Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sabun adalah senyawa yang dihasilkan dari reaksi antara asam lemak

dengan alkali. Asam lemak ini terdapat di dalam minyak nabati dan lemak hewan.
Reaksi dari minyak nabati dan lemak hewan dengan alkali disebut dengan reaksi
saponifikasi. Selain berasal dari minyak atau lemak, sabun juga dibuat dari
minyak bumi dan gas alam maupun langsung dari tanaman.
Dalam sejarah pengetahuan Sumaria, sabun dibuat dari campuran minyak
dengan abu yang berasal dari pembakaran kayu. Sabun yang dihasilkan disebut
dengan sabun kalium dan digunakan untuk mencuci bulu domba. Sabun juga
ditemukan dalam catatan medis Mesir Kuno, yang menyebut sabun berasal dari
soda alami yang disebut dengan natron yang dihasilkan dari dehidrasi Natrium
Karbonat dan dicampur dengan lemak nabati.
Dewasa ini banyak pabrik yang memproduksi sabun dalam berbagai
macam bantuk dan merk. Masing-masing sabun yang diproduksi memiliki
spesifikasi dan mutu tersendiri kemajuan ini terjadi seiring dengan kebutuhan
manusia dan perkembangan iptek.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang modern saat ini, telah banyak
pula sabun-sabun dibuat untuk maksud pencegehan atau pengobatan terhadap
penyakit kulit, sehari-hari pemakaian sabun seiirng digunakan sebagai sabun
mandi, di Rumah sakit sering dipakai oleh para dokter dan perawat untuk mencuci
tangan sebelum dan setelah melakukan operasi atau perawatan terhadap
pasiennya.

1.2

Tujuan
1. Mengetahui cara pembuatan sabun
2. mempelajari reaksi penyabunan (Saponifikasi)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Sabun
Sabun adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau

minyak dengan Alkali. Sabun juga merupakan garam-garam Monofalen dari


Asam Karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM, R adalah rantai lurus
(alifatik) panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12-C18 dan M
adalah kation dari kelompok alkali atau Ion Ammonium.
Pembuatan sabun melibatkan teknologi kimia yang dapat mengontrol sifat
fisika alami yang terdapat pada sabun. Saponifikasi pada minyak dilihat dari
beberapa perubahan fasa untuk menghilangkan impurity (zat pengganggu) dan
uap air serta dilihat dengan recovery gliserin sebagai produk samping dari reaksi
saponifikasi. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya air, gliserin,
garam dan impurity lain.
Perubahan lemak hewan (misalnya lemak kambing, Tallow) menjadi
sabun menurut cara kuno adalah dengan cara memanaskan dengan abu kayu
(bersifat basa), hal ini telah dilakukan sejak 2300 tahun yang lalu oleh bangsa
Romawi kuno
Ada beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan
dasar sabun antara lain:

Warna
Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus

untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.

Angka Saponifikasi
Angka saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalium

hidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu gram
minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan
dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.

Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidakjenuhan minyak atau

lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh.
Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk
mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.

2.2

Sifat-Sifat Sabun
Sifat sifat sabun yaitu :
a. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku
tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun
dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + NaOH
b. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk
maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air
sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam
Mg atau Ca dalam air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia
koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci
kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai
gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen
CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak
suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala
yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.
Non polar : CH3(CH2)16

Polar : COONa+

(larut dalam miyak, hidrofobik,

(larut dalam air, hidrofilik,

memisahkan kotoran non polar)

memisahkan kotoran polar)

Molekul-molekul sabun terdiri dari rantai hidrokarbon yang panjang


dengan satu gugus ionik yang sangat polar pada salah satu ujungnya. Ujung ini
bersifat hidrofilik (tertarik atau larut dalam air) dan ujung rantai hidrokarbon
bersifat lipofilik (tertarik atau larut dalam minyak dan lemak). Pengotor umumnya

melekat pada pakaian atau badan dalam bentuk lapisan minyak yang sangat tipis.
Jika lapisan minyak ini dapat dibuang, partikel-partikel pengotor dikatakan telah
tercuci. Dalam proses pencucian, lapisan minyak sebagai pengotor akan tertarik
oleh ujung lipofilik sabun, kemudian kotoran yang telah terikat dalam air pencuci
karena ujung yang lain (hidrofilik) dari sabun larut dalam air
Sifat-sifat fisik sabun yang perlu diketahui oleh design engineer dan
kimiawi adalah sebagai berikut:
1. Viskositas
Setelah minyak atau lemak disaponifikasi dengan alkali, maka akan
dihasilkan sabun yang memiliki viskositas yang lebih besar dari pada minyak atau
alkali. Pada suhu di atas 75o C viskositas sabun tidak dapat meningkat secara
signifikan, tapi di bawah suhu 75o C viskositasnya dapat meningkatkan secara
cepat. Viskositas sabun tergantung pada temperature sabun dan komposisi lemak
atau minyak yang dicampurkan.
2. Panas Jenis
Panas jenis sabun adalah 0,56 Kal/g.
3. Densitas
Densitas sabun murni berada pada range 0,96g/ml 0,99g/ml.

