PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besara terjadi akibat dari
kecelakaan lalu lintas (Mansejoer, 2007).
Cedera kepala masih menjadi masalah utama morbiditas dan mortalitas
pada populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Warner & engelhard, 2007).
Penyebab terbanyak cedera kepala adalah kecelakaan bermotor, terpeleset, dan
bahkan jatuh, sebagian besar (80 %) cedera kepala ringan sedangkan cedera
kepala sedang 10 % dan cedera kepala berat 10 % (Jagoda dan Bruns,2006).
Kejadian cidera kepala di Amerika Serikat setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus, yang terdiri dari cidera kepala ringan sebanyak 296.678
orang (59,3%) , cidera kepala sedang sebanyak 100.890 orang (20,17%) dan
cidera kepala berat sebanyak 102.432 orang (20,4%). Dari sejumlah kasus
tersebut 10% penderitanya meninggal sebelum tiba di Rumah Sakit (Haddad,
2012).
Di Amerika diperkirakan anga kejadian cedera kepala yang terjadi yaitu
1,56 juta kasus cedera kepala 20.000 pasien di rawat inap dan 51.000 pasien
meninggal dunia pada tahun 2003 (Brown, at.al, 2006). Cidera kepala akan
menjadi masalah yang sangat besar di dalam kalangan masyarakat dunia
meskipun masalah medis sudah berkembang pesat dan maju pada abat 21 ini
(PERDOSI, 2006).
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera
kepala paling sering dan penyakit nourologik yang paling serius diantara penyakit
nourologik lainya, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan
jalan raya. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunya akibat cedera
kepala dan lebih dari 700.000 mengalami cidera cukup berat yang memerlukan
perawatan dirumah sakit (Brunner & Suddarth, 2002).
Jenis cedera kepala antara lain : Cedera kepala ringan, cedera kepala
sedang, cedera kepala berat. Asuhan cedera kepala baik cedera kepala ringan
sedang dan berat harus ditangani dengan serius karena berkaitan dengan otak yang
dapat mengakibatkan gangguan pada sistem syaraf pusat sehingga dapat terjadi
penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendeteksi
adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari adanya cedera kepala
(Smeltzer and bare, 2002).
Di Indonesia prevalensi angkah kejadian secara nasional adalah 8,2%
prevalensi tertinggi adalah di daerah Sulawesi Selatan 12,8 %. Penyebab cedera
terbanyak yaitu jatuh 40,9% dan kecelakaan sepeda motor 40,6 %, selanjutnya
penyebab cedera karena tekanan benda tajam/tumpul 7,3%, transportasi darat lain
7,1% dan kejatuhan 2,5%. Sedangkan untuk penyebab yang belum disebutkan
proporsinya karena angkah kejadian yang sangat kecil. Penyebab cedera akibat
transportasi sepeda motor tertinggi ditemukan di Bengkulu 56,4% dan terendah di
Papua 19,4%. Sedangkan prevalensi cedera umum di Bengkulu sebesar 5,8% dan
prevalensi geger otak di Bengkulu sebesar 0,9% (Kemenkes RI, 2013).
Pada survey awal peneliti menemukan angka kejadian di ruangan ICU
RSUD M.YUNUS Bengkulu dengan persentase 34 orang pada tahun 2012,
kemudian pada tahun 2013 angka kejadian meningkat menjadi 75 orang dengan
status cedera kepala sedangkan pada tahun 2014 angkah kejadian meningkat
menjadi 90 orang dengan persentase peningkatan 5 % dari tahun 2013.
Cedera kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleks
bila dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan
karena struktur anatomik dan fisiologik dari isi ruang tengkorak yang majemuk,
dengan konsistensi cair, lunak dan padat yaitu cairan otak, selaput otak, jaringan
syaraf, pembuluh darah dan tulang (Retnaningsih, 2008).
