Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu usaha yang bersifat sadar, sistematis, dan terarah
agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi yang ada pada
dirinya, sehingga peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
kecerdasan,

akhlaq

mulia,

serta

keterampilan

yang

diperlukan

dirinya

mermasyarakat berbangsa dan bernegara (UU. No. 20 Sisdiknas 2003).


Perubahan sikap, keterampilan dan kemampuan berpikir siswa merupakan
sebuah harapan yang diidam-idamkan oleh berbagai pihak yang terkait dalam
dunia pendidikan. Berbagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa, mulai
dari penyempurnaan kurikulum, penyesuaian materi pelajaran, dan metode
pembelajaran terus dilakukan. Sehinggga benar-benar tercipta sebuah terobosan
pembelajaran yang cocok dengan kondisi siswa di lapangan.
Salah satu harapan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika
khususnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah dimana setiap poeserta
didik memiliki kemampuan berpikir matematis yaitu memiliki kemampuan
berpikir yang berkaitan dengan karakteristik matematika. Sumarmo (2005)
mengemukakan bahawa pendidikan matematika pada hakikatnya mempunyai dua
arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan
masa yang akan dating. Kebutuhan masa kini adalah mengarahkan pembelajaran
matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang kemudian
diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu yang lainnya,

sedangkan kebutuhan masa yang akan dating adalah pembelajaran matematika


dapat memberikan kemampuan menalar yang logis , sistematik, kritis, dan cermat,
menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat
matematika, serta dapat mengembangkan sikap objektif dan terbuka. Kemampuan
tersebut sangat diperlukan dalam menghadapai masa depan yang senantiasa setiap
saat berubah.
Perkembangan matematika dari tahun ke tahun terus berkembang sesuai
dengan tututan zaman. Karena tuntutan zaman itulah mendorong manusia lebih
kreatif dalam mengembangkan atau menerapkan matematika sebagai ilmu dasar.
Salah satu pengembangan yang dimaksud adalah masalah pembelajaran
matematika. Pembelajaran matematika sangat diperlukan karena terkait dengan
pemahaman konsep pada peserta didik. Peserta didik itu yang nantinya ikut andil
dalam pengembangan matematika lebih lanjut ataupun dalam mengaplikasikan
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Suatu kenyataan yang memprihatinkan bahwa kemampuan matematis
siswa di Indonesia masih rendah. Rendahnya kemampuan matematis siswa dapat
dilihat survei The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS).
Pada TIMSS tahun 2011, rata-rata skor siswa kelas VIII Indonesia menurun
menjadi 386, dibandingkan dengan tahun 2007 yang mendapat rata-rata skor 397.
Rendahnya hasil TIMSS disebabkan oleh banyak factor. Salah satunya adalah
siswa di Indonesia umumnya kurang terlati menyelesaikan soal pada TIMSS yang
substansinya konstektual, penalaran, kreativitas, dan argumentasi dalam
penyelesaiaannya (Mullis, dkk, 2012)

Dalam proses pembelajaran anak kurang didorong untuk mengembangkan


kemampuan berpikir. Khususnya dalam pembelajaran di kelas, anak diarahkan
pada kemampuan cara menggunakan rumus, menghapal rumus matematika hanya
untuk mengerjakan soal, jarang diajarkan untuk menganalisis dan menggunakan
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, ketika anak didik diberi soal
aplikasi atau soal yang berbeda dengan soal latihannya, maka mereka akan
membuat kesalahan. Contoh penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari
yaitu apabila anda ke apotik untuk membeli obat, resep dokter tertulis 3 x 2.
Bagaimana anda meminum obat itu? Apakah tiga tablet diminum sekaligus pada
pagi hari dan 3 tablet diminum pada siang hari? Ataukah anda minum dua tablet
pada pagi hari, 2 tablet pada siang hari, dan 2 tablet pada malam hari?
Pastilah cara ke-2 yang betul, sehingga sembuh. Jika cara pertama yang
dilakukan, berarti minum obatnya over dosis. Contoh tersebut menunnjukkan
bahwa siswa belum memahami konsep perkalian jika siswa tersebut menjawab
semua betul.
Prinsip utama dalam pembelajaran matematika saat ini adalah untuk
memperbaiki dan menyiapkan aktivitas-aktifitas belajar yang bermanfaat bagi
siswa yang bertujuan untuk beralih dari mengajar ke belajar matematika.
Keterkaitan

