Anda di halaman 1dari 29

10

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue
2.1.1 Pengertian
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7
hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati,
disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae,
lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan,
berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (Shock)
(Kemenkes, 2011). DBD adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan

adanya

manifestasi

perdarahan,

yang

berpotensial

mengakibatkan syok yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer


dkk, 2001). Demam berdarah dengue disebut sebagai penyakit
(terutama sering dijumpai pada anak) yang disebabkan oleh virus
Dengue dengan gejala utama demam,nyeri otot, dan sendi diikuti
dengan gejala pendarahan spontan seperti ; bintik merah pada
kulit,mimisan, bahkan pada keadaan yang parah disertai muntah atau
BAB berdarah (Soegijanto, 2004).
2.1.2

Etiologi
Menurut Kemenkes (2011), penyebab terjadinya DBD adalah karena
virus dengue, vektor, dan host.
2.1.2.1 Virus dengue
Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus,
famili Flaviviridae, genus flavivirus. Virus berukuran kecil
(50 nm) ini memiliki singlet standard RNA. Virionnya terdiri
dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris dan
terbungkus dalam amplop lipoprotein. Genome (rangkaian
kromosom) virus Dengue berukuran panjang sekitar 11.000
dan terbentuk dari tiga gen protein struktural yaitu

11

nucleocapsid atau protein core (C),

membran associated

protein (M) dan suatu protein envelope (E) serta gen protein
non struktural.
Terdapat empat serotipe virus yang disebut DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4. Ke empat serotipe virus ini telah
ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Hasil penelitian di
Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan
dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling
luas distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan
Dengue -4. Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe
tersebut di atas, akan menyebabkan kekebalan seumur hidup
terhadap serotipe virus yang bersangkutan. Meskipun keempat
serotipe virus tersebut mempunyai daya antigenis yang sama
namun mereka berbeda dalam menimbulkan proteksi silang
meski baru beberapa bulan terjadi infeksi dengan salah satu
dari mereka.
2.1.2.2 Vektor
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan
nyamuk Aedes (Ae). Ae.aegyptimerupakan vektor epidemi
yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae.albopictus,
Ae.polynesiensisdan Ae.niveus juga dianggap sebagai vektor
sekunder. Kecuali Ae.aegypti semuanya mempunyai daerah
distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun
mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue,
biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang
efisien dibanding Ae.aegypti.
2.1.2.3 Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama
kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik
tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk
terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus
dengue tipe lainnya. DBD akan terjadi jika seseorang yang
pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu

12

mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih


dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas
terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
2.1.3

Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh inang kemudian mencapai sel
target yaitu makrofag. Sebelum mencapai sel target maka respon imun
non-spesifik dan spesifik tubuh akan berusaha menghalanginya.
Aktivitas komplemen pada infeksi virus dengue diketahui meningkat
seperti C3a dan C5a mediator-mediator ini menyebabkan terjadinya
kenaikan permeabilitas kapiler celah endotel melebar lagi. Akibat
kejadian ini maka terjadi ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke
extravaskuler dan menyebabkan terjadinya tanda kebocoran plasma
seperti hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura, asites,
penebalan dinding vesica fellea dan syok hipovolemik (WHO, 2009).
Kenaikan permeabilitas kapiler ini berimbas

pada terjadinya

hemokonsentrasi, tekanan nadi menurun dan tanda syok lainnya merupakan salah satu patofisiologi yang terjadi pada DBD (Oishi. Et al,
2.1.4

2007)
Gejala klinis
Menurut WHO (2009), gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3
fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan
2.1.4.1 Fase febris
Biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, disertai muka
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia,
artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan
nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia,
mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda
perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun
jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan
perdarahan gastrointestinal
2.1.4.2 Fase kritis

13

Fase kritis, terjadi pada hari 3 7 sakit dan ditandai dengan


penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler
dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung
selama 24 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh
lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada
fase ini dapat terjadi syok.
2.1.4.3 Fase pemulihan
Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi
pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke ekstravaskuler
secara perlahan-lahan pada 48 72 jam setelahnya. Keadaan
umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali,
hemodinamik stabil dan diuresis membaik.
Menurut Kemenkes (2011), gejala/tanda utama DBD yaitu demam,
tanda-tanda perdarahan, hepatomegali dan syok.
2.1.4.1 Demam
a. Demam tinggi mendadak, sepanjang hari, berlangsung 2-7
hari
b. Fase kritis ditandai saat demam mulai turun biasanya
setelah hari ke 3-6,hati-hati karena pada fase tersebut dapat
terjadi syok
2.1.4.2 Tanda-tanda perdarahan
a. Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah gangguan
pada pembuluh darah, trombosit, dan faktor pembekuan.
Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit
seperti uji Tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis
dan perdarahan konjungtiva
b. Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan
nyamuk, untuk membedakannya: lakukan penekanan pada
bintik merah yang dicurigai dengan kaca obyek atau
penggaris plastik transparan, atau dengan meregangkan
kulit. Jika bintik merah menghilang saat penekanan/
peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain
yaitu epistaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.
Pada anak yang belum pernah mengalami mimisan, maka

14

mimisan

merupakan

tanda

penting.

Kadang-kadang

dijumpai pula perdarahan konjungtiva atau hematuria.


