PENDAHULUAN
Uveitis termasuk dalam kelompok penyakit ocular inflammatory disease
yang ditandai dengan proses peradangan pada uvea. Uvea merupakan bagian mata
yang memiliki pigmen dan pembuluh darah serta terbagi menjadi iris, badan silier,
dan koroid. Salah satu komplikasi uveitis yang paling ditakutkan adalah kebutaan.
Uveitis merupakan 5 besar penyebab kebutaan di negara berkembang selain
diabetes, kelainan degeneratif pada retina, kelainan kongenital, dan trauma (9).
Klasifikasi uveitis yang digunakan secara luas adalah klasifikasi menurut
Standardizatiom of Uveitis Nomenclatur (SUN) Working Group. Dalam klasifikasi
itu uveitis dibagi menurut lokasi proses peradangan jaringan uvea, yaitu uveitis
anterior, uveitis intermediet, uveitis posterior, dan panuveitis. Istilah panuveitis
digunakan pada proses inflamasi yang terjadi pada segmen anterior, vitreus,
retina, dan koroid (9).
Panveitis sering berhubungan dengan berbagai penyakit sistemik, baik
infeksi
maupun
non
infeksi.
Penyebab
infeksi
dapat
berupa
virus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
yang memiliki struktur yang berbeda-beda. Struktur yang dimiliki oleh masingmasing elemen menunjang fungsi dari elemen tersebut dalam fisiologis
penglihatan manusia. Salah satu elemen mata manusia adalah uvea yaitu suatu
lapisan vaskular tengah mata yang membungkus bola mata dan dilindungi oleh
kornea dan sklera. Uvea terdiri atas 3 unsur yaitu iris, badan siliar, dan koroid
(7)
(13)
Iris disusun oleh jaringan ikat longgar yang mengandung pigmen dan
kaya akan pembuluh darah. Permukaan depan iris yang menghadap bilik mata
depan (kamera okuli anterior) berbentuk tidak teratur dengan lapisan pigmen yang
tak lengkap dan sel-sel fibroblas. Permukaan posterior iris tampak halus dan
ditutupi oleh lanjutan 2 lapisan epitel yang menutupi permukaan korpus siliaris.
Permukaan yang menghadap ke arah lensa mengandung banyak sel-sel pigmen
yang akan mencegah cahaya melintas melewati iris. Dengan demikian iris
mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata dan cahaya akan
terfokus masuk melalui pupil (13).
Pada iris terdapat 2 jenis otot polos yaitu otot dilatator pupil dan otot
sfingter/konstriktor pupil. Kedua otot ini akan mengubah diameter pupil. Otot
dilatator pupil yang dipersarafi oleh persarafan simpatis akan melebarkan pupil,
sementara otot sfingter pupil yang dipersarafi oleh persarafan parasimpatis (N. III)
akan memperkecil diameter pupil (7).
Jumlah sel-sel melanosit yang terdapat pada epitel dan stroma iris akan
mempengaruhi warna mata. Bila jumlah melanosit banyak mata tampak hitam,
sebaliknya bila melanosit sedikit mata tampak berwarna biru (7).
B. Badan Siliaris (Korpus siliaris)
Korpus siliaris (badan siliaris) adalah struktur melingkar yang menonjol ke
dalam mata terletak di antara ora serrata dan limbus. Struktur ini merupakan
perluasan lapisan khoroid ke arah depan. Korpus siliar disusun oleh jaringan
penyambung jarang yang mengandung serat-serat elastin, pembuluh darah dan
melanosit (7).
Badan siliaris membentuk tonjolan-tonjolan pendek seperti jari yang
dikenal sebagai prosessus siliaris. Dari prosessus siliaris muncul benang-benang
fibrillin yang akan berinsersi pada kapsula lensa yang dikenal sebagai zonula
zinii. Korpus siliaris dilapisi oleh 2 lapis epitel kuboid. Lapisan luar kaya akan
pigmen dan merupakan lanjutan lapisan epitel pigmen retina. Lapisan dalam yang
tidak berpigmen merupakan lanjutan lapisan reseptor retina, tetapi tidak sensitif
terhadap cahaya. Sel-sel di lapisan ini akan berfungsi sebagai pembentuk humor
aqueaeus (mengeluarkan cairan filtrasi plasma yang rendah protein ke dalam bilik
mata belakang (kamera okuli posterior)) (7).
