Anda di halaman 1dari 5

Ovulasi hingga implantasi

(perkembangan minggu pertama)

Daur ovarium
Pada masa pubertas, wanita mulai mengalami daur bulanan yang teratur. Daur, yang
dikenal daur seksual, ini diatur oleh hipotalamus. Hormon pelepas gonadotropin
(GnRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus bekerja pada sel kelenjar hipofisis anterior,
yang selanjutnya akan mengeluarkan hormon gonadotropin. Hormon-hormon ini,
hormon perangsang folikel (FSH) dah hormon luteinisasi (LH), merangsang dan
mengatur perubahan berkala dalam ovarium.
Pada awal setiap daur ovarium, 5-15 folikel primordial mulai tumbuh di bawah
pengaruh FSH (gambar 2.1). dalam keadaan normal, hanta satu dari folikel-folikel ini
yang mencapai kematangan sempurna, dan hanya satu oosit saja yang dikeluarkan; yang
mengalami degenerasi dan menjadi atretik. Pada daur berikutnya, sejumlah folikel lain
mulai tumbuh dan sekali lagi hanya satu di antaranya yang menjadi matang. Akibatnya,
sebagian besar folikel mengalami degenerasi tanpa pernah mencapai kematangan. Bila
sebuah folikel menjadi atretik, oosit dan sel folikuler di sekelilingnya berdegenerasi dan
diganti oleh jaringan ikat, dan membentuk sebuah korpus atretikum. Selama
pertumbuhan folikel, banyak sel folikuler dan sel teka terbentuk. Sel-sel ini saling bekerja
sama menghasilkan estrogen yang (a) menyebabkan endometrium uteri masuk ke fase
folikuler atau fase proliferatif dan (b) merangsang kelenjar hipofisis untuk
mengeluarkan LH. Lonjakan hormon ini dibutuhkan untuk tahap-tahap terakhir
pematangan folikel dan untuk merangsang ovulasi.

Ovulasi
Pada hari-hari terakhir menjelang ovulasi, folikel graaf dengan cepat bertambah besar
di bawah pengaruh FSH dan LH, dan membesar hingga mencapai garis tengah 15mm.
Bertepatan dengan perkembangan terakhir folikel graaf tersebut, oosit primer, yang
hingga saat ini masih tetap dalam tahap diploten, melanjutkan dan menyelesaikan
pembelahan meiosis pertamanya. Sementara itu, permukaan ovarium mulai menonjol
setempat, dan pada apeksnya tampak suatu titik avaskuler, stigma. Sebagai akibat
kelemahan setempat dan degenerasi permukaan ovarium, meningkatnya intrafolikuler,
dan kontraksi otot di dinding ovarium, oosit didorong keluar. Dengan demikian, oosit,
bersama dengan sel granulosa di sekelilingnya dari daerah kumulus ooforus, terlepas dan
hanyut meninggalkan ovarium (gambar 2.2 dan 2.3). beberapa sel kumulus ooforus
kemudian menyusun diri di sekeliling zona pelu sida dan membentuk korona radiata
(gambar 2.4-2.6.). pada saat oosit bersama dengan sel kumulus ooforusnya dikeluarkan

dari ovarium (ovulasi), pembelahan meiosis pertama selesai, dan oosit sekunder mulai
dengan pembelahan meiosis kedua (gambar 2.2b).

Korelasi klinik
Pada beberapa wanita, ovulasai disertai sedikit rasa nyeri, yang dikenal sebagai nyeri
tengah bulan karena peristiwa ini biasanya terjadi sekitar pertengahan daur haid. Ovulasi
umumnya juga disertai dengan peningkatan suhu tubuh, suatu peristiwa yang dapat
diamati untuk membantu penentuan saat terjadinya pelepasan oosit. Beberapa wanita
gagal mengalami ovulasi karena kurangnya konsentrasi gonadotropin. Pada kasus-kasus
seperti ini, pemberian suatu agen untuk merangsang pelepasan gonadotropin dan, dengan
demikian, merangsang ovulasi dapat dilakukan. Walaupun obat-obat semacam itu efektif,
sering obat ini menimbulkan ovulasi multipel, sehingga terdapat risiko kehamilan
multipel 10 kali lebih tinggi pada pasien-pasien ini.

Korpus leteum
Setelah ovulasi, sel granulosa yang tertinggal di dinding folikel yang sudah pecah,
bersama dari sel-sel teka interna, mendapatkan pendarahan (vaskularisasi) dari
pembuluh-pembuluh darah di sekitarnya dan menjadi berbentuk polihedral. Di bawah
pengaruh LH, sel-sel ini menghasilkan suatu pigmen berwarna kekuningan dan berubah
menjadi sel luteal, yang membentuk korpus leteum dan menghasilkan progesteron
(gambar 2.2c). hormon ini, bersama hormon-hormon estrogen, menyebabkan mukosa
uteri memasuki tahap progestasi atau tahap sekretorik, sebagai persiapan untuk
implantasi mudigah.

