Anda di halaman 1dari 28

STATUS ILMU PENYAKIT BEDAH

SMF BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
LONG CASE
Nama Mahasiswa

Giovanno Rachmanda Maulana

NIM

030.08.110

Dokter Pembimbing

dr. Harinto, Sp.B

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap

: Tn. LAP

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 30 Tahun

Suku bangsa

: Jawa

Status perkawinan

: menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: pekerja swasta

Pendidikan

: SMA

Alamat

: Jl.Lubang Buaya,
Tanggal masuk RS

: 3/02/13

Jakarta Timur

A. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis, tanggal 23 Februari 2013 pukul 09.00
Keluhan Utama:
Keluar cairan dari tempat luka operasi di pipi bagian bawah telinga kanan sejak 1
sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Keluhan Tambahan:
Gatal pada luka bekas operasi
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan keluar cairan dari bekas operasi pada pipi kanan sejak
1 hari lalu, operasi yang di lakukan adalah pengangkatan tumor kelenjar ludah pada pipi
kanan yang dilakukan pada tanggal 21 Januari 2013. Cairan yang keluar berwana bening
tidak ada darah, banyak. Cairan mengalir lewat lubang dari luka kemudia mengalir ke pipi
pasien setiap kali pasien makan. Tidak nyeri saat cairan tersebut keluar, yang terasa hanya
gatal yang makin lama makin sering timbulnya. Bekas luka bentuknya memanjang dari
bawah telinga kanan hingga ke dekat rahang kanan. Pendengaran yang berkurang pada kedua
telinga disangkal, riwayat pusing berputar disangkal, telinga suka berbunyi nging

disangkal, ada rasa mengganjal pada bagian mulut sebelah dalam,gangguan menelan
disangkal, nyeri saat menelan disangkal, gangguan pada gigi-geligi disangkal. Selama
memiliki benjolan tidak pernah ada keluhan wajah terasa baal atau sulit digerakkan,
gangguan dalam berbicara tidak pernah dikeluhkan.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Awalnya pasien mengeluh adanya benjolan pada pipi kanan dan pipi kirinya. Benjolan
tersebut sudah dimiliki oleh pasien sejak pasien berusia 18 tahun. Lalu pasien berobat ke
Rumah Sakit POLRI Jakarta yang kemudian kedua benjolan tersebut harus diangkat melalui
prosedur pembedahan pertama kalinya pada tahun 1990. Ternyata benjolan pada pipi kanan
timbul lagi membesar dan terasa gatal, sehinggi harus dilakukan pembedahan kedua kalinya
pada tahun 2004 di Rumah Sakit Proklamasi Jakarta. Tetapi pada saat pembedahan kedua
benjolan pada pipi kiri tidak ikut membesar. Akhirnya benjolan pada pipi kanan tersebut
membesar kembali dan terasa gatal yang kemudian dilakukan pembedahan yang ke 3 kalinya
di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih oleh dr.Harinto, Sp. B pada tanggal 21 Januari
2013.
Pasien menyangkal menderita diabetes melitus, asthma, penyakit jantung, ginjal, liver.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Di keluarga os tidak ada yang pernah mengalami hal seperti ini.Tidak ada yang yang
pernah memiliki riwayat tumor pada keluarga .Tidak ada yang memiliki riwayat alergi.Tidak
ada yang memiliki riwayat penyakit jantung.

Riwayat Kebiasaan:
Os merokok, tidak konsumsi alkohol, konsumsi kopi,
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum

: Tampak Sakit Ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 140/90 mmHg

Nadi

: 80x/menit
2

Suhu

: 36,2oC

Pernafasaan

: 18 x/menit

Keadaan gizi

: Baik

Tinggi Badan

: 165

cm

Berat Badan

: 54

kg

IMT

: 18,025 kg/m2

Sianosis

: Tidak ada

Udema umum

: Tidak ada

Kulit
Warna

: Sawo Matang

Efloresensi

:Tidakada

Jaringan Parut

: Pada pipi kanan

Pigmentasi

: Merata

Pertumbuhan rambut

: Merata

Lembab/Kering

: Lembab

Suhu Raba

: Hangat

Turgor

: Baik

Ikterus

: Tidak ada

Oedem

: Tidak ada

Lain-lain

: Tidak ada

Kelenjar Getah Bening


Submandibula

: Tidak teraba membesar

Supraklavikula

: Tidak teraba membesar

Lipat paha

: Tidak teraba membesar

Leher

: Tidak teraba membesar

Ketiak

: Tidak teraba membesar

Kepala
Ekspresi wajah

: Normal

Simetri muka

: Simetris

Rambut

: Hitam merata

Pembuluh darah temporal

: Teraba pulsasi

Mata
Exophthalamus

: Tidak ada

Kelopak

: Tidak oedemLensa

Konjungtiva

: Tidak anemis

Enopthalamus

: Tidak ada
: jernih
Sklera
3

Mulut
Bibir

: Normal

Tonsil

: T0 T0 tenang

Langit-langit

: Normal

Bau pernapasan

: tidak ada

Gigi geligi

: OH baik

Trismus

: tidak ada

Faring

: Tidak Hiperemis

Selaput lendir

: tidak ada

Lidah

: Licin, Atrofi papil (-)

Leher
Kelenjar Tiroid

: Tidak tampak membesar.

