Stroke Bab Iccccc
Stroke Bab Iccccc
Definisi Stroke
Berdasarkan defenisi WHO (World Health Organization) stroke adalah gangguan
fungsi serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau
kematian.
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan
kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai
penyakit akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO). Stroke atau gangguan aliran darah
di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat
(disabilitas, invaliditas).
2.2
Epidemologi Stroke
2.3
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda.
Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total,
tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari
darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat
darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis
(kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian
belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri
serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu
sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari otak
adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area
broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai
area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak
yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ.
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada
anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah.
Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.
Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi),
stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999).
Berdasarkan atas jenisnya, stoke dibagi atas:
1. Stroke Non Hemoragik
Stroke jenis ini pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak
yang kemudian menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan glukosa ke otak.
Stroke ini sering diakibatkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis arteri otak
atau suatu emboli dari pembuluh darah di luar otak yang tersangkut di arteri otak.
Jenis stroke ini merupakan jenis stroke yang tersering didapatkan, sekitar 80% dari
semua stroke. Stroke jenis ini juga bisa disebabkan oleh berbagai hal yang
menyebabkan terhentinya aliran darah otak antara lain, syok, hipovolemia, dan
berbagai penyakit lain.
2. Stroke Hemoragik
Stroke jenis ini merupakan sekitar 20% dari semua stroke. Stroke jenis ini
diakibatkan oleh pecahnya suatu mikro aneurisma di otak. Stroke ini dibedakan
atas: perdarahan intraserebral, subdural, dan subaraknoid (Sudoyo, 2007). 1. Stroke
Non hemoragik 2. Stroke Hemoragik.
Faktor Risiko Stroke
a. Usia
Usia adalah faktor risiko tunggal terpenting. Sekitar 30% stroke terjadi pada usia 65
tahun dan 70% terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Faktor risiko meningkat dua kali
lipat untuk setiap dekade setelah usia 55 tahun.
b. Hipertensi
Setelah usia, hipertensi adalah faktor risiko stroke terkuat. Faktor risiko meningkat
seiring dengan peningkatan tekanan darah. Di Framingham, faktor risiko relatif stroke
untuk peningkatan 10 mmHg sistolik adalah 1,9 untuk pria dan 1,7 untuk wanita
setelah faktor risiko stroke yang lain dikontrol. Peningkatan tekanan sistolik dan
diastolik atau keduanya mempercepat terjadinya aterosklerosis (Houston, 2000).
c. Jenis kelamin
Infark dan stroke terjadi 30% lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita.
Perbedaan ini terjadi terutama pada usia kurang dari 65 tahun.
d. Riwayat keluarga
Prevalensi stroke meningkat lima kali lipat pada kondisi kembar monozigot
dibandingkan dengan kembar dizigot yang secara genetik memiliki predisposisi
terhadap stroke. Study cohort pada kelahiran di Swedia pada tahun 1913 menunjukkan
peningkatan tiga kali lipat insidensi stroke pada orang yang ibunya meninggal karena
stroke, dibandingkan dengan orang tanpa riwayat maternal seperti itu.
e. Diabetes Melitus
Setelah faktor-faktor risiko stroke lainnya telah terkontrol, diabetes meningkatkan
risiko stroke tromboembolik sekitar dua hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan
orang tanpa diabetes. Diabetes merupakan predisposisi terhadap iskemik serebral
dengan mempercepat aterosklerosis pada pembuluh darah besar seperti arteri koroner
atau karotis atau dengan efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
f. Penyakit jantung
Individu dengan penyakit jantung jenis yang mana saja mempunyai risiko lebih dari
dua kali terkena stroke dibandingkan dengan orang dengan fungsi jantung normal.
Penyakit arteri koroner merupakan indikator kuat keberadaan penyakit vaskular
aterosklerotik dan berpotensi menjadi sumber emboli. Penyakit jantung kongestif,
Penyakit jantung hipertensi Berhubungan dengan peningkatan stroke. Fibrilasi atrial
berperan kuat dalam stroke emboli dan fibrilasi atrial meningkatkan risiko stroke
hingga 17 kali.
g. Merokok
Beberapa laporan termasuk sejumlah meta analisis menunjukkan bahwa merokok
sigaret meningkatkan risiko stroke pada semua usia dan kedua jenis kelamin. Derajat
risiko berkorelasi dengan jumlah komsumsi rokok sigaret (Tsementzis, 2000).
h. Obstructive sleep apnea syndrome
Obstructive sleep apnea syndrome secara bermakna meningkatkan risiko stroke dan
kematian serta menjadi faktor dependen risiko lain seperti hipertensi (Yaggi, 2005).
i. Peningkatan hematokrit
Peningkatan viskositas menyebabkan simptom stroke ketika hematokrit melebihi
55%. Penentu utama viskositas whole blood adalah sel darah merah, protein plasma,
serta
fibrinogen.