Cedera kepala dapat mengakibatkan berbagai komplikasi dan bahkan
kematian jika tidak di tangani sesegera mungkin. Cedera kepala merupakan suatu
trauma yang terjadi akibat benturan benda yang keras dan jika tidak ditangani
secara tepat cedera kepala dapat mengakibatkan kematian. Berbagai komplikasi
ringan maupun komplikasi berat yang dapat terjadi jika tidak di tanangi dengan
sesegera mungkin. Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat dari cedera yaitu,
kepala Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral yang diakibatkan oleh edema
serebral, peningkatan TIK. Gangguan pertukaran gas akibat dari kerusakan pusat
pernafasan di medula oblongata/cedera jaringan otak, Pola nafas tidak efektif yang
disebabkan oleh gangguan atau kerusakan pusat pernafasan di medula
oblongata/cedera jaringan otak. Resiko ketidak seimbangan suhu tubuh sebagai
akibat dari cedera/trauma jaringan otak. Nyeri akut diakibatkan oleh ada agen
injuri fisik. Adanya agen injury fisik yang mengakibatkan terjadinya resiko infeksi
sebagai manifestasi klinis dari perdarahan serebral. Hambatan mobilitas fisik
berhubungan
dengan
penurunan
kekuatan
danketahanan.
Risiko
cidera
angka
kejadian
peningkatan
kecelakaan
yang
dapat
meningkatkan angka kejadian cedera kepala dan dari hasil pengamatan selama
periode praktik keperawatan serta komplikasi tertentu yang mungkin dapat terjadi
pada pasien dengan cidera kepala tidak dapat mendapatkan penangan segera,
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu menerapkan teoritis ke aplikatif pada proses
pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan Cedera Kepal
2. Bagi Keluarga
Bagi keluarga laporan studi kasus ini diharapkan dapat menjadi
tambahan informasi dan acuan dalam memberikan perawatan pada
pasien dengan cedera kepala di rumah.
3. Bagi Pelayanan Kesehatan
Laporan studi kasus ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan,
informasi dan sara untuk mengembangkan asuhan kepada pasien
dengan Cedera kepala
4. Bagi Akademik
Laporan studi kasus ini dapat dijadikan sebagai masukan, bagi
jurusan keperawatan dalam upaya peningkatan proses pembelajaran
dalam proses asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit
I.
dari tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan yaitu,
lapisan luar, lapisan dalam dan lapisan diploe. Lapisan luar dan lapisan dalam
merupakan lapisan yang kuat dan keras, sedangkan lapisan diploe merupakan
lapisan yang berbentuk seperti busas. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa
anterior (yang dimana didalamnya terdapat lobus Frontalis) Fosa tengah berisi
lobus temporalis, lobus parietalis, dan lobus oksipitalis) dan fosa belakang (berisi
otak tengah dan serebelum).
serabut-serabut
ascendens
dan
descendens
yang
sensori
mempersyarafi
mata
membawa
ransangan
motorik,
mempersyarafi
otot-oto
orbital
(otot
yang
4. Nervus IV (Troklearis )
Bersifat motorik, fungsi untuk memutar/menggerakan bola mata.
10
5. Nervus V (trigamenal)
Bersifat majemuk, berfungsi dalam menanggapi ransangan.
6. Nervus VI (Abdusen)
Berifat motorik, mempersyarafi otot orbital : Fungsi mempersyarafi
bola mata.
7. Nervus VII (Fasialis)
Bersifat Majemuk, serabut-serabutnya mempersyarafi otot-otot dan
selaput lender rongga mulut : Fungsi sebagai mimik wajah dan
menghantarkan rasa pengecapan.
8. Nervus VIII (Auditorius)
Bersifat sensori mempersyarafi pendengaran membewa ransangan
pendengaran dari telinga ke otak : Fungsi saraf pendengaran.
9. Nervus IX (Glosofaringeus)
Bersifsat majemuk, mempersyarafi faring, tongsil dan lidah.
10. Nervus X (Vegus)
Sifatnya majemuk, fungsi syaraf perasa.
11. Nervus XI (Asesoris)
Bersifat motorik, berfungsi sebagai syaraf tambahan.
12. Nervus XII (Hipoglosus)
Bersifat motoris, mempersyarafi otot-oto lidah.
11
C. Fisiologi
Tekanan intra kranial di pengaruhi oleh volume darah intra kranial, cairan
serebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa
dalam posisi telentang sama dengan tekanan cairan serebrospinal yang diperoleh
dari lumbal fungsi yaitu 4 10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi
jaringan otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis yang buruk
terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap
(syaifuddin, 2006).