2.1.4.3 Hepatomegali (pembesaran hati)
a. Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada
permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat
diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkungan
iga kanan dan di bawah procesus Xifoideus
b. Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba,
dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat
pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit,
namun nyeri tekan di hipokondrium kanan disebabkan oleh
karena peregangan kapsul hati. Nyeri perut lebih tampak
jelas pada anak besar dari pada anak kecil.
2.1.4.4 Syok, tanda-tanda syok (renjatan):
a. Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
b.
c.
d.
e.
f.

hidung, jari tangan dan kaki


Capillary refill time memanjang > 2 detik
Penderita menjadi gelisah
Sianosis di sekitar mulut
Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
Perbedaan tekanan nadi sistolik dan diastolik menurun 20
mmHg

2.1.5

Derajat klinis DBD


2.1.5.1 Derajat DBD dan nilai laboratorium
Derajat DBD dan nilai laboratorium darah pada tiap derajat
DBD berdasarkan klasifikasi WHO (2011) adalah sebagai
berikut:
a. Demam dengue
1) Secara klinis terdapat gejala demam disertai minimal
dengan 2 gejala yaitu nyeri kepala, nyeri retro orbital,
nyeri otot, nyeri sendi/tulang, ruam kuli makulopopular,
manifestasi perdarahan dan tidak ada tanda-tanda
perembesan plasma
2) Secara laboratoris terdapat Leukopenia (jumlah leukosit
4000 sel/mm3), trombositopenia (jumlah trombosit

15

<100.000 sel/mm3) dan peningkatan hematokrit (5%10%) serta tidak ada bukti perembesan plasma.
b. Derajat 1
1) Secara klinis terdapat gejala demam dan manifestasi
perdarahan (uji bendung positif) dan tanda perembesan
plasma
2) Secara laboratoris terdapat Trombositopenia <100.000
sel/mm3 dan Peningkatan hematokrit 20%
c. Derajat 2
1) Secara klinis terdapat gejala demam dan manifestasi
perdarahan (uji bendung positif) dan tanda perembesan
plasma
2) Secara laboratoris terdapat trombositopenia <100.000
sel/mm3 dan peningkatan hematokrit 20%
d. Derajat 3
1) Secara klinis seperti derajat I atau II ditambah
kegagalan sirkulasi (nadi lemah, tekanan nadi 20
mmHg, hipotensi, gelisah, diuresis menurun
2) Secara trombositopenia <100.000 sel/mm3

dan

peningkatan hematokrit 20%


e. Derajat 4
1) Secara klinis terdapat Syok hebat dengan tekanan darah
dan nadi yang tidak terdeteksi
2) Trombositopenia <100.000 sel/mm3 dan Peningkatan
hematokrit 20%
2.1.5.2 Karakteristik klinis yang bisa diamati untuk mencurigai berat
ringannya DBD pada anak
Menurut WHO (2009), beberapa gejala klinis pada derajat I
yang perlu diwaspadai orang tua bila anak mengalami demam
adalah bila demam yang timbulnya mendadak langsung tinggi
di atas 390C, gejala khas yang dicurigai biasanya anak lemas,
loyo, tidak mau bermain. Demam dapat menyerupai penyakit
lain seperti radang tenggorokan, campak, dan tifus. Gejala
yang membedakan satu dengan yang lain yaitu gejala demam

16

disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh,


mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus
ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva,
anoreksia, mual dan muntah.
Pada derajat II-IV, selain gejala klinis seperti pada derajat I
dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti perdarahan
mukosa, gusi, hidung (epistaksis), walaupun jarang dapat pula
terjadi perdarahan pervaginam/saluran kencing dan perdarahan
gastrointestinal berupa mutah darah dan BAB encer
2.1.6

bercampur darah.
Diagnosis
Pada umumnya diagnosis DBD sulit ditegakkan pada awal penyakit
karena tanda dan gejalanya yang tidak spesifik sehingga sering kali
sulit dibedakan dengan penyakit infeksi virus influenza, campak atau
demam Typhoid. Case fatality rate (angka kematian) dapat diturunkan
secara seksama apabila penderita dengan DBD/DSS dapat di diagnosis
secara dini dan mendapatkan penatalaksanaan klinis dengan baik.
Diagnosis DBD dilakukan dengan melihat gejala klinis dan
laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang saat ini dipakai untuk
menunjang diagnosis demam dengue baik primer maupun sekunder
adalah dengan menggunakan pemeriksaan Ig M dan atau Ig G anti
dengue karena dapat diperoleh hasil yang cepat dan sensitivitas mirip
dengan uji hemaglutinasi inhibisi (HI). Tetapi jenis pemeriksaan ini
cukup mahal sehingga lebih sering dilakukan pemeriksaan trombosit
dan hematokrit untuk menentukan derajat hemokonsentrasi seorang
penderita (Pusparini, 2004).
2.1.6.1 Penilaian gejala Awal
Menurut Harijanto (2015), gejala klinis demam berdarah
dengue pada saat awal penyakit (hari demam 1-3) dapat
menyerupai penyakit lain seperti radang tenggorokan, campak,
dan tifus. Gejala yang membedakan satu dengan yang lain
yaitu gejala yang menyertai gejala demam berdarah seperti
tertera di atas.

17

a. Demam
Demam pada penyakit demam berdarah ini secara
mendadak dan berkisar antara 38,50C-400C, Pada anak-anak
terjadi peningkatan suhu yang mendadak. Pagi hari anak
masih dapat sekolah dan bermain, mendadak sore harinya
mengeluh demam sangat tinggi. Demam akan terus
menerus baik pada pagi maupun malam hari dan hanya
menurun sebentar setelah diberikan obat penurun panas.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa pada
saat gejala awal sering kali tidak begitu dihiraukan oleh
karena demam datang dengan tiba-tiba. Mereka tetap
melakukan kegiatan seperti biasanya dan baru merasakan
sakit bila timbul gejala berikutnya yaitu lesu, tidak enak
makan dan lain sebagainya.
b. Lesu
Disamping demam tinggi dan mendadak penderita demam
berdarah dengue akan mengeluh atau terlihat lesu dan
lemah. Seluruh badan lemah seolah tidak ada kekuatan,
pada anak yang masih kecil tidak dapat mengeluh tetapi
anak yang biasanya aktif kali ini tidak mau bermain lagi
dan lebih senang diam duduk atau tiduran. Badan akan
makin bertambah lemah oleh karena nafsu makan
menghilang sama sekali baik minum maupun makan, rasa
mual dan rasa tidak enak di perut dan di daerah ulu hati
menyebabkan semua makanan dan minuman yang dimakan
keluar lagi. Rasa mual, muntah dan nyeri pada ulu hati akan
makin bertambah bila penderita minum obat penurun panas
yang dapat merangsang lambung. Pada anak kecil dapat
disertai mencret 3-5 kali sehari, cair, tanpa lendir. Jadi, bila
seorang anak menderita mencret disertai demam tinggi kita
harus waspada demam berdarah apalagi terjadi pada bayi
atau anak kecil di bawah umur 2 tahun. Demam berdarah