Kelenjar Limfe

: Tidak tampak membesar

Dada
Bentuk

: Simetris

Pembuluh darah

: Tidak tampak pelebaran pembuluh darah

Paru Paru
Pemeriksaan
Kiri
Inspeksi
Kanan
Kiri
Palpasi
Kanan
Kiri
Perkusi
Kanan
Kiri
Auskultasi
Kanan

Depan
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
- Fremitus taktil simetris
- Fremitus taktil simetris
Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
- Suara Nafas vesikuler

Belakang
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
- Fremitus taktil simetris
- Fremitus taktil simetris
Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
- Suara Nafasvesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)


- Suara Nafas vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)


- Suara Nafas vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)

- Wheezing (-), Ronki (-)

Jantung
Inspeksi

: Tidak tampak pulsasi iktus cordis

Palpasi

: Teraba iktus cordis pada sela iga V, 1 cm medial linea midklavikula kiri.

Perkusi

:Batas kanan : sela iga V linea parasternalis kanan.

Batas kiri

: sela iga V, 1cm sebelah medial linea midklavikula kiri.

Batas atas

: sela iga II linea parasternal kiri.


Batas bawah : sela iga V linea sternalis kanan

Auskultasi: Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Abdomen
4

Hati

: Tidak teraba membesar

Limpa

: Tidak teraba membesar

Ginjal

: Ballotement negatif, Nyeri ketok costovertebral negatif

Lain-lain

: Tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:

Tanggal : 19 januari 2013

Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Leukosit (WBC)
Hemoglobin (HGB)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
LED
HITUNG JENIS
Basofil
Eosinofil
Netrofil Batang
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit
KIMIA KLINIK
Glukosa darah sewaktu
FAAL HEMOSTASIS
Waktu perdarahan
Waktu pembekuan
GINJAL
Ureum
Kreatinin

Hasil

Satuan

Nilai Normal

6,4
14,1
44
232
5

Ribu/uL
g/dL
%
Ribu/uL
Mm/jam

4,5-13
12.8-16.8
35-47
154-442
0-20

2
5
0
73
15
5

%
%
%
%
%
%

0-1
2-4
3-5
50-70
25-40
2-8

84

mg/dL

<110

2,3
11

Menit
Menit

1-6
5-15

21
0,70

13-43
<1,2

Keterangan

dbn
dbn
Dbn

Dbn
Dbn
Dbn

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

RESUME
5

Tn LAP laki-laki berusia 30 tahun , datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan
keluar cairan bening encer dari bekas luka operasi di pipi kanan, rasa gatal ada, tidak nyeri,
keluar cairannya setiap makan dan tiduran ke kanan, luka tersebut didapat karena operasi
pengangkatan tumor kelenjar ludah yang ke 3 kalinya. Awalnya ada benjolan di pipi kanan
dan kiri kemuadian di operasi, benjolan pipi kanan membesar kembali, dan yang kiri tidak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital yaitu tekanan darah 140/90, nadi 80
x/menit, suhu 36,30C, RR 18 x/menit.pada pemeriksaan fisik di wajah bagian kanan di pipi
ada luka bekas operasi. Pada pemeriksaan laboratorium 19/12/12 pukul 20.00 didapatkan
Leukosit 6700 ribu/uL, Hemoglobin 14,9 g/dL, Hematokrit 43%, dan Trombosit 232
ribu/uL,glukosa darah sewaktu 84 mg/dL, waktu perdarahan waktu pembekuan 2,3 menit dan
11 menit, ureum / kreatinin 21/0,70.
RENCANA PENGELOLAAN
Tatalaksana pada pasien ini adalah dengan pengobatan operatif Paroidektomy
Pro : acc rawat inap
Non medikamentosa
1.
2.
3.
4.

Rawat inap
Bedrest total
Diet makanan lunak
Monitoring tanda vital

Medikamentosa

1. Ceftriaxon 2 x 1gr
2. Infus D10 % : Nacl 0,9% 2:2 24 tpm
3. Tradosic ampul / kolf
4. Transamin 2 x 1 ampul
5. Vit K 2 x 1 ampul

DIAGNOSIS KERJA
Tumor Parotis Residu Dextra
Dasar Diagnosis berdasarkan anamnesis, hasil laboratorium, dan pemeriksaan fisik:
1. Benjolan pada pipi kanan yang berulang setelah di operasi 2 kali
2. Pemeriksaan Rontgen dan CT Scan/MRI

DIAGNOSIS BANDING
a. Inflamasi:
1) Abses/sellulitis/reactive adenopathy
2) Benign lymphoepithelialcysts (AIDS)
3) Autoimun/Sjogren syndrome
b. Benign tumor :
1) Benign mixed tumor (pleomorphic adenoma)
2) Warthin tumor
3) Lipoma
c. Malignansi :
1) Mucoepidermoid carcinoma
2) Adenoid cystic carcinoma;
3) Non-Hodgkin lymphoma
4) Malignant mixed tumor;
5) Lainnya: acinar cell carcinoma, adenocarcinoma, squamouscell carcinoma
d. Metastasis:
1) Skin squamous cell carcinoma or melanoma
2) Breast orlung carcinoma
3) Nodal non-Hodgkin lymphoma

PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad functionam
Ad sanationam

: ad bonam
: ad bonam
: dubia ad malam

FOLLOW UP PASIEN
PERAWATAN HARI KE-1 (22 Januari 2013)
Subjektif:

Nyeri tempat operasi

Belum bisa menggerakkan rahang

Objektif:
KU

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos mentis


TD

: 140/90mmHg

Nadi

: 88 x/menit

RR

: 18 x/menit

Suhu

: 36,6 C
7

St.Lokalis : terdapat luka pada pipi kanan


Assesment :
Tumor Parotis Residu
Planning:
1. Ceftriaxon 2 x 1gr
2. Infus D10 % : Nacl 0,9% 2:2 24 tpm
3. Tradosic ampul / kolf
4. Transamin 2 x 1 ampul
5. Vit K 2 x 1 ampul
PERAWATAN HARI KE-2 (23 Januari 2013)
Subjektif :

Kadang masih nyeri di tempat operasi

Objektif:
KU

: Tampak Sakit Ringan

Kesadaran : Compos mentis


TD

: 100/60mmHg

Nadi

: 60x/menit

RR

: 12 x/menit

Suhu

: 36,8 C

Ekstremitas

: Akral hangat

Assesment :
Tumor Paotis Residu

TINJAUAN PUSTAKA
A.

