Anda di halaman 1dari 19

Rumu

san
Pembi
ayaan
Mikro

Masyarakat penerima kredit mikro adalah:


Sasaran dari program ini adalah masyarakat yang bekerja di sektor informal. Selama ini,
perbankan ' memang kurang akrab dengan golongan informal. Selain terkendala
masalah jaminan, sektor informal ini juga dijauhi karena mereka tidak punya
penghasilan tetap. Istilah or ang bank, mereka tidak bankable. Dari fakta inilah

kemudian Kantor Menpera menyiapkan skim khusus melibatkan lembaga keuangan


mikro (LKM) yang jangkauannya dinilai lebih membumi. LKM ini bisa berupa koperasi,
baitul maal wa tamwil (BMT), atau yang lain. Perum Pegadaian dengan pengalamannya
berhubungan dengan orang miskin juga dilibatkan. Menurut Deputi Bidang Pembiayaan
Menpera Iskandar Saleh, melalui skim tersebut rumah tangga informal bisa lebih mudah
mendapat akses kredit untuk membangun rumahnya secara swadaya

Dari PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 07/PERMEN/M/2006


TENTANG
DUKUNGAN
PENJAMINAN
KREDIT/PEMBIAYAAN
UNTUK
PEMBANGUNAN/PERBAIKAN PERUMAHAN SWADAYA MELALUI KREDIT/PEMBIAYAAN
MIKRO

Kelompok Sasaran adalah keluarga/rumah tangga termasuk perorangan baik

yang berpenghasilan tetap maupun tidak tetap, yang telah dan akan menghuni
rumah milik yang pertama atau memperbaiki rumah milik yang pertama dan
termasuk ke dalam kelompok sasaran masyarakat berpenghasilan rendah.
Masyarakat Berpenghasilan Rendah, selanjutnya disebut MBR, adalah
keluarga/rumah tangga yang berpenghasilan sampai dengan dua juta rupiah per
bulan.

Pemerintah tengah mengkaji aturan mengenai uang muka murah kepemilikan rumah bagi
pekerja sektor informal atau masyarakat berpenghasilan rendah.

Uang muka (down payment) murah yang diusulkan besarannya 5 persen dari harga jual
rumah, sementara cicilan angsuran berbunga tetap 7,25 persen dengan tenor (jangka
waktu)

kredit

hingga

20

tahun,

menurut

Kementerian

Perumahan

Rakyat.

Saat ini jumlah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Indonesia mencapai 34,2 juta
jiwa. Dari jumlah itu, sebesar 19,4 juta jiwa adalah pekerja mandiri (informal) dan 14,8 juta
jiwa adalah pekerja formal (buruh).
Dalam scaeme ini masyarakat bisa mengangsur dalam jumlah kecil baik per hari, per
minggu hingga per bulan. Misalnya, dengan harga rumah murah di wilayah I seharga Rp88
juta tenor 20 tahun dengan suku bunga tetap selama masa pinjaman 7,25 persen dan uang
muka diusulkan sebesar 5 persen atau Rp4,4 juta.

Maka kreditur bisa melakukan cicilan

Rp900 ribu per bulan atau Rp33 ribu per hari. Ini terjangkau.
Sedangkan, untuk mengetahui berapa besaran penghasilan calon kreditur, bank perlu
meninjau langsung dengan merinci rekam jejak kreditur. Hal itu dilakukan untuk
mengantisipasi adanya kredit macet. bank menilai pendapatan rata-rata setahun pekerja
informal berapa, layak atau tidak untuk bisa ambil KPR. Ini pembiayaan jangka panjang. Ini

untuk masyarakat berpenghasilan rendah di sektor informal. Ini potensinya sangat besar
karena masih banyak MBR belum memiliki rumah sendiri.
Di sisi lain perbankan diharapkan lebih aktif menyalurkan KPR kepada pekerja sektor
informal atau masyarakat yang berpenghasilan rendah karena mereka masih sulit
mendapatkan rumah.
Penyalurannya bisa melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Sekarang,
program tersebut memiliki porsi pembiayaan sebanyak 70 persen dari pemerintah dan 30
persen dari bank