2.3

Reaksi Dasar Pembuatan Sabun


1. Saponifikasi
Pembuatan sabun tergantung pada reaksi kimia organik, yaitu saponifikasi.

Lemak direaksi dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan gliserin. Persamaan
reaksi dari saponifikasi adalah:
C3H3(O2CR)3
Lemak minyak

+ NaOH 3RCOONa + C3H5(OH)3


Alkali

Sabun

Gliserin

Saponifikasi merupakan reaksi ekstern yang menghasilkan padan sekitar


65 kalori per kilogram minyak yang disaponifikasi. pada rumus kimia diatas, R
dapat berupa rantai yang sama maupun berbeda-beda dan biasanya dinyatakan
dengan R1, R2, R3. rantai R dapat berasal dari laurat, palmitat, stearat, atau asam
lainnya yang secara umum di dalam minyak disebut sebagai eter gliserida.

Struktur gliserida tergantung pada komposisi minyak. Perbandingan dalam


pencampuran minyak dengan beberapa gliserida ditentukan oleh kadar asam
lemak pada lemak atau minyak tersebut. Reaksi saponifikasi dihasilkan dari
pendidihan lemak dengan alkali dengan menggunakan steam terbuka.
2. Hidrolisa Lemak dan Penetralan dengan Alkali
Pembuatan sabun melalui reaksi hidrolisa lemak tidak langsung
menghasilkan sabun. Minyak atau lemak diubah terlebih dahulu menjadi asam
lemak melalui proses Splitting (hidrolisis) dengan menggunakan air, selanjutnya
asam lemak yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis tersebut akan dinetralkan
dengan alkali sehingga akan dihasilkan sabun. Hidrolisa ini merupakan kelanjutan
dari proses saponifikasi. Secara kimia rekasi pembuatan sabunnya adalah :
(i) C3H5(O2CR)3

+ 3H2O

Lemak/ Minyak

Air

(ii) 3RCOOH + 3NaOH

3RCO2H + C3H5(OH)3
Sabun
3RCOONa

Gliserida
+ 3H2O

Air yang digunakan pada proses hidrolisis dapat berupa air dingin, panas atau
dalam bentuk uap air panas (steam). Pada proses hidrolisa lemak, air yang
digunakan berada pada tekanan dan temperatur yang tinggi, supaya reaksi
hidrolisa dapat terjadi dengan cepat. Jika natrium karbonat (Na2CO3) digunakan
sebagai penetralan asam lemak, maka selama reaksi saponifikasi akan
mengahsilkan CO2 dan menyebabkan massa bertambah sehingga material yang
ada di dalam reaksi akan tumpah karena melebihi kapasitas reaksi yang
digunakan. Dengan alasan ini, maka Na2CO3 digunakan pada reaksi yang berada
pada reactor yang memiliki kapasitas yang cukup besar.

2.4

Bahan Mentah Pembuat Sabun


Secara teoritis semua minyak atau lemak dapat digunakan untuk membuat

sabun. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam


memilih bahan mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat
digunakan dalam pembuatan sabun antara lain:
1. Minyak atau Lemak
Tallow (Lemak Hewan)

