Anda di halaman 1dari 15

Hubungan Antar Etnik di Perumahan Monang Maning Denpasar

(Studi Deksriptif Tentang Faktor-Faktor Pendorong Hubungan Antar Etnik


di Perumahan Monang Maning Denpasar)
Dwi Bambang Santosa
Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali
shotokan.solo@gmail.com

Pendahuluan
Pulau Bali merupakan bagian dari gugusan kepulauan di wilayah Negara
kesatuan Republik Indonesia yang sebagian besar penduduknya terdiri dari suku
bangsa Bali, sebagai satu kesatuan komunitas dengan ciri-ciri identitas
kebudayaan yang sama, yakni kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama Hindu.
Eksotisme alam dan peradaban manusia Bali telah mengantarkan Bali sebagai
destinasi pariwisata internasional. Popularitas Bali sebagai destinasi pariwisata
tidak hanya menjadikannya etalase Indonesia di mata dunia, namun juga
memposisikan daerah ini sebagai terminal perjumpaan antar berbagai kelompok
masyarakat dengan ciri-ciri identitas kultural yang beragam dengan berbagai
macam kepentingan.
Eksotisme Bali ibarat gula yang mendatangkan semut dari berbagai tempat,
sehingga membentuk masyakarat multikultur Bali, namun sebelum booming
sector pariwisata, terbentuknya masyarakat multikultur Bali juga dipengaruhi
migrasi kelompok pendatang yang berasal dari berbagai daerah, sebelumnya di
Bali telah ada kelompok penduduk asli yang disebut warga Bali Aga. Kelompok
ini pada umumnya tinggal di pegunungan atau di daerah pesisir seperti Trunyan
Tenganan, Pedawa, dsb. Migrasi terbesar yang menimpa Bali terjadi pada abad ke

16-17 masehi yaitu saat runtuhnya Kerajaan Majapahit. Kelompok Hindu dari
kerajaan Majapahit membawa serta beragam sistem nilai yang dianut semasa
hidup di Majapahit. Saat menginjakkan kaki di pulau dewata sistem nilai yang
dianut tersebut mengalami akulturasi dengan budaya setempat. Mudahnya
penerimaan orang Bali terhadap pendatang baru pada masa itu dikarenakan sistem
religi yang dianut antara kelompok pendatang dengan Bali Aga sama yaitu Hindu.
Bali juga mengalami migrasi yang sifatnya kecil-kecilan pasca berkuasanya
Kerajaan Islam di Jawa. Terbentuknya kelompok-kelompok Muslim seperti di
Desa Pegayaman, Gelgel, dan kampong Bugis di Tanjung Benoa merupakan
migrasi yang didorong oleh motif untuk berdagang dan menyebarkan agama.
Kelompok ini diterima baik oleh orang Bali, bahkan kelompok Muslim Gelgel
mendapat tanah disekitar istana untuk membangun sebuah desa Muslim. Fakta ini
menunjukkan bahwa kelompok migrasi yang memiliki perbedaan keyakinan juga
dapat diterima dengan baik oleh orang Bali. Kelompok-kelompok minoritas itu
kini sering dijadikan contoh perwujudan multikulturalisme di Bali.
Masyarakat Kota Denpasar merupakan bagian dari masyarakat Bali yang bisa
dijadikan bahan kajian dalam melihat multikulturalisme yang terjadi di Bali.
Keberagaman etnik di kota Denpasar tidak hanya disebabkan karena mobilitas
geografi penduduk dari daerah lain, misalnya dengan adanya program
kolonialisasi pada masa penjajahan atau program sejenis lainnya, tetapi juga
karena derasnya migrasi swakarsa penduduk dari pulau jawa maupun pulau-pulau
lainnya seiring dengan berkembangnya Pulau Bali sebagai destinasi pariwisata.