18

dengue sebagai penyakit virus sering menyebabkan muka


dan badan anak kemerahan seperti udang rebus (flushing)
dan bila dipegang badan sangat panas.
c. Nyeri Perut
Nyeri perut merupakan gejala yang penting pada demam
berdarah dengue. Gejala ini tampak jelas pada anak besar
atau dewasa oleh karena mereka telah dapat merasakan.
Nyeri perut dapat dirasakan di daerah ulu hati dan daerah di
bawah lengkung iga sebelah kanan. Nyeri perut di bawah
lengkung iga sebelah kanan lebih mengarah pada penyakit
demam berdarah dengue dibandingkan nyeri perut pada ulu
hati. Penyebab dari nyeri perut di bawah lengkung iga
sebelah kanan ini adalah pembesaran hati (liver) sehingga
terjadi peregangan selaput yang membungkus hati. Pada
gejala

selanjutnya

dapat

diikuti

dengan

perdarahan

pembuluh darah kecil pada selaput tersebut. Sedangkan


nyeri perut di daerah ulu hati yang menyerupai gejala sakit
lambung (sakit maag) dapat juga disebabkan oleh
rangsangan obat penurun panas khususnya obat golongan
aspirin atau asetosal. Untuk memastikan adanya nyeri perut
ini

dapat

dilakukan

penekanan

(perabaan

disertai

penekanan) pada daerah ulu hati dan di bawah lengkung iga


sebelah kanan, terutama pada anak yang belum dapat
mengeluh. Perlu diperhatikan bahwa nyeri perut dapat
menyerupai gejala radang usus buntu. Letak usus buntu
pada daerah perut sebelah kanan bawah dekat pangkal paha
kanan. Jadi bila terdapat peradangan usus buntu akan terasa
sakit bila ditekan di daerah perut sebelah kanan bawah,
tetapi pada anak-anak perasaan nyeri perut dapat menjalar
dan dirasakan pada daerah pusar sehingga kadang kala sulit
dibedakan dengan nyeri perut pada demam berdarah

19

dengue apalagi gejala radang usus buntu juga disertai


dengan demam, muntah, dan nyeri perut.
d. Tanda Perdarahan
Pada awal penyakit demam berdarah dengue, tanda
perdarahan yang terjadi adalah perdarahan yang tergolong
ringan. Perdarahan kulit merupakan perdarahan yang
terbanyak ditemukan. Bintik kemerahan sebesar ujung
jarum pentul menyerupai bintik gigitan nyamuk. Maka,
untuk membedakan bintik merah yang disebabkan oleh
karena perdarahan pada demam berdarah dengan bintik
karena gigitan nyamuk, carilah juga di daerah yang
terlindung pakaian (misalnya dada dan punggung) sehingga
hampir dapat dipastikan terlindung dari gigitan nyamuk.
Kemudian

coba

tekan

bintik

merah

tersebut:

bila

menghilang itu berarti gigitan nyamuk dan sebaliknya bila


menetap itu adalah perdarahan kulit, juga pada perabaan
pada gigitan nyamuk akan teraba menonjol sedangkan pada
demam berdarah bintik tersebut rata dengan permukaan
kulit. Hal ini karena pada gigitan nyamuk bintik merah
disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah sebagai akibat
dari reaksi terhadap racun yang terdapat di dalam
kelenjar liur nyamuk dan bukan karena perdarahan kulit.
Bintik merah pada demam berdarah tidak bergerombol
seperti halnya bintik merah pada campak, tetapi terpisah
satu-satu. Perdarahan lain yang sering ditemukan adalah
mimisan, terutama pada anak perlu diperhatikan apakah
anak sering menderita mimisan sebelumnya. Mimisan,
terbanyak disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di
daerah selaput lendir hidung yang disebabkan oleh
rangsangan baik dari dalam ataupun dari luar tubuh seperti
demam tinggi, udara yang terlampau dingin, udara yang
terlampau panas, terlampau letih sehingga kurang istirahat

20

atau makan kurang teratur, dan sebagainya. Bila anak


pernah menderita mimisan sebelumnya, maka mimisan
mungkin tidak berbahaya; tetapi pada seorang anak yang
belum pernah mimisan kemudian demam tinggi dan
mimisan maka perlu diwaspadai. Gejala perdarahan lain
yang dapat dijumpai adalah haid yang berlebihan pada anak
perempuan atau lebam pada kulit bekas pengambilan darah,
dan perdarahan gusi.
e. Gejala Lain
Seorang anak yang mempunyai riwayat kejang bila demam,
pada saat demam tinggi dapat terjadi kejang. Walaupun
harus dipikirkan juga adanya penyakit infeksi lain seperti
radang otak atau selaput otak, terutama bila anak setelah
kejang tidak sadar kembali. Gejala lain yang sering
dikeluhkan oleh anak besar atau orang dewasa menyertai
penyakit demam berdarah dengue adalah nyeri kepala,
nyeri di belakang mata, rasa pegal-pegal pada otot dan
sendi. Keluhan-keluhan ini pada orang dewasa sangat
mengganggu

sehingga

cepat

mencari

pengobatan,

sedangkan anak-anak biasanya belum mengeluh atau


keluhan tersebut tidak dirasakan mengganggu.
2.1.6.2 Gejala lanjutan
Gejala selanjutnya terjadi pada hari sakit ke 3-5, merupakan
saat-saat yang berbahaya pada penyakit demam berdarah
dengue. Suhu badan akan turun, jadi seolah-olah anak sembuh
oleh karena tidak demam lagi. Yang perlu diperhatikan saat
ini, adalah tingkah laku si anak. Apabila demam menghilang,
anak tampak segar dan mau bermain serta mau makan/ minum
biasanya termasuk demam dengue ringan; tetapi apabila
demam menghilang tetapi anak bertambah lemah, ingin tidur,
dan tidak mau makan/ minum apapun apalagi disertai nyeri
perut, ini merupakan tanda awal terjadinya syok. Keadaan