Ketika
viskositas
meningkat
akibat
dari
polisitemia,
n. Kontrasepsi oral
Kontrasepsi oral high-estrogen telah dilaporkan meningkatkan risiko terjadinya stroke
pada wanita muda. Pengurangan jumlah kandungan estrogen telah menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dapat mengeliminasinya. Faktor risiko ini sangat besar
pengaruhnya pada wanita berusia lebih dari 35 tahun yang disertai dengan kebiasaan
sesuai dengan kebutuhannya, sehingga jaringan otak dapat pulih penuh dan simptom pada
pasien hanya transien dan ini disebut transient ischemic attack (TIA). Tanda dan gejala TIA
biasanya berlangsung dalam 5-15 menit tetapi secara defenisi harus kurang dari 24 jam.
Kematian sel pada otak terjadi melalui dua jalur yaitu: (1) jalur nekrosis di mana
pemecahan sitoskletal seluler berlangsung cepat yang berakibat pada kegagalan energi sel,
dan (2) jalur apoptosis di mana sel terprogram untuk mati. Iskemik menyebabkan nekrosis
karena sel-sel neuron mengalami kekurangan glukosa yang berakibat pada kegagalan
mitokondria dalam menghasilkan ATP. Tanpa ATP, pompa ion pada membran akan berhenti
berfungsi dan neuron mengalami depolarisasi dan disertai dengan peningkatan kalsium
intraselular. Depolarisasi selular juga menyebabkan pelepasan glutamat dari terminal sinapsis
(Kasper, 2005). Di samping itu, penurunan ATP akan menyebabkan penumpukan asam laktat
dan menyebabkan terjadinya asidosis selular (Ropper, 2005). Radikal bebas juga dihasilkan
oleh degradasi membran lipid dan mitokondria yang mengalami disfungsi. Radikal bebas ini
menyebabkan kerusakan pada membran dan fungsi vital lain sel. Di samping itu, demam
akan memperparah iskemik begitu juga dengan hiperglikemia, oleh karena itu demam dan
hiperglikemia harus diatasi dan jika bisa dicegah (Kasper, 2005). Penurunan suhu setidaknya
2 3 0C dapat menurunkan kebutuhan metabolik neuron dan meningkatkan toleransi
terhadap hipoksia sebesar 25-30 % (Ropper, 2005).
Gejala dan Tanda Stroke
Secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak yang menyebabkan
gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut. Jenis patologi (hemoragik atau
nonhemoragik) secara umum tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali
bahwa pada jenis hemoragik sering kali ditandai dengan nyeri kepala hebat terutama terjadi
saat bekerja. Beberapa perbedaan yang terdapat pada stroke hemisfer kiri dan kanan dapat
dilihat dari tanda-tanda yang didapatkan dan dengan pemeriksaan neurologis sederhana dapat
diketahui kira-kira letak lesi seperti yang terlihat di bawah ini.
Lesi di korteks:
Gejala terlokalisasi dan mengenai daerah kontralateral dari letak lesi
Hilangnya sensasi kortikal (diskriminasi dua titik) ambang sensorik yang bervasiasi
Kurang perhatian terhadap rangsang sensorik
Bicara dan penglihatan mungkin terkena.
Lesi di kapsula:
Lebih luas dan mengenai daerah kontra lateral dari letak lesi
Sensasi primer menghilang
Bicara dan penglihan mungkin terganggu.
Gejala defisit neurologik yang sudah jelas mudah dikenali. Terutama hemiparesis yang
sudah jelas, setiap dokter pasti mengenalnya. Juga tanda-tanda yang mengiringi hemiparesis
mudah diingat. Adapun tanda-tanda tersebut, yang dinamakan tanda-tanda gangguan upper
motor neuron (UMN):
Manifestasi stroke yang paling ringan sering berupa gangguan ketangkasan gerakan.