Tallow adalah lemak padat pada temperatur kamar dan merupakan hasil
pencampuran Asam Oleat (0-40%), Palmitat (25-30%), stearat (15-20%). Sabun
yang berasal dari Tallow digunakan dalam industri sutra dan industri sabun
mandi. Pada indsutri sabun mandi, tallow biasanya dicampurkan dengan minyak
kelapa dengan perbandingan 80% tallow dan 20% minyak kelapa.
Minyak Kelapa
Minyak kelapa merupakan komponen penting dalam pembuatan sabun,
kerena harga minyak kelapa cukup mahal, maka tidak digunakan untuk membuat
sabun cuci. Minyak kelapa ini berasal dari kopra yang berisikan lemak putih dan
dileburkan pada suhu 15oC.
Minyak Inti Sawit
Minyak inti sawit memiliki karekteristik umum, seperti minyak kelapa dan
dapat dijadikan sebagai substituen dari minyak kelapa di dalam pembuatan sabun
mandi. Dengan warna minyak yang terang, minyak inti sawit dapat digunakan
langsung untuk membuat sabun tanpa perlakuan pendahuluan terlebih dahulu.
Minyak Sawit (Palm Oil)
Dalam pembuatan sabun, minyak sawit dapat digunakan dalam berbagai
macam bentuk, seperti Crude Palm Oil, RBD Palm Oil (minyak sawit yang telah
dibleaching dan dideorisasi), Crude Palm falty Acid dan asam lemak sawit yang
telah didestilasi. Crude Plam Oil yang telah dibleaching digunakan untuk
membuat sabun cuci dan sabun mandi, RBD Palm Oil dapat digunakan tanpa
melalui Pre-Treatment terlebih dahulu. Minyak sawit yang dicampurkan dalam
pembuatan sabun sekitar 50% atau lebih tergantung pada kegunaan sabun yang
diproduksi.
Marine Oil.
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
Castor Oil (minyak jarak).
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat
sabun transparan.
6

Olive oil (minyak zaitun).


Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan
kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak
zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
Campuran minyak dan lemak.
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari
campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur
dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa
memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat
sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi
dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
2. Alkali
Bahan terpenting lainnya dalam pembuatan sabun adalah alkali seperti
NaOH, KOH, dan lain-lain. NaOH biasanya digunakan untuk membuat sabun
cuci, sedangkan KOH digunakan untuk sabun mandi. Alkali yang digunakan
harus bebas dari kontaminasi logam berat karena mempengaruhi nama dan
struktur sabun serta dapat menurunkan resistansi terhadap oksidasi.
3. Bahan Pendukung
Bahan

baku

pendukung

digunakan

untuk

membantu

proses

penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan


gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan
tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.
NaCl.
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun.
Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang
terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang
digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl
digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak
mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan
sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar
diperoleh sabun yang berkualitas.
7

Bahan aditif.
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun

yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik


konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti
oksidan, Pewarna,dan parfum.

2.5

Proses Pembuatan Sabun


Dalam pembuatan sabun terdapat beberapa metoda untuk proses

pembuatan sabun secara umum adalah sebagai berikut :


1. Hidrolisa
a. Proses Batch
Pada proses batch lemak atau minyak yang dipanaskan di dalam reaktor
batch dengan menambahakn NaOH, lemak tersebut dipanaskan sampai bau NaOH
tersebut hilang. Seletah terbentuk endapan lalu didinginkan kemudian endapan
dimurnikan dengan menggunakan air dan diendapkan lagi dengan garam,
kemudian endapan tersebut direbus dengan air sehingga terbentuk campuran halus
yang membentuk lapisan homogen yang mengapung dan terbentuklah sabun
murah.
Diagram alir Proses Batch :
+Lemak/minyak + NaOH

Endapan

Campuran halus yng membentuk lapisan homogen

Pemurnian +air

Endapan +air

Sabun Murah
b. Proses Kontinue
Pada proses kontinue secara umum yaitu lemak atau minyak dimasukkan
kedalam reaktor kontinue kemudian dihidrolisis dengan menggunakan katalis
sehingga menghasilkan asam lemak dengan gliserin. Kemudian dilakukan
peyulingan terhadap asam lemak dengan menambahkan NaOH sehingga terbentuk
sabun.

Diagram alir Proses Kontinue :


Lemak/minyak (dalam reaktor)

Asam lemak+gliserol+NaOH

Sabun

Table 1. Perbandingan Proses Hidrolisis


Parameter

Batch autoclave

Continous Countereurrent

Suhu ( oC )

150 175

240

250

Tekanan ( Mpa )

5,2 10,0

2,9 3,1

5,61

Katalis

Zn, Ca, Mg,

Tanpa Katalis

Opsional (Batch autoclave

Oksida , 1 -

atau Twichel)

2%
Waktu ( Jam )

5- 10

Model Operasi

Batch

Kontinue

Perolehan

85-98%

97-99%

Keuntungan

2-4

Suhu dan tekanan


sedang

Dapat diadaptasikan

luas

untuk skala kecil

Biaya investasi awal

Kualitas produk
seragam

lebih murah dari proses


continue

Tidak butuh ruangan

Perolehan lebih
tinggi

Konsentrasi gliserin
tinggi

Biaya operasi lebih


murah

Pengendalian lebih
akurat

Kelemahan

Investasi awal agak

Investasi awal tinggi

tinggi

Suhu dan tekanan

Penanganan katalis

Waktu reaksi lebih

tinggi

Perlu tingkat

lambat dari proses

keahlian penanganan

continue

yang tinggi

Biaya tenaga kerja


tinggi

Perlu lebih satu tahap


untuk mendapatkan
perolehan yang lebih
baik

2.6

Metode pembuatan sabun


Berdasarkan reaksi yang terjadi, ada 4 macam proses pembuatan sabun

yaitu sebagai berikut (Y.H.Hui,1996) :