21

syok merupakan keadaan yang sangat berbahaya oleh karena


semua organ tubuh akan kekurangan oksigen dan hal ini dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat.
Tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik bila kita
merawat anak yang dicurigai menderita demam berdarah, atau
anak yang telah demam tinggi selama 3 hari atau lebih. Anak
tampak gelisah atau bila syok berat anak menjadi tidak
sadarkan diri, nafas cepat seolah-olah sesak nafas. Seluruh
badan teraba dingin dan lembab, perasaan dingin yang paling
mudah dikenal bila kita meraba kaki dan tangan penderita.
Bibir dan kuku tampak kebiruan menggambarkan pembuluh
darah di bagian ujung mengkerut sebagai kompensasi untuk
memompa darah yang lebih banyak ke jantung. Anak akan
merasa haus, serta kencing berkurang atau tidak ada kencing
sama sekali. Syok akan mudah terjadi bila anak sebelum
terjadi syok, kurang atau tidak mau minum.
Apabila syok yang telah diterangkan sebelumnya tidak diobati
dengan baik maka akan menyusul gejala berikutnya yaitu
perdarahan dari saluran cerna. Perdarahan saluran cerna ini
dapat ringan atau berat tergantung dari berapa lama syok
terjadi sampai diobati dengan tepat. Penurunan kadar oksigen
di dalam darah akan memicu terjadinya perdarahan, makin
lama syok terjadi makin rendah kadar oksigen di dalam darah
maka makin hebat perdarahan yang terjadi. Pada awalnya
perdarahan saluran cerna tidak terlihat dari luar, oleh karena
terjadi di dalam perut. Yang akan tampak hanya perut yang
semakin lama semakin membuncit dan nyeri bila diraba.
Selanjutnya akan terjadi muntah darah dan berak darah/ berak
hitam. Pada saat terjadi perdarahan hebat penderita akan
sangat kesakitan, tetapi bila syok sudah lama terjadi penderita
pada umumnya sudah tidak sadar lagi. Perdarahan lain yang
dapat terjadi adalah perdarahan di dalam paru. Anak akan

22

lebih sesak lagi, makin gelisah, dan sangat pucat. Kematian


makin dipercepat dengan adanya perdarahan di dalam otak.
Pada hari sakit keenam dan seterusnya, merupakan saat
penyembuhan. Saat ini demam telah menghilang dan suhu
menjadi normal kembali, tidak dijumpai lagi perdarahan baru,
dan nafsu makan timbul kembali. Pada umumnya, setelah
seseorang sembuh dari sakitnya anak masih tampak lemah,
muka agak sembab disertai perut agak tegang tetapi beberapa
hari kemudian kondisi badan anak akan pulih kembali normal
tanpa gejala sisa. Sebagai tanda penyembuhan kadang kala
timbul bercak-bercak merah menyeluruh di kedua kaki dan
tangan dengan bercak putih di antaranya, pada anak besar
mengeluh gatal pada bercak tersebut. Jadi, bila telah timbul
bercak merah yang sangat luas di kaki dan tangan anak itu
pertanda anak telah sembuh dan tidak perlu dirawat lagi.
2.1.6.3 Penilaian klinis
Menurut Kemenkes (2010), untuk menegakkan diagnosis
DBD diperlukan sekurang-kurangnya terdapat kriteria klinis
demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari dan
terdapat manifestasi/ tanda-tanda perdarahan serta dua kriteria
laboratorium
a. Klinis
1) Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari
2) Terdapat manifestasi/ tanda-tanda perdarahan ditandai
dengan Uji Bendung (Tourniquet Test) positif, Petekie,
ekimosis, purpura, Perdarahan mukosa, epistaksis,
perdarahan gusi, Hematemesis dan/ atau melena
3) Pembesaran hati (di jelaskan cara pemeriksaan
pembesaran hati)
4) Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan
dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah
b. Laboratorium
1) Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)

23

2) Adanya

kebocoran

permeabilitas

plasma

kapiler,

karena

yang

peningkatan

ditandai

adanya:

Hemokonsentrasi/Peningkatan hematokrit 10% dari


data baseline saat pasien belum sakit atau sudah sembuh
atau adanya efusi pleura, asites atau hipoproteinemia
(hipoalbuminemia)
2.1.6.4 Pemeriksaan laboratorium darah
Menurut Kemenkes (2011), beberapa jenis pemeriksaan
laboratorium pada penderita DBD antara lain:
a. Hematologi
1) Hemoglobin
Penurunan Hb disertai dengan penurunan hematokrit
diduga adanya perdarahan internal.
2) Leukosit
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan
dominasi sel neutrofil. Peningkatan jumlah sel limfosit
atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) > 4% di darah
tepi yang biasanya dijumpai pada hari sakit ketiga
sampai hari ke tujuh
3) Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan
dengan cara semi kuantitatif (tidak langsung), langsung
(Rees-Ecker) dan cara lainnya sesuai kemajuan teknologi
(Hematology Cell Counter Automatically). Jumlah
trombosit 100.000/l biasanya ditemukan di antara hari
ke 3-7 sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap
4-6 jam sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam
batas normal atau keadaan klinis penderita sudah
membaik.
4) Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya
kebocoran pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini,
merupakan
perembesan

indikator
plasma,

yang

peka

sehingga

akan

terjadinya

perlu

dilakukan

pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya

24

penurunan

trombosit

mendahului

hematokrit.

