Sahya Husein
Mahasiswa Pascasarjana UIN Maliki Malang
Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Program Magister
Abstak
Dalam berbahasa, manusia tidak bisa lepas dari peran otak sebagai
organ sentral dan vital dalam memproduksi bahasa. Otak terbagi menjadi
beberapa bagian di mana setiap bagian tersebut memiliki fungsi masingmasing dalam proses berbahasa seseorang. Dengan demikian, jika terjadi
gangguan pada otak, maka tentu saja akan berakibat terjadinya
gangguan pada proses berbahasa. Salah satu gangguan berbahasa akibat
adanya kerusakan otak disebut afasia. Penyakit afasia ini terdiri dari
beberapa jenis dengan tingkat keparahan dan lokasi kerusakan yang
berbeda-beda. Semua jenis afasia menimbulkan gangguan pada proses
berbahasa, baik itu proses produktif maupun reseptif. Namun tidak semua
afasia memiliki dampak pada kedua proses berbahasa sekaligus secara
signifikan. Ada kalanya hanya berdampak pada proses produktif, atau pun
sebaliknya.
Kata kunci: Afasia, Proses berbahasa, Gangguan berbahasa
I. Pendahuluan
Bahasa merupakan anugerah luar biasa yang diberikan Allah SWT
dalam keidupan ini. Dengan bahasa, manusia dapat mengungkapkan
segala tujuan dan perasaannya, sehingga terjalinlah komunikasi, interaksi,
dan kasih-mengasihi. Tidak hanya manusia, pada hakikatnya semua
makhluk di alam ini berbahasa, hanya saja tidak semuanya dapat
dipahami oleh manusia, dan hanya Tuhan yang tahu hakikatnya. Allah
pun, dalam menyampaikan firman-Nya juga menggunakan piranti bahasa,
yaitu Bahasa Arab, sehingga semua kalam-Nya dapat dipahami oleh umat
manusia.
Bahasa dan manusia adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan.
Bahasa tanpa manusia bagaikan sayap tanpa burung, dan manusia tanpa
bahasa bagiakan burung tanpa sayap. Sehingga keduanya merupakan
satu kesatuan yang menjadikan manusia itu ada, karena pada
gangguan
berbahasa
atau
komunikasi
akibat
cidera
atau
bahasa, atau saat proses memproduksi bahasa. Kerusakan pada otak ini
dapat terjadi di semua bagian otak, sehingga afasia pun memiliki banyak
macam nama dengan dampak yang berbeda-beda pula. Karena begitu
banyaknya bahasan tentang afasia, hingga muncul ilmu yang khusus
mengkaji penyakit ini, yaitu afasiologi.
Dalam pembahasan berikut ini akan dikupas berbagai jenis afasia
dan implikasinya dalam proses berbahasa. Namun sebelumnya akan
dibahas tentang otank dan bagian-bagiannya berkenaan dengan fungsi
berbahasa.
II. Sekilas tentang otak manusia dan bahasa
Salah satu bidang kajian interdisipliner dalam ilmu linguistic dan
ilmu kedokteran yang mengkaji hubungan antara otak manusia dengan
bahasa adalah neurolinguistik.. Pada awalnya orang beranggapan bahwa
otak itu bekerja sebagai satu organ tanpa ada bagian-bagiannya. Hingga
pada awal 1800, dr. Frans Joseph Gall mengemukakan bahwa otak
bukanlah satu organ tanpa bagian-bagian, melainkan terdiri atas bagianbagian yang masing-masing memunyai fungsi tertentu.1[1]
Hubungan antara bahasa dan otak pada awalnya ditengarai dari
adanya
kerusakan
pada
otak
yang
mempengaruhi
kemampuan
berbahasa. Hal ini dikemukakan oleh Edwin Smith, ilmuwan Amerika yang
menemukan
lembar papirus pada tahun 1862 yang menyebutkan adanya 48 kasus yang terjadi pada tahun
3000 SM. Kasus ke-22 menjelaskan tentang kerusakan otak akibat cidera kepala yang
mengakibatkan hilangnya kemampuan berbicara. Inilah yang pada akhirnya disebut dengan
afasia.2[2]
Otak manusia terbagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer kanan
dan hemisfer kiri. Pandangan lama mengatakan bahwa ihwal kebahasaan
seseorang itu ditangan oleh hemisfer kiri, hingga sekarang pandangan ini
banyak dianut orang, dan memang banyak benarnya. Penelitian Wada
(1949) yang memasukkan cairan ke kedua hemisfer menunjukkan bahwa
bila hemisfer kiri yang ditidurkan maka terjadilah gangguang wicara.