ANATOMI KELENJAR PAROTIS


Kelenjar parotis adalah kelenjar saliva yang
berpasangan, berjumlah dua. Kelenjar parotis
merupakan kelenjar saliva yang terbesar. Masing-masing beratnya rata-rata 25 gram dan
bentuknya irregular, berlobus, berwarna antara hijau dan kuning (yellowish) terletak di
bawah

meatus

akustikus

eksternus

di

antara

mandibula

dan

muskulus

sternokleidomastoideus (Susan, 2005). Kelenjar parotis memiliki saluran untuk


mengeluarkan sekresinya yang dinamakan Stensens duct yang akan bermuara di mulut
dekat gigi molar 2; lokasi biasanya ditandai oleh papilla kecil.

Gambar 1. Kelenjar SalivaTampak lateral


Kelenjar parotis bentuknya bervariasi, jika dilihat dari lateral 50% berbentuk
segitiga, 30% bagian atas dan bawahnya membulat. Biasanya kelenjar parotis berbentuk
seperti piramida terbalik dengan permukaan-permukaannya sebagai berikut: permukaan
superior yang kecil, superficial, anteromedial, dan posteromedial. Bentuk konkav pada
permukaan superior berhubungan dengan bagian tulang rawan dari meatus akustikus
eksternus

dan

bagian

posterior

dari

sendi

temporomandibular.

Disini

saraf
9

auriculotemporal mempersarafi kelenjar parotis. Permukaan superfisialnya ditutup oleh


kulit dan fascia superficial yang mengandung cabang fasial dari saraf aurikuler, nodus
limfatikus parotis superficial, dan batas bawah dari platisma. (Susan dkk, 2005)

Gambar 2. Kelenjar parotisTampak lateral


Bagian anterior kelenjar berbatasan dengan tepi posterior ramus mandibula dan
sedikit melapisi tepi posterior muskulus masseter. Bagian posterior kelenjar dikelilingi
oleh telinga, prosesus mastoideus, dan tepi anterior muskulus sternokleidomastoideus.
Bagian dalam yang merupakan lobus medial meluas ke rongga parafaring, dibatasi oleh
prosesus stiloideus dan ligamentum stilomandibular, muskulus digastrikus, serta
selubung karotis. Di bagian anterior lobus ini terletak bersebelahan dengan bagian medial
pterygoideus. Bagian lateral hanya ditutupi oleh kulit dan jaringan lemak subkutaneus.
Jaringan ikat dan jaringan lemak dari fasia leher dalam membungkus kelenjar ini.
Kelenjar parotis berhubungan erat dengan struktur penting di sekitarnya yaitu vena
jugularis interna beserta cabangnya, arteri karotis eksterna beserta cabangnya, kelenjar
limfa, cabang auriculotemporalis dari nervus trigerninus dan nervus fasialis. (Susan dkk,
2005)

10

Gambar 3. Vaskularisasi Kelenjar Parotis


Vaskularisasi kelenjar parotis berasal dari arteri karotis eksterna dan cabang-cabang
di dekat kelenjar parotis. Darah vena mengalir ke vena jugularis eksterna melalui vena
yang keluar dari kelenjar parotis (Susan, 2005).
Nodul kelenjar limfe ditemukan pada kulit yang berada di atas kelenjar parotis
(kelenjar preaurikuler) dan pada bagian dari kelenjar parotis itu sendiri. Ada 10 kelenjar
limfatik yang terdapat pada kelenjar parotis, sebagian besar ditemukan pada bagian
superficial dari kelenjar di atas bidang yang berhubungan dengan saraf fasialis. Kelenjar
limfe yang berasal dari kelenjar parotis mengalirkan isinya ke nodus limfatikus servikal
atas (Susan, 2005).

Gambar 4. Kelenjar Parotisdan Nervus Facialis

11

Persarafan kelenjar parotis oleh saraf preganglionic yang berjalan pada cabang
petrosus dari saraf glossopharyngeus dan bersinaps pada ganglion otikus. Serabut
postganglionic mencapai kelenjar melalui saraf auriculotemporal (Susan, 2005).
Kelenjar sublingualis dan submandibularis merupakan kelenjar campuran,
keduanya terdiri dari bagian kelenjar yang serosa dan mukosa. Kelenjar parotis hampir
seluruhnya terdiri dari elemen serosa. Dalam keadaan istirahat kelenjar submandibula
menghasilkan kurang lebih dua pertiga jumlah liur, dan kelenjar parotis memberikan
kurang lebih sepertiga jumlah liur.