Hemokonsertrasi

dengan

peningkatan
peningkatan

hematokrit 20% (misalnya nilai Ht dari 35% menjadi


42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler
dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian,
bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian
cairan atau perdarahan. Namun perhitungan selisih nilai
hematokrit tertinggi dan terendah baru dapat dihitung
setelah mendapatkan nilai Ht saat akut dan konvalescen
(hari ke-7). Pemeriksaan hematrokrit antara lain dengan
mikro-hematokrit centrifuge Nilai normal hematokrit:
a) Anak-anak : 33 - 38 vol%
b) Dewasa laki-laki : 40 - 48 vol%
c) Dewasa perempuan : 37 - 43 vol%
Untuk puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan
Ht, dapat dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3 x kadar
Hb.
5) Serologis
Pemeriksaan

serologis

didasarkan

atas

timbulnya

antibodi pada penderita terinfeksi virus Dengue. Uji


Serologi

Hemaglutinasi

inhibisi

(Haemaglutination

Inhibition Test), ELISA (IgM/IgG) dan Antigen NS1

2.1.7

Penatalaksanaan
2.1.7.1 Pertolongan pertama pada penderita DBD
Menurut Judarwanto (2011), seorang yang menderita penyakit
demam berdarah pada awalnya akan menderita demam tinggi.
Dalam keadaan demam ini tubuh banyak kekurangan cairan
oleh karena terjadi penguapan yang lebih banyak daripada
biasa. Cairan tubuh makin berkurang bila anak terus menerus
muntah atau tidak mau minum. Maka pertolongan pertama
yang terpenting adalah memberikan minum sebanyakbanyaknya. Berikanlah minum kira-kira 2 liter (8 gelas) dalam

25

satu hari atau 3 sendok makan setiap 15 menit. Minuman yang


diberikan sesuai selera anak misalnya air putih, air teh manis,
sirup, sari buah, susu, oralit, softdrink, dapat juga diberikan
nutricious diet yang banyak beredar saat ini. Dengan
memberikan minum banyak diharapkan cairan dalam tubuh
tetap stabil. Untuk memantau bahwa cairan tidak kurang,
perhatikan jumlah kencing anak. Apabila anak banyak buang
air kecil, minimal 6 kali dalam satu hari berarti jumlah cairan
yang diminum anak mencukupi.
Demam yang tinggi demikian juga akan mengurangi cairan
tubuh dan dapat menyebabkan kejang pada anak yang
mempunyai riwayat kejang bila demam tinggi, oleh karena itu
harus

segera

diberikan

obat

penurun

panas.

Untuk

menurunkan demam, berilah obat penurun panas. Untuk jenis


obat penurun panas ini harus dipilih obat yang berasal dari
golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan diberikan
jenis asetosal atau aspirin oleh karena dapat merangsang
lambung sehingga akan memperberat bila terdapat perdarahan
lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita
demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan
bukan kompres dingin, oleh karena kompres dingin dapat
menyebabkan anak menggigil. Sebagai tambahan untuk anak
yang mempunyai riwayat kejang demam disamping obat
penurun panas dapat diberikan obat anti kejang.
Pada awal sakit yaitu demam 1-3 hari, seringkali gejala
menyerupai penyakit lain seperti radang tenggorokan, campak,
atau demam tifoid (tifus), oleh sebab itu, diperlukan kontrol
ulang ke dokter apabila demam tetap tinggi 3 hari terus
menerus apalagi anak bertambah lemah dan lesu. Untuk
membedakan dengan penyakit lain seperti tersebut di atas,
pada saat ini diperlukan pemeriksaan darah dapat dilakukan.
Pemeriksaan darah diperlukan untuk mengetahui apakah darah

26

cenderung menjadi kental atau lebih. Bila keadaan anak masih


baik, artinya tidak ada tanda kegawatan dan hasil laboratorium
darah masih normal, maka anak dapat berobat jalan.
Kegawatan masih dapat terjadi selama anak masih demam,
sehingga pemeriksaan darah seringkali perlu diulang kembali.
2.1.7.2 Kapan penderita harus dibawa ke Rumah Sakit
Menurut Kemenkes (2011), seorang yang diduga menderita
demam berdarah akan mengalami bahaya bila mendapat syok
dan perdarahan hebat. Untuk mencegah hal-hal tersebut, maka
penderita dianjurkan dirawat di rumah sakit. Seseorang harus
dirawat di rumah sakit apabila menderita gejala-gejala di
bawah ini:
a. Demam terlalu tinggi (lebih dari 390C atau lebih)
b. Muntah terus menerus
c. Tidak dapat atau tidak mau minum sesuai anjuran
d. Kejang
e. Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
f. Nyeri perut hebat
g. Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas
cepat, seluruh badan teraba dan lembab, bibir dan kuku
kebiruan, anak merasa haus, kencing berkurang atau tidak
ada sama sekali
h. Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan
darah dan atau penurunan jumlah trombosit.
Perlu diingatkan, pada saat mengantar penderita untuk
dirawat; sesaat setelah tiba di rumah sakit segera beritahukan
kepada perawat bahwa anak ini kemungkinan menderita
demam berdarah. Pemberitahuan ini perlu disampaikan kepada
perawat atau dokter yang menerima pertama kali untuk
mendapat pertolongan lebih cepat. Penderita dalam keadaan
kegawatan, memerlukan pertolongan segera dan makin cepat
ditolong makin besar kemungkinan untuk sembuh kembali.

27

Apabila salah satu anggota keluarga menderita sakit demam


berdarah, akan mudah menular melalui gigitan nyamuk (ingat
sifat nyamuk yang dapat menggigit beberapa orang secara
berturut-turut. Jadi, bila ada anggota keluarga lain yang
menderita demam segera berobat untuk memastikan apakah
tertular demam berdarah atau tidak.
Menurut Kemenkes (2011) pada dasarnya pengobatan DBD
bersifat simtomatis dan suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas
kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien bermanifestasi
ringan dapat berobat jalan sedangkan pasien dengan tanda
bahaya dirawat. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi
diperlukan perawatan intensif. Diagnosis dini dan memberikan
nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda bahaya,
merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka
kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit
diramalkan.
2.1.7.3 Tatalaksana Infeksi Dengue dengan manifestasi ringan
Menurut Kemenkes (2011), pasien DBD dengan manifestasi
ringan dapat berobat jalan tetapi jika ada perburukan harus
dirawat. Pasien rawat jalan dianjurkan:
a. Tirah baring, selama masih demam
b. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila
diperlukan
c. Untuk menurunkan suhu menjadi <39oC, dianjurkan
pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan
(indikasi kontra) oleh karena dapat menyebabkan gastritis,
perdarahan, atau asidosis
d. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus
buah, sirop, susu, disamping air putih, dianjurkan paling
sedikit diberikan selama 2 hari