Humor aqueaeus mengalir dari bilik mata belakang (kamera okuli
posterior) ke bilik mata depan (kamera okuli anterior) melewati celah pupil (celah
di antara iris dan lensa), lalu masuk ke dalam jaringan trabekula di dekat limbus
dan akhirnya masuk ke dalam kanal Schlemm. Dari kanal Schlemm humor
aqueaeus masuk ke pleksus sklera dan akhirnya bermuara ke sistem vena (7).
Korpus siliar mengandung 3 berkas otot polos yang dikenal
sebagai muskulus siliaris. Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat
longitudina, sirkuler, dan radial. Fungsi serat-serat sirkulaer adalah untuk
mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula, yang berorigo di lembah-lembah di
antara processus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga
lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk obyek berjarak dekat maupun
yang berjarak jauh dalam lapangan pandang Serat-serat longitudinal muskulus
siliaris menyisip ke dalam anyaman-anyaman trabekula untuk mempengaruhi
besar pori-porinya (7).
C. Khoroid (choroid)
Khoroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera.
Khoroid merupakan lapisan yang banyak mengandung pembuluh darah dan selsel pigmen sehingga tampak berwarna hitam. Lapisan ini tersusun dari jaringan
penyambung jarang yang mengandung serat-serat kolagen dan elastin, sel-sel
fibroblas, pembuluh darah dan melanosit. Khoroid terdiri atas 4 lapisan yaitu (7).
a. Epikhoroid merupakan lapisan khoroid terluar tersusun dari serat-serat
kolagen dan elastin.
b. Lapisan pembuluh merupakan lapisan yang paling tebal tersusun dari
pembuluh darah dan melanosit.
c. Lapisan koriokapiler, merupakan lapisan yang terdiri atas pleksus kapiler,
jaring-jaring halus serat elastin dan kolagen, fibroblas dan melanosit. Kapiler-
kapiler ini berasal dari arteri khoroidalis. Pleksus ini mensuplai nutrisi untuk
bagian luar retina.
d. Lamina elastika, merupakan lapisan khoroid yang berbatasan dengan epitel
pigmen retina. Lapisan ini tersusun dari jaring-jaring elastik padat dan suatu
lapisan dalam lamina basal yang homogen.
atau
dengan
kata
lain
panuveitis
tidak
memiliki
tempat
toksoplasmosis yang berat. Ciri morfologis khas seperti infiltrat geografik secara
khas tidak ada(7).
Uvea merupakan lapisan vaskular mata yang tersusun atas banyak
pembuluh darah yang dapat memberikan nutrisi kepada mata. Adanya peradangan
pada area ini dapat mempengaruhi elemen mata yang lain seperti kornea, retina,
sklera, dan beberapa elemen mata penting lainnya (7).
2.3 EPIDEMIOLOGI
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun (4). Setelah usia 70 tahun,
angka kejadian panuveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya
panuveitis diakibatkan oleh toxoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk
panuveitis pada umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma
tembus. Sedangkan pada wanita banyak disebabkan oleh toxoplasmosis (12).
2.4 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI PANUVEITIS
a. Penyakit Virus
1. Penyakit Herpes
Lesi mata yang tersering dan paling serius adalah keratitis. Lesi kulit
vesikulerjuga dapat muncul di kulit dan tepi kelopak. Herpes simpleks dapat
menyebabkan iridosiklitis(4). Virus herpes simpleks tipe I, virus varicela zoster,
dan CMV pernah dilaporkan sebagai penyebab sindrom nekrosis retina
akut(14).
2. Sindrom Nekrosis Retina Akut (ARN)
ARN merupakan suatu proses nekrosis pada retina yang disebabkan oleh
infeksi. Biasanya mengenai kedua mata ( pada 33 % pasien), paling banyak
berusia 26 tahun . Penyebab penyakit ini yang paling sering adalah
virus
yang akan menyebabkan arteriolitis retinal, vitritis dan bercak kuning putih
di posterior retina(14).
3. AIDS dan Retinitis Cytomegalovirus
Penyakit mata merupakan manifestasi umum dari AIDS, pasien
mengalami beberapa kondisi penyakit mata (2) (25):
o Oklusi mikrovaskular menyebabkan perdarahan retina dan cotton wool spot
(daerah infark pada lapisan serabut saraf retina).
o Deposit endotel kornea.
o Neoplasma pada mata dan orbita.
o Gangguan neurooftalmika termasuk palsy okulomotorik.