Perjalanan oosit
Sesaat menjelang ovulasi, fimbriae saluran telur (tuba fallopii) mulai menutupi
permukaan ovarium, dan saluran telurnya sendiri mulai berkontraksi secara ritmik. Di
yakini bahwa oosit yang dikelilingi oleh beberapa sel granulosa (gambar 2.3 dan 2.4)
dibawah masuk ke dalam saluran telur oleh gerakan usapan fimbriae saluran telur dan
oleh pergerakan bulu-bulu getar pada lapisan epitel. Begitu berada di dalam saluran telur,
sel-sel kumulus kehilangan hubungan dengan oosit dengan menarik tonjol-tonjol
sitoplasmanya dari zona pelusida.
Begitu oosit berada dalam saluran telur rahim, ia didorong ke arah rongga rahim oleh
kontraksi dinding otot. Kecepatan pengangkutan ini sedikit dipengaruhi oleh setatus
endokrin pada saat dan setelah ovulasi, tetapi pada manusia oosit yang sudah dibuahi
mencapai rongga rahim dalam waktu kira-kira 3-4 hari.

Korpus albikan
Bila tidak terjadi pembuahan, korpus leteum mencapai puncak perkembangan kirakira 9 hari setelah ovulasi. Korpus leteum mudah dikenali sebagai tonjol berwarna
kuning-kuningan pada permukaan ovarium. Selanjutnya, korpus leteum mengecil
kembali karena degenerasi sel luteal dan membentuk suatu massa jaringan parut fibrotik,
dikenal sebagai korpus albikans. Seretak dengan ini, produksi progesteron menurun,
sehingga memacu perdarahan haid.
Bila oosit mengalami pembuahan, degenerasi korpus leteum di cegah oleh
gonadotropin korion (hCG), suatu hormon yang dihasilkan oleh trofoblas mudigah yang
sedang tumbuh. Korpus leteum tumbuh terus, dan membetuk korpus leteum kehailan
(graviditatis). Menjelang akhir bulan ketiga, struktur ini mungkin mempunyai ukuran
sepertiga sampai setengah dari besar seluruh ovarium. Sel luteal yang berwarna
kekuning-kuningan terus menghasilkan progesteron sampai akhir bulan keempat; setelah
itu, sel ini perlahan-lahan mengalami kemunduran karena sekresi progesteron oleh
komponen trofoblas dari plasenta sudah menjadi cukup untuk mempertahankan
kehamilan. Pengangkatan korpus leteum kehamilan sebelum bulan keempat biasanya
mengakibatkan keguguran.

Pembuahan
Pembuahan, proses pnyatuan gamet pria dan wanita, terjadi di daerah ampulla tuba
fallopii. Bagian ini adalah bagian terluas pada saluran telur dan terletak dekat dengan
ovarium (gambar 2.4). spermatozoa dapat bertahan hidup didalam saluran reproduksi
wanita selama kira-kira 24 jam.
Spermatozoa bergerak dengan cepat dari vagina kerahim dan selanjutnya masuk ke
dalam saluran telur. Pergerakan naik ini disebabkan oleh kontraksi otot uterus dan tuba.
Perlu di ingat bahwa pada saat sampai di saluran kelamin wanita, spermatozoa belum
mampu membuahi oosit. Mereka harus mengalami (a) kapasitasi dan (b) reaksi
akrosom.
Kapasitasi adalah suatu masa penyesuaian di dalam saluran reproduksi wanita, yang
pada manusia, berlangsung kira-kira 7 jam. Selama waktu ini, suatu selubung
glikoprotein dari protein-protein plasma semen dibuang dari selaput plasma, yang
membungkus daerah akrosom spermatozoa. Hanya sperma yang menjalani kapasitasi
yang dapat melewati sel korona dan mengalami reaksi akrosom.
Reaksi akrosom terjadi setelah penempelan ke zona pelusida dan diinduksi oleh
protein-protein zona. Reaksi ini berpuncak pada pelepasan enzim-enzim yang diperlukan
untuk menembus zona pelusida, antara lian akrosin dan zat-zat serupa-tripsin
(gambar.2.5).
Fase fertilisasi mencakup fase 1-penembusan korona radiata, fase 2-penembusan zona
pelusida, dan fase 3-fusi oosit dan membran sel sperma.
Tahap 1: penembusan korona radiata

