NIM : 04011281320033
Kelas : PSPD A 2013
ANALISIS MASALAH
Apa penyebab dan bagaimana mekanisme badan lemah dan mudah lelah?
Penyebab dari kelemahan dan mudah lelahnya pasien lupus merupakan akibat dari
banyak faktor, antara lain kualitas tidur yang buruk, depresi, kecemasan, hingga anemia
yang banyak dialami pasien lupus. Pasien lupus cenderung lama untuk jatuh tertidur, dan
juga mempunyai waktu tidur yang lama, ini menghasilkan pola tidur yang buruk dan
berkontribusi terhadap fatigue yang dialami Tn. RS. Selain itu pada penyakit-penyakit
kronik inflamatori salah satunya SLE terjadi peningkatan produksi reactive oxygen
species (ROS), yang selain dihasilkan karena adanya disfungsi mitokondria pada sel
tubuh, ternyata mitokondria juga merupakan target dari ROS yang dihasilkannya tersebut.
Telah diketahui bahwa mitokondria berperan pennting dalam homeostasis energi,
signaling selular, dan apoptosis selular. Sebanyak 90% dari energi seluler dihasilkan di
mitokondria dalam bentuk ATP. Kondisi kronik inflamatory pada SLE juga menginduksi
pembentukan sitokin proinflamasi antara lain IL-1, TNF-, IL-1, IL-6 yang
mempengaruhi sistem saraf pusat dan menghasilkan sickness behaviour. Anemia yang
dialami Tn. RS juga mengakibatkan tranport oxygen menuju sel sel tubuh menjadi lebih
lambat sehingga, banyak sel tubuh yang mengahasilkan asam laktat melalui respirasi
anaerob yang berujung pada kondisi kelelahan, dan mudah lelah.
Bagaimana Interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik?
Keaadaan
umum
Kesadaran
Tekanan
darah
RR
PR
Suhu
Rambut kepala
Konjungtiva
Data pada
kasus
Tampak
Sakit
Sedang
Compos
Mentis
120/80
mmHg
20x/menit
92x/menit
36,8 C
Nilai normal
Interpretasi Mekanisme
Tampak
tidak Abnormal
sakit, normal
Compos mentis
Normal
120/80 mmHg
Normal
16-24 x/menit
60-100x/menit
36,5-37,5 C
Normal
Normal
Normal
Interpretasi Mekanisme
Pucat (+)
Abnormal
Pucat (-)
Abnormal
Palpebra
Sklera
Sub-Ikterik
Ikterik (-)
Muka
Abnormal
Abnormal
Mulut
Jantung
Paru
Ulserasi (+)
dan Dalam
Batas
Normal
Abdomen
Asites
Tungkai
Edema
Ulserasi (-)
Dalam
Normal
Asites (-)
Edema (-)
Abnormal
Batas Normal
Abnormal
Faktor Genetik
Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal sehingga timbul produk
autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan genetik untuk menderita SLE telah
ditunjukkan oleh studi yang dilakukan pada anak kembar. Sekitar 2-5% anak kembar
dizigot berisiko menderita SLE, sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya
SLE adalah 58%. Risiko terjadinya SLE pada individu yang memiliki saudara dengan
penyakit ini adalah 20 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi umum. Studi
mengenai genome telah mengidentifikasi beberapa kelompok gen yang memiliki korelasi
dengan SLE. MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas II khususnyaHLA- DR2
(Human Leukosit Antigen-DR2), telah dikaitkan dengan timbulnya SLE. Selain itu,
kekurangan pada struktur komponen komplemen merupakan salah satu faktor risiko
tertinggi yang dapat menimbulkan SLE. Sebanyak 90% orang dengan defisiensi C1q
homozigot akan berisiko menderita SLE. Di Kaukasia telah dilaporkan bahwa defisiensi
varian S dari struktur komplemen reseptor 1, akan berisiko lebih tinggi menderita SLE.
2. Faktor Imunologi
Pada LE terdapat beberapa kelainan pada unsur-unsur sistem imun, yaitu :
a. Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen
Presenting Cell) akan memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada
penderita lupus, beberapa reseptor yang berada di permukaan sel T
mengalami perubahan pada struktur maupun fungsinya sehingga
pengalihan informasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini
menyebabkan reseptor yang telah berubah di permukaan sel T akan
salah mengenali perintah dari sel T.
b. Kelainan intrinsik sel T dan sel B
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T dan sel B
akan teraktifasi menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang memiliki
reseptor untuk autoantigen dan memberikan respon autoimun. Sel T
dan sel B juga akan sulit mengalami apoptosis sehingga menyebabkan
produksi imunoglobulin dan autoantibodi menjadi tidak normal.
c. Kelainan antibodi
Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE, seperti
substrat antibodi yang terlalu banyak, idiotipe dikenali sebagai antigen
dan memicu limfosit T untuk memproduksi autoantibodi, sel T
mempengaruhi terjadinya peningkatan produksi autoantibodi, dan
kompleks imun lebih mudah mengendap di jaringan.
3. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya LE. Beberapa studi
menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupus dan tingkat estrogen yang tinggi.
Studi lain juga menunjukkan bahwa metabolisme estrogen yang abnormal dapat
dipertimbangkan sebagai faktor resiko terjadinya SLE.
4. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang bereaksi dalam tubuh
dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor lingkungan tersebut terdiri dari:
a. Infeksi virus dan bakteri
b.
c.
d.
Most of the solar radiation reaching the earth is in the IR, visible, and near-UV regions;
far-UV wavelengths (200-300 nm) are almost completely absorbed by the ozone layer in
the stratosphere. Ozone concentration and other atmospheric conditions, the sun's zenith
angle, the altitude above sea level, and other factors make the destructive effects
ofsunlight highly variable. The presence of a photoactivated clastogenic agent in SLE
patients provides an explanation of why these subjects are sensitive to sunlight and show
an aggravation oftheir condition after exposure and appearance of typical skin lesions for
which the use of sunscreens has been recommended.