1. Proses pendidihan penuh
Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu
minyak/lemak dipanaskan didalam ketel dengan menambahkan NaOH yang telah
dipanaskan, selanjutnya campuran tersebut dipanaskan sampai terbentuk pasta
kira-kira setelah 4 jam pemanasan. Setelah terbentuk pasta ditambahkan NaCl
(10-12%) untuk

mengendapan sabun. Endapan sabun dipisahkan dengan

menggunakan air panas dan terbentuklah produk utama sabun dan produk
samping gliserin.
2. Proses semi pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali
langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaaan. Terjadilah reaksi
saponifikasi.Setelah reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan sabun yang
dihasilkan berwarna gelap.
3. Proses dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol
dibiarkan

didalam

suatu

tempat/bejana

tanpa

dipanaskan

(temperatur

kamar,250C). Reaksi antara NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi eksoterm
10

sehingga dapat menghasilkan panas. Panas tersebut kemudian digunakan untuk


mereaksikan minyak/lemak dan NaOH/alkohol. Proses ini memerlukan waktu
untuk reaksi sempurna selama 24 jam dan dihasilkan sabun berkualitas tinggi.
Adapun syarat-syarat terjadinya proses dingin adalah sebagai berikut :

Minyak/lemak yang digunakan harus murni

Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti

Temperatur harus terkontrol dengan baik

4. Proses netral
Prinsip dasar dari proses netral adalah minyak/lemak ditambah NaOH
sehingga terjadi reaksi saponifikasi dan dihasilkan sabun dan gliserin. Sabun yang
dihasilkan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat menghasilkan busa yang
banyak. Oleh karena itu, perlu dilakukan penetralan dengan menambahkan
Na2CO3.

2.7

Proses Komersil Pembuatan Sabun


1. Direct Saponification
Saponifikasi langsung lemak dan minyak adalah proses tradisional yang

digunakan untuk produksi sabun. Secara komersial, hal ini dilakukan melalui
proses kettle boiling batch atau proses kontinu.
Kettle Boiled Batch Process
Proses ini menghasilkan sabun dalam jumlah besar, menggunakan tangki
baja terbuka yang dikenal dengan ketel yang dapat menyimpan hingga 130.000 kg
bahan. Ketel dengan dasar kerucut ini yang berisi koil uap terbuka untuk
pemanasan dan agitasi. Untuk membuat sabun oleh proses lemak, dan minyak,
soda kaustik, garam, dan air secara bersamaan ditambahkan ke ketel. Untuk
menyelesaikan proses penyabunan, batch sabun dipanaskan untuk jangka waktu
tertentu menggunakan steam sparging.
Setelah menyelesaikan reaksi penyabunan, garam tambahan akan
ditambahkan ke dalam ketel yang dipanaskan dengan uap untuk mengubah
campuran dari fase campuran neat-sabun ke campuran curd soaplye seat

11

biphasic. Proses ini biasanya disebut dengan membuka butir sabun. Dadih sabun
yang tersisa di ketel biasanya dicuci beberapa kali dengan menambahkan air
untuk mengubahnya kembali ke neat sabun dan mengulangi penambahan garam,
mendidihkan, dan proses pemisahan.
Proses mencuci memberikan yang lebih baik menghilangkan kotoran dari
gliserol dan sabun. Setelah pencucian akhir, tingkat air di dalam sabun dadih yang
tersisa dalam ketel disesuaikan untuk mencapai sifat-sifat fisik yang tepat untuk
pengolahan tambahan. Proses ini, disebut sebagai fitting. Produk yang tersisa
dalam ketel adalah sabun murni dengan konsentrasi 70% dengan garam dan
gliserol tingkat rendah. Proses ini memakan waktu lama dan memerlukan
beberapa hari untuk menyelesaikannya.