Hasil upaya Pembiayaan perumahan


untuk
menempati permukiman kumuh diperkotaan
(Neighbourhood Upgrading and Shelter Sector Project)

masyarakat miskin yang


dari Program NUSPP

Pembiayaan perumahan merupakan alat penting untuk mendukung banyak masalah


perumahan seperti kepemilikan rumah, perbaikan rumah dan sewa rumah. Tantangan
yang dihadapi adalah bagaimana menemukan sumber-sumber pendanaan,
keterbatasan jangkauan, ukuran pinjaman, bentuk pembiayaan, objek pembiayaan dan
kepemilikan pinjaman.
Seperti yang dinyatakan dalam The Habitat Agenda:
Akses terhadap tanah dan jaminan kepemilikan menjadi syarat yang strategis untuk
penyediaan tempat tinggal yang memadai untuk seluruh masyarakat dan
pembangunan berkelanjutan untuk permukiman. Hal ini juga salah satu cara untuk
memutuskan lingkaran setan kemiskinan.
Studi beriutnya membawa argumen ini ke tahap selanjutnya, menyatakan bahwa
pemberian jaminan keamanan penghunian adalah katalisator tunggal yang paling
penting dalam menggerakkan investasi individu dan pembangunan ekonomi. Pendapat
ini berdalih bahwa peningkatan modal yang besar di Dunia Barat selama dua abad
terakhir adalah konsekuensi dari meningkatnya sistem properti secara bertahap. Hal ini
tidak terjadi di negara berkembang, dimana delapan dari sepuluh orang memegang
aset mereka di luar sistem formal, mengakibatkan adanya sekitar US$ 9.3 triliun aset
properti yang tidak tercatat secara legal, menjadikannya modal mati yang tidak dapat
diperjual belikan atau dipertukarkan. Aset ini tidak dapat dimanfaatkan untuk keperluan
lain, misalnya untuk jaminan modal usaha, karena bentuknya yang tidak didukung
dokumen kepemilikan yang sah (GRHS 2003 h. 107).
Untuk kelompok masyarakat dengan pendapatan paling rendah, memiliki tempat
tinggal diatas tanah milik sendiri dengan pelayanan dasar yang memadai bukanlah hal
yang mungkin. Orang-orang ini memiliki beberapa pilihan. Mereka dapat membangun

tempat tinggal mereka sendiri di tanah kosong dengan biaya senilai pendapatan
mereka selama setahun, yang sebenarnya terjangkau; uang dapat dipinjam dari
keluarga atau teman, atau juga dari rentenir dengan bunga yang sangat tinggi. (GRHS
2003 h. 111)
Salah satu faktor yang perlu perhatian serius adalah lokasi perumahan, seperti
ditunjukkan dalam GRHS 2003:

Banyak skema perumahan telah gagal karena mengabaikan unsur masyarakat

dan mata pencaharian mereka, serta alasan mereka menetap di rumah tinggal
yang sekarang mereka tempati (h. 96)
Tanpa kemampuan untuk mencari nafkah dengan bekerja di rumah atau di
jalanan, banyak rumah tangga akan mengalami kesulitan. (h. 100)