siswa

secara

aktif

dalam

pembelajaran

matematika

harus

disediakannya aktivitas belajar yang khusus sehingga mereka dapat melakukan


doing math untuk menemukan dan mebangun matematika dengan fasilitas oleh
guru. <a href="http://dedi26.blogspot.com/2013/05/indikator-pemahaman-konsepmatematika.html"
Matematika</a>

target="_blank">Indikator

Pemahaman

Konsep

Menurut Sanjaya (2009) mengemukakan Pemahaman konsep adalah


kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, tetapi
mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti,
memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasi konsep yang sesuai
dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Menurut Sanjaya (2009) indikator pemahaman konsep diantaranya:
1. mampu menerangkan secara verbal mengenai apa yang telah dicapainya;
2. mampu menyajikan situasi matematika kedalam berbagai cara serta
mengetahui perbedaan;
3. mampu mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau
tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut;
4. mampu menerapkan hubungan antara konsep dan prosedur;
5. mampu menberikan contoh dan kontra dari konsep yang dipelajari;
6. mampu menerapkan konsep secara algoritma;
7. mampu mengembangkan konsep yang telah dipelajari.
Indikator di atas tersebut sejalan dengan Peraturan Dirjen Dikdasmen Nomor
506/C/Kep/PP/2004, indikator siswa memahami konsep matematika adalah
mampu:
1. menyatakan ulang sebuah konsep;

2. mengklasifikasikan objek menurut tertentu sesuai dengan konsepnya;


3. memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep;
4. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi;
5. mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep;
6. menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi
tertentu;
7. mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah.
Salah satu tujuan umum pembelajaran matematika di sekolah yaitu untuk
mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika di sekolah yaitu untuk
mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan (Suherman dkk,
2003:58). Tujuan ini masih sejalan dengan standar kurikulum yang dikemukakan
oleh NCTM (National Council of Teacher of Mathematic) tentang koneksi
matematik atau Mathematical Connection yang bertujuan untuk membantu
meningkatkan konsep atau aturan matematika yang satu dengan yang lainnya
dengan cara melihat matematika sebagai bagian terintegrasi pada kehidupan
nyata. Koneksi tidak dapat dihindari kehadirannya pada saat seseorang
mempelajari matematika, karena karakteristik matematika terbentuk dari konsepkonsep yang saling terkait dan saling menunjang, baik keterkaitan dengan
berbagai ilmu pengetahuan maupun dengan kehidupan sehari-hari. Kemampuan
koneksi matematika siswa akan meningkat apabila siswa terbiasa mengerjakan

soal-soal non rutin, soal-soal yang tidak hanya mengendalikan ingatan yang baik
saja, tetapi siswa diharapkan dapat mengaitkan dengan topic lain dalam
matematika itu sendiri.
Berdasarkan hasil pengalaman dan shering dengan rekan-rekan sesama
pengajar matematika SMP di Garut diketahui bahwa kemampuan siswa untuk
melakukan koneksi matematika masih rendah. Hal ini diindikasikan dengan siswa
yang tidak yakin dalam mengemukakan alasan ketika diminta menghubungkan
suatu persoalan matematika yang sedang dipelajari dengan materi pada pokok
bahasan yang lalu atau dengan suatu hal yang berkaitan dengan kehidupan seharihari. Mereka kesulitan ketika diminta menyebutkan contoh yang ada dalam
kehidupan sehari-hari. Siswa mampu menemukan jawaban atas persoalan yang
diberikan tetapi mereka tidak yakin untuk mengemukakan alasan dalam
melakukan perhitungan, terutama proses perhitungan materi matematika pada
pokok bahasan yang sedang dipelajari dengan materi matematika pada pokok
bahasan yang telah dipelajari. Siswa kesulitan membuat model matematika dar
soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil wawancara
dengan siswa, beberapa siswa mengatakan bahwa mereka hanya mengikuti apa
yang dituliskan dan atau yang diterangkan oleh guru tanpa tahu makna maupun
alasan dari proses perhitungan yang dilakukan. Oleh karena itu perlu adanya suatu
pendekatan pembelajaran matematika yang berbeda agar kemampuan koneksi
matematika