Continuous Saponification Systems


Sebuah inovasi yang relatif baru dalam produksi sabun, sistem ini telah

menghasilkan efisiensi pengolahan yang lebih baik dan waktu pengolahan yang
jauh lebih pendek. Ada beberapa sistem komersial

yang tersedia, bahkan

walaupun sistem ini berbeda dalam aspek desain atau operasi-operasi tertentu,
semua proses saponifikasi lemak dan minyak untuk sabun sama dengan proses
umum.(Gambar 3).
Umpan berupa campuran lemak dan minyak terus dimasukkan ke dalam
pressurized, heated vessel yang biasa disebut sebagai autoclave, bersama dengan
sejumlah kaustik soda, air, dan garam. Pada suhu (120o C) dan tekanan (200 kPa)
waktu yang digunakan untuk reaksi saponifikasi lebih cepat (<30 menit). Setelah
dikontakkan dengan waktu kontak yang relatif singkat pada autoclave, neat sabun
dan campuran alkali dipompakan ke dalam cooling mixer denagn suhu di bawah
100oC. Hasil produk kemudian dipompakan ke dalam static separator dimana
campuran alkali dengan kandungan gliserol (2530%) dipisahkan dari neat sabun
menggunakan pengaruh gravitasi atau settling (pengendapan).
Neat sabun kemudian dicuci dengan larutan alkali dan garam. Hal ini
sering dilakukan dalam sebuah kolom vertikal, yang merupakan suatu tabung
yang terbuka berupa proses mixing or baffle stages. Neat sabun dimasukkan ke
bagian bawah kolom dan alkali atau larutan garam dipompakan dari atas. Neat

12

sabun yang masih bisa direcovery berada di atas kolom sedangkan alkali atau
larutan garam berada di bawah. Proses pencucian menghilangkan impurities dan
menghasilkan gliserol yang akan diproses lanjut. Proses pemisahan akhir
menggunakan centrifugal, setelah dipisahkan, residu alkali dalam neat soap
dinetralisasi melalui penambahan asam lemak yang akurat dalam steam-jacketed
mixing vessel (crutcher). Sabun kini siap untuk digunakan dalam pembuatan
sabun batang.

Gambar 1. Continuous Saponification Systems


2. Netralisasi Asam Lemak
Pendekatan lain untuk memproduksi sabun adalah melalui netralisasi asam
lemak dengan kaustik. Pendekatan ini membutuhkan proses bertahap di mana
asam lemak diproduksi melalui hidrolisis lemak dan minyak dengan air, diikuti
dengan netralisasi berikutnya dengan kaustik. Pendekatan ini memiliki sejumlah
keuntungan lebih dibanding proses saponifikasi secara umum.
13

Tahap Hidrolisis
Tahapan hidrolisis lemak dan minyak dengan air membutuhkan
pencampuran yang baik dimana secara normal keduanya merupakan fasa yang
tidak saling larut. Reaksi dilakukan di bawah kondisi dimana air memiliki
kelarutan yang cukup tinggi yaitu sekitar 10 25% dalam lemak dan minyak.
Dalam prakteknya, proses ini dicapai di bawah tekanan tinggi yaitu sekitar 4-5.5
MPa (580psi-800 psi) dan dengan suhu tinggi (240OC-270OC) pada kolom
stainless steel. (Gambar 4). ZnO kadang-kadang ditambahkan sebagai katalis
dengan lemak bahan baku dan minyak untuk mempercepat reaksi.
Bahan baku lemak dan minyak yang dimasukkan di bagian bawah dan air
dimasukkan di bagian atas kolom. Kolom didesain terbuka atau berisi baffle untuk
meningkatkan pencampuran yang lebih baik melalui aliran turbulen. Steam
bertekanan tinggi ditempatkan pada ketinggian tiga atau empat di kolom yang
berbeda untuk pemanasan awal. Desain ini menetapkan pola aliran lawan dengan
air bergerak melalui kolom dari atas ke bawah dan lemak dan minyak arah yang
berlawanan. Sebagai bahan-bahan ini dicampurkan pada suhu dan tekanan tinggi
.Keterkaitan ester dalam lemak dan minyak dihidrolisis untuk menghasilkan asam
lemak dan gliserol. Asam lemak yang

terbentuk dilanjutkan melalui kolom

bagian atas, sedangkan gliserol yang dihasilkan dilakukan pencucian melalui


bagian bawah dengan fase air. Karena ini merupakan reaksi reversibel, penting
untuk menghilangkan gliserin dari campuran melalui proses pencucian.
Asam lemak yang dihasilkan pada bagian atas kolom mengandung air,
lemak yang tidak terhidrolisis, dan Zn sisa sebagai katalis. Produk ini kemudian
dilewatkan ke tahap pengeringan vakum dimana air tersebut dihilangkan melalui
penguapan dan asam lemak didinginkan sebagai hasil dari proses penguapan.
Produk kering aliran ini kemudian diteruskan ke sistem distilasi. Sistem
distilasi memungkinkan untuk perbaikan kualitas asam lemak, yaitu, bau dan
warna, melalui pemisahan asam lemak dari lemak yang safonisasi sebagian dan
minyak, yang masih mengandung katalis Zn. Hal ini dicapai dengan pemanasan
produk