28

e. Monitor suhu, urin dan tanda-tanda bahaya sampai


melewati fase kritis
f. Monitor pemeriksaan laboratorium darah rutin berkala
Orang tua atau pasien diberi nasehat bila setelah demam turun
didapatkan nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau
terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan,
perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal
tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera
dibawa segera ke rumah sakit
2.1.7.4 Tatalaksana DBD dan SSD
Penatalaksanaan DBD dan SSD secara umum menurut
Kemenkes (2011) adalah sebagai berikut:
a. Tatalaksana DBD
Patofisiologis utama DBD adalah kebocoran plasma karena
adanya peningkatan permeabilitas kapiler. Maka kunci
tatalaksana DBD terletak pada deteksi secara dini fase kritis
yaitu saat suhu turun

(the time of defervescence) yang

merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan


melakukan observasi klinis disertai pemantauan kebocoran
plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak
pada pengenalan tanda-tanda bahaya secara awal dan
pemberian cairan Larutan garam isotonik atau kristaloid
sebagai cairan awal pengganti volume plasma sesuai
dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus
dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan
penurunan jumlah trombosit yang cepat. Secara umum
pasien DBD dapat dirawat di puskesmas perawatan atau
rumah sakit.
1) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan
tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu
pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena

29

tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang


berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu
diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi
perlu

diperhatikan

bahwa antipiretik

tidak

dapat

mengurangi lama demam pada DBD.


2) Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun
pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pasien harus
diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin
terjadi.

Pemeriksaan

kadar

hematokrit

berkala

merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk


pengawasan

hasil

pemberian

cairan

yaitu

menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman


kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada
umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan
darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa
minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu
normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit
tidak

tersedia,

pemeriksaan

hemoglobin

dapat

dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu


sensitif.
3) Fase Penyembuhan/konvalesen
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen akan muncul
pada daerah esktremitas. Perembesan plasma berhenti
ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi
reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam
intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak
dikurangi, akan menyebabkan edema palpebra, edema
paru dan distres pernafasan.
b. Tatalaksana SSD
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti
adalah

pengobatan

yang

utama,

berguna

untuk

memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak

30

cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati


segera dalam 48 jam. Pasien harus dirawat dan segera
diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah,
letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan
nadi lemah, tekanan nadi menyempit ( 20 mmHg) atau
hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit
atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun
telah diberi cairan intravena. Pada penderita SSD dengan
tensi tak terukur dan tekanan nadi 20 mm Hg segera
berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB selama 30
menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam
2.1.7.5 Penatalaksanaan DBD berdasarkan derajat klinis
Fase Demam Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda
dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu
pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila
cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau
minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan
intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang
diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak
dapat mengurangi lama demam pada DBD, Parasetamoi
direkomendasikan untuk mengatasi hal tersebut. Rasa haus
dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam
tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan
adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit.
Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam
pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak
diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam
berikutnya.
a. DBD Derajat I dan DBD Derajat II tanpa Peningkatan
Hematokrit

31

1) Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum


banyak yaitu 1-2 liter/hari atau 1 sendok makan tiap 5
menit
2) Obat Antipiretik diberikan bila suhu > 38,5oC
3) Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terusmanarus, sebaiknya berikan infus NaCl 0,9 % :
Dekstrosa 5 % (1:3). Pasang tetesan rumatan sesuai
dengan berat badan
4) Periksa Hb, Ht dan trombosit tiap 6-12 jam. Apabila
telah terjadi perbaikan klinis dan laboratoris, pasien
dapat dipulangkan, namun bila kadar Ht meningkat dan
trombosit cendrung menurun maka infus cairan ditukar
dengan Ringer Laktat (RL) dan lanjutkan dengan
penetalaksanaan DBD Derajat II dengan peningkatan
hemokonsentrasi > 20%.
b. DBD Derajat II dengan Peningkatan Hemokonsentrasi
>20%
1) Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid
Ringer Laktat/Ringer Asetat/NaCl 0,9% atau Dekstrosa
5% dalam RL/NaCl 0,9% 6-7ml/KgBB/jam. Monitor
tanda vital, kadar Ht dan trombosit tiap 6 jam
2) Apabila selama observasi keadaan umum membaik,
tekanan darah dan nadi stabil, diuresis cukup, Ht
cendrung menurun minimal dalam 2X pemeriksaan
berturut-turut

maka

tetesan

dukurangi

mejadi

5ml/KgBB/jam. Bila dalam observasi selanjutnya tetap


stabil

kurangi

tetesan

menjadi

3ml/KgBB/jam,

kemudian evaluasi 12-24 jam bila stabil dalam 24-48


jam cairan dihentikan
3) Sepertiga kasus jatuh dalam keadaan syok, bila keadaan
klinis tidak ada perbaikan, gelisah, nafas dan nadi cepat,
diuresis kurang dan Ht meningkat maka naikkan tetes
menjadi 10ml/kgBB/jam. Bila dalam 12 jam belum ada