Isu-isu di atas juga dipertimbangkan dalam pengembangan proyek NUSSP yang


memiliki empat komponen utama yaitu:

meningkatkan sistem perencanaan dan manajemen untuk meningkatkan kualitas

dari lokasi dan membangunkan yang baru untuk masyarakat miskin perkotaan;
meningkatkan akses ke pembiayaan perumahan bagi masyarakat miskin melalui

lembaga keuangan pusat dan daerah;


meningkatkan perbaikan lingkungan miskin dan pengembangan lokasi baru

untuk masyarakat miskin; dan


memperkuat sektor lembaga untuk meningkatkan pelayanan

Pembiayaan perumahan awalnya direncanakan untuk mendanai 30.000 perbaikan


rumah dan 25.000 rumah-rumah di lokasi pengembangan yang baru, dengan jumlah
total US$ 17.1 juta. Target ini dinilai terlalu tinggi sehingga dikurangi menjadi US$ 1,5
juta untuk mendanai 1500 keluarga miskin tanpa penjelasan khusus tentang tujuan
penggunaan dana pinjaman. Dana yang berasal dari pinjaman ADB disalurkan melalui
PNM (Permodalan Nasional Madani Dana Nasional untuk Skala Investasi Kecil dan
Menengah) sebagai pusat institusi keuangan dan disalurkan melalui lembaga keuangan
lokal yang akan menjadi lembaga keuangan yang secara langsung memberikan layanan
kepada peminjam utama.
Pada akhir proyek, dilaporkan bahwa:

Banyak

peningkatan akses transportasi; akses informasi; dan akses untuk kesehatan,


pendidikan dan fasilitas sosial dasar lainnya.
Proyek NUSSP telah memperbaiki rumah 800.000 keluarga
Lebih dari 1000 rumah tangga disediakan sertifikat tanah atau rumah.
2,164 keluarga telah memanfaatkan kredit mikro dengan jumlah total yang

dibayar Rp. 6,9 milyar atau rata-rata Rp. 3,2 juta /keluarga.
Sebagian besar kredit digunakan untuk perbaikan rumah, misalnya mengganti

lokasi

dimana

NUSSP

dilaksanakan

telah

merasakan

lantai dan atap, menambah fasilitas sanitasi, dan memperoleh izin tanah.

dampak

Suku bunga pinjaman adalah 15% dari PNM kepada lembaga keuangan lokal dan

30% 40% hingga ke peminjam akhir.


405 rumah dibangun dengan ukuran rumah rata-rata 27 meter persegi (m2) dan

tanah ukuran 100 m2. Rata-rata harga rumah adalah sebesar Rp 42 juta (sekitar
$4.900). Pinjaman untuk membeli rumah baru ini diberikan oleh bank komersialyang bukan merupakan bagian dari proyek dengan pinjaman yang bertenor 10
sampai 15 tahun dengan suku bunga berkisar antara 4,5% hingga 11% per tahun
Awalnya, dialokasikan pinjaman sebesar US$ 344 per rumah tangga untuk

membangun rumah tumbuh. Dalam perjalanan proyek, terlihat bahwa kecil


kemungkinan konsep rumah tumbuh akan menarik minat masyarakat miskin
perkotaan.
Juga dilaporkan bahwa terdapat permintaan yang rendah untuk kredit
perumahan dari keluarga miskin. Berikut adalah alasan yang dilaporkan::
o kesulitan untuk mengidentifikasi lembaga keuangan lokal yang cocok di
o

beberapa kota yang termasuk dalam program ini,


suku bunga (15.5%) yang relatif tinggi yang diajukan oleh PNM

(Permodalan Nasional Madani) untuk pinjaman kepada lembaga keuangan


lokal,
hal ini mengakibatkan suku bunga tinggi untuk kredit mikro perumahan

(30%-40%) yang ditawarkan oleh lembaga keuangan lokal untuk keluarga


miskin, dan
terbatasnya pengetahuan akan skema kredit mikro di kalangan lembaga
keuangan lokal yang akan dipilih dan juga di kalangan masyarakat miskin.