Gambar 3. Kelenjar Sublingualis


Respon air liur terhadap rangsangan tergantung pada refleks saraf yang dibawa

oleh sistim saraf parasimpatis. Saraf parasimpatis kelenjar parotis terdapat pada nukleus
salivatorius inferior. Serat-seratnya meninggalkan otak melalui saraf glossofaringeal
dan melalui telinga tengah, melintasi promontorium pada saraf Jacobsons. Pada plexus
tympanikus, saraf ini memasuki saraf petrossus minor, dan mencapai ganglion otikus.
Serat post-ganglion dari ganglion otikus mencapai kelenjar parotis melalui bagian
temporal aurikularis saraf kelima. Saraf parasimpatis kelenjar submandibula berasal dari
nukleus salivatorius superior. Serat-seratnya memasuki saraf intermedius (saraf dari
Wrisberg) dan mengikuti saraf facialis memasuki bagian vertikal mastoid. Serat-serat ini
kemudian meninggalkan saraf VII pada korda timpani, melalui telinga tengah, dan
bergabung dengan saraf lingualis. Serat-serat ini mengikuti saraf lingualis ke ganglion
kecil yang berhubungan erat dengan kelenjar submandibula. Serat-serat post-ganglion
meninggalkan ganglion submandibula melalui substansi kelenjar. Karena pemotongan
dari saraf korda timpani dan saraf Jacobsons tidak selalu mengurangi sekresi liur, pasti
ada jalur parasimpatis lain yang menyokong kelenjar. Diduga bahwa jalur-jalur ini
melibatkan hypoglosus dan glossofaringeus. Saraf simpatis yang menyokong kelenjar
12

liur mayor berasal dari ganglion servikalis superior melalui jalan plexus arteri.
Rangsangan simpatis kelenjar liur mayor dilaporkan menyebabkan aliran yang
meningkat diikuti penurunan aliran sebagai kompensasi. Karena tidak adanya elemen
otot dalam kelenjar-kelenjar itu sendiri, maka hal ini diyakini bahwa peningkatan aliran
ini mungkin oleh karena kontraksi dari mioepitel, atau sel-sel basket yang berhubungan
dengan duktus striata.(5)
Fungsi utama kelenjar liur adalah :
1.
2.
3.
4.

Memelihara hygiene mulut dan gigi


Menyiapkan makanan pada waktu mengunyah, mengecap dan menelan
Permulaan dari fase awal pencernaan karbohidrat
Pengaturan tak langsung hidrasi tubuh(6)

B. TUMOR PAROTIS
1.
Definisi
Tumor didefinisikan sebagai massa jaringan abnormal dengan pertumbuhan
berlebihan dan tidak ada koordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal dan tetap
tumbuh secara berlebihan setelah stimulus yang menimbulkan perubahan tersebut
2.

berhenti (Robbins; Kumar, 1995).


Etiologi
Penyebab pasti tumor kelenjar liur belum diketahui secara pasti, dicurigai adanya
keterlibatan faktor lingkungan dan factor genetic.Paparan radiasi dikaitkan dengan
tumor jinak warthin dan tumor ganas karsinoma mukoepidermoid.Epstein-Barr virus
mungkin merupakan salah satu faktor pemicu timbulnya tumor limfoepitelial kelenjar
liur.Kelainan genetik, misalnya monosomi dan polisomi sedang diteliti sebagai faktor
timbulnya tumor kelenjar liur.

3.

Klasifikasi
a. Tumor jinak
1) Pleomorfik adenoma (mixed tumor jinak):
Merupakan tumor tersering pada kelenjar liur dan paling sering terjadi
pada kelenjar parotis.Dinamakan pleomorfik karena terbentuk dari sel-sel
epitel dan jaringan ikat.Pertumbuhan tumor ini lambat, berbentuk bulat, dan
konsistensinya lunak.Secara histologi dikarakteristik dengan struktur yang
beraneka ragam.biasanya terlihat seperti gambaran lembaran, untaian atau
seperti pulau-pulau dari spindel atau stellata. Penatalaksanaanya yaitu eksisi
bedah dari kelenjar yang terkena

13

2) Warthin's tumor (cth kistadenoma limfomatosum papiler, adenoma kistik


papiler)
Tumor ini tampak rata, lunak pada daerah parotis, memiliki kapsul
apabila

terletak

pada

kelenjar

parotis

dan

terdiri

atas

kista

multipel.Histologi Warthin's tumor yaitu memiliki stroma limfoid dan sel


epitelial asini.Perubahan menjadi ganas tidak pernah dilaporkan.Lebih
sering ditemukan pada kelenjar mayor.
3) Papiloma intraduktal
Berbentuk kecil, lunak dan biasanya ditemukan pada lapisan
submukosa.Gambaran mikroskopiknya tampak dilatasi kistik duktus parsial
dengan epitel kuboid.Sangat jarang terjadi pada kelenjar minor.
4) Oxyphil adenoma (oncosistoma)
Sangat jarang ditemukan, lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan
pria dengan ratio 2:1.Diameternya kecil (< 5 cm), pertumbuhannya lambat
dan berbentuk sferis.dapat terjadi rekurens jika eksisi tumor tidak komplit.
b.

Tumor Jinak Nonepitelial


1) Hemangioma
Kebanyakan terajadi pada anak-anak biasnya pada kelenjar parotis.
Biasanya asimptomatik, unilateral dan massa yang kompresibel. berwarna
merah gelap, berlobus-lobus dan tidak berkapsul. Penanganan dengan
pemberian steroid 2-4 mg/kgBB/hari.40-60% hemengioma tidak berespon
terhdap steroid.
2) Limfangioma (higroma kistik)
Merupakan tumor bagian kepala dan leher yang paling sering pada
anak-anak, eksisi merupakan penanganan piliha bila tumor terletak pada
struktur yang vital.Limfangioma jarang menimbulkan gejala-gejala
obstruksi jalan napas dan eksisi biasanya untuk alasan kosmetik.
3) Lipoma
Jarang terjadi pada kelenjar liur mayor.tumor terdiri dari sel-sel adiposa
dengan inti yang uniform. Rasio laki-laki dan perempuan adalah
10:1.Pertumbuhan tumor lambat dengan diameter rata-rata 3 cm.
Penenganan adalah eksisi.

c.