steam dalam penukar panas dengan suhu sekitar 205oC-232oC dan

14

dimasukkan ke ruang hampa (flash still) pada tekanan 0,13kPa-0,8 kPa atau (1 - 6
mm Hg) tekanan absolut .
Asam lemak yang diuapkan pada kondisi ini akan dihilangkan dari bahanbahan yang tidak diinginkan

seperti trigliserida terhidrolisis sebagian. Asam

lemak yang menguap kemudian melewati serangkaian kondensor air dingin untuk
fraksionasi. Sistem bervariasi dalam jumlah kondensor tetapi sistem tigakondensor adalah system yang umum digunakan.

Asam lemak biasanya

dipisahkan menjadi heavy cut, mid-cut, dan very light cut. Light cut sering
dihilangkan karena mengandung banyak zat yang menyebabkan bau yang tidak
enak pada asam lemak.
Asam lemak yang diperoleh dari proses tersebut dapat digunakan secara
langsung atau dimanipulasi lebih lanjut untuk diperbaiki atau diubah kinerja dan
stabilitas. Hardening adalah operasi dimana beberapa ikatan tak jenuh yang
terdapat di dalam asam lemak dieliminasi melalui proses hidrogenasi atau
penambahan H2 di karbon-karbon ikatan rangkap. Proses ini pada awalnya
dimaksudkan untuk meningkatkan bau dan memperbaiki warna asam lemak
melalui eliminasi dari ikatan rangkap tak jenuh. Namun, seiring perkembangan
dalam penggunaan asam lemak, hidrogenasi merupakan proses komersial penting
untuk mengubah sifat fisik dari asam lemak.
Hardering biasanya dicapai dengan melewatikan asam lemak yang telah
dipanaskan melalui serangkaian tubes packed dengan katalis dengan kehadiran
gas hidrogen. Katalis yang paling sering digunakan adalah Ni. Hardering
ditentukan oleh jumlah hidrogen, suhu reaksi, tekanan, dan waktu tinggal. Asam
lemak yang telah melewati proses hardering kemudian disaring untuk
menghilangkan sisa katalis dan selanjutnya didinginkan dalam flash tank dimana
kelebihan gas hidrogen dihilangkan. Selain pengurangan tingkat ketidakjenuhan
dalam asam lemak, proses juga dapat mengkonversi beberapa konfigurasi cis
asam lemak tak jenuh ke dalam konfigurasi trans. Konversi dapat mempengaruhi
sifat produk jadi dan biasanya dikendalikan untuk spesifikasi yang diinginkan.

15

Gambar 2. Proses Netralisasi Asam Lemak


Netralisasi
Tahap pembentukan sabun dari asam lemak dicapai melalui reaksi asam
lemak dengan kaustik yang sesuai. Reaksi ini berlangsung sangat cepat untuk
beberapa kaustik yang banyak digunakan, misalnya, NaOH atau KOH, dan
memerlukan

perhitungan yang tepat dan pencampuran yang akurat untuk

memastikan efektivitas proses.


beberapa

pertimbangan

proses

Meskipun relatif mudah, dalam prakteknya,


harus

ditangani

dengan

baik.

Pertama,

perbandingan yang tepat dari lemak asam, kaustik, air, dan garam harus dijaga
untuk menjamin pembentukan fase neat sabun yang diinginkan. Proses ini
dikontrol untuk menghindari terbentuknya sabun menengah, yang memiliki
viskositas tinggi dan tidak menghilang dengan cepat. Kedua, pencampuran yang
baik antara minyak dan air diperlukan untuk memastikan terbentuknya fase
campuran neat sabun yang baik. Ketiga, karena panas yang dibebaskan dari
reaksi, temperatur proses harus dipertahankan dalam batas-batas tertentu agar
tidak terlalu panas dan mendidih atau berbusa.
Ada berbagai proses komersial untuk tahap netralisasi. Umumnya, asam
lemak dipanaskan pada (50 o C-70o C) dan dicampurkan dengan kaustik-garam-air
(25o C-30o C) Steam dialirkan ke dalam sebuah high shear mixing system,
umumnya disebut sebagai neutralizer. Campuran dipanaskan dengan suhu antara
16

85oC dan 95oC kemudian dipompakan ke dalam tangki penerima yang efektif
untuk mencampurkan sabun baik melalui sistem resirkulasi dan agitasi. Setelah
dikontakkan dengan waktu tinggal pendek di tangki penerima untuk memastikan
komposisi seragam, sabun yang dihasilkan dipompakan ke tangki penyimpanan
atau dilanjutkan ke proses finishing.
Pemurnian Sabun
Pemurnian sabun adalah suatu perlakuan untuk menghilangkan impurities
yang terlarut dalam larutan alkali dan mengcover lagi gliserin yang terbebas pada
saat reaksi saponifikasi. Asumsi tentang pemurnian sabun yaitu :

Giserol merupakan jumlah total pelarut dalam pencucian larutan alkali.