Infeksi oportunistik yang paling umum adalah retinitis CMV
(24)
. Awalnya
ditemukan lebih dari 1/3 pasien AIDS, namun populasi beresiko telah
berkurang secara bermakna sejak berkembangnya terapi antivirus yang sangat
aktif dalam terapi AIDS. Khas terjadi pada pasien dengan hitung sel CD4 +
dan leukosit 5/ l. Pasien biasanya mengeluh penglihatan kabur atau floaters.
Diagnosis penyakit AIDS biasanya telah ditegakkan dan sering ditemukan
tampilan AIDS lainnya seperti retinopati CMV yang terdiri dari area retina
keputihan berhubungan dengan perdarahan disertai likenifikasi hingga terlihat
seperti keju softage. Lesi itu dapat mengancam makula atau lempeng optik dan
biasanya terdapat sedikit inflamasi pada vitreus. (14) .
4. Penyakit Jamur
Histoplasmosis
Merupakan kelainan multifaktor korioretinitis, epidemiologinya
berhubungan dengan Histoplasma capsulatum, yang merupakan jamur
dimorfik yang dalam perkembangannya dapat bertahan 2 tahun dalam
bentuk filamennya. Spora jamur tersebut dapat menyebabkan terjadinya
penyakit sistemik dan penyakit mata. Beberapa daerah di Amerika Serikat
yang endemis histoplasmosis yaitu Ohio dan lembah sungai Missisippi(14).
Diagnosis koroiditis yang diduga disebabkan oleh histoplasmosis
sering ditegakkan. Infeksi primer pada mata terjadi setelah kontak spora
jamur yang berasal dari paru paru. Jamur ini dapat menyebar ke limpa,
hati,
kulit
pada
pasien
biasanya
positif
terhadap
hiperpigmentasi.
Bercak histo muncul pertama kali pada mata selama masa remaja,
tetapi makulopati baru berkembang pada usia 20 -50 tahun, rata-rata pada
usia
pembentukan
menyebabkan saraf
cincin
pigmen
dimakula
sehingga
jarang didapat gejala yang menyertai bentuk atrofi. Sel vitreus tidak
terlihat pada OHS, dan gejala sering bersamaan dengan perifer dan atropi
bercak histo. Bercak tersebut fokal, sembuh dan terbentuk lesi punched
out yang disebabkan oleh jumlah yang bervariasi dari luka yang terdapat
pada koroid dan yang berlengketan pada
neovaskular
subretina
aktif
akanmenjadi
10
makula.Jika di luar
Namun
Study menunjukan
hijau.
efek
Pasien
yang
berguna
dengan
tidak
diobati
yang
kehilangan
mendapatkan
terapi
penglihatan
laser
(22%)
selama 24 tahun. Krypton merah atau Argon hijau gelombang tinggi dapat
memberi hasil penglihatan yang lebih baikdengan luka retina yang lebih
sedikit dibandingkan dengan fotokoagulasi argon biruhijau (14).
.
Pada pasien yang mendapat terapi anti jamur kemungkinan
13
Lesi ini tidak menyebabkan berkabut pada vitreus pada tahap awal
penyakit, dan pasien tidak menyadari floating spot sampai lapisan depan
retina dan membran hialoid posterior terkena. Retinitis toksoplasma dapat
dimanifes oleh lesi retina perifer, kecil, punctata, sering disebut Punctate
Outer Retinal Toxoplasmosis (PORT).
Diagnosis Toxoplasmosis mata dibuat dengan:
1. Observasi dari karakteristik lesi fundus (fokal nekrosis retinokoroiditis)
2. Deteksi dari adanya antibodi anti Toxoplasma pada serum pasien
3. Pengeluaran dari penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan
nekrosis lesi pada fundus, seperti sifilis, sitomegalovirus dan jamur.
Pemeriksaan
toxoplasma
dye
Sabin
dan
Feldman,
pemeriksaan
tersebut
dapat
sangat
rendah
pada
pasien
dengan
toksoplasmosis mata dan tidak terdapat tanda sistemik lain pada penyakit
ini. Titer serum antibodi signifikan apabila terdapat lesi fundus yang
berhubungan dengan toksoplasmosis mata. Pemeriksaan humor akous
dapat digunakan untuk konfirmasi adanya penyakit toksoplasma pada
kasus yang masih meragukan. Pemeriksaan tersebut lebih signifikan pada
saat titer antibodi pada humor akous lebih tinggi daripada dalam serum.