Begitu juga dengan dichotic listening test yang dilakukan Kimura (1961),
ia memberikan input kata da pada telingan kiri, dan ba pada telinga kanan
secara simultan. Hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa input ke
telinga kanan jauh lebih akurat dari pada yang lewat telinga kiri 3[3]. Perlu
diketahui bahwa antara bagian otak dan bagian tubuh seseorang itu
berhubungan secara berlawan, artinya, aktivitas yang terjadi di tubuh
bagian kanan, maka akan berhubungan dengan otak bagian kiri, begitu
sebaliknya.
Dari hasil operasi hemispherectomy - operasi di mana satu hemisfer
di ambil dalam rangka mencegah epilepsi- terbukti juga bahwa bila
hemisfer kiri yang diambil maka kemampuan berbahasa orang itu
menurun drastis. Sebaliknya, bila yang diambil hemisphere kanan, orang
tersebut masih bisa bicara, namun tidak sempurna. Kasus-kasus tersebut
menunjukkan bahwa anggapan bahwa hemisfer kiri adalah hemisfer
bahasa secara mutlak tidak benar, karena hemisfer kanan pun juga ikut
berperan.
Kedua
hemisfer
ini
bekerjasama
mengolah
informasi
karena
akan
berakibat
berkurangnya
atau
hilangnya
1. Proses produktif
Proses
produksi
berbahasa
adalah
kemampuan
seseorang
dalam
reseptif
atau
proses
penerimaan,
perekaman,
dan
Yang termasuk dalam proses reseptif adalah proses pengenalan bentukbentuk ujaran atau tulisan, proses identifikasi dan proses pemahaman
amanat yang disampaikan. Adapun faktor yang mempengaruhi proses
reseptif ini bisa bersifat neurologis, psikis, dan juga sosial.
Adapan tahapan pada proses reseptif adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
umumnya,
mengakibatkan
kerusakan
munculnya
pada
gangguan
hemisfer
kiri
berbahasa.10[10]
otak
akan
Inilah
yang
9[9] Rohmani Nur Indah, artikel Proses Pemerolehan Bahasa: dari Kemampuan
hingga Kekurangmampuan Berbahasa
10[10] Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Memahami Asas Pemerolehan
Bahasa (Kuala Lumpur: PTS Profesional Publishing, 2007), 180
11[11] http://scientificpsychopad08.files.wordpress.com/2011/12/3-aphasia.pdf
Pengertian
afasia
akan
menjadi
spesifik
jika
telah
masuk
pada
tampak
pada
ketidakmampuan
penderita
dalam
15
[15] Tidak
hanya kata benda, tetapi juga kata sifat dan bagian deskriptif bicara lain.
Fungsi suatu objek mungkin bisa diuraikan, tapi namanya dilupakan. 16[16]
d. Afasia konduksi
Afasia
konduksi merupakan
berdampak
kerusakan
pada arcuate
dari daerah
fasciculus,
Wernicke ke daerah
Broca. Gejala kerusakan ini, pertama karena informasi leksikal dari daerah
Wernicke tidak dapat dipindahkan ke daerah Broca, sehingga ujarannya
secara semantis tidak
padu
(tidak
koheren).17[17]
Oleh
karena
itu
Jenis
o.
afasia
Dampak
1.
Afasia
Broca
2.
Afasia
Wernicke
3.
Afasia
anomik
4.
Afasia
konduksi
5.