Gliserol ada pada sabun yang dilarutkan dalam larutan alkali.

Ketika sabun dicampurkan dengan pencucian larutan alkali, gliserol


pindah dari larutan alkali pada sabun menjadi pencucian alkali sampai
konsentrasi keduanya stabil.

Bila campuran tadi dibiarkan di stele kemudian dipisahkan menjadi dua


lapisan bagian yaitu lapisan atasnya adalah sabun dan lapisan bawahnya
untuk pencucian alkali.

Ketika pencucian meningkat, kebanyakan gliserol diekstrak pada saat


banyaknya larutan alkali yang dikorbankan.

Secara umum proses pencucian sabun yaitu :

Proses pembasahan, perlakuan terhadap kotoran dan lemak-lemak

Proses menghilangkan kotoran dari permukaan

Mengatur kotoran-kotoran supaya tetap stabil dari larutannya atau


suspensinya.
Finishing
Finishing merupakan langkah akhir pada proses pembuatan sabun, yang

meliputi beberapa tahap, yaitu:


1) Crutching
Jika sabun murni yang berasal dari ketel atau proses lainnya akan
dicampurkan dengan menggunakan bahan lain, maka sebelum dibentuk atau
dikeringkan, dilakukan pencampuran terlebih dahulu. Campuran itu dilarutkan di
17

dalam mesin crutcher dahulu. Crutcher adalah bejana yang berbentuk silindris
dengan ukuran kecil, kapasitasnya 680-2279 dan dilengkapi dengan pengaduk.
Crutcher juga digunakan di dalam pencampuran alkali dengan lemak di dalam
pembuatan sabun dengan proses pendinginan.
2) Framming
Metode yang digunakan untuk mengubah sabun murni atau cairan sabun
panas menjadi padatan yang mudah dibentuk menjadi batangan atau disebut
dengan framming. Framming dilakukan pada cairan sabun yang berada pada suhu
57-62oC didalam suatu frame yang memiliki berat 454 545 kg berbentuk
persegi. Untuk memadatkan sabun murni diperlukan waktu 3-7 hari. Sabun yang
telah dicetak dapat dipotong menjadi bagian kecil. Penambahan zat adiktif
antioksidan stabilizer dan farfum dilakukan pada saar crutching sebelim
framming.
3) Drying
Berbagai macam metoda pembuatan sabun dengan menggunakan reaksi
saponifikasi yang menghasilkan sabun murni mengandung air sekitar 30-35%.
Sabun murni tersebut diubah menjadi sabun chip dengan kandungan 5-15% air.
Proses pengeringan yang sederhana dikenal dengan spray drying proses. Sabun
yang mengandung air dilewatkan melalui spary nozzles. Partikel-partikel kecil ini
dikeluarkan oleh spray nozzles dalam bentuk kering. Pengeringan juga daapt
dilakukan pada vakum atau di dalam atmospherik flash drying.
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni)
yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada
sabun dikurangi dari 30 35% pada sabun murni menjadi 8 18% pada sabun
butiran atau lempengan. Jenis jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal
hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan
sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun
murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang
mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah dipanaskan terlebih dahulu
disemprotkan di atas dinding ruang vakum melalui mulut pipa yang
berputar.Lapisan tipis sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan

18

pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh
di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer
dengan multi sistem, yang merupakan versi pengembangan dari dryer sistem
tunggal, memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih
efisien daripada dryer sistem tunggal.

2.8

Kegunaan Sabun
Sebagian besar kegunaan sabun di dalam kehidupan sehari-hari adalah

bahan pencuci. Sedangkan di dalam industri kosmetik sabun memiliki kegunaan


tergantung pada komposisi yang terkandung di dalam sabun itu sendiri.
Asam lemak seperti asam stearat atau asam aleat sebagian besar dikonversi
menjadi sabun dengan mereaksikannya dengan alkali (NaOH, KOH) maupun
dengan alkalominida. Asam lemak banyak digunakan di dalam pembuatan cream
cukur, cream wajah, hand body lotion, dan pewarna rambut.
Sabun stearat digunakan sebagai pengemulsi antara mineral minyak,
lemak ester dan air di dalam pembuatan hand and body lotion.