Analisis komponen keuangan mikro


Fakta dari Laporan Penyelesaian NUSSP:
Dari 800.000 penerima manfaat proyek, 2,164 keluarga (atau 0.27% dari total
penerima) mengambil pinjaman renovasi rumah dengan jumlah rata-rata sebesar Rp
3,2 juta dengan bunga 30% 40% per tahun.
Dalam pengembangan lokasi baru, 405 rumah baru (0,05% dari total penerima, pada 3
dari 32 kota yang berpartisipasi) dibangun dan dihargai masing-masing Rp. 40 juta.
Tanah dan infrastruktur diperoleh gratis dari pemerintah. Ukuran rumah adalah 27 m 2
(biaya sekitar 1,5 juta/m2 bangunan).
Pinjaman untuk mendapatkan rumah baru disediakan oleh bank-bank komersial yang
bukan bagian dari proyek NUSSP (bukan bagian dari pinjaman dari ADB untuk
perumahan kredit mikro) dengan bunga 4,5-11% dan jangka waktu 10-15 tahun.
Angka di atas menunjukkan bahwa pembiayaan mikro mengambil bagian yang
sangat kecil dari proyek. Pinjaman yang berasal dari anggaran proyek digunakan
untuk mendanai perbaikan rumah, bukan untuk memperoleh rumah baru. Dengan
jumlah pinjaman yang kecil dan suku bunga yang sangat tinggi, dapat diperkirakan

bahwa tenor pinjaman tidak panjang. Pinjaman dengan suku bunga 30% 40% untuk
jangka waktu panjang akan menjadi tidak terjangkau.
Seperti dilaporkan dalam evaluasi program perbaikan kawasan kumuh lain, perbaikan
infrastruktur dan keseluruhan lingkungan kampung akan mendorong warga untuk
meningkatkan kondisi rumah mereka. Program pemerintah dapat memberikan rasa
aman akan status kepemilikan perumahan mereka, memberikan mereka kepercayaan
bahwa pengeluaran untuk perbaikan rumah akan tidak akan sia-sia (terkait dengan
penggusuran).
Pinjaman untuk perbaikan rumah
Dari 800,000 penerima manfaat proyek NUSSP, semestinya ada lebih dari 2,164
keluarga yang memperbaiki rumah mereka. Laporan ini tidak menunjukkan dari mana
dananya berasal.
Sumber-sumber dana untuk perbaikan rumah dapat saja diperoleh dari:
pinjaman dari majikan, kerabat, atau tetangga yang lebih mampu (beberapa penduduk
kumuh memiliki majikan). Pinjaman dari sumber ini berbunga relatif rendah tetapi
mungkin menimbulkan tuntutan-tuntutan sosial yang mungkin kurang menyenangkan.
Jika pinjaman formal dapat diperoleh dengan biaya yang sama, diperkirakan banyak
orang akan memilih untuk mengakses pinjaman formal.
Tabungan pribadi/keluarga. Banyak pengusaha mikro memiliki tabungan dalam bentuk
persediaan atau piutang yang dapat dicairkan ketika ada kebutuhan. Meskipun tidak
mengakibatkan biaya langsung, upaya untuk mencairkan aset ini menjadi uang tunai
bisa jadi tidak ringan. Ketersediaan pinjaman dengan harga terjangkau akan membawa
pengusaha kecil ini kepada lembaga keuangan mikro.
Penghasilan rutin, untuk melakukan perbaikan secara bertahap. Beberapa keluarga
dapat memilih untuk melakukan perbaikan rumah secara bertahap. Walaupun lebih
terjangkau karena uang yang dihabiskan di setiap tahap itu kecil, namun cara ini sangat
kurang efisien dibandingkan dengan melakukan perbaikan sekaligus.
Moral dari cerita ini adalah bahwa akses ke pembiayaan mikro yang terjangkau masih
diperlukan, dengan penekanan pada akses dan keterjangkauan. Di bawah ini adalah
dua sumber dana yang memungkinkan untuk dapat dievaluasi lebih lanjut:
Banyak lingkungan di Indonesia memiliki kelompok simpan pinjam. Beberapa dikelola
dengan baik, yang lain tidak. Dalam kebanyakan kasus, anggota kelompok menerima
bunga 1% per bulan dan pinjaman dikenakan 2% per bulan, masih lebih terjangkau dan
mudah diakses dibandingkan pinjaman dari LKM formal. Masalah utama dalam
memanfaatkan kelompok-kelompok simpan pinjam setempat terletak pada tahap
perkembangan dan kualitas manajemen KSP tersebut. Mendorong KSP untuk mengelola