Afasia
global
Artikulasi tidak
bagus, kesulitan
dalam berbicara
(terbata-bata),
kalimat yang
diucapkan
sederhana dan
tanpa tata bahasa
Lancar berbicara
namun
perkataannya
tanpa makna dan
sulit dipahami,
sulit memahami
perkataan orang
lain
Memahami fungsi
suatu objek,
namun tidak dapat
menyebutkan
nama objek
tersebut
Ujarannya secara
semantis tidak
padu, tidak dapat
mengulangi
perkataan yang
baru saja diberikan
kepadanya
Bisa terjadi
kelumpuhan,
sangat sulit
berbicara dan
menulis, sulit
memahami
perkataan orang
lain.
produktif
Rancangan
komponen
atau konsituen
gramatikal,
pengucapan
program
artikulasi
Rancangan
membentuk
kalimat,
rancangan
komponen
gramatikal
Reseptif
Decode
gramatikal,
decode
semantik
Rancangan ide
Rancangan
membentuk
kalimat,
rancangan
komponen
gramatikal
Rancangan
membentuk
kalimat,
rancangan
komponen
gramatikal,
rancangan
program
artikulasi,
pengucapan
artikulasi
Decode
gramatikal,
decode
semantik
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pada setiap jenis afasia
memiliki dampak berbeda pada proses berbahasa, baik itu dari aspek
produktif maupun reseptif.
stiap jenis afasia pasti memilki dampak pada aspek produktif berbahasa,
hanya saja tingkat kompleksitasnya berbeda, tergantung bagaimana
karakteristik dampak yang dialami penderita,
memiliki dampak paling kompleks adalah afasia global atau total, karena
afasia ini disebabkan adanya kerusakan pada banyak bagian otak,
sehingga dampaknya pun juga lebih banyak. Hampir semua proses
produktif dan reseptif berbahasa terganggu akibat afasia global ini.
Afasia yang memiliki dampak cenderung sedikit adalah afasia
anomik, walaupun demikian, afasia ini sangat menghambat dalam proses
berbahasa. Lawan bicara akan sulit memahami maksud yang akan
diungkapkan penderita afasia ini. Karena penderita afasia ini mengerti
fungsi suatu objek, tapi tidak dapa menyebutkan nama objek tersebut.
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa setiap afasia memilki
dampak pada aspek produktif, namun tidak semua memilki dampak pada
aspek reseptif. Dalam pembahasan ini penulis lebih menekankan pada
tingkat signifakansi dari setiap dampak yang ditimbulkan akibat afasiaafasia tersebut, sehingga jika diteliti lebih dalam, mungkin setiap afasia
tersebut memilki dampak pada aspek produktif dan juga reseptif.
VI. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat
beberapa jenis afasia. Setiap afasia memilki dampak klinis dan linguistik
yang berbeda-beda dengan tingkat keparahan yang berbeda pula. Dari
sisi linguistik atau atau kebahasaan, afasia berimplikasi langsung pada
proses berbahasa, baik itu proses produktif maupun reseptif. Afasia dapat
menyebabkan penderitanya susah berbicara atau menyusun kata-kata
dan dapat pula menyebabkan penderitanya sulit memahami perkataan
orang lain. Sehingga dengan demikian afasia menyebabkan proses
produktif dan reseptif berbahasa terganggu atau tidak berjalan dengan
maksimal. Namun tidak semua afasia memiliki dampak pada kedua proses
[1]
[2]
22
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
http://scientificpsychopad08.files.wordpress.com/2011/12/3aphasia.pdf
32
[12] Ahmad H. Asdie, Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam,
(Jakarta: EGC, 1999), 185
33
[13] Soenjono Dardjowidjojo, 181
34
[14] Ibid, 181
35
[15] Ibid, 182
36
[16] Ahmad H. Asdie, 188
37
[17] http://id.wikipedia.org/neurolinguistik
38
[18] Soenjono Dardjowijojo, 182
39
[19] Ibid, 182
40
[20] Ahmad H. Asdie, 185
31
[11]
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40