2.9

Klasifikasi Sabun
Berdasarkan penggunaannya, sabun dapat diklasifikasi menjadi 3 jenis,

yaitu:
1. Laundry Soap; untuk sabun cuci.
2. Toilet soap; yang digunakan untuk mandi dan perawatan kulit, termasuk
juga disini medicine soap.
3. Textile soap, yang digunakan untuk pada proses scouring textile, proses
degumming sutera dll.

2.10

Proses Kontrol
Untuk memproduksi sabun yang berkualitas, penting bila dilakukan

kontrol terhadap proses pembuatan sabun, baik pada proses pre-treatment


terhadap minyak atau lemak yang digunakan maupun terhadap proses pembuatan
sabun hingga proses akhir.

19

Beberapa hal yang diperlukan dalam kontrol proses pembuatan sabun adalah:
a. Kontrol minyak atau lemak yang dimasukkan
Kualitas sabun ditentukan oleh komposisi minyak yang dicampurkan
dalam pembuatan sabun tersebut. Jika komposisi pencampuran dikontrol secara
akurat maka kualitas sabun yang dihasilkan akan baik.
b. Warna dasar sabun
Warna dasar sabun dapat dikontrol di dalam reflektometer, pengamatan
langsung maupun dengan membandingkan sampel yang memiliki warna standar.
Pada sabun mandi, warna dasar sabun dapat dikoreksi dengan penambahan
Natrium Hidrosulfat pada dosis tertentu dalam proses finishing sabun di dalam
ketel mendidih.
c. Alkali bebas dan klorida
Untuk mengontrol alkali bebas dan klorida di dalam sabun biasanya
digunakan inhibitor pheoftalein.
d. Lemak yang tidak tersaponifikasi
Jika prosedur pembuatan sabun sudah benar, maka dapat dihasilkan reaksi
saponifikasi yang sempurna dan sangat kecil kemungkinan terjadinya lemak yang
tidak tersafonifikasi pada proses batch, safonifikasi memerlukan waktu yang lebih
lama sedangkan pada proses kontinue, waktu safonifikasi lebih pendek dengan
menggunakan temperatur dan tekanan yang tinggi, dan minyak dapat
tersafonifikasi dengan sempurna.
e. Gliserol di dalam sabun
Gliserin merupakan komoditas yang mahal kedua setelah asam lemak.
Oleh karena itu perlu dilakukan recovery gliserin. Recovery gliserin dilakukan
pencucian terhadap sabun dari gliserol setelah safonifikasi. Gliserin merupakan
produk komersial yang merupakan hasil samping dari safonifikasi.

20

BAB III
KESIMPULAN
3.1

Kesimpulan
1. Sabun merupakan senyawa kimia yang berasal dari reaksi lemak atau
minyak dengan alkali. Reaksi dasar dari pembuatan sabun yaitu
saponifikasi dan hidrolisa lemak.
2. Bahan dasar untuk pembuatan sabun dapat berupa minyak atau lemak,
yaitu yang terdiri dari lemak hewan (Tallow), minyak kelapa, minyak inti
sawit, minyak kulit padi dan minyak marine.
3. Adapun metode produksi sabun:
Proses Pendidihan penuh
Proses Semi pendidihan
Proses Dingin
Proses Netral

21

DAFTAR PUSTAKA
Fessenden & Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Maine, Sandy. 1995. Simple Herbal Recipes. Interweave Press.
Hui, Y. H. 1996. Baileys Industrial Oil and Fat Products, fifth edition. New
York: Jhon Willey & Sons Inc.
Hart, Suminar. Kimia Organik S buatu Kuliah Singkat edisi 6. Erlangga:Jakarta.
Lehninger, A.L. 1987. Biochemistry. Worth Pub. Inc. New York.
Arifin, Simson. 2007.Sabun. http://majarimagazine.com/2007/12/che-around-ussabun/. Diakses pada 26 September 2014.
Suheri, Fauzan. 2010. Pembuatan Sabun. http://blog.unsri.ac.id/suherifauzan/
kampus/pembuatan-sabun/. Diakses pada 26 September 2014.
Lutfi, Ahmad. 2009. Sabun dan Detergen. http://www.chem-is-try.org/materi
_kimia/kimia-lingkungan/pencemaran_lingkungan/sabun-dan-deterjen/.
Diakses pada 26 September 2014.
Luthana, Yissa. 2010. Bahan bahan Pembuatan Sabun. http://yissaprayogo.
wordpress.com/2010/05/07/bahan-bahan-dalam-pembuatan-sabun/.
Diakses pada 26 September 2014.

22

Anda mungkin juga menyukai