Meskipun diagnosis toksoplasmosis mata didasari dengan pemeriksaan
fisik, antibodi antitoksoplasmosis negatif perlu dipikirkan diagnosis lain(14)
Para dokter dalam hal menginterpretasikan standar pemeriksaan
antibodi IgG harus mengingat bahwa laboratorium menampilkan
pemeriksaan pada dilusi 1 : 8 atau lebih, meskipun reaksi antibodi positif
ditemukan dilusi 1 : 4 atau kurang. Titer antibodi yang sangat rendah ini
tetap mengindikasikan terdapat toksoplasmosis yang sebelumnya tetapi
juga dapat mengarah ke positif palsu sebagai hasil dari reaksi nonspesifik.
14
15
biasanya diawali oleh suatu episode demam akut disertai nyeri kepala dan kadangkadang vertigo. Pada beberapa bulan pertama penyakit dilaporkan terjadi
kerontokan rambut bebercak atau timbul uban. Walaupun iridosiklitis awal
mungkin membaik dengan cepat, perjalanan penyakit di bagian posterior sering
indolen dengan efek jangka panjang berupa pelepasan serosa retina dan gangguan
penglihatan (1).
Pada sindrom Vogt-Koyanagi-Harada diperkirakan terjadi hipersensitivitas
tipe lambat terhadap struktur-struktur yang mengandung melanin. Tetapi virus
sebagai penyebab belum dapat disingkirkan. Diperkirakan bahwa suatu gangguan
atau cedera, infeksi atau yang lain, mengubah struktur berpigmen di mata, kulit
dan rambut sedemikian rupa sehingga tercetus hipersentivitas tipe lambat terhadap
struktur-struktur tersebut. Baru-baru ini diperlihatkan adanya bahan larut dari
segmen luar lapisan fotoreseptor retina (antigen-S retina) yang mungkin menjadi
autoantigennya. Pasien sindrom Vogt-Koyanagi-Harada biasanya adalah Oriental,
yang mengisyaratkan adanya disposisi imunogenetik(14).
Oftalmia Simpatika
Yaitu pan uveitis granulomatosa pada mata yang semula sehat
(sympathetic eye) yang timbul minimal dua minggu setelah terjadinya trauma
tembus pada mata yang lain (exciting eye). Biasanya exciting eye ini tidak pernah
senbuh total dan tetap meradang pasca trauma, baik tauma tembus akibat
kecelakaan ataupun trauma karena pembedahan mata. Tanda awal dari mata yang
ber-simpati adalah hilangnya daya akomodasi serta terdapatnya sel radang di
belakang lensa. Gejala ini diikuti oleh iridosiklitis sub akut, sebukan sel radang
dalam vitreus dan eksudat putih kekuningan pada jaringan dibawah retina (1).
Penyakit ini dapat disertai dengan gejala-gejala sistemik lain seperti
vitiligo, alopesia dan poliosis (uban) sehingga mirip sindrom VKH. Bedanya
adalah pada sindrom VKH tidak ada riwayat trauma(14).
Penyebab yang pasti belum diketahui tetapi diduga kuat merupakan suatu
reaksi autoimun terhadap jaringan pigmen uvea atau pigmen epitel retina yang
telah berubah sifat menjadi antigen pasca trauma tembus mata. Pengobatan :
16
17
18
berkurangnya
ketajaman
penglihatan,
nyctalopia
dan
gangguan
19
Koroidopati Serpiginosa
Biasanya penyakit ini menyerang wanita pada dekade ke-4 sampai dekade
ke-6 kehidupan. Keluhan utama dari pasien ialah penglihatan menjadi kabur. Pada
vitreus tidak ditemukan sel, tetapi kadang-kadang dapat juga ditemukan sel dalam
jumlah yang banyak. Gambaran sikatriks seperti serpiginosa (pseudopodial) atau
geograpik (seperti peta) terdapat di fundus posterior. Tepi lesi ini mungkin aktif,
berwarna kuning abu-abu dan tampak edema. Daerah yang aktif akan menjadi
atrofi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, kemudian lesi yang baru
dapat muncul di mana saja atau berdekatan dan memberi gambaran seperti ular.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan karakteristik gambaran klinik. Angiografi
fluorescein menunjukkan awalnya ada hambatan pada koroid, pada daerah dimana
penyakitnya aktif. Pada saat penyakitnya tidak aktif, daerah yang menarik zat
warna dapat menyebarkan fluorescein, tetapi tidak di tahan. Jika penyakit ini
mengenai makula, maka ketajaman penglihatan sentral akan terganggu(14).