Perumahan Monang Maning adalah salah satu dari banyaknya perumahan


yang ada di Kota Denpasar, namun di perumahan ini ada fenomena tersendiri,
yakni penghuni perumahan ini terdiri dari berbagai etnik sehingga memunculkan
ranah realitas social yang sangat menarik untuk dikaji.
Dari uraian diatas , maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
Factor-faktor apakah yang mendorong terciptanya hubungan antar etnik pada
masyarakat di Perumahan Monang Maning Denpasar?
Untuk menjelaskan hasil penelitian ini dipergunakan beberapa konsep
diantaranya mengenai
Masyarakat (society) adalah kolektif manusia dalam arti seluas-luasnya yang
terkait oleh suatu kebudayaan yang mereka pandang sama. Masyarakat desa
(village community) masyarakat yang penduduknya mempunyai mata pencaharian
utama dalam sektor bercocok tanam, perikanan, peternakan, dan meramu atau
gabungan dari semuanya dengan didukung sistem budaya atau sistem sosialnya
(Koentjoroningrat, 1984 : 111). Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang
terikat oleh suatu rasa identitas sama.
Dengan

demikian

hidup

bermasyarakat

merupakan

bagian

integral

karakteristik dalam kehidupan manusia. Kita tidak dapat membayangkan


bagaimana jika manusia tidak bermasyarakat. Sebab sesungguhnya individuindividu tidak dapat hidup dalam keterpencilan sama sekali selama-lamanya

karena manusia itu adalah makhluk sosial. Manusia membutuhkan satu sama lain
untuk bertahan hidup dan untuk hidup sebagai manusia (Campbell, 1994: 3).
Kesalingketergantungan individu

atas

yang

lain

maupun kelompok

menghasilkan bentuk-bentuk kerjasama tertentu yang bersifat ajeg, dan


menghasilkan bentuk masyarakat tertentu yang merupakan keniscayaan. Jadi,
sebuah masyarakat pada dasarnya adalah bentuk tatanan yang mencakup pola-pola
interaksi antar manusia yang berulang secara ajeg pula. Tatanan ini bukan berarti
tanpa konflik ataupun tanpa kekerasan, semuanya serba mungkin, serta kadarnya
jelas bervariasi dari suatu masyarakat ke masyarakat lainnya. Akan tetapi
bagaimanapun rendahnya suatu masyarakat, tetap tidak hanya sekadar
penjumlahan beberapa manusia, melainkan sebuah pengelompokan yang teratur
dengan keajegan-keajegan interaksi yang jelas. (H. Dadang Suparlan, 2008:136)
Suku bangsa (etnic group) adalah kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari
kesatuan sosial lain berdasarkan kesadaran akan identitas perbedaan kebudayaan,
khususnya bahasa (Koentjoroningrat, 1984: 178). Komunitas adalah kesatuan
sosial yang terutama terikat oleh kesadaran wilayah. Suatu komunitas, selain
bercirikan tempat tinggal yang tetap (permanen), juga memiliki ikatan solidaritas
yang kuat sebagai pengaruh kesatuan tempat tinggalnya. Jadi, suatu komunitas
berfungsi sebagai ukuran untuk menggaris bawahi (menjadi dasar) hubunganhubungan sosial dengan suatu wilayah geografi tertentu.
Kehidupan sosial sebagai suatu sistem sosial memerlukan terjadinya
ketergantungan yang berimbas pada kestabilan sosial. Sistem yang timpang, sebut