Tumor Ganas Kelenjar Liur


1) Mukoepidermoid karsinoma
Kebanyakan berasal dari kelenjar parotis dan biasanya memiliki
gradasi yang rendah
14

2) Kista Adenoma karsinoma


Merupakan karsinoma

yang

paling

banyak

pada

kelenjar

minor.pertumbuhannya lambat dan kebanyakan memiliki gradasi yang


rendah. dapat berulang setelah dilakukan pembedahan, kadang-kadang
beberapa bulan setelah operasi.
3) Adenokarsinoma
Terdapat beberapa tipe adenokarsinoma:
a)
Karsinoma sel asinik
Paling banyak berasal dari kelenjar parotis dan pertumbuhannya
lambat
b)

Adenokarsinoma

polimorfik

grade rendah
Kebanyakan berasal dari kelenjar minor
c)

Adenokarsinoma

yang

tidak

dispesifikasikan:
Bila dilihat di mikroskop tumor ini memiliki penempakan yang
cukup untuk disebut adenokarsinoma, tetapi belim memiliki
penampakan untuk dispesifikasikan.sering berasal dari kelenjar
parotis dan kelenjar minor.
d)
Contohnya

seperti

basal

Adenokarsinoma yang jarang:


sel adenokarsinoma, clear cell

adenokarsinoma, kistadenokarsinoma, sebaceus adenokarsinoma,


musinous adenokarsinoma
d.

Mixed tumor maligna


Terdiri atas 3 tipe yaitu, ex adenoma pleomorfik, karsinosarkoma dan
mixed tumor metastasis.kasrinoma ex pleomorfik adenoma merupakan tipe
yang paling banyak. Karsinoma ex pleomorfik adenoma merupakan kanker
yang berkembang dari mixed tumor jinak (pleomorfik adenoma). Kebanyakan
terjdi pada kelenjar liur mayor.

e.

Kanker kelenjar liur lainnya yang jarang


squamous sel karsinoma: terutama pada laki-laki yang tua. Dapat
berkembang setelah terapi radiasi untuk kanker yang lain pada area yang

sama.
epitelial-mioepitelial karsinoma
anaplastik small sel karsinoma
karsinoma yang tidak berdiferensiasi
limfoma non hodgin
15

4.

Patofisiolofogi
a.

Teori multiseluler: teori ini menyatakan


bahwa tumor kelenjar liur berasal dari diferensiasi sel-sel matur dari unit-unit
kelenjar liur. Seperti tumor asinus berasal dari sel-sel asinar, onkotik tumor
berasal dari sel-sel duktus striated, mixed tumor berasal darisel-sel duktus
interkalated dan mioepitelial, squamous dan mukoepidermoid karsinoma berasal
dari sel-sel duktus ekskretori.

b.

Teori biseluler: teori ini menerangkan


bahwa sel basal dari glandula ekskretorius dan duktus interkalated bertindak
sebagai stem sel. Stem sel dari duktus interkalated dapat menimbulkan
terjadinya karsinoma acinous, karsinoma adenoid kistik, mixed tumor, onkotik
tumor dan Warthin's tumor. sedangkan stem sel dari duktus ekskretorius
menimbulkan terbentuknya skuamous dan mukoepidermoid karsinoma.

5.

Insidensi
Setiap tahunnya ditemukan 2500 kasus baru tumor glandula salivatorius dan 80 %
kasus merupakan tumor glandula parotis. Adanya massa di kelenjar parotis, 75 %
merupakan tumor sedangkan 25 % sisanya disebabkan oleh proses non neoplasma
infiltrative, seperti kista dan inflamasi. Pada tumor parotis, 70 sampai dengan 80 %
kasus merupakan kasus benigna. Tumor parotis paling banyak ditemukan pada bangsa
kulit putih (Sanford, 2010).

6.

Gejala dan Tanda


a. Gejala
Biasanya

terdapat

pembengkakan

di

depan

telinga

dan

kesulitan

menggerakkan salah satu sisi wajah. Pada tumor parotis benigna biasanya
asimtomatis (81%), nyeri didapatkan pada sebagian pasien (12%), dan paralisis
nervus facialis (7%). Paralisis nervus facialis lebih sering didapatkan pada pasien
dengan tumor parotis maligna, tetapi paralisis nervus facialis lebih sering
berhubungan dengan Bell palsy (Sanford, 2010). Adanya bengkak biasanya
mengurangi kepekaan wilayah tersebut terhadap rangsang (painless) dan
menyebabkan pasien kesulitan dalam menelan (David, 2010).
b. Tanda

16

Pada tumor benigna benjolan bisa digerakkan, soliter, dan keras (Dubner,
2010). Namun, pada pemeriksaan tumor maligna diperoleh benjolan yang
terfiksasi , konsistensi keras, dan cepat bertambah besar (Wong, 2010).
7.