siswa

dapat

ditingkatkan

(eprit.uny.ac.id/1832/2/BAB

I,II,III.doc(Sugiman:1).
Selain kemampuan koneksi matematis, dalam pembelajaran matematika
juga memperhatikan aspek afektif seperti disposisi matematis. Disposisi

matematis (mathematical disposition) berkaitan dengan bagaimana siswa


memandang dan menyelesaikan masalah; apakah percaya diri, tekun, berminat,
dan berpikir fleksibel untuk mengeksplorasi berbagai alternative strategi
penyelesaian masalah. Disposisi juga berkaitan dengan kecenderungan siswa
untuk merefleksikan pemikiran mereka (NCTM, 1991). Penilaian disposisi
matematis juga termuat dalam ranah afektif yang menjadi tujuan pendidikan
matematika, yaitu peserta didik memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, ulet dan
percaya diri dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah (BNSP, 2006:146). Oleh karena itu, disposisi
matematis merupakan salah satu penunjang yang sangat penting untuk bertahan
dalam menghadapi masalah, mengambil tanggung jawab, dan mengembangkan
Sejalan dengan hal tersebut di atas, dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan nasional dan menghasilkan lulusan yang memilki keunggulan
kompetitif dan koperatif sesuai dengan standar nasional, salah satu terobosan yang
dilakukan pemerintah lewat Depdiknas adalah melakukan pergeseran paradigm
dalam proses pembelajaran, yaitu dari teacher active teaching menjadi student
active learning. Maksudnya adalah orientasi pembelajaran yang berpusat pada
guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
centered). Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru diharapkan dapat
berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa dalam belajar, dan siswa
sendirilah yang harus aktif belajar dari berbagai sumber belajar.
Sementara itu, kualitas dan produktivitas pembelajaran akan tampak pada
seberapa jauh siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Untuk

membuat siswa mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan tersebut terkait


erat dengan efektivitas strategi pembelajaran yang disusun oleh guru. Hal ini
menunjukkan bahwa untuk mencapai kualitas dan produktivitas pemebelajaran
yang tinggi penyampaian materi harus dikelola dan diorganisir melalui strategi
pembelajaran yang tepat dan penyampaian yang tepat pula kepada siswa.
Untuk itu salah tugas guru adalah bagaimana menyelenggarakan
pembelajaran efektif. Pembelajaran efektif artinya sesuai kemampuan siswa dan
siswa

dapat

mengkontruksi

secara

maksimal

pengetahuan

baru

yang

dikembangkan dalam pembelajaran (Krismanto, 2001: 2). Lebih lanjut


dikemukakan, bahwa berdasarkan apa yang diyakini pahan konstruktisme yaitu
bahwa pengetahuan (knowledge) tentang sesuatu merupakan konstrusi (bentukan)
oleh subjek yang (akan, sedang dalam proses) memahami sesuatu, dan apa yang
dinyatakan Batner dikutip secara langsung oleh Krismanto yaitu bahwa : Teaching
and having are not synonymouns, we can teach, and teach well, without having
the students learn. Dikemukakan bahwa dalam satu sisi hal tersebut
menggambar bahwa seberapa banyak yang diperoleh siswa secara individual
(dapat) mereka konstruksikan. Hal ini mengidentifikasikan bahwa aktivitas mental
siswa dalam mengkonstuksi pengetahuan itu merupakan factor yang membedakan
dan menentukan seberapa (tingka) pengetahuan itu ada dalam diri siswa. Banyak
peneliti meyakini bahwa pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang efektif
atau setidaknya merupakan syarat bagi terselenggaranya pembelajaran efektif.
Dengan demikian pembelajaran efektif antara lain ditandai dengan pemberdayaan
siswa secara aktif. Pembelajaran efektif akan melatih dan menanamkan sikap
demokratis pada siswa. Selain itu pembelajaran efektif juga menekankan pada

bagaimana agar siswa mampu belajar, bagaimana cara belajar (learning to learn).
Melalui kreativitas guru dalam pengajaran, pembelajaran di kelas menjadi sebuah
kegiatan yang menyenangkan (joyfull learning) (Departemen Pendidikan Nasional
Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Umum, 2002:3).
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan
agar pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi siswa adalah
pendekatan konstektual (Constekstual Teaching and Learning) yang selanjutnya
disebut CTL. Pembelajaran dengan CTL focus pada siswa sebagai pembelajar
yang aktif, dan memberikan rentang yang luas tentang peluang-peluang belajar
bagi mereka yang menggunakan kemampuan-kemampuan akademik mereka
untuk

memecahkan

masalah-masalah

kehidupan

nyata

yang

kompleks

(Depdiknas, 2002: 15).