Fibrosis Subretina dan Sindrom Uveitis (SFU)
Panuveitis ini biasanya lebih banyak mengenai wanita yang berusia antara
14-34 tahun. Penyebabnya tidak diketahui. Histopatologi dari biopsi korioretinal
20
terutama menunjukkan sel dan sel plasma. Pasien biasanya memiliki kondisi
fisik yang sehat dan mengeluh adanya penurunan ketajaman penglihatan, biasanya
bilateral. Pada awalnya, pasien yang menderita penyakit ini akan menunjukkan
vitritis bilateral dan multifokal
berkembang menjadi lesi fibrotik subretinal berbentuk stellate yang besar. SFU
memberi respons yang kurang baik terhadap berbagai bentuk pengobatan, dan
prognosis dari tajam penglihatan juga buruk(14).
Koroiditis Multifokal dan Sindrom Panuveitis (MCP)
Koroiditis Multifokal dan sindrom Panuveitis adalah peradangan idiopatik
koroid, retina dan vitreus, lebih sering terjadi pada wanita. Penyebabnya tidak
diketahui. Pasien menunjukkan vitritis bilateral (82%) dan multifokal koroiditis.
Dalam keadaan aktif, lesinya berukuran kecil (50-350 m) dan berwarna
kekuningan. Lesi makula mungkin dapat dihubungkan dengan pembuluh darah
baru membran subretina. Diagnosis penyakit ini adalah sesuatu yang penting
karena ada berbagai kondisi yang mungkin dapat menyebabkan multifokal
koroiditis dan panuveitis. Sarkoidosis, sifilis, tuberkulosis dan sindrom titik putih
pada retina harus diperhatikan. Penyakit ini sering kronik(14).
2.5.
LOKASI PANUVEITIS
Lokasi anatomi panuveitis pada dasarnya merupakan seluruh traktus
uvealis yang merupakan gabungan dari uveitis anterior, uveitis intermediet, dan
uveitis posterior (9), yaitu meliputi:
21
a) Uveitis anterior
- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris
- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata
b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer
c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus (14).
(10)
22
slitlamp. Pada beberapa kondisi yang lebih parah, dapat ditemukan deposit
endotel berwarna coklat keabu-abuan yang disebut keratic precipitates (KP) (13).
(11)
dengan kapsul lensa (sinekia posterior) atau kadang dapat terjadi perlengketan
dengan kornea perifer (sinekia anterior). Sebagai tambahan kadang terlihat nodul
granulomatosa pada stroma iris (6).
23
24
Gambar 13. Uveitis anterior dengan nodul Busacca pada permukaan iris
dan sedikit mutton-fat pada aspek inferior (14).
25
korioretinitis
(bila
peradangan
koroidnya
lebih
menonjol),
toksokariasis,
toksoplasmosis,
uveitis
intermediate,
infeksi
Mata nyeri
Fotofobia
Epifora
Pasien dengan uveitis anterior menunjukan banyak gejala. Gejala-gejala
ini bervariasi dari gejala ringan (pandangan kabur dengan kondisi mata normal)
hingga gejala berat, fotofobia, dan hilang penglihatan yang berhubungan dengan
injeksi yang muncul dan hipopion. Faktor diluar gejala mata kadang membantu
dalam menegakan diagnosis uveitis anterior
(15)
gejala seperti unilateral atau bilateral harus diketahui. Selain itu usia pasien, latar
belakang pasien, dan keadaan mata harus menjadi pertimbangan. Riwayat rinci
dan review dari sistem merupakan pendekatan diagnosis yang berharga bagi
pasien dengan uveitis(7).
Untuk menegakkan diagnosis dari uveitis ada beberapa pemeriksaan
yang perlu dilakukan antara lain:
1.
2.
28
3.
Pemeriksaan funduskopi
4.
29
Pemeriksaan laboratorium
a.
2.8 TATALAKSANA
30
1.