uang lebih besar daripada kemampuan mereka akan menyebabkan kegagalan bahkan
bencana.
Kredit pemasok. Kerjasama dengan pemasok bahan bangunan dapat menghasilkan
pinjaman dengan biaya lebih rendah.
Pinjaman untuk pembelian rumah
Pinjaman untuk pembelian rumah diperoleh dari bank komersial dengan beberapa
pengaturan khusus dari pemerintah daerah. Sebenarnya, kebanyakan bank komersial
dengan produk pinjaman di bawah dari Rp. 50 juta akan bersedia membiayai pembelian
rumah pada lokasi pengembangan perumahan baru karena rumah ini dihargai jauh di
bawah nilai pasar. Meskipun kelayakan kredit dari peminjam rendah, pinjaman yang
macet akan memberikan bank hak untuk menjual rumah untuk pihak ketiga, untuk
memulihkan kerugian.
Saat ini, beberapa bank besar dengan jaringan nasional memiliki produk pembiayaan
mikro, hingga sekecil Rp. 5 juta per pinjaman. Perjanjian atau kerjasama dengan bank
komersial yang memiliki divisi pembiayaan mikro dapat memberikan akses ke pinjaman
dengan bunga yang lebih rendah. Dana dari CSR bank milik negara dapat pula
digunakan untuk menurunkan suku bunga lebih jauh.
Konsep rumah tumbuh
Akan dianalisa lebih lanjut. Kelangkaan dana dan sumbernya menuntut alokasi dana
yang tersedia secara lebih seksama. Memberikan porsi dana lebih besar untuk
keperluan jaminan kepemilikan tanah/rumah mungkin merupakan cara untuk
memperluas jangkauan program.
(Pada saat ini, bagian terbesar dari biaya perolehan rumah murah digunakan untuk
menutupi biaya konstruksi rumah yang mana sebagian besar terlalu mahal bila
dibandingkan dengan kualitasnya)

Tantangan dan Permasalahan Perumahan

Rumah Tidak
Layak Huni
3,4 juta

60%

BACKLOG
Kepemilikan 13,5 jt
Kepenghunian
7,6 jt

33%

PERSYARATAN DAN MEKANISME KPR FLPP/SSB/BUM

30 JUNI 2015
KEPMENDITERBITKAN
PUPR NO. 348/KPTS/M/2015
TAHUN 2015
PERMEN PUPR NO. 20/PRT/M/2015 TAHUN 2015

DITERBITKAN 23 APRIL 2015

PERMEN PUPR NO. 20/PRT/M/2014 & 21/PRT/M/2014


TAHUN 2014

DITERBITKAN 19 DESEMBER 2014

PERMENPERA NO. 3 & 4 TAHUN 2014

DITERBITKAN 20 MEI 2014


PERMENPERA NO. 27 & 28 TAHUN 2012

DITERBITKAN 8 OKTOBER 2012


PERMENPERA NO. 13 & 14 TAHUN 2012

perumahan rakyat
perkerjaan umum dan
dilaksanakan oleh kementerian
likuiditas pembiayaan perumahan

PERMENPERA NO. 7 & 8 TAHUN 2012

kepada mbr yang pengelolaannya

DITERBITKAN 10 JULI 2012

DITERBITKAN 24 MEI 2012

flpp adalah dukungan fasilitas

PERMENPERA NO. 4 & 5 TAHUN 2012

DITERBITKAN 8 FEBRUARI 2012


PERMENPERA NO. 14 & 15 TAHUN 2010
DITERBITKAN 30 SEPT 2010
Kebutuhan Baru
800 ribu Per Tahun