Diagnosa Tumor Parotis


a. Pemeriksaan Klinis
1) Anamnesa
Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau keluarganya
tentang :
a.) Keluhan

Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak nyeri, di


pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di submandibula
(tumor sumandibula), atau intraoral (tumor kelenjar liur minor)

Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganasan parotis atau


submandibula)

Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan parotis)

Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran (lobus


profundus parotis terlibat)

Paralisis n.glosofaringeus, vagus, asesorius, hipoglosus, pleksus


simpatikus (pada karsinoma parotis lanjut)

Pembesaran kelenjar getah bening leher (metastase)

b.)
c.)

Perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit)


Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala leher,
ekspos radiasi)

d.)

Pengobatan yang telah diberikan serta bagaimana hasil


pengobatannya

e.)

Berapa lama kelambatan

2) Pemeriksaan fisik
a.) Status general
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :

Penampilan (Karnofski / WHO)

Keadaan umum
Adakah anemia, ikterus, periksa T,N,R,t, kepala, toraks,
abdomen, ekstremitas,vertebra, pelvis
17

Apakah ada tanda dan gejala ke arah metastase jauh (paru,

tulang tengkorak, dll)


b.) Satus lokal

Inspeksi (termasuk inraoral, adakah pedesakan tonsil/uvula)

Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai konsistensi,


permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar)

Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII

c.) Status regional


Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher ipsilateral
dan kontralaeral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya,
ukuran terbesar, dan mobilitasnya.
3) Pemeriksaan Radiologis (Atas Indikasi)
a)

Imaging

Foto Polos
Foto polos sekarang jarang digunakan untuk mengevaluasi glandula
salivatorius mayor. Foto polos paling baik untuk mendeteksi adanya
radioopaque ada sialolithiasis, kalsifikasi, dan penyakit gigi. Foto
madibula AP/Eisler, dikerjakan bila tumor melekat tulang. Sialografi,
dibuat bila ada diagnosa banding kista parotis / submandibula. Foto
toraks terkadang dilakukan untuk mencari metastase jauh. Meskipun
foto polos dapat diperoleh secara cepat dan relatif murah, namun
memiliki keterbatasan nilai klinis karena hanya dapat mengidentifikasi
kalsifikasi gigi. Sialolit atau kalsifkasi soft tissue lebih mudah
diidentifikasi lebih mudah diidentifikasi menggunakan USG dan CT
Scan.

USG
USG pada pemeriksaan penunjang berguna untuk evaluasi kelainan
vaskuler dan pembesaran jaringan lunak dari leher dan wajah, termasuk
kelenjar saliva dan kelenjar limfe. Cara ini ideal untuk membedakan
massa yang padat dan kistik. Kerugian USG pada daerah kepala dan

18

leher adalah penggunaannya terbatas hanya pada struktur superficial


karena tulang akan mengabsopsi gelombang suara.

Warthin tumor of the right parotid gland: The above sonographic images of the
rightparotidglandshowanobviouswelldefined,hypoechoicmasswithinthemiddle
thirdoftheglandinthismiddleagedmale.Measuring2.7x1.8cms.,themassshows
mild posterior acoustic enhancement (a feature of pleomorphic adenoma). Power
Dopplerimageshowsfewvesselswithinthemass.

19

CT Scan
Gambaran CT tumor parotis adalah suatu penampang yang tajam dan
pada dasarnya mengelilingi lesi homogen yang mempunyai suatu
kepadatan yang lebih tinggi dibanding glandular tisssue. Tumor
mempunyai intensitas yang lebih besar ke area terang (intermediate
brightness. Foci dengan intensitas signal rendah (area gelap/radiolusen)
biasanya menunjukkan area fibrosis atau kalsifikasi distropik. Kalsifikasi
ditunjukkan dengan tanda kosong (signal void) pada neoplasma parotid
sebagai tanda diagnosa (Newman, 2005)
Pemeriksaan radiografi CT dan MRI berguna untuk membantu
menegakkan diagnosa pada penderita tumor parotid. Dengan CTI,
deteksi tumor 77% pada bidang aksial dan 90% pada bidang aksial
dengan CE CT.
Pemeriksaan Tumor parotis dengan CTI oleh radiolog untuk
mengetahui lokasi dan besar tumor, deteksi lesi, batas tumor, batas lesi,
aspek lesi, kontras antara lesi dengan jaringan sekitarnya, gambaran
intensitas dari lesi, keberhasilan pemakaian medium kontras, aspek lesi
setelah injeksi medium kontras, deteksi kapsul nya dan resorpsi tulang
yang terjadi di sekitar lesi tersebut (Sjamsuhidayat, 1997).
Deteksi lesi dapat diklasifikasikan menjadi positif atau negatif.
Pinggir lesi dapat diklasifikasikan menjadi kurang jelas atau semuanya
jelas. Batas lesi dapat diklasifikasikan menjadi halus atau berlobus.
Aspek lesi dapat diklasifikasikan menjadi homogen atau tidak homogen.
Kontras antara lesi dengan jaringan sekitarnya dapat diklasifikasikan
menjadi tinggi atau rendah. Gambaran intensitas dari lesi dengan otot
disebelah lesi diklasifikasikan kedalam empat kelompok: tinggi,
intrermediet, rendah, atau gabungan tinggi dengan rendah. Aspek lesi
terhadap injeksi medium kontras diklasifikasikan menjadi homogen,
tidak homogen dan perifer. Deteksi kapsulnya dan resorpsi tulang
diklasifikasikan menjadi positif atau negatif. (Sonis, 2003)

20

Gambar Tumor pada kelenjar parotid wanita, 57 tahun.Pinggir tumor, batas tumor di
deteksi dengan CT Scan. Kalsifikasi di deteksi dengan CTI (A) Tumor tidak
homogen, intensitas signal intrermediet pada CTI.
(B) Setelah pemakaian medium kontras tumor menunjukkan peningkatan
yang tidak homogen pada CE CTI.

