Anda di halaman 1dari 3

TUGAS REVIEW TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUIDA DAN SEMISOLIDA

PUTRI KHAIRUNNISA
132210101034

BAGIAN FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2016
Emulsifier adalah bahan yang berfungsi untuk menurunkan tegangan antar muka
antara minyak dan air dan mencegah fase terdispersi berkumpul. Emulsifier dengan ukuran
mikro merupakan emulsifier yang paling banyak digunakan dalam industri makanan dan
farmasi. Molekul ini dapat diserap dengan cepat ke dalam fase permukaan untuk mengurangi
tegangan antar muka dan mencegah terbentuknya droplet selama proses homogenisasi. Salah

satu contoh emulsifier adalah polisorbat dan ester sukrosa. Dalam penelitian jurnal ini
melihat efek dari polisorbat dan ester sukrosa terhadap sifat fisika kimia nanodispersi
Astaxanthin.
Polisorbat dan ester sukrosa merupakan emulsifier non ionik. Emulsifier dapat
menstabilkan emulsi dan dispersi melalui mekanisme elektrostatik atau sterik. Emulsifier non
ionik tidak mempengaruhi stabilitas elektrostatik tetapi merupakan stabilisator sterik yang
sangat baik. Polisorbat dan ester sukrosa bersifat biodegradabel, tidak beracun, tidak
mengiritasi kulit dan ramah lingkungan. Berbagai jenis emulsifier menunjukkan karakteristik
yang berbeda selama proses homogenisasi yaitu tingkat adsorpsi ke partikel, pengurangan
maksimal dalam tegangan antar muka dan efektivitas membran antarmuka mencegah
oksidasi, kelarutan dalam fase air dan stabilitas termal.
Hidrofilitas dari emulsifier dapat diukur dari nilai HLB. Emulsifier dengan nilai HLB
dari 3,5-6 paling cocok untuk emulsi air dalam minyak (W / O), dan emulsifier dengan nilainilai HLB 8-18 paling cocok untuk emulsi minyak dalam air (O / W). Nilai HLB Emulsifier
sangat tergantung pada kandungan monoester. Jika kandungan monoester besar makan nilai
HLB lebih tinggi. Nilai HLB juga tergantung pada panjang rantai (s) dari asam lemak yang
melekat pengemulsi. Rantai asam lemak yang pendek menyebabkan nilai HLB tinggi. Dari
hasil penelitian didapatkan penggunaan polisorbat dan ester sukrosa menghasilkan partikel
nanodispersi rata-rata antara 70 dan 170 nm. Oleh karena itu, hasil ini menegaskan bahwa
menggunakan emulsifier nonionik dapat menghasilkan nanodispersion astaxanthin dengan
partikel diameter dalam kisaran nanometer. Polisorbat 20 menghasilkan ukuran partikel yang
terkecil. Tidak ada perbedaan penggunaan antara polisorbat 60 dengan polisorbat 80 karena
memiliki nilai HLB yang relatif sama. Emulsifier dengan HLB yang besar dapat
menstabilkan partikel dalam emulsi O / W lebih efisien dan cepat, sehingga mengakibatkan
partikel yang lebih kecil.
Nilai PDI menunjukkan lebar distribusi diameter partikel. Nilai PDI yang kecil
menunjukkan distribusi diameter partikel yang sempit. Ester sukrosa memiliki nilai PDI lebih
rendah dari polisorbat. Ini dapat dikaitkan dengan efisiensi jebakan ester sukrosa yang tinggi
serta konsentrasi misel kritis yang lebih tinggi daripada polisorbat yang dapat meningkatkan
nanodipsersi astaxanthin dan menurunkan tingkat produksi emulsifier misel.
Degradasi astaxanthin jauh lebih tinggi pada Polysorbat80 dan lebih stabil
dibandingkan yang lain. Kehadiran asam lemak tak jenuh (asam oleat) dalam struktur
emulsifier ini merupakan penyebab konsentrasi astaxanthin lebih rendah. Di antara semua

nanodispersions, sukrosa stearat menunjukkan kandungan astaxanthin tertinggi dan stabilitas


kimia yang baik. Kehilangan astaxanthin untuk Polysorbate 20 dan Nanopartikel L-1695stabil tidak berbeda secara signifikan (p <0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis emulsifier yang digunakan mempengaruhi
sifat fisikokimia nanodispersion astaxanthin yang dihasilkan. Emulsifier dengan nilai HLB
tinggi (hydrophilicities lebih tinggi) dan rantai asam lemak pendek, nanodispersi yang
dihasilkan memiliki diameter partikel yang lebih kecil. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa adanya asam lemak tak jenuh dalam struktur emulsifier menyebabkan peningkatan
degradasi astaxanthin dalam pembentukan nanodispersi.
Dalam jurnal lainnya dilakukan penelitian terhadap pengaruh penggunaan surfaktan
ester sukrosa dengan perbedaan kondisi penyimpanan dalam pembuatan nano-emulsi
Swietenia Macrophylla Oil. Penggunaan jenis surfaktan yang berbeda dalam formulasi ini
mempengaruhi hasil nanoemulsi yang terbentuk. Pada formulasi pertama digunakan
campuran (minyak, sucrose laurate, dan glycerol), formulasi kedua (minyak, sucrose
palmitate, dan glycerol), dan formulasi ketiga (minyak, sucroe oleate dan glycerol). Sifat
emulsi terbaik ditunjukan oleh sucrose laurate serta memiliki sifat miscibility terbaik
dibanding sucrose palmitate dan sucrose oleate.
Pada proses pembuatan emulsi, pemanasan akan mengubah sifat karakteristik
molekuler dari surfaktan. Ester sukrosa merupakan surfaktan non-ionik dengan gugus kepala
hidrofil yang akan semakin terdehidrasi jika terjadi proses pemanasan, sehingga molekul
dapat mengalami perubahan pada tegangan permukaan, pengemasan, kelarutan minyak/air
selama pemanasannya. Sehingga apabila terjadi penurunan energi kinetik barrier akan mudah
terbentuk microemulsi atau nanemulsi.
Nilai HLB untuk sucrose laurate sebagai surfaktan non-ionik memberikan nilai HLB
yang tinggi sesuai dalam pembentukan nano-emulsi dengan ukuran droplet yang kecil,
kestabilan tinggi dan keseragaman ukuran yang sesuai. Sedangkan temperatur penyimpanan
memiliki pengaruh terhadap ukuran droplet, PDI, serta zetapotensialnya. Apabila
penyimpanan pada temperatur yang tidak sesuai, maka ukuran droplet dari emuulsi akan
meningkat dan mempengaruhi nilai PDI serta dapat mengalami pemisahan dilihat dari
besarnya zetapotensial. Pada temperatur 4C dapat menjaga sediaan tetap stabil baik dilihat
dari ukuran droplet, PDI, maupun zetapotensialnya.

Anda mungkin juga menyukai