g. Pola Tidur/Istirahat
Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai pola tidur dan istirahat klien
-

sebelum sakit dan saat sakit.


Bagaimana pola tidur klien, apakah mengalami perubahan?
Bagaimana istirahanya, dapatkah klien beristirahat dengan tenang?

h. Pola Peranan/Hubungan
Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai peran klien dan hubungan klien
dengan keluarga sebelum sakit dan gangguan pada peran klien dan hubungan
klien dengan keluarga saat sakit.
- Apakah setelah sakit, peran klien di keluarga berubah?
- Bagaimana hubungan klien dengan orang sekitar setelah sakit?
i. Pola Seksualitas/Reproduksi
Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai jumlah anak yang dimiliki klien
dan pola menstruasi klien sebelum sakit dan saat sakit apabila perempuan.
j. Pola Toleransi stress/Koping
Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai hal yang dilakukan klien saat
mengalami stress karna penyakit yang dialami. Apakah klien merasa depresi
dengan keadaannya saat ini dan apa yang dilakukan klien untuk melakukan
manajemen terhadap stress yang dirasakannya.
k. Pola Nilai/Kepercayaan
Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai kepercayaan klien dengan
perawatan non medis (balian dan dukun) serta agama yang dianut klien sebelum
sakit dan saat sakit.
3. Riwayat Kesehatan dan Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
: Baik
Sedang
Lemah
TTV
TD:
Nadi :
Suhu :
RR:
a) Kulit, Rambut dan Kuku
Distribusi rambut :

Kesadaran :

Lesi
Warna kulit

Ya
Ikterik

Tidak
Sianosis

Kemerahan

Akral

Pucat
Hangat

Panas

Dingin kering

Dingin
Turgor:
Oedem

Ya

Tidak

Warna kuku:

Pink

Lokasi:

Sianosis

Lain-lain

Lain-lain: .......................................................
b) Kepala dan Leher
Kepala
Simetris Asimetris
Lesi
ya
Tidak
Deviasi trakea
Ya
Tidak
Pembesaran kelenjar tiroid
Ya
Tidak
Lain-lain: ..........................................................................
c) Mata dan Telinga
Gangguan pengelihatan

Ya

Tidak

Menggunakan kacamata

Ya

Tidak

Visus :
Isokor

Anisokor

Sklera/ konjungtiva

Anemis

Ikterus

Gangguan pendengaran

Ya

Tidak

Menggunakan alat bantu dengar

Ya

Tidak

Tes weber:

Tes Swabach:

Pupil
Ukuran :

Tes Rinne:

Lain-lain: .......................................................................................
d) Sistem Pernafasan
Batuk:

Ya

Tidak

Sesak:

Ya

Tidak

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi :
Lain-lain :
e) Sistem Kardiovaskular

Nyeri dada
Ya
Tidak
Palpitasi
Ya
Tidak
CRT
< 3 dtk
> 3 dtk
Inspeksi :
Palpasi
:
Perkusi
:
Auskultasi :
Lain-lain : ....................................
f) Payudara Wanita dan Pria
g) Sistem Gastrointestinal
Mulut

Bersih

Kotor

Berbau

Mukosa

Lembab

Kering

Stomatitis

Pembesaran hepar Ya

Tidak

Meteorismus

Abdomen

Asites

Nyeri tekan

Peristaltik:
Lain-lain : .....................................................
h) Sistem Urinarius
Penggunaan alat bantu/ kateter

Ya

Tidak

Kandung kencing, nyeri tekan

Ya

Tidak

Gangguan Anuria

Retensi

Inkontinensia

Oliguria

Nokturia Lain-lain:
Jumlah air kencing

i) Sistem Reproduksi Wanita/Pria


...............................................................................................................
j) Sistem Saraf
GCS:

Eye:

Rangsangan meningeal
Refleks fisiologis

Verbal:

Motorik:

Kaku kuduk

Kernig

Brudzinski I

Brudzinski II

Patela

Trisep

Bisep

Achiles
Refleks patologis

Babinski

Chaddock

Oppenheim Rossolimo Gordon


Schaefer

Stransky

Gerakan involunter :
Lain-lain: .................................................................
k) Sistem Muskuloskeletal