32

perbaikan klinis naikkan menjadi 15ml/KgBB/jam dan


evaluasi 12jam lagi. Apabila nafas lebih cepat, Ht naik
dan tekanan nadi < 20 mmHg maka berikan cairan
koloin 20-30 ml/KgBB/jam, namu bila Ht menurun,
berikan transfusi darah segar 10ml/KgBB/jam, Bla
keadaan membaik berikan cairan sesuai butir 2
c. DBD Derajat III dan IV atau kasus Sindrom Syok Dengue
(SSD)
1) Segera infus kristaloid (Ringer Laktat,Ringer Asetat,
atau NaCl 0,5%) 20ml/KgBB dalam waktu 30 menit
(Bolus) dan Oksige 2 liter/menit. Untuk SSD berat
(Derajat IV) berikan RL dan 20 ml/KgBB/jam dan
kolod. Observasi tensidan nadi tiap 15 menit, Ht dan
trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah
2) Setelah 30 menit syok belum teratasi, lanjutkan Rl
20ml/KgBB dan tambah plasma (fresh Frozen plasma)
atau koloid (Dekstran 40) sebanyak 10-20ml/KgBB,
maksimal 30ml/KgBB. Observasi keadaan umum dan
tanda vital tiap 15 menit dan periksa Ht, trombosit tiap
4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah
3) Bila syok teratasi serta Hb/Ht turun, tek nadi
>20mmHg,

nadi

kuat,

kurangi

tetesan

jadi

10ml/KgBB/jam. Pertahankan sampai 24 jam atau


klinis membaik dan Ht turun <40%. Lalu turunkan
cairan 7ml/KgBB hingga klinis dan Ht stabil, kemudian
secara bertahap turunkan 5ml hingga 3ml/KgBB/jam.
Dianjurkan pemberian cairan tidak lebih 48 jam setelah
syok teratasi. Obsrvasi klinis, tanda vital, tiap jam,
usahakan urin >1ml/KgBB/jam dan pemeriksaan Ht dan
trombosit 4-6 jam sampai keadaan membaik
4) Bila syok belum teratasi dan Ht belum turun (Ht>40%),
berikan darah dalam volume kecil 10ml/KgBB. Apabila
tampak

perdarahan

masif,

berikan

darah

segar

33

20ml/KgBB

dan

lanjutkan

cairan

kristaloid

10ml/KgBB/jam.
2.1.8

Komplikasi
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin
beratnya bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock
syndrome. Menurut Kemenkes (2011), komplikasi paling serius
walaupun jarang terjadi adalah sebagai berikut:
2.1.8.1 Demam Dengue
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik,
trombositopenia hebat, dan trauma.
2.1.8.2 Demam Berdarah Dengue
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau
tanpa syok.
b. Kelainan ginjal

akibat

syok

berkepanjangan

dapat

mengakibatkan gagal ginjal akut.


c. Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat
overloading pemberian cairan pada masa perembesan
plasma
d. Syok yang

berkepanjangan

mengakibatkan

asidosis

metabolik & perdarahan hebat (DIC, kegagalan organ


multipel)
e. Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia
akibat syok berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak
sesuai
2.2

Trombosit
2.2.1 Pengertian
Trombosit (juga disebut Platelet atau keping darah) adalah sel-sel
berbentuk oval kecil yang dibuat di sumsum tulang yang berfungsi
untuk menghentikan perdarahan. Ketika pembuluh darah pecah,
trombosit berkumpul di daerah dan membantu menutup kebocoran.
Trombosit bertahan hidup hanya sekitar 9 hari dalam aliran darah dan
2.2.2

secara konstan akan digantikan oleh sel-sel baru (Sridianti, 2015).


Penyebab Trombosit Turun

34

Menurut Hilkmat (2015), mekanisme terjadinya penurunan trombosit


pada DBD belum diketahui dengan pasti. Terdapat 2 hal yang diduga
menjadi penyebabnya:
2.2.2.1 Terjadi perusakan

trombosit

karena

virus

dengue.

Artinya tidak perlu terapi trombosit pada penderita dengue.


Kecuali pada kondisi trombosit < 50.000/mm3 karena bisa
terjadi perdarahan spontan dan bisa berakibat fatal.
2.2.2.2 Kebocoran pembuluh darah membutuhkan trombosit untuk
menutup lubang-lubang kebocoran sehingga jumlahnya
berkurang. Pada fase pemulihan (setelah hari ke-6 atau ke-7)
trombosit akan naik sendiri secara bertahap
Selain demam berdarah, ada beberapa penyakit lain yang ditandai oleh
penurunan kadar trombosit. Penurunan trombosit hingga di bawah
batas normal memang kerap diidentikkan dengan demam berdarah,
khususnya di kalangan awam. Padahal tidak selamanya demikian.
Dalam keadaan normal, trombosit dalam darah mencapai 150 ribu-450
ribu/mm3. Dalam keadaan tidak normal, trombosit yang berperan
dalam pembekuan darah ini bisa turun. Keadaan ini disebut dengan
trombositopenia, yakni trombosit berada dalam keadaan rendah.
Demam berdarah hanyalah salah satu penyakit yang ditandai oleh
kadar trombosit turun.
Trombosit rendah bisa disebabkan oleh bermacam hal. Tapi secara
garis besar, penyebab trombosit turun karena dua hal yaitu kerusakan
trombosit di peredaran darah atau kurangnya produksi trombosit di
2.2.3

sumsum tulang.
Penyebab Kerusakan Trombosit
2.2.3.1 DBD
Demam berdarah merupakan jenis kerusakan trombosit yang
populer di masyarakat dan penyebab kerusakan trombosit
dalam DB adalah infeksi.
2.2.3.2 Tifus
Tifus dapat menyebabkan infeksi yang juga menjadi penyebab
trombosit turun.
2.2.3.3 Penyakit ITP (Immunologic Thrombocytopenia Purpura)

35

Penyakit ini merupakan penyakit auto-imun di mana zat anti


yang dibentuk tubuh malah menyerang trombosit dimana
melalui mekanisme imunologi tadi kemudian trombosit
menjadi berkurang. Pada ITP, gejalanya bisa berupa bercakbercak perdarahan di kulit, sementara pada DB, penderita
mengalami demam dan penurunan trombosit tapi berangsur
normal dalam delapan hari. Jika (trombosit rendah) lebih dari
delapan hari maka harus dipikirkan adanya kemungkinan yang
lain. Salah satunya adalah ITP.
2.2.3.4 Kasus DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
Kasus ini biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit berat
seperti pasien dengan sirosis hati, shock, infeksi kuman
apapun dalam darah yang berat sekali, serta penyakit lupus.
2.2.3.5 Produksi kurang
Trombosit turun bisa juga dikarenakan produksi yang kurang.
Penyakitnya bisa berupa anemia aplastik. Anemia aplastik
terjadi jika sel yang memproduksi butir darah merah yang
terletak di sumsum tulang, tidak dapat menjalankan tugasnya.
Pada anemia aplastik, trombosit yang rendah juga disertai
leukosit yang rendah sehingga sumsum tulangnya kosong.
2.2.3.6 Penderita penyakit leukemia
2.2.3.7 Penderita penyakit mielofibrosis
2.2.4