PERSYARATAN DAN MEKANISME KPR FLPP/SSB/BUM

Uraian
Kelompok
Sasaran

Suku bunga

Permen PUPR No. 20 Tahun 2015

MBR dengan penghasilan maksimal 4 juta rupiah per bulan untuk rumah tapak dan Rp. 7 juta
rupiah per bulan untuk rumah susun;

Tidak memiliki rumah;

Belum pernah menerima subsidi pemerintah untuk pemilikan rumah;

Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi atau surat
pernyataan penghasilan.

5% per tahun tetap sepanjang masa pinjaman (max 20 tahun)

Harga Jual
Maksimum
Rumah Tapak
Tahun 2015

Antara Rp 110,5 juta (di Jawa dan Sumatera) Rp 174 juta (Papua dan Papua Barat);

Harga jual sesuai Kepmen PUPR No. 425 Tahun 2015;

Harga jual bebas PPN 10% diatur tersendiri melalui PMK 113/PMK.03/2014.

Harga Jual
Maksimum
Rumah Susun

Antara Rp 248,4 juta atau Rp 6,9 juta/m2 (Sulawesi Tengah) Rp 565,2 juta atau Rp. 15,7
juta/m2 (Papua);

Harga jual tersebut belum bebas PPN 10%;

Harga jual bebas PPN 10% masih menggunakan PP No. 31 Tahun 2007 sebesar Rp. 144 juta.

Memanfaatkan untuk tempat tinggal atau hunian

Tidak disewakan atau dialihkan kepemilikannya selama 5 tahun (rumah tapak) dan 20 tahun
(rumah susun)

Ketentuan Lain

PERMENPERA NO. 3 TAHUN 2014


TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS
PEMBIAYAAN PERUMAHAN DALAM
RANGKA PENGADAAN PERUMAHAN
MELALUI KREDIT/PEMBIAYAAN
PEMILIKAN RUMAH SEJAHTERA

FLPP bertujuan untuk menyediakan dana dalam mendukung kredit/pembiayaan


pemilikan rumah sederhana sehat (KPRSh) bagi MBR

Penyaluran dana FLPP dari Pemerintah kepada Kelompok Sasaran KPR Sejahtera
dilakukan melalui Bank Pelaksana.

Penyaluran dana dilakukan dengan menggunakan pola executing yaitu pola


penyaluran dengan risiko ketidaktertagihan dana FLPP ditanggung oleh Bank
Pelaksana.

Dana FLPP yang disalurkan oleh Bank Pelaksana kepada Kelompok Sasaran KPR
Sejahtera dalam rangka kepemilikan rumah dikenakan tarif KPR Sejahtera sesuai
dengan ketentuan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan.

Dana KPR Sejahtera merupakan gabungan antara dana FLPP dan dana Bank
Pelaksana dengan proporsi tertentu.

Kelompok Sasaran KPR Sejahtera adalah MBR dengan penghasilan tetap maupun
tidak tetap paling banyak Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah) per bulan - Rp.
7.000.000,00 (tujuh juta rupiah) per bulan.

Bank Umum, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah yang ingin menjadi
Bank Pelaksana harus memenuhi sejumlah persyaratan

Batasan harga Rumah Sejahtera Tapak yang dibeli melalui KPR Sejahtera Tapak
dikelompokkan berdasarkan wilayah dengan pajak dibawah satu digit dan tetap
sampai dengan pelunasan

PERMENPERA NO 21/2014
TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
FLPPALAM RANGKA PEROLEHAN
RUMAH SEJAHTERA BAGI MBR