saja karena tidak adanya kesadaran bahwa mereka merupakan sebuah kesatuan,
menjadikan sistem tersebut tidak teratur.
Multikulturalisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan
konsepnya dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu.
Dalam Penelitian mengenai Hubungan Antar Etnik Pada Masyarakat Di
Perumahan Monang Maning Denpasar, konsep yang dipergunakan adalah sebagai
berikut ;
Hubungan antar etnik adalah suatu pemahaman, penghargaan, dan penilaian
atas budaya orang-orang yang berbeda-beda serta untuk memahami
bagaimana kebudayaan tersebut mengekspresikan nilai-nilai bagi para
pendukungnya.
Masyarakat adalah golongan besar atau kecil yang terdiri beberapa manusia
yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan merupakan
sistem sosial yang saling mempengaruhi satau sama lain di wilayah
Perumahan Monang Maning Denpasar.
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini dipergunakan perspektif
teori sosial. Diantaranya adalah perspektif struktural fungsional, dimana
masyarakat dapat dianalogikan suatu organisme yang memiliki struktur dan fungsi
agar tetap mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hal itu hanya akan
dicapai jika setiap bagian dari organisme tersebut dapat memainkan perannya
masing-masing, sehingga sistem secara keseluruhan dalam masyarakat itu dapat
seimbang, bekerja dengan baik (tidak goncang). Jika dikaitkan dengan ketahanan
sosial, maka dapat diartikan bahwa setiap bagian dari sistem kemasyarakatan atau

subsistem kemasyarakatan merupakan media pembentuk ketahanan sosial, selama


mereka itu mampu menjalankan fungsinya masing-masing sesuai dengan
kedudukan yang dimilikinya.
Mengutip dari pemikiran teori sistem, bahwa di dalam melihat ranah
sosiokultural terdapat prinsip yang dikembangkan dalam menciptakan ketahanan
sosial yaitu:
1. Menerima ide bahwa ketegangan adalah normal, senantiasa hadir, dan
merupakan realitas yang diperlukan sistem sosial
2. Adanya fokus pada sifat dan sumber dari variasi dalam sistem sosial.
Penekanan pada ketegangan dan variasi membuat perspektif sistem menjadi
dinamis.
3. Adanya perhatian pada proses seleksi di tingkat individual maupun
interpersonal dimana beragam alternatif yang terbuka untuk sistem akan
disortir dan disaring. Ini memperbesar dinamismenya.
4. Level interpersonal dipandang sebagai basis pengembangan dari struktur yang
lebih besar. Proses transaksional dan pertukaran, negoisasi dan tawar menawar
(bargaining) adalah proses-proses yang memunculkan struktur sosial dan
kultural yang relatif stabil.
5. Dari transaksi yang terus menerus muncullah penyesuaian dan akomodasi yang
relatif stabil. (Ritzer, 2005:242)
Di dalam sistem sosial kemasyarakatan, memang tidak bisa dilepaskan dari
adanya suat perubahan sosial. Dahrendorf misalnya, melihat bahwa setiap elemen
dalam masyarakat menyumbang terjadinya disintegrasi dan perubahan sosial

(Ritzer, 2005:152). Konflik sosial yang terjadi di dalam masyarakat merupakan


persoalan yang potensial maupun nyata pasti terjadi, sehingga pertikaian sosial
tersebut pada akhirnya akan membawa pada perubahan sosial (social change). Hal
ini di dasarkan pada empat alasan pokok yaitu:
1. Setiap masyarakat selalu tunduk pada momentum perubahan
2. Setiap masyarakat selalu mengalami konflik sosial
3. Setiap elemen dalam masyarakat memberikan kontribusi dalam perubahan
4. Setiap masyarakat selalu mengalami hambatan dari sejumlah anggota
masyarakat yang lain (Turnomo, 2005:261)
Terciptanya

ketahanan

sosial

di

masyarakat

diindikasikan

dengan

kemampuan segenap komponen pemerintah, asosiasi lokal, pengusaha, lembaga


swadana masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga ekonomi, dan lembaga
keagamaan, guna melakukan peace keeping (menjaga perdamaian), antisipasi
konflik, resolusi konflik, dan social recovery dalam proses kehidupan sosial
(Drajat, 2004:39).
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan
mengambil lokasi penelitian di perumahan Monang Maning Kota Denpasar,
secara spesifik di Desa Tegal Kertha.
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan wawancara dengan
pengambilan informan secara purposive. Tujuannya adalah bukan hanya
memusatkan diri pada perbedaan-perbedaan yang dikembangkan ke dalam
generalisasi melainkan dapat merinci kekhusussan yang ada ke dalam ramuan

konteks yang unik (Lexy, 1996:165). Sedangkan data sekunder diperoleh dengan
studi pustaka.
Data-data hasil observasi lapangan dan wawancara akan dianalisis
menggunakan pendekatan kualitatif dengan model deskriptif yang dituangkan
dalam bentuk teks narasi.