Mekanisme pembekuan darah


Protein penting yang disebut faktor pembekuan sangat penting untuk
proses pembekuan. Kendati trombosit sendiri bisa menutup kebocoran
pembuluh darah kecil dan untuk sementara menghentikan atau
memperlambat pendarahan, dengan adanya faktor pembekuan darah
menghasilkan penggumpalan yang kuat dan stabil. Trombosit dan
faktor pembekuan bekerja sama untuk membentuk benjolan padat
(disebut bekuan darah) untuk menutup kebocoran, luka-luka, atau
goresan dan untuk mencegah pendarahan di dalam dan pada
permukaan tubuh kita.

36

Ketika pembuluh darah besar yang terputus (atau dipotong), tubuh


mungkin tidak dapat memperbaiki dirinya melalui pembekuan saja.
Dalam kasus ini, perban atau jahitan digunakan untuk membantu
mengontrol perdarahan. Jika jumlah trombosit terlalu rendah,
perdarahan yang berlebihan dapat terjadi. Namun, jika jumlah
trombosit
(trombosis),

terlalu
yang

tinggi,
dapat

dapat

terbentuk

menghambat

pembekuan

pembuluh

darah

darah
dan

mengakibatkan peristiwa seperti stroke, infark miokard, emboli paru


atau penyumbatan pembuluh darah ke bagian lain dari tubuh , seperti
ujung-ujung lengan atau kaki. Suatu kelainan atau penyakit dari
trombosit disebut Thrombocytopathy. Ada gangguan yang mengurangi
jumlah trombosit, seperti Heparin-Induced Trombositopenia (HIT)
atau Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP) yang biasanya
menyebabkan trombosis, atau bekuan, bukannya pendarahan.
Ketika pendarahan dari luka tiba-tiba terjadi, trombosit berkumpul di
luka dan berusaha untuk memblokir aliran darah. Mineral kalsium,
vitamin K, dan protein yang disebut fibrinogen membantu trombosit
membentuk gumpalan trombosit. Bekuan mulai terbentuk ketika darah
terkena udara. Trombosit merasakan kehadiran udara dan mulai pecah.
Mereka bereaksi dengan fibrinogen untuk mulai membentuk fibrin,
yang menyerupai benang kecil. Benang fibrin kemudian mulai
membentuk mesh web seperti itu perangkap sel-sel darah di dalamnya.
Ini lubang sel darah mengeras karena mengering, membentuk bekuan,
atau Keropeng.
Kalsium dan vitamin K harus hadir dalam darah untuk mendukung
pembentukan bekuan. Jika darah yang kurang gizi ini, maka akan
memakan waktu lebih lama dari biasanya untuk darah untuk membeku.
Jika nutrisi ini hilang, Anda bisa mati kehabisan darah. Diet sehat
harus menyediakan sebagian besar orang dengan cukup vitamin dan
mineral, tetapi suplemen vitamin terkadang diperlukan. Keropeng

37

adalah suatu bekuan darah eksternal yang kita bisa melihat dengan
mudah, tetapi ada juga pembekuan darah internal. Sebuah memar, atau
tanda hitam dan biru, adalah hasil dari gumpalan darah. Kedua
keropeng

dan

memar

adalah

gumpalan

yang

menyebabkan

penyembuhan. Beberapa gumpalan bisa sangat berbahaya. Bekuan


darah yang terbentuk di dalam pembuluh darah dapat mematikan
karena menghambat aliran darah, memotong pasokan oksigen. Stroke
adalah hasil dari gumpalan dalam arteri otak. Tanpa pasokan oksigen,
otak tidak dapat berfungsi normal. Jika aliran oksigen rusak,
kelumpuhan, kerusakan otak, hilangnya persepsi sensorik, atau bahkan
kematian dapat terjadi.
2.3 Hubungan derajat DBD dengan nilai trombosit
WHO (2011) telah memberikan kriteria derajat DBD baik secara klinis
maupun laboratorium. Parameter laboratorium yang dijadikan acuan adalah
kadar trombosit dan hematokrit. Kadar hematokrit dan trombosit adalah
parameter untuk menilai kondisi klinis penderita dan sebagai acuan dalam
penatalaksanaan DBD pada anak. Penelitian Syumarta (2013) menyatakan
trombosit berhubungan dengan derajat klinik DBD, semakin rendah
trombosit semakin berat derajat kliniknya. Penelitian Gunawan (2010)
menyatakan Platelet Distribution Widthdan dan Mean Platelet Volume dapat
digunakan sebagai prediktor progresivitas dan derajat klinis dari DBD.
Penelitian Valentino juga menyebutkan terdapat hubungan bermakna antara
jumlah trombosit dan jumlah leukosit dengan derajat klinik infeksi dengue,
sehingga jumlah trombosit dan jumlah leukosit dapat dipertimbangkan untuk
membantu menentukan derajat klinik infeksi dengue.
2.4 Kerangka Konsep Penelitian

TANDA DAN
GEJALA DBD

PEMERIKSAAN DERAJAT
KLINIS DBD
PEMERIKSAAN TROMBOSIT

38

Keterangan:
: tidak diteliti
: variabel yang diteliti
: hubungan yang mempengaruhi
Gambar 2.1: Skema kerangka konsep penelitian hubungan antara derajat
klinis DBD dengan penurunan jumlah trombosit pada anak
yang mengalami DBD yang dirawat di ruang Dahlia RSUD
dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
2.5 Hipotesis
Ada hubungan antara derajat klinis DBD dengan penurunan jumlah trombosit
pada anak yang mengalami DBD yang dirawat di ruang Dahlia RSUD
dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas

Anda mungkin juga menyukai