Axial CT Scan : terlihat massa soft tissue ireguler pada kelenjar parotis kanan
(tanda panah)

MRI
Pemeriksaan MRI bisa membantu untuk membedakan massa parotis
yang bersifat benigna atau maligna. Pada massa parotis benigna, lesi
biasanya memiliki tepi yang halus dengan garis kapsul yang kaku.
Namun demikian, pada lesi malignansi dengan grade rendah terkadang
mempunyai pseudokapsul dan memiliki gambaran radiografi seperti lesi

21

benigna. Lesi malignansi dengan grade tinggi memiliki tepi dengan


gambaran infiltrasi.

Gambar A. Seorang wanita 48 tahun dengan carcinoma ex pleomorphic


adenoma
B.Apparent Diffusion Coefficient (ADC) menunjukkan
hiperseluler dengan karsinoma (tanda panah), sedangkan
komponen
intermediet dan medial hiposeluler dengan
pleomorphic adenoma (tanda panah bengkok) (Kato, 2008).

PET (Positron Emission Tomography)


Alat ini menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai
fluorine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa
kanker dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik
dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam
tubuh. Cairan glukosa ii akan bermetabolisme di dalam tubuh dan
memunculkan respon terhadap sel-sel yang terkena kanker.

b)

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali
fosfatase,

BUN/kreatinin,

globulin,

albumin,

serum

elektrolit,

faal

hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi


c)

Pemeriksaan Patologi

FNA
22

Belum merupakan pemeriksaan baku.Pemeriksaan ini harus


ditunjang oleh ahli sitopatologi handal yang khusus menekuni
pemeriksaan kelenjar liur.

Biopsi insisional
Dikerjakan pada tumor ganas yang inoperabel.

Biopsi eksisional

Pada tumor parotis yang

operabel dilakukan parotidektomi

superfisial
Pada tumor submandibula

yang operabel dilakukan eksisi

submandibula
Pada tumor sublingual dan kelenjar liur minor yang operabel
dilakukan eksisi luas ( minimal 1 cm dari batas tumor)

Pemeriksaan potong beku


Dikerjakan terhadap spesimen operasi pada biopsi eksisional.

Pemeriksaan spesimen operasi

9. Diagnosis Banding
a. Inflamasi:
4) Abses/sellulitis/reactive adenopathy
5) Benign lymphoepithelialcysts (AIDS)
6) Autoimun/Sjogren syndrome
b. Benign tumor :
4) Benign mixed tumor (pleomorphic adenoma)
5) Warthin tumor
6) Lipoma
c. Malignansi :
6) Mucoepidermoid carcinoma
7) Adenoid cystic carcinoma;
8) Non-Hodgkin lymphoma
9) Malignant mixed tumor;
10) Lainnya: acinar cell carcinoma, adenocarcinoma, squamouscell carcinoma
d. Metastasis:
4) Skin squamous cell carcinoma or melanoma
5) Breast orlung carcinoma
6) Nodal non-Hodgkin lymphoma
10. Penatalaksanaan
Pengobatan tumor parotisadalah multidisipliner termasuk bedah, neurologi,
radiologi diagnostic dan inventersional, onkologi dan patologi. Factor tumor dan
pasien harus diperhitungkan termasuk keparahannya, besarnya tumor, tingkat
morbiditas serta availabilitas tenaga ahli dalam bedah, radioterapi dan khemoterapi.
23

a. Tumor operable
1) Terapi utama
Terapi utama pada tumor parotis yang operable adalah pembedahan,
dapat berupa:
a. Parotidektomi superfisial, dilakukan pada tumor jinak parotis lobus
superfisialis.
b. Parotidektomi total, dilakukan pada :
i. Tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi ekstraparenkim
dan n.VII
ii. Tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus
c. Parotidektomi total diperluas, dilakukan pada tumor ganas parotis
yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau n.VII
d. Deseksi leher radikal (RND), dikerjakan bila terdapat metastase
kelenjar getah bening leher yang masih operabel (Espat , 2001).
2) Terapi tambahan
Terapi tambahan berupa radioterapi pasca bedah dan diberikan pada
tumor ganas dengan kriteria :
a. High grade malignancy
b. Masih ada residu makroskopis atau mikroskopis
c. Tumor menempel pada syaraf (n.fasialis, n.lingualis, n.hipoglosus,
n. asesorius )
d. Setiap T3,T4
e. Karsinoma residif
f. Karsinoma parotis lobus profundus
Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan untuk
memberikan penyembuhan luka operasi yang adekuat, terutama bila
telah dikerjakan alih tandur syaraf.
-

Radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi meliputi


bekas insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.

Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada T3,T4, atau


high grade malignancy(Anil, 2004).

b. Tumor inoperabel
24

1) Terapi utama
Radioterapi

: 65 70 Gy dalam 7-8 minggu

2) Terapi tambahan
Kemoterapi :
a) Untuk

jenis

adenokarsinoma

(adenoid

cystic

carcinoma,

adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)

adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1


5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1
sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

diulang tiap
3minggu

b) Untuk jenis karsinoma sel sqamous (squamous cell carcinoma,


mucoepidermoid carcinoma)

methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7


sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

diulang tiap
3minggu
(Anil, 2004).

c.