Gonda

Bebas

Kemampuan pergerakan sendi

Terbatas

Deformitas

Ya

Tidak

Lokasi:

Fraktur

Ya

tidak

Lokasi:

Kekakuan

Ya

Tidak

Nyeri sendi/otot

Ya

Tidak

Kekuatan otot :
Lain-lain:
l) Sistem Imun
Perdarahan Gusi

Ya

Tidak

Perdarahan lama

Ya

Tidak

Pembengkakan KGB

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Lokasi:
Keletihan/kelemahan

Lain-lain: ..........................................................
m) Sistem Endokrin
Hiperglikemia

Ya

Tidak

Hipoglikemia

Ya

Tidak

Luka gangrene

Ya

Tidak

Lain-lain: ..........................................................
4. Pemeriksaan Penunjang
- Data laboratorium yang berhubungan
- Pemeriksaan Radiologi
- Hasil Konsultasi
- Pemeriksaan penunjang diagnostik lain
5. Analisa Data
Data

Interpretasi Data
Pneumonia

DO :
-

PaO2:

60

mmHg
PaCO2

:50

mmHg
RR
:

14

x/menit
DS :
-

Keluarga
mengatakan

Pengeluaran
prostaglandin
Dilatasi pembuluh darah
Peningkatan
permeabilitas kapiler
Perpindahan cairan

Masalah Keperawatan
Gangguan Pertukaran
Gas

klien

intraselular ke interstitial

mengalami
Edema

sesak.

Hipersekresi mukosa

Pembentukan sekret
Ventilasi inadekuat
Perubahan hasil AGD
Gangguan
pertukaran
DO :
-

Pneumonia
Suhu : 39,0oC
Klien terlihat
gelisah

Hipertermia

Pelepasan mediator
pirogen

DS :

Mengganggu
-

Keluarga

termoregulasi

mengatakan
klien

demam

sejak kemarin
malam.

DO :
-

Peningkatan suhu tubuh


diatas normal
Hipertermia
Pneumonia

Level

Nyeri Akut

nyeri

klien menurun
Klien terlihat
meringis

DS :

Pengeluaran bradikinin
Iritasi saraf
Sensasi nyeri

Klien
mengatakan

Nyeri Akut

nyeri.
DO :
-

Pneumonia
Klien

terlihat

Fatigue

lemas.

Stress berlebihan

DS :
-

Klien
mengatakan

Merangsang pengeluaran
HCl

tidak memiliki
cukup

tenaga

Merangsang pusat mual

untuk
beraktivitas.

Penurunan nafsu makan


Energi dalam tubuh
berkurang
Klien terlihat lemas
Fatigue

6. Diagnosa Keperawatan
- Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan gangguan ventilasi-perfusi
-

yang ditandai dengan hasil AGD dan pernapasan klien yang abnormal
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme ditandai

peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal


Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan ekspresi

perilaku meringis, ungkapan rasa nyeri


Keletihan berhubungan dengan peningkatan kelelahan fisik ditandai dengan
kurang energy

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2008). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2007. Jakarta:
Depkes RI
Barbara, Engram. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Jilid I.
Jakarta: Peneribit Buku Kedokteran EGC.
Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,
EGC, Jakarta.
Betz, C. L., & Sowden, L. A (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: RGC.
Carpenito, Lynda Juall. (1995). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik
Klinis.Jakarta : EGC
Dahlan, Zul. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Depkes RI. (2002). Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Salah Satu Pembunuh Utama
Anak-Anak. http://www.lin.go.id Sitasi-1 Desember 2014.
Depkes RI. (2002). Pedoman penanggulangan P2 ISPA. Jakarta
Doenges, Marilynn, E., dkk . (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arief dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius
FKUI
Misnadiarly. (2008). Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium.
Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Nanda. (2011). Diagnostik Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Prize, Sylvia dan Wilson Lorraine. (2006). Infeksi Pada Parenkim Paru: Patofisiologi
Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit volume 2 edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Profil Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM & PL). Depkes
RI Dirjen PPM & PL. Jakarta. (2004).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun. (2005).
Profil Kesehatan Kabupaten Cilacap. (2006).
Said Mardjanis. Tinjauan Pustaka Pneumonia. Universitaria- (Vol.5 No.11).

Anda mungkin juga menyukai