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus
bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan
darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi mata TIK secara cepat akan
meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.
Konsep utamanya adalah bahwa volume intracranial harus selalu konstan, konsep
ini dikenal dengan Dokrin Monro-Kellie. Otak memperoleh suplai darah yang
besar yaitu sekitar 800 ml/menit atau 16 % cardiac ooutput, untuk menyuplai
oksigen dan glukosa yang cukup. Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak
pada orang dewasa antara 50-55 ml/100 g jaringan otak /menit. Pada anak, ADO
biasa lebih besar pada anak tergantung usianya. ADO dapat menurun 50 % dalam
6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma.
12
II.
atau tanpa disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa di ikuti
terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi-descelerasi) yang dipengaruhi oleh perubahan peningkatan percepatan
dan penurunan kecepatan penyebab trauma, serta rotasi pada kepala yang juga
dialami oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakakan pencegahan
(Bajamal, 2001).
Cedera kepala (Komosio Serebral) adalah hilangnya Fungsi neurologis
sementara atau tanpa kerusakan struktur. Dimana otak mengalami memar
dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi, pasien pada periode ini
mengalami tidak sadarkan diri (Brunner & Suddart, 2003).
B. Etiologi
Menurut (Bararah & Jauhar, 2013) cedera kepala dapat disebabkan oleh
Trauma benda tumpul, Jatuh, Kecelakan lalu lintas, kecelakaan rumah
tangga, Kecelakaan saat olah raga, Prilaku kekerasan.
13
14
D. Patofisiologi(WOC)
Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit
kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Cidera
bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari
tengkotak, disertai kerusakan otak, cidera pada otak, bisa berasal dari trauma
langsung maupun tidak langsung pada kepala.
Pengaruh umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya
penumpukan cairan yang berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan
menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan herniasi
dan penekanan pada batang otak. rauma pada kepala menyebabkan tengkorak
beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran
makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan
akan diteruskan menuju Galia Aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap
oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga
akan menyebabkan haematoma epidural, subdura maupun intracranial, perdarahan
tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga
suplai oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan edema
cerebral. Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak,
karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan
TIK (Tekanan Intrakranial) merangsang kelenjar Pitultary dan Steroid adrenal
sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan
muntah dan anoreksia sehingga masukan nutrisi kurang. (Price and Wilson,
2006:1010Perfusi yang tidak adekuat dapat menimbulkan tingkatan yang gawat,
yang berdampak adanya vasodilatasi dan edema otak. Edema akan terus
15
serebral
ditandai
dengan
peningkatan
TIK,
yang
16
4. Aktifitas Menelan
Adanya trauma menyebabkan gangguan area motorik dan sensorik
dari hemisfer serebral akan merusak kemampuan untuk mendeteksi
adanya makanan pada sisi mulut yang dipengaruhi dan untuk
memanipulasi gerakan pipi dan selain reflek menelan dan batang otak
mungkin hiperaktif/menurun sampai hilang sama sekali (Smeltzer,
2001).
5. Kemampuan Komunikasi
Pada pasien dengan gangguan trauma serebral dengan disertai
gangguan komunikasi, disfungsi ini paling sering menyebabkan
kecacatan pada pederitan cedera kepala, kerusakan ini terjadi akibat
efek-efek disorganisasi dan kekacauan proses bahasa dan gangguan.
Bila ada pasien yang telah mengalami trauma pada area hemisfer
cerebral dominan dapat menunjukan kehilangan kemampuan untuk
17
hiperkardium.
Hipotalamus
merangsang
anterior
18
disebabkan oleh benda atau fragmen-fragmen tulang yang menembus dura pada
tempat serangan. Kedua cedera menyeluruh yang lebih lazim dijumpai pada
trauma tumpul dan terjadi setelah benturan seperti kecelakaan mobil. Kerusakan
terjadi waktu energi atau kekuatan diteruskan di otak banyak energi yang diserap
oleh pelindung yaitu, rambut, kulit kepala, dan tengkorak, tetapi pada trauma
hebat trauma ini tidak mampu melindungi otak. Sisa energi yang dilanjutkan ke
otak menyebabkan kerusakan dan gangguan di sepanjang jalan yang dilewati
karena sasaran kekuatan itu adalah jaringan lunak. Bila kepala bergerak dan
berhenti kasar, kerusakan tidak hanya terjadi akibat cedera pada jaringan setempat
saja tetapi juga akibat akselerasi dan deselerasi.
Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan bergeraknya otak di
dalam rongga tengkorak pada tempat yang berlawanan yang disebut dengan
cedera contracooup. Kerusakan dapat diperhebat apabila terjadi rotasi pada
tengkorak. Bagian otak yang paling besar mengalami kemungkinan cedera yaitu
bagian anterior lobus fronalis dan temporalis, bagian posterior lobus oksifitalis
dan bagian atas mesensefalon.
Kerusakan otak sekunder disebabkan oleh siklus pembengkakan dan
iskemik otak yang menyebabkan timbulnya efek kasdase, yang efeknya merusak
otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah
cedera awal. Setiap kali jarigan saraf mengelami cedera, jaringan ini berespon
dalam pola tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahanya
kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini, dilepaskanya
glutamin secara berlebih, kelainan aliran kalsium, produksi laktat efek kerusakan
19
akibat radikal bebas, dan perubahan pompa natrium pada dinding sel yang
berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak.
Neouron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke
menit pada suplai protein yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan
sangat rentang terhadap cedera metabolik apabila terhenti. Cedera mengakibatkan
hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi otak
untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan iskemia pada
beberapa daerah tertentu dalam otak (A. Price, 2005).
Kerusakan otak berdasarkan lokasinya :
20
depan pada lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh
yang berlawanan.
3. kerusakan Lobus Temporalis
Lobus temporalis mengelola kejadian yang baru saja terjadi dan
mengingatnya sebagai memory jangka panjang. Lobus temporalis juga
mengawasi memahami suara dan gambar, menyimpan memori dan
mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan
pada lobus temporalis menyebabkan terganggunya ingatan akan suara
dan bentuk.
21
TRAUMA KEPALA
Tulang kranial
Extra Karnial
Resiko
pendarahan
Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot, dan
vaskuler
Pendarahan
Hemastoma
Gangguan suplai
darah
Terputusnya
kontinuitas jaringan
tulang
MK : Resiko
infeksi
Jaringan otak
rusak
Perubahan auto
regulasi
Oedema serebral
MK : Nyeri
akut
22
Iskemia
Perubahan
sirkulasi CSS
Hipoksia
Peningkatan
TIK
MK : Kerusakan
memory
MK :Resiko
ketidak
efektifan
Gangguan
neurologis
vokal
Deficit neurologis
Gilus medialis lobus
temporalis tergeser
Herniasi unkus
Mesensepalon tertekan
Gangguan kesadaran
Mual muntah
Papilodeman
Pandangan kabur
Penurunan fungsi
pendengaran
Nyeri kepala
MK : Resiko cedera
Immobilisasi
MK : Resiko
kekurangan cairan
Kompresi medulla oblongata
MK : Gangguan
persepsi sensori
- dipsnea
Henti napas
MK: Ketidak
efektifan jalan
Tongsil celebrum
bergeser
MK : Hambatan mobilitas
MK :Ansietas
Ansietas
23
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis menurut (Grace & Borley, 2010) riwayat trauma langsung
pada kepala atau deselerasi. Pasien harus dinilai penuh untuk trauma lainya.
Tingkat kesadaran ditentukan oleh GCS. Ketidak simetrisan pupil atau
refleks cahaya yang abnormal menunjukan perdarahan intra kranial. Sakit
kepala, mual, muntah, frekuensi nadi yang menurun dan peningkatan
tekanan darah menunjukan edema serebral.
Menurut (Smetzer, 2001) manifestasi klinis cedera kepala yaitu :
a. Cedera kepala ringan
Kebingungan, sakit kepala, rasa ngantuk abnormal, dan beberapa
pasien mengalami kesembuhan dalam beberapa jam atau beberapa
hari. Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, deprsesi, emosi, atau
perasaanya berkurang dan cemas, kesulitan belajar dan bekerja.
b. Cedera kepal sedang
Kelemahan pada salah satu tubuh disertai dengan kebingungan bahkan
koma. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil dan defisit neurologi,
perubahan tanda-tanda vital gangguan pengelihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
mobilisasi/movement.