Berdasarkan uraian di atas, dan memperhatikan pentingnya koneksi
matematika dalam pembelajaran matematika serta pemaparan pembelajaran
Konstektual, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
bagaimana Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Koneksi Matematis Serta
Disposisi Matematis Siswa SMP Di Kabupaten Garut Melalui Pembelajaran
Konstektual
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pada uraian di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa


yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konstektual lebih
baik dari pada pembelajaran konvensional?
2. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan koneksi matematis
siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konstektual
lebih baik dari pada pembelajaran konvensional?
3. Apakah disposisi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan
pembelajaran

konstektual

lebih

baik

dari

pada

pembelajaran

konvensional?
4. Apakah terdapat kaitan antara kemampuan pemahaman konsep dan
koneksi serta disposisi matematika siswa?
5. Apakah terdapat kesulitan dan hambatan dalam melaksanakan
pembelajaran konstektual.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan
di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menelaah kemampuan pemahaman konsep

matematika

yang

pembelajarannya menggunakan pembelajaran konstektual lebih baik


dari pada pembelajaran yang biasa?
2. Menelaah pencapaian dan peningkatan kemampuan koneksi matemat
yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konstektual lebih
baik dari pada pembelajaran yang biasa?
3. Menelaah disposisi siswa sebelum dan sesudah pembelajaran
menggunakan pembelajaran konstektual.
4. Menelaah sikap siswa terhadap penerapan pembelajaran konstektual
dan aspek koneksi matematiknya.
5. Menelaah hambatan dan dukungan pada pembelajaran konstektual .
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru, hasil penelitian dapat menambah pengetahuan dan
memberikan

masukan

dalam

penggunaan

model

pembelajaran

konstektual dengan kooperatip tipe STAD sebagai alternative untuk

meningkatkan koneksi dan komunikasi matematis siswa dalam


pembelajaran matematika.
2. Bagi siswa, hasil penelitian ini akan membantu mereka dalam
mengembangkan kemampuan pemahaman konsep, koneksi serta
komunikasi matematik pada pembelajaran matematika.
3. Bagi Pembelajaran Matematika pada umumnya, sebagai masukan bagi
sekolah dan sebagai sumbangsih pemikiran bagi pemiliti yang lainnya
dalam rangka meningkatkan pembelajaran matematika.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah
yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan
definisi operasional sebagai berikut :
1. Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami arti/konsep,
situasi serta fakta yang diketahui, serta dapat menjelaskan dengan
menggunakan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya
dengan tidak mengubah arti. Pemahaman konsep yang dimaksud penulis
dalam penelitian ini meliputi kemampuan menyatakan ulang konsep yang
telah dipelajari, menerapkan konsep secara algoritma, merumuskan strategi
penyelesaian, melakukan perhitungan sederhana, mengubah suatu bentuk ke
bentuk lain yang berkaitan dengan bangun ruang, serta mengklasifikasikan
objek-objek berdasarkan dipenuhi tidaknya persyaratan membentuk konsep
tersebut.
2. Kemampuan koneksi matematis, merupakan kemampuan siswa untuk
mengaitkan antara konsep-konsep matematika secara internal yaitu
berhubungan dengan matematika itu sendiri maupun mengaitkannya secara
eksternal, yaitu matematika dengan bidang lain, baik dengan bidang studi
yang lain maupun dengan kehidupan sehari-hari.

3. Kemampuan disposisi matematis adalah kemauan siswa untuk berpikir dan


bertindak secara positif yang mencakup minat belajar, kegigihan serta
kemauan untuk menemukan solusi dan apresiasi terhadap matematika.
4. Pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan dalam proses
pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya
dengan situasi nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan sehari-hari, baik di rumah,
di sekolah maupun di lingkungan masyarakat secara luas.

Anda mungkin juga menyukai