Maka dari itu, susunan periksaan motorik harus sebagai berikut:
a. Pemeriksaan ketangkasan gerakan
Adakan observasi sewaktu orang sakit berjalan. Tungkai yang sudah memperlihatkan
gaya jalan sirkumduksi masih dapat bertenaga besar jika dinilai pada waktu orang sakit
berbaring dan disuruh menendang.
Untuk menilai lengan sewaktu orang sakit berjalan harus diperhatikan cara orang sakit
berlenggan. Sering kali dialami penulis, bahwa tenaga lengan untuk fleksi, ekstensi lengan di
siku, dan tenaga tangan sewaktu mengepal masih normal, tetapi cara orang sakit
melenggankan lengan sewaktu berjalan sudah tampak kurang lincah.
Konfirmasi selanjutnya dapat diberikan oleh tes di mana orang sakit diperintahkan
untuk membuka dan menutup kancing bajunya dan kemudian melepas dan memakai
sandalnya. Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai
dengan cara tersebut di atas.
b. Penilaian tonus otot
Penilaian tonus otot dilakukan dengan jalan menggerak-gerakkan otot secara pasif pada
sendi siku/ lutut. Adanya hipertonia ringan sesisi tidak akan diketahui bila penilaian tonus
otot dilakukan pada anggota secara sendiri-sendiri. Tetapi dengan menggerakkan kedua
lengan secara simultan namun berselingan dalam hal fleksi dan ekstensi, perbedaan ringan
derajat tonus otot antara kedua lengan dapat diketahui. Pada penilaian tonus otot tungkai
dengan cara simultan diperlukan bantuan orang lain. Perawat dapat melakukan gerakan fleksi
dan ekstensi tungakai kiri penderita sedangkan dokter melakukan tindakan yang serupa pada
sisi kanan dan menilai tonus tungkai kanan. Kemudian perawat berganti tempat dan
menggerakkan tungkai kanan dan dokter menilai tonus tungkai kiri orang sakit.
Hiper-refleksia pada sisi hemiparetik tidak selalu dijumpai. Jika terdapat lesi di tingkat
korteks, maka beberapa hari sampai minggu setelah hemiparesis menjadi kenyataan hiperrefleksia ada kalanya masih belum didapati. Juga dapat penderita DM yang mengidap stroke
tidak didapat hiper-refleksia tendon lutut, walaupun pada umumnya masih terdapat hiperrefleksia tendon bisep. Dalam hal itu, kedua refleks tendon lutut hilang karena neuropatia
diabetika yang sudah ada jauh sebelum orang sakit mendapatkan hemiparesis.
Kecermatan dalam penilaian refleks tendon ditentukan oleh teknik membangkitkan
releks tendon. Sering dilupakan bahwa penilaian refleks tendon bersifat penilaian banding.
Maka sikap anggota gerak kedua sisi harus sama dan pengetukan tendon sebagai stimulasi
harus berintensitas yang sama pula apabila dikehendaki hasil perbandingan yang bidsa
dipercaya.
d. Refleks patologik
Pada sisi hemiparetik, dapat dijumpai refleks patologik. Refleks patologik yang dapat
dibangkitkan pada tangan ialah: refleks Tromner-Hoffmann, Leri dan Mayer. Refleks
Tromner-Hoffmann yang positif tidak selalu menunjukkan pada gangguan jaras piramidalis.
Pada orang-orang sehat pun dapat dijumpai refleks Tromner-Hoffmann yang positif.
Refleks patologik yang dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinski, Chadock,
Oppenheim, Gordon, Schaefer, Gonda. Bila refleks Babinski dan chadock sudah terbukti ada
maka tidak perlu untuk melakukan tindakan pemeriksaan untuk membangkitkan refleks
patologik lainnya. Refleks Babinski dan Chadock merupakan refleks yang dapat dipercaya
penuh (Sidharta, 2008).
Pemeriksaan penunjang penting untuk mendiagnosis secara tepat stroke dan subtipenya,
untuk menidentifikasi penyebaba utamanya dan penyakit terkait lain, untuk menentukan
terapi dan strategi pengelolaan terbaik, serta untuk memantau kemajuan pengobatan.
Pemeriksaan yang dilakukan akan berbeda dari pasien ke pasien.
a. CT dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari sroke adalah
Computerised Topography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada kepala. Mesin
CT dan MRI masing-masing merekam citra sinar X atau resonansi magnet. Setiap citra
individual memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan daerah abnormal yang ada
di dalamnya.
b. Ultrasonografi