24
atelectasis,
residual
defisit
neurologic,
kontraktur,
dan
pneumonia.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Perubahan aktivitas metabolisme otak
2. Complete Blood Count (CBC), dan pemeriksaan glukosa dan
tingkatan elektrolit dalam darah (Ignatavius, Workman, 2013).
3. Electrocardiogram (ECG) (Ignatavius, Workman, 2013).
4.
CSF,
Lumbal
CT-Scan
(dengan
atau
tanpa
kontras):
25
26
27
28
29
30
3) Perencanaan
No
Diagnosa
1.
Perubahan
Perencanaa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
perfusi NOC :
jaringan
serebral 1.Menunjukan status sirkulasi,
yang dibuktikan oleh
berhubungan
edema
indikator berikut :
serebral
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
Definisi : menurunya
3. Sedang
sirkulasi jaringan otak
4. Ringan
yang dapat
5. Tidak ada gangguan
Tekanan darah sistolik dan
mengganggu
diastolic
kesehatan.
2.Menunjukan status sirkulasi,
Batasan karakteristik :
yang dibutuhkan oleh
indikator berikut:
Masa tromboplastin
1. Gangguan ekstrem
parsial abnormal
2. Berat
Embolisme
3. Sedang
4. Ringan
Tauma kepala
5. Tidak ada gangguan
Hipertensi
Rasional
NIC :
Intrakranial Pressure (ICP)
1. Imobilisasi sedini
mungkin.
2. Evaluasi nilai GCS
pasien
3. Pertahan kan kepala
dan leher tetap posisi
datar (posisi Supinasi)
4. Pantau TTV
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan
sirkulasi
yang
status
ditandai
7. Kolaborasi dalam
pemberian cairan
parenteral norosmotik,
kecuali dexstrose
serap tubuh
8. Mencegah terjadinya
dengan :
1. Tekanan
diastole
systole
dalam
dan
rentang
8. Kolaborasi dalam
pemberian obat
neorotropik
yang diharapkan
2. Tidak
ada
ortostatik
hipertensi
3. Tidak ada tanda tanda
peningkatan
tekanan
dengan
32
perhatian,
keputusan
dengan benar
2.
Gangguan
gas
pertukaran
berhubungan
pusat
pernafasan di medula
oblongata/cedera
jaringan otak
Definisi
kelebihan
atau
deficit
oksigenatau
karbon
sampai
ke
hipoksia jaingan
bantu
pasien
memposisikan
mungkin
dalam
senyaman
dan
pasang
7. Monitor
dalam
keadaan
pemberian
oksigen
menyebabkan kerusakan
sekunder. (Crawford, 2008
dalam Ralph, Taylor, 2011
nursing diagnosis reference
manual)
3.
NIC :
1. Catat
dan
pernafasan
gangguan atau
nilai
dan kedalaman
gangguan pernapasandan
menilai status ABC
35
kerusakan pusat
pernafasan di medula
oblongata/cedera
jaringan otak.
dan
elevasikan
pasien
pola napas
diagnosis
2011 )
refrens
manual,
36
5. Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Tahapannya yaitu mengkaji
kembali klien/pasien, menelaah dan memodifikasi rencana perawatan yang
sudah ada, melakukan tindakan keperawatan (Judith, 2012).
6. Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian
tujuan. Adapun tahapannya yaitu membandingkan respon klien dengan
kriteria, menganalisis alasan untuk hasil dan konklusi, Memodifikasi
rencana asuhan, syarat dokumentasi keperawatan (Judith, 2012).
7. Dokumentasi
Menurut Deswani (2011) dokumentasi adalah sesuatu yang ditulis
atau dicetak, kemudian diandalkan sebagai catatan bukti bagi orang yang
berwenang, dan merupakan bagian dari praktik professional. Dokumentasi
keperawatan
merupakan
informasi
tertulis
tentang
status
dan
37