PEMBAHASAN
Pesatnya perkembangan perumahan Monang Maning selain dari upaya
pemerintah dalam menjalankan program pembangunan perumahan pada
khususnya, melainkan juga didukung dengan keterlibatan atau peran serta aktif
masyarakat yang bertempat tinggal di lokasi bersangkutan.
Interaksi sosial yang tercipta di warga perumahan Monang Maning tentunya
selain dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial tentu
saja di pengaruhi oleh kearifan lokal yang ada di tempat tersebut, dalam hal ini
adalah kearifan lokal budaya Bali.
Proses sosial yang terjadi di dalam warga perumahan Monang Maning yang
mempunyai latar belakang budaya yang beraneka ragam dalam bingkai kearifan
lokal budaya Bali memunculkan suatu harmoni sosial yang bisa dikatakan sebagai
miniature bangsa Indonesia, dimana bingkai Bhineka Tunggal Ika sangat
tercermin di perumahan Monang Maning.

1. Faktor tradisi, yang ada sejak nenek moyang mereka dengan sifat gotongroyong dan tolong-menolog.
Menyama Braya adalah salah satu kearifan lokal yang patut dilestarikan dan
bahkan ditumbuhkembangkan. Kata Menyama Braya terdiri dari dua suku kata,
yakni Menyama = bersaudara, dan braya berarti teman. Nilai kearifan local
Menyama Braya mengandung makna persamaan dan persaudaraan dan
pengakuan social bahwa kita adalah bersaudara. Sebagai satu kesatuan sosial
persaudaraan maka sikap dan prilaku dalam memandang orang lain sebagai
saudara yang patut diajak bersama dalam suka dan duka. Implementasi
menyama braya ini dalam bentuk ngayah yang bisa artikan sebagai gotongroyong yang mengutamakan semangat bekerjasama di antara satu sama lain,
bak kata pepatah `berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Gotong-royong
merupakan tradisi luhur peninggalan nenek moyang kita, yang dapat ditemukan
dalam berbagai suku yang ada di Indonesia meskipun memiliki istilah lokal
yang berbeda-beda. Dalam gotong royong ini amat mementingkan perpaduan
dan nilai tradisi serta suka hidup tolong-menolong dan melakukan kerja secara
sukarela.
Aktivitas gotong royong di lingkungan perumahan Monang Maning
dilakukan guna menjaga kebersihan, keindahan lingkungan tempat tinggal dan
sebagai sarana sosialisasi bagi warganya. Sebagai contoh, gotong royong yang
dilakukan di wilayah desa tegal kertha, di wilayah desa ini gotong royong
untuk membersihkan lingkungan tempat tinggal dijadwalkan di setiap blokblok perumahan, selain itu gotong royong juga terlihat ketika ada warga yang

sedang mempunyai hajat seperti resepsi perkawinan, kematian. Semua anggota


masyarakat turun tangan tanpa melihat status, agama dan golongan, hal ini
merupakan cerminan bahwa di dalam konteks perkotaan, ternyata masyarakat
masih mengedepankan rasa kekeluargaan mereka.