Kortikosteroid
Kortikosteroid memiliki efek yang baik untuk menghambat
31
kortisol tertinggi dalam darah pada pagi hari. Keburukan pemberian dosis
selang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit dapat kambuh. Untuk
mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih diberikan
kortikosteroid dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis pada hari
pemberian obat. Kemudian perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis
telah mencapi 7,5 mg prednison, selanjutnya pada hari yang seharusnya bebas
obat tidak diberikan kortikosteroid lagi. Alasannya ialah bila diturunkan
berarti hanya 5 mg dan dosis ini merupakan dosis fisiologik. Seterusnya dapat
diberikan selang sehari(5).
Efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian steroid:
32
2.
33
b.
riwayat
derivative, glaucoma,
adanya
depresi
gangguan
berat,
jiwa,
diabetes,
positive
ulkus
peptic,
purified
katarak,
2.
Obat sikloplegia
Obat sikloplegia bekerja melumpuhkan otot sfingter iris sehingga terjadi
(2)
34
responsif terhadap steroid atau pada pasien dengan komplikasi yang berhubungan
dengan terapi sebelumnya, immunosupresan dapat digunakan. Immunosuppressif
agen merupakan terapi pilihan awal pada penyakit Behcet (termasuk ke dalam
segmen posterior), Wegener granulomatosis, dan skleritis nekrotik. Penyakitpenyakit tersebut dihubungkan dengan vaskulitis sistemik yang mengancam jiwa,
dan terdapat bukti medis bahwa dengan pemberian imunosupresive dapat
meningkalkan kondisi pasien. Imunomodulatory terapi sering diperlukan dalam
kondisi penanganan jangka panjang dengan kortikosteroid seperti pada
serpiginous koroiditis, birdshot koroiditis, Vogt-koyanagi-harada (VKH), sistemik
oftalmia dan arthritis idiopatik juvenile.
35
terapi
medikamentosa,
terdapat
terapi
pembedahan
yang
36
dari proses inflamasi alami. Steroid intraokular dan periokular dapat diberikan
saat operatif sedang berlangsung. Medikasi sistemik dan topikal diberikan dengan
dosis diturunkan secara perlahan tergantung dari derajat inflamasi yang terjadi(7).
Selain penanganan di atas, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan
sebagai follow-up yaitu:
Pada fase akut, kasus uveitis diikuti setiap 1-7 hari dengan pemeriksaan
biomikroskopis/slit lamp dan pemeriksaan tekanan intraocular.
Jika kondisi pasien telah stabil, maka pemonitoran dilakukan setiap 1-6
bulan(3).
3. Agen Immunosupresif
Tiga kelas utama immunosupresif yang digunakan secara luas antara lain
glukokortikosteroid (antimetabolit), inhibitor sel T, dan agen alkilating.
Antimetabolit tersebut antara lain azathioprine, methotrexate dan mycophenolate
mofetil (MMF). Inhibitot sel T antara lain siklosporin dan takrolimus. Sedangkan
yang termasuk agen alkilating antara lain siklofosfamid dan khlorambucil (3).
Agen immunosupresive diberikan bila kortkosteroid tidak mampu
mengontrol inflamasi pada panuveitis
(26)
37
38
2.9 KOMPLIKASI
Sinekia anterior perifer (iris perifer melekat pada kornea) dan terjadi
akibat peradangan iris pada uveitis anterior
(2)
(15)
. Adanya
Gangguan
drainase
humor
aqueous juga
dapat
terjadi
akibat
3.
Katarak komplikata
Katarak komplikata akibat penyakit intraocular disebbakan karena efek
langsung pada fisiologis lensa. Katarak biasnya berawal dari di daerah
subkapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Katarak
yang terjadi biasanya unilateral. Prognosis visualnya tidak sebaik katarak
senilis biasanya(7).
4.
Ablasio retina
5.
6.
Tempat
1.
Saluran cerna
2.
Otot
3.
4.
Tulang
5.
Kulit
6.
Mata
7.
Darah
8.
Pembuluh darah
9.
Kelenjar
adrenal-
protein,-
Kehilangan
bagian kortek
10. Metabolisme
KH dan lemak
protein
(efek
katabolik),
11. Elektrolit
Tabel 1. Efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian steroid sistemik (7).
2.10 PROGNOSIS
40
BAB III
KESIMPULAN
Panuveitis adalah
uvealis
atau
dengan
lain
panuveitis
tidak
memiliki
tempat
41