Anda di halaman 1dari 3

Tektonik Cekungan Bintuni

Cekungan Bintuni terletak pada bagian kepala burung pada bagian Barat Papua.
Bagian kepala burung merupakan salah satu bagian pada bagian Timur Indonesia yang
memiliki kondisi geologi yang kompleks. Daerah ini dikenal sebagai salah satu daerah
penghasil hidrokarbon di Indonesia. Cekungan yang memproduksi minyak dan gas pada
daerah ini salah satunya adalah Cekungan Bintuni. Dikatakann memiliki kondisi geologi yang
kompleks karena secara tektonis wilayah Indonesia Timur merupakan lokasi pertemuan tiga
lempeng tektonik; yaitu Lempeng Pasifik yang bergerak dari arah timur ke barat, Lempeng
Australia yang bergerak dari arah tenggara ke barat laut, dan Lempeng Eurasia yang
bergerak dari arah barat laut ke tenggara. Akibat pergerakan ketiga lempeng tersebut, terjadi
pertumbukan ketiga lempeng ini menghasilkan pola tektonik rumit yang menyebar dari Pulau
Sulawesi, Maluku, sampai Irian Jaya. Pergerakan Lempeng Pasifik dari timur ke arah barat
mengakibatkan terbentuknya Patahan Sorong yang berupa patahan geser memanjang
sepanjang pantai Utara Irian Jaya, Utara Serui dan Biak. Patahan tersebut bercabang di
wilayah Kepala Burung, Irian Jaya. Kemudian bercabang lagi di sekitar Kepulauan Banggai
dan Sula di Maluku. Semua hal ini berpengaruh pada kondisi struktur geologinya. Pola
struktur yang ada di pada daerah Kepala Burung dari patahan-patahan yang ada berarah
baratlaut-tenggara, utara-selatan dan barat-timur (Gambar 1). Fase ekstensional dengan arah
tarikan baratdaya-timurlaut terjadi pada Perm-Oligosen Awal. Pada fase tersebut, Bintuni
merupakan bagian dari passive margin. Fase kompresional terjadi pada Oligosen Awal
sampai Resen ditandai oleh bidang ketidakselarasan Oligosen Awal. Pada Oligosen AwalPliosen Awal, Cekungan foreland Bintuni terbentuk karena adanya aktivitas Sesar-sesar Naik
Arguni tipe thin skinned berarah utara-selatan yang merupakan bagian dari Jalur Lipatan
Anjakan Lengguru. Pada Miosen terbentuk sesar-sesar mendatar berarah barat-timur yang
memotong sesar-sesar naik dan perlipatan berarah baratlaut-tengggara.

Gambar 1. Arah dan persebaran struktur yang mengontrol kepala burung (Sapiie dkk, 2012)

Stratigrafi
Secara umum, sedimentasi didominasi oleh sedimen klastik yang terjadi pada Pra Tersier
pada bagian kepla burung. Selanjutnya kondisi cekungan berubah menjadi laut dangkal
hingga menyebabkan terendapkanya sekuen karbonat yang tebal pada Kenozoik. Pada Akhir
Miosen hingga Awal Pliosen, terjadi aktivitas tektonik yang kuat hingga menyebabkan
terjadinya pengendapan sedimen klastik kembali.
Basement pada Cekungan Bintuni merupakan sekuen turbidit yang berasal dari Formasi
Kemun berumur Devon.Formasi tersebut tediri atas shale, grewackes, dan klatika kasar yang
terkena proses metamorfosa, terlipatkan, dan terintrusi oleh granit plutonik selama Devonian
Orogenik.
Aifam Grup secara tidak selaras diendapkan pada bagian atas dari basement akibat
terjadinya siklus trasgresif regresif pada Karbon Atas hingga Permian Atas. Aifam grup
terbagi menjadi tiga formasi dari tua ke muda yaitu Aimau, Aifay, dan Ainim.
Fase Regresi dimulai pada Permian Atas dan berlanjut hingga Triassic hingga Awal
Jura yang ditandai dengan Formasi Tipuma. Diatas formasi tipuma kemudian diendapkan
endapan sedimen laut berumur Cretaceous Atas dari Formasi Jass. Diatas Jass Formatin
terendapkan lagi Formasi Waripi yang ditunjukan dengan adanya endapan pre tersier hingga
sekuen karbonat bermur tersier.

Sedimen karbonat tebal berumur Eosen hingga Miosen terdiri atas tiga formasi, dari
atas ke bawah yaitu Formasi Faumai, Sago, Kais. Ketiganya dimasukan pada Grup New
Guinea Limestone. Pada awal Pliosen, terjadinya aktivitas tektonik yang intensif
menyebabkan tebentuknya sabuk lipatan Lenguru. Blok Kumun terangkat dan menjadi
sumber klastik dari Formasi Stenkool. Proses tektonik terakhir berumur Pliosen hinggan akhir
Plistosen membentuk bidang ketidak selarasan yang diikuti dengan pengendapan
konglomerat pada Formasi Sele.

Anda mungkin juga menyukai