2. Faktor kekerabatan antar suku bangsa, yang digunakan untuk menyelesaikan


sengketa.
Interaksi sosial antar warga di perumahan Monang Maning dilandaskan
pada hukum adat, meskipun ada hukum negara dan hukum agama. Hukum adat
diberlakukan untuk semua orang yang menetap di Bali. Hukum adat telah
ditetapkan oleh nenek moyang dahulu dan selalu digunakan sebagai pedoman
untuk menyelesaikan setiap sengketa antarwarga suku bangsa.
Dalam hal ini peranan tokoh pemimpin tradisional mulai dari tingkatan
banjar, dusun hingga desa sangatlah penting guna menjaga ketentraman hidup
warga yang berbeda latar belakang budayanya, serta dalam menyelesaikan
berbagai sengketa yang terjadi di lingkungan warganya.
Agenda pertemuan di tingkatan banjar dijadwalkan secara rutin dalam kurun
waktu tertentu (mingguan, bulanan). Fungsi dari setiap pertemuan ini selain
melestarikan tradisi budaya Bali yang biasanya membahas agenda kegiatan
adat yang terkait dengan agenda-agenda adat/keagamaan, juga untuk
membahas berbagai hal yang terkait dengan kelangsungan hidup di lingkungan
tempat tinggalnya, serta sosialisasi terhadap program-program pemerintah.

10

Dalam pertemuan-pertemuan tersebut juga disusun sebuah awig-awig


(peraturan di tingkatan banjar/desa) guna menjaga, mengatur hubungan social
di masyarakat. Forum-forum ini juga berkembang tidak hanya bagi masyarakat
Bali, tapi juga masyarakat pendatang yang tinggal di perumahan, dimana
pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh masyarakat pendatang harus
mengacu pada ketentuan yang telah disusun oleh adat.

3. Faktor kerjasama antar tokoh agama, pemimpin adat dan aparat pemerintah.
Kerjasama antar tokoh agama, pemimpin adat serta aparat pemerintah
sangatlah diperlukan mengingat mereka memegang peran penting dalam
mengajak warganya menciptakan suasana harmoni di lingkungan tempat
tinggal.
Dalam kehidupan social di perumahan Monang Maning, hal ini tercermin
dengan adanya Forum kerukunan umat beragama. Forum ini menjadi jembatan
penghubung di Internal umat masing-masing. Artinya, masing-masing agama
secara vertical memiliki keyakinan, cara, etika, susila yang dimiliki dan
bersifat hakiki. Hal ini merupakan pembeda antara agama yang satu dengan
yang lainnya yang harus dihormati. Forum ini melalui perwakilan di masingmasing agama harus dapat menularkan kerukunan di internal umat, dan
menjaga aspek sakralisasi pelaksanaan tradisi keberagamaan masing-masing
dengan tetap berpegang pada kaidah agama.
Secara horizontal, disamping dintern, maka dalam perspektif sosiologi
agama, hubungan yang bersifat sosial dengan umat beragama lainnya perlu

11

dijaga dan dikembangkan. Dalam konteks inilah Forum Kerukunan Umat


Beragama dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai :
1. Sebagai wahana komunikasi, interaksi antara satu dengan yang lainnya
dalam memberikan informasi terhadap tafsir agama masing-masing,
sehingga tercipta suasana saling memahami dan saling menghormati;
2. Sebagai wanan memdiasi setiap persoalan yang mengarah pada terjadinya
konflik baik yang bersifat laten maupun manifest;
3. Sebagai media harmonisasi hubungan satu dengan yang lain dalam
mengkomunikasikan pelaksanaan kegiatan-kegiatan keagamaan;
4. Melakukan sosialisasi kepada masing-masing umat beragama agar dalam
kehidupan sosial tidak bersifat eksklusif sehingga dapat terbangun kohesi
sosial dikalangan umat beragama;
5. Membantu pemerintah daerah dalam menyukseskan program-program
pembangunan;
6. Bersama-sama pemerintah dan aparat kemanan ikut menjaga iklim sosial
dan politik yang kondusif;
7. Dan tentunya banyak hal lagi yang dapat dikerjakan dengan selalu
bersinergi dengan kekuatan-kekuatan sosial yang ada didaerah.
(http://www.yayasankorpribali.org)

