Lapsus Kulkel Mbak Izza
Lapsus Kulkel Mbak Izza
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama pasien
: Nn. A
Umur
: 21 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
TTL
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Status
: Belum menikah
Pendidikan
: Mahasiswi
Pekerjaan
: tidak bekerja
Alamat rumah
No RM
: 00-23-71-26
Tanggal ke poli
: 05 September 2014
B. Anamnesis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 05 april 2013 di
poliklinik kulit dan kelamin.
Keluhan utama
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalisata
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
:Kepala
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
2. Status Dermatologist
D. Diagnosa Kerja
Pitiariasis Rosea
E. Terapi
Bethasone cream 3x1
Oleum coccus
Pehachlor 1x1
Vit c 3x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Pitiriasis rosea adalah erupsi kulit yang akut dan sering dijumpai, bersifat swasirna,
secara khas dimulaisebagai plak oval dengan skuama halus pada badan (herald patch)
dan tanpa disertai gejala. lesi awal ini diikuti beberapa hari sampai beberapa minggu
kemudian oleh lesi-lesi serupa yang lebih kecil di badan yang tersusun sesuai dengan
lipatan kulit ( lines of cleavage)
B. Epidemiologi
Pitiariasis rosea didapati pada semua umur, terutama antara 15-40 tahun, pada wanita
dan pria sama banyaknya.
C. Etiologi
Etiologinya belum diketahui, demikian pula cara infeksi. Ada yang mengemukakan
hipotesis bahwa penyebabnya virus. Karena penyakit ini merupakan penyakit
Swasima (self limiting disease). Umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu.
D. Gejala Klinis
1. dapat diawali dengan lesi pertama ( herald patch ). lesi ini berbatas tegas,
diameter 2-4 cm, bentuk oval atau bulat berwarna salmon atau eritematous atau
hiperpigmentasi ( terutama pada pasien dengan kulit gelap) dengan skuama halus
dibagian dalam tepi perifer plak. lesi primer biasanya terletak di bagian badan
yang tertutup baju, tetapi kadang di leher atau ekstremitas proksimal. jarang di
wajah atau penis.
2. timbulnya lesi sekunder bervariasi antara 2 hari sampai 2 bulan setelah lesi awal,
tetapi umumnya dalam dua minggu setelah plak primer. erupsi simetris terutama
pada badan, leher dan ekstremitas proksimal. terdapat dua tipe utama lesi
sekunder :
a) plak kecil menyerupai plak primer tetapi berukuran lebih kecil, sejajar
dengan aksis panjang lines of cleavage dengan distribusi seperti pola
pohon cemara
b) papul kecil, kemerahan, biasanya tanpa skuama, yang secara bertahap
bertambah jumlahnya dan menyebar ke perifer. kedua tipe lesi ini daoat
terjadi bersamaan.
3. morfologi lesi sekunder dapat tidak khas, dapat berupa makula tanpa skuama,
papul folikuler, plak menyerupai psoriasi, maupun plak tidak khas. daerah palmar
dan plantar dapat terkena dengan gambaran klinis menyerupai erupsi
eksemathosa. ptiriasis rosea tipe vesicular jarang dijumpai, biasanya pada anak
dan dewasa muda. dapat pula dijumpai varian pitiriasis rosea bentuk urtikaria,
pustular, purpurik, atau menyerupai eritema multiformis.
E. Diagnosa Banding
1. pitiriasis rosea tipe papular tanpa plak primer menyerupai sifilis sekunder
2. pitiriasis rosea yang hanya berupa plak primer atau bila letaknya di daerah
inguinal dapat menyerupai tinea korporis
F. Penatalaksanaan
Umumnya tidak diperlukan iterapi bila tanpa komplikasi
1. kortikosteroid topikal potensi sedang dapat digunakan sebagai terapi simtomatik
untuk pruritus
2. fototerapi efektif pada pitiriasis rosea, namun dapat terjadi hiperpigmentasi pasca
inflamasi
S
(subject)
muncul
merah pada tubuh yang berbaris ringan atau tidak gatal yang mengikuti
sejajar (mengikuti garis tubuh), garis tubuh atau membentuk garis.
tidak gatal, hanya gatal pada Daerah bintik-bintik punggung, dada
bintik-bintik yang sudah kering dan perut
ditengah, gatalnya bisa kapan saja
tidak hanya malam hari, waktu
gatal tidak ada pengaruh keringat.
Daerah bintik-bintik punggung,
O
(Object)
beberpa
membentuk
erosi
meninggi,
lekat
pada
tepi,
lesi
pada
asimtomatik,
patch/mother
Herald
plaque/medallion
Pitiriasis rosea
Pitiriasis rosea
(assasment
)
P
(planning)
1. Antihistamin
2. Bedak
mengandung
Pehachlor 1x1
Vit c 3x1
asidum salisilikum
3. Steroid
topical/sistemik,
parah
4. konseling
bila