Bank umum, syariah atau unit usaha syariah mengajukan surat pernyataan

minat untuk menjadi bank pelasana FLPP dengan melampirkan sejumlah


persyaratan
Setelah terjadi kesepakatan bersama antara bank/unit usaha dengan

kementerian pupr dilakukan perjanjian kerjasama operasional tentang


penyaluran dara FLPP untuk pengadaan perumahan
Perjanjian tersebut mencakup:
o Para pihak
o Dasar perjanjian
o Defines
o Maksud dan tujuan
o Ruang lingkup
o Jangka waktu dan pengkahiran perjanjian
o Hak dan kewajiban para pihak
o Pelaksanaan program
o Pemantauan
o Sanksi
o Pemberitahuan
o Force majeure
o Penyelesaian perselisihan
o Ketentuan lain-lain
o Ketentuan penutup

Kelompok sasaran KPR sejahtera mengajukan KPR ke bank pelaksana dengan

melengkapi dokumen persyaratan


Kelompok sasaran KPR sejahtera bertanggung jawab atas kebenaran formal dan

material dokumen persyaratan yang disampaikan


Bank pelaksana wajib melakukan verifikasi terhadap permohonan tersebut
Setelah disetujuai permohonan kreditnya, dialkukan penandatanganan perjanjian

kredit
Permohonan Pencairan dana FLPP oleh bank pelaksana kepada PPP disampaikan
tertulis dan dilengkapi dokumen2 yang dibutuhkan

Bank pelaksana wajib mengembalikan pokok dana FLPP tanpa syarat kepada PPP

secara bulanan
Pengendalian dan pengawasan dilakukan oleh pejabat dilingkungan eselon I
bidang pembiayaan perumahan PUPR dalam rangka memastikan tercapainya
tujuan pelaksanaan kegiatan penyaluran dana FLPP

DARI BAHAN POLA CHANELING


(SUDAH KETINGGALAN TAHUNNYA
*TAHUN 2012)
Mekanisme penyaluran dengan kata lain adalah petunjuk pelaksanaan penyaluran
kredit/ pembiayaan dengan dukungan FLPP:

1 Persyaratan Kelompok Sasaran

Kelompok sasaran
penerima manfaat harus
memenuhi sejunlah
persyaratan
Kelompok Sasaraan mengajukan KPR Sejahtera kepada Bank Pelaksana dengan membawa persyaratan
Bank Pelaksana terdiri
atas Bank Umum, Bank
Umum Syariah, dan Unit
Usaha Syariah yang
sudah memenuhi
persyaratan

k Pelaksana wajib melakukan verifikasi dan bertanggungjawab atas ketepatan kelompok sasaran KPR Sejahtera.
Pemeriksaan dilakukan
melalui:
1)audit kinerja; dan
engendalian terhadapa pelaksanan kegiatan penyaluran dana FLPP melalui KPR Sejahtera yang dilakukan oleh Bank
2)audit dengan tujuan
tertentu.

Gambaran umum pola channeling

jenis-jenis kredit perbankan digolongkan berdasarkan kriteria yang digunakan,


penggolongan berdasarkan pola penyaluran kredit, yaitu:

o Kredit Channeling;

pola
pemberian
kredit
kepada
debitur,
tetapi
melalui
lembaga/perusahaan (agent) yang berhubungan langsung dengan
debitur.

Lembaga/perusahaan tersebut harus telah melakukan perjanjian


kerja sama dengan bank/kreditor

Pada pola channeling, kredit diberikan kepada debitur melalui


lembaga/ perusahaan lain.

Fungsi lembaga/perusahaan (agent) lain dalam pola channeling


ditetapkan dalam Perjanjian Kerjasama.

Hal yang perlu diperhatikan adalah hak dan kewajiban perusahaan


(agent) tersebut, siapakah yang menandatangani perjanjian kredit.

Dalam hal perjanjian kredit ditandatangani antara debitur dengan


agen, maka agen yang bersangkutan wajib mendapatkan kuasa
dari kreditur (bank) karena agen dalam hal ini bertindak dalam
kapasitasnya berdasarkan kuasa dan oleh karena itu, untuk dan
atas nama bank/kreditur.