Metastase Kelenjar Getah Bening (N)


1) Terapi utama
a) Operabel
: deseksi leher radikal (RND)
b) Inoperabel
: radioterapi 40 Gy/+kemoterapi preoperatif,
kemudian dievaluasi
- menjadi operabel RND
- tetap inoperabel radioterapi dilanjutkan sampai
70Gy
2) Terapi tambahan
Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy
(Espat , 2001).

d.

Metastase Jauh (M)


Terapi paliatif : khemoterapi
1) Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma,
malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1
sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

diulang tiap
3minggu

2) Untuk jenis karsinoma sel squamous (squamous cell carcinoma,


mucoepidermoid carcinoma)
25

methotrexate 50mg/m2 iv pd hari ke 1 dan 7


sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

diulang tiap
3minggu

Prognosis
Prognosis pada tumor maligna sangat tergantung pada histology, perluasan local
dan besarnya tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher.Jika sebelum penanganan
tumor maligna telah ada kehilangan fungsi saraf, maka prognosisnya lebih
buruk.Untuk tumor maligna, pengobatan dengan eksisi dan radiasi menghasilkan
tingkat kesembuhan sekitar 50%, bahkan pada keganasan dengan derajat
tertinggi.Ketahanan hidup 5 tahun kira-kira 5%, namun hal ini masih tetap tergantung
kepada histologinya (Lee, 2003)

BAB III
PENUTUP
Kelenjar parotis adalah kelenjar liur yang berpasangan, berjumlah 2.Kelenjar
parotis merupakan kelenjar liur yang terbesar.Tumor pada ini relatif jarang terjadi,
persentasenya kurang dari 3% dari seluruh keganasan pada kepala dan
leher.Keganasan pada tumor kelenajar liur berkaitan dengan paparan radiasi, faktor
26

genetik, dan karsinoma pada dada. Sebagian besar tumor pada kelenjar liur terjadi
pada kelenjar parotis, dimana 75% - 85% dari seluruh tumor berasal dari parotis dan
80% dari tumor ini adalah adenoma pleomorphic jinak (benign pleomorphic
adenomas).
Tumor kelenjar parotis baik itu jinak atau ganas akan muncul sebagai suatu
massa berbentuk soliter, berkembang diantara sel-sel pada kelenjar yang terkena.
Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan dengan
perubahan ke arah keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik. Keterlibatan saraf
fasialis (N.VII) umumnya sebagai indikator dari keganasan,walaupun gejala ini hanya
nampak pada 3% dari seluruh tumor parotis dan prognosisnya buruk.
Keganasan pada kelenjar liur sebagian besar asimtomatik, tumbuhnya lambat, dan
berbentuk massa soliter. Rasa sakit didapatkan hanya 10-29% pasien dengan
keganasan

pada

kelenjar

parotisnya.Rasa

nyeri

yang

bersifat

episodik

mengindikasikan adanya peradangan atau obstruksi daripada akibat dari keganasan itu
sendiri.Massa pada kelenjar liur yang tidak nyeri dievaluasi dengan aspirasi
menggunakan jarum halus (Fine Needle Aspiration) atau biopsi.Pencitraan
menggunakan CT-Scan dan MRI dapat membantu. Untuk tumor ganas, pengobatan
dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50%, bahkan pada
keganasan dengan derajat tertinggi
Untuk terapi dilakukan reseksi tergantung dari stadiumnya.Terapi tambahan
berupa

radiasi

pasca

operasi

atau

kemoterapi

dapat

diberikan

dengan

mempertimbangkan resiko-resiko yang harus dihadapi nantinya.Untuk tumor maligna,


pengobatan dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50%,
bahkan pada keganasan dengan derajat tertinggi. Untuk prognosis sesudah terapi
adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal kurang dari 1% kasus. Namun, jika
tumor benigna tidak diangkat secara luas, sering timbul residif lokal
DAFTAR PUSTAKA
Anil K. 2004. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology-Head & Neck Surgery.
USA : Mc Graw Hill.
Lee K.J. 2003. Essential Otolaryngology-Head & Neck surgery ed.8 .Connecticut : McGrawHill.
Espat J, Carew JF, Shah JP. 2001. Cancer of Head and Neck. Dalam : Bland KI, Daly JM.
Surgical Oncology-Contemporary Priciples and Practice. New York : Mc Graw-Hill
Companies,Inc.
27

HarnsbergerH.R., Osborn A.G. 1991. Differential Diagnosis of Head and Neck Lesions Based
on Their Space of Origin.AJR 157:147-154.
Joe V.Q., Westesson P.L. 1994. Tumors of the Parotid Gland: MR Imaging Characteristics of
Various Histologic Types. AJR163:433-438
Peraboi. 2003. Protokol Penatalaksanaan Tumor/ Kanker Kelenjar Air Liur.
Adams LG, Boies RL, Paparella MM. Dalam: Buku Ajar Penyakit THT , Ed.6. Jakarta :
EGC, 1997: 305-319.
Gregory Masters, Bruce Brockstein. Dalam :Head and Neck Cancer. USA: Kluwer Academic
Publishers,2003: 158-161.
Beers MH, Porter RS. Dalam: Merck Manual of Diagnosis and Theraphy, Ver.10.2.3. USA:
Merck Research Laboratories,2007.
Susan, Standring. Dalam: Grays Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice. USA:
Elsevier, 2005: 515-518.
Grays Anatomy:The Anatomical Basis of Clinical Practice. USA: Elsevier, 2005: 515-518

28

Anda mungkin juga menyukai