Dari 200 hingga 300 juta spermatozoa yang dicurahkan kedalam saluran kelamin
wanita, hanya 300 sampai 500 yang mencapai tempat pembuahan. Hanya satu di
antaranya yang di perlukan untuk pembuahan, dan di duga bahwa sperma-sperma lanilla
membantu sperma yang akan membuahi untuk menembus sawar-sawar yang melindungi
gamet wanita. Sperma yang mengalami kapasitasi dengan bebas menembus sel korona
(gambar 2.5).
Tahap 2: penembusan zona pelusada
Zonz pelusida dalah sebuah perisai glikoprotein di sekeliling telur yang
mempermudah dan mempertahankan pengikatan sperma dan menginduksi reaksi
akrosom. Pelepasan enzim-enzim memungkinkan sperma menembus zona pelusida,
sehingga akan bertemu dengan membran plasma oosit (gambar2.5). permeabilizas zona
pelusita berubah ketika kepala sperma menyentuh permukaan oosit. Hal ini
mengakibatkan pembebasan enzim-enzim lisosom dari granul-granul korteks yang
melapisi membran plasma oosit. Pada gilirannya, enzim-enzim ini menyebabkan
perubahan sifat zona pelusita (reaksi zona) untuk menghambat penetrasi sperma dan
membuat tak aktif tempat-tempat receptor bagi spermatozoa pada permukaan zona yang
spesifik-spesies. Spermatozoa lain ternyata bisa menempel di zona pelusita, tetapi hanya
satu yang terlihat mampu menembus oosit (gambar 2.6).
Tahap 3: penyatuan oosit dan membran sel sperma
Segera setelah spermatozoa menyentuh membran sel oosit, kedua selaput plasma sel
tersebut menyatu (gambar 2.5). karena selaput plasma yang membungkus kepala akrosom
telah hilang pada pada saat reaksi akrosom, penyatuan yang sebenarnya terjadi adalah
antara selaput oosit dan selaput yang meliputi bagian belakang kepala sperma
(gambar2.5). pada manusia, baik kepala dan ekor spermatozoa memasuki sitoplasma
oosit, tetapi selaput plasma trtinggal di permukaan oosit.
Segera setelah spermatozoa memasuki oosit, sel telur menanggapinya dengan tiga cara
yang berbeda:
1. Reaksi kortikal dan zona. Sebagai akibat terlepasnya butir-butir kortikal oosit (a)
selaput oosit tak dapat ditembus lagi oleh spermatozoa lainnya, dan (b) zona
pelusida mengubah struktur dan komposisinya untuk mencegah penambatan dan
penetrasi sperma. Dengan cara ini terjadinya polispermi dapat dicegah.
2. Melanjutkan pembelahan meiosis kedua. oosit menyelesaikan pembelahan
meiosis keduanya segera setelah ada spermatozoa masuk. Salah satu dari sel
anaknya hampir tidak mendapatkan sitoplasma dan dikenal sebagai badan kutub
kedua, sel anak lainya adalah oosit definitif. Kromosomnya (22+X) tersusun
didalam sebuah inti vesikuler yang dikenal sebagai pronukleus wanita (gambar
2.6 dan 2.7)

3. Penggiatan metabolik sel telur. Faktor penggiat diperkirakan dibawa oleh


spermatozoa. Penggiatan setelah penyatuan diperkirakan untuk mengulangi
kembali peristiwa permulaan seluler dan molekuler yang berhubungan dengan
awal embriogenesis.
Sementara itu, spermatozoa bergerak maju terus hingga dekat sekali dengan
pronukleus wanita. Intinya membengkak dan membentuk pronukleus pria
(gambar 2.6), sedangkan ekornya terlepas dan berdegenerasi. Secara
morfologis, pronukleus wanita dan pria tidak dapat dibedakan dan sesudah itu
mereka saling rapat erat dan kehilangan selaput inti mereka (gambar 2.7A).
selama masa pertumbuhan, baik pronukleus pria maupun wanita (keduanya
hoploid), masing-masing pronukleus harus menggandakan DNA-nya. Jikalau
tidak, masing-masing sel dalam zigot tahap dua sel tersebut mempunyai DNA
separuh dari jumlah DNA normal. Segera sesudah sitesis DNA, kromosom
tersusun dalam gelendong untuk mempersiapkan pembelahan mitosis yang
normal. 23 kromosom ibu dan 23 kromosom ayah (rangkap) membelah
memanjang pada sentromer, dan kromatid-kromatid yang berpasangan tersebut
saling bergerak ke arah kutub yang berlawanan, sehingga menyiapkan sel zigot
yang masing-masing mempunyai jumlah kromosom dan DNA yang normal
(gambar 2.6 dan E). Sementara kromatid-kromatid berpasangan bergerak
kearah kutub yang berlawanan, munculah satu alur yang dalam pada
permukaan sel, yang berangsur-angsur membagi sito plasma menjadi 2 bagian
(gambar 2.6 F dan 2.7B).
Hasil pertama pembuahan adalah
1. Pengembalian menjadi jumlah kromosom diploid lagi, separuh dari ayah
dan separuhnya dari ibu. Oleh karena itu, zigot mengandung kombinasi
kromosom baru yang berbeda dari kedua orang tuanya.
2. penetuan jenis kelamin individu baru. Spermatozoa pembawa X akan
meng hasilkan satu mudigah wanita (XX), dan spermatozoa pembawa Y
menghasilkan satu mudigah pria (XY). Oleh karena itu, jeni kelamin
kromosom mudigah tersebut ditentukan pada saat pembuahan.
3. dimulainya pembelahan. Tanpa pembuahan, oosit biasanya akan
berdegenerasi 24 jam setelah ovulasi.

Anda mungkin juga menyukai