Anda di halaman 1dari 3

PANDUAN PRAKTIK

KLINIS

ALERGI OBAT
No. Dokumen

Tanggalterbit

No. Revisi

Halaman

..
1/1
Ditetapkan
Direktur Utama

.
Reaksi terhadap obat mencakup semua reaksi tubuh terhadap obat,
PENGERTIAN

tanpa memperhitungkan mekanisme dasarnya. Hipersensitifitas


terhadap obat diartikan sebagai respon imun terhadap obat pada
orang yang telah tersensitisasi sebelumnya. Alergi obat adalah
reaksi imunologis dengan gejala klinis akibat reaksi imun yang
dimediasi oleh IgE. Reaksi terhadap obat dapat diklasifikasikan
berdasarkan ada tidaknya mekanisme imunologik. Mayoritas (7580%) reaksi obat disebabkan oleh mekanisme non-imunologik
yang dapat diprediksi yaitu berdasarkan efek samping yang sudah
diketahui atau efek farmakologik, dan farmakokinetik. Hanya 510% dari keseluruhan reaksi dari obat berdasarkan reaksi
hipersensitivitas tipe I (IgE terlibat). Reaksi hipersensitivitas
terhadap obat harus dipikirkan pada pasien yang datang dengan
gejala alergi yang umum seperti anafilaksis, urtikaria, asma, serum
sickness like symptoms, ruam kulit, infiltrat pada paru dengan
eosinofilia, hepatitis, nefritis interstitiil akut dan lupus like
syndrome.
Reaksi alergi obat harus dicurigai pada pasien yang mengalami
erupsi kutaneus simetris mendadak setelah mengkonsumsi obat
tertentu. Obat yang umumnya sering dilaporkan menyebabkan
alergi adalah golongan penisilin, sulfa, salisilat dan pirazolon. Obat
lain yang sering pula dilaporkan adalah analgetik lain (asam
mefenamat), sedatif (terutama luminal), trankuilizer (fenotiazin,
fenergen, klorpromazin, meprobamat), dan antikonvulsan (dilantin,
mesantoin, tridion). Latar belakang atopi meningkatkan risiko
reaksi hipersensitivitas tipe cepat terhadap obat menjadi lebaih
berat atau parah. Faktor risiko yang paling penting terletak pada
properti kimiawi dan berat molekul dari obat tersebut. Semakin
berat molekul dan semakin kompleks struktur obat maka akan
semakin imunogenik seperti antisera heterolog, streptokinase dan

insulin. Pemberian terapi secara kontinyu (berkelanjutan) dan


dalam jangka waktu lama lebih sedikit menimbulkan sensitisasi
dibandingkan pemberian secara frekuensi dan intensitten.
1.
ANAMNESIS

Riwayat seluruh obat yang diresepkan maupun obat bebas yang


diminum dalam 1 bulan terakhir termasuk tanggal pemberian
dan dosis.

2.

Riwayat obat yang pernah didapat selama ini dan reaksi


terhadap pengobatan tersebut.

3.
1.
PEMERIKSAAN
FISIK

Riwayat atopi dalam keluarga


Evaluasi dan tanda reaksi tipe cepat deteksi kegawatan
berdasarkan keadaan umum pasien

2.

Evaluasi tanda bahaya

penting seperti ancaman syok

kardiovaskular, termasuk urtikaria, edema jalan napas atau


laring, suara napas mengi dan hipotensi
3.

Demam, lesi membran mukosa, limfadenopati, nyeri dan


bengkak sendi

4.

Pemeriksaan fisik paru

5.

Pemeriksaan

kulit

secara

cermat

dan

akurat

dalam

mendeskripsikan tampilan dan distribusi lesi kulit yang terjadi.


Atas dasar riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang jelas
KRITERIA
DIAGNOSIS

Kriteria reaksi hipersensitivitas obat adalah :


1.

Gejala pada pasien konsisten dengan reaksi imunologis obat

2.

Pasien mendapat obat yang diketahui dapat menimbulkan


gejala tersebut

3.

Waktu antara pemberian obat dan munculnya gejala konsisten


dengan reaksi terhadap obat

4.

Penyebab lain gambaran klinis ini sudah disingkirkan

5.

Data laboratorium menunjang mekanisme imunologik yang


dapat menimbulkan reaksi obat (tidak selalu dapat dilakukan)

DIAGNOSIS KERJA

DIAGNOSIS
BANDING

Alergi obat

Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis)

Erythema Multiforme

1. Darah tepi, LED, CRP


PEMERIKSAAN
PENUNJANG

2. Coombs test
3. Patch test

TERAPI

4. RAST (radioallergosorbent test)


1. Penghentian obat yang dicurigai, digunakan obat pengganti
yang memiliki struktur kimia berbeda
2. Apabila terjadi syok anafilaksis ditatalaksana sesuai pedoman

tatalaksana anafilaksis

1. Edukasi untuk menghindari obat yang dicurigai sebagai


EDUKASI

penyebab alergi
2. Penyuluhan kepada orang tua tentang perjalanan penyakit
alergi obat dan cara pencegahannya agar tidak teruang
Ad vitam = dubia ad bonam

PROGNOSIS

Ad sanationam = dubia ad bonam


Ad fungsionam = ad bonam

TINGKAT EVIDENS

Diagnosis

: I / II/ III/ IV

(referensi no 1 ,2,dan 3)

Terapi

: I / II/ III/ IV

(referensi no 1,2 dan 3)

PANDUAN PRAKTIK
KLINIS

ALERGI OBAT
No. Dokumen

INDIKATOR MEDIS

No. Revisi

Halaman

..
1/2
Sembuh : apabila gejala klinis hilang, tidak adanya komplikasi
berat
1. Executive

summary

of

disease

management

of

drug

hypersensitivity: a practice parameter, joint task force on


practice parameters. The American academy of allergy, asthma
and immunology, and the joint council of allergy, asthma and
immunology. Ann Allergy Asthma Immunol.1999;83:665-700
2. Akib AAP, Takumansang DS, Sumadiono, Satria CD. Alergi
KEPUSTAKAAN

obat. Dalam: Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N, penyunting.


Buku

Ajar

Alergi-Imunologi

Anak.Jakarta:BP-

IDAI:2008.h.294-306
3. Solensky R, Khan DA. Drug allergy: an updated practice
parameter. The American Academy of Allergy, Asthma and
Immunology. Ann Allergy Asthma Immunol. 2010;105:273e178

Anda mungkin juga menyukai