12

KESIMPULAN
Perumahan Monang Maning yang berlokasi di Kota Denpasar merupakan
wujud dari usaha pemerintah dalam menyediakan lingkungan tempat tinggal
bagi masyarakat. Dan dalam perkembangannnya hingga hari ini perumahan
Monang Maning telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal ini
terlihat dengan bertambahnya jumlah warga yang menempati perumahan
tersebut dan penambahan luas wilayah di perumahan tersebut.
Keberagaman budaya yang berkembang di perumahan Monang Maning
merupakan contoh konkrit bagi multikulturalisme di Indonesia. Dimana
keberagaman dapat disikapi oleh warganya dengan baik dalam balutan hukum
serta budaya lokal yang ada.
Terbentuknya interaksi sosial antara warga di perumahan Monang Maning
dipengaruhi oleh faktor-faktor ;
1.

Faktor tradisi, yang ada sejak nenek moyang mereka dengan sifat gotongroyong dan tolong-menolog.

2.

Faktor kekerabatan antarsuku bangsa, yang digunakan untuk


menyelesaikan sengketa.

3.

Faktor kerjasama antartokoh agama, pemimpin adat dan aparat


pemerintah.

Peranan lembaga Sosial yang ada di perumahan Monang Maning dalam


memupuk toleransi antar warga sampai saat ini sangat menopang terwujudnya
hubungan antar etnik yang harmonis. Keberadaan lembaga-lembaga ini
didasarkan adanya faktor budaya setempat, dalam hal ini adalah budaya Bali

13

dan kesamaan minat dalam hal tertentu, seabgai misal kesenian, olah raga serta
adanya kesamaan latar belakang etnik dan agama.
Peran tokoh masyarakat sebagai tokoh informal dalam masyarakat sangat
berguna untuk memecahkan berbagai masalah yang muncul khususnya dalam
kaitannya dengan hubungan antar etnik di perumahan Monang Maning.
Disamping itu peran tokoh formal sebagai perwujudan negara (dalam hal ini
pemerintah) juga sangat penting, dimana salah satu tugas lembaga formal
adalah menciptakan ketentraman masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat baik
formal dan informal ini salaing bantu membantu dalam memberikan sosialisasi
mengenai kerukunan hidup di masyarakat serta saling bahu membahu jika ada
masalah yang muncul di masyarakat.
Dalam

menangani

permasalahan

yang

muncul

di

masyarakat,

penyelesaiannya di utamakan dengan pendekatan kekeluargaan, hal ini


ditempuh untuk menciptakan suasana harmonis di tengah masyarakat.

SARAN
Perlu dilakukan kajian lanjutan lebih mendalam guna menemukan kearifan local
(bentuk serta makna) yang dapat dikembangkan dalam mewujudkan kondisi
masyarakat yang serasi.

14

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Tom. 1994. Tujuh Teori Sosial, Sketsa, Penilaian, Perbandingan.


Yogyakarta: Kanisius. Nasikun, Sistem Sosial Budaya, Jakarta : Penerbit
Rajawali Press. Tom Campbell. Tujuh Teori Sosial, Sketsa, Penilaian
dan Perbandingan. Kanisius. Yogayakarta, 1994. p. 141.
Judistira K.Garna. 1993. Tradisi Transformasi Modernisasi dan Tantangan Masa
Depan di Nusantara, Bandung, Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran.
Kartono, Drajat Tri. 2004. Pembentukan Sistem Ketahanan Sosial Melalui
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, Surakarta, UNS Press
Koentjaraningrat.1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Moleong, Lexy J. 1988. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakara.
Rahardjo, Turnomo. 2005. Menghargai Perbedaan Kultural : Mindfulness Dalam
Komunikasi Antaretnis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Disadur
oleh Alimandan. Jakarta : Rajawali Perss.
Suparlan, H. Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial. Sebuah Kajian Pendekatan
Struktural . Jakarta: Bumi Aksara.

15

Anda mungkin juga menyukai