Sebagai kuasa, channeling agent tidak dapat bertindak di luar


kuasa yang diberikan. Dalam hal ini perlu diperhatikan, khususnya
dalam hal channeling agent diberikan hak untuk menetapkan
secara bebas suku bunga kredit kepada end user/debitur.
Penetapan demikian wajib didukung oleh kewenangan yang
terdapat dalam perjanjian kerjasama. Jika tidak, maka pemberian
fasilitas kredit tersebut bukan merupakan tanggung jawab pihak
pemberi kuasa

o Pola-pola Channeling agent:


1. Channeling agent dengan pola adanya kewajiban agen untuk mengambil
alih kredit (take over) jika end user/debitur wanprestasi. Dalam pola ini,
kreditur tidak perlu memberikan kuasa untuk melaksanakan hak-hak

kreditur dalam melakukan tagihan dan atau eksekusi agunan jika end
user/debitur wanprestasi;
2. Channeling agent dengan pola tidak adanya kewajiban agen untuk
mengambil alih kredit (take over) jika end user/debitur wanprestasi.
Dalam pola ini, kreditur wajib memberikan kuasa untuk melaksanakan
hak-hak kreditur dalam melakukan tagihan atau eksekusi agunan jika
end user/debitur melakukan wanprestasi;
3. Channeling agent dengan pola bahwa agen ikut membiayai kredit
tersebut, misalnya kreditur 75% dan agen 25%, yang juga dikenal joint
financing;
4. Channeling agent dengan pola pembelian kredit-kredit existing yang
telah dibiayai oleh lembaga pembiayaan, yang disebut juga dengan pola
purchasing agreement.
Berbeda dengan chanelling, executing debitur adalah agen tersebut langsung.
Hubungan hukum antara agen dengan nasabahnya (nasabah agen/end user) adalah
hubungan hukum yang terpisah dengan hubungan hukum antara bank dengan
agen.
Agen adalah debitur, maka agen harus memenuhi syarat dan ketentuan bidang
perkreditan sebagaimana mestinya. Namun demikian, biasanya untuk menetapkan
syarat penarikan, antara lain ditentukan adanya aplikasi nasabah agen yang
mengajukan kredit kepada agen dan selanjutnya agen tersebut meminta kepada
bank untuk dapat menarik/ mencairkan fasilitas kredit.
Kerjasama penyaluran pembiayaan adalah pemberian pembiayaan kepada nasabah
atau end user melalui llembaga penyaluran pembiayaan dengan pola executing,
channeling dan joint financing

Konsep dan Mekanisme Pola channeling


Pola Konvensional

Pola channeling adalah suatu pola pembiayaan dimana pihak lembaga keuangan
bank atau bukan bank tidak bertanggung jawab atas ketidak tertagihan pinjaman
yang diberikan. Pola Channeling merupakan suatu pola pemberian pinjaman/
pembiayaan dari LPDB-KUMKM kepada lembaga perantara yang berfungsi
sebagai penyalur dana (channeling), dimana lembaga tersebut hanya
menyalurkan dana bergulir kepada penerima dana bergulir dan tidak
bertanggung jawab menetapkan penerima dana bergulir.
pola executing yang diterapkan Bank Mandiri kepada Bank Perkreditan Rakyat
(BPR). Pola ini adalah pemberian kredit dari Bank Mandiri kepada BPR yang
bertindak sebagai pelaksana pemberian kredit dan bertanggung jawab terhadap
ketidaktertagihan kredit yang diberikan.

pola sharing. Pola ini adalah bentuk kerjasama antara Bank Mandiri dengan
BPR dalam pembiayaan bersama KUK dan kredit konsumtif kepada debitur,
dimana sumber pembiayaan berasal dari Bank Mandiri dan BPR yang
besarannya disesuaikan dengan bagian atau proporsi pembiayaan masingmasing pihak yang telah disepakati.

Anda mungkin juga menyukai