PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sabun adalah senyawa yang dihasilkan dari reaksi antara asam lemak
dengan alkali. Asam lemak ini terdapat di dalam minyak nabati dan lemak hewan.
Reaksi dari minyak nabati dan lemak hewan dengan alkali disebut dengan reaksi
saponifikasi. Selain berasal dari minyak atau lemak, sabun juga dibuat dari
minyak bumi dan gas alam maupun langsung dari tanaman.
Dalam sejarah pengetahuan Sumaria, sabun dibuat dari campuran minyak
dengan abu yang berasal dari pembakaran kayu. Sabun yang dihasilkan disebut
dengan sabun kalium dan digunakan untuk mencuci bulu domba. Sabun juga
ditemukan dalam catatan medis Mesir Kuno, yang menyebut sabun berasal dari
soda alami yang disebut dengan natron yang dihasilkan dari dehidrasi Natrium
Karbonat dan dicampur dengan lemak nabati.
Dewasa ini banyak pabrik yang memproduksi sabun dalam berbagai
macam bantuk dan merk. Masing-masing sabun yang diproduksi memiliki
spesifikasi dan mutu tersendiri kemajuan ini terjadi seiring dengan kebutuhan
manusia dan perkembangan iptek.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang modern saat ini, telah banyak
pula sabun-sabun dibuat untuk maksud pencegehan atau pengobatan terhadap
penyakit kulit, sehari-hari pemakaian sabun seiirng digunakan sebagai sabun
mandi, di Rumah sakit sering dipakai oleh para dokter dan perawat untuk mencuci
tangan sebelum dan setelah melakukan operasi atau perawatan terhadap
pasiennya.
1.2
Tujuan
1. Mengetahui cara pembuatan sabun
2. mempelajari reaksi penyabunan (Saponifikasi)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Sabun
Sabun adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau
Warna
Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus
Angka Saponifikasi
Angka saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalium
hidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu gram
minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan
dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.
Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidakjenuhan minyak atau
lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh.
Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk
mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.
2.2
Sifat-Sifat Sabun
Sifat sifat sabun yaitu :
a. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku
tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun
dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + NaOH
b. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk
maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air
sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam
Mg atau Ca dalam air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia
koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci
kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai
gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen
CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak
suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala
yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.
Non polar : CH3(CH2)16
Polar : COONa+
melekat pada pakaian atau badan dalam bentuk lapisan minyak yang sangat tipis.
Jika lapisan minyak ini dapat dibuang, partikel-partikel pengotor dikatakan telah
tercuci. Dalam proses pencucian, lapisan minyak sebagai pengotor akan tertarik
oleh ujung lipofilik sabun, kemudian kotoran yang telah terikat dalam air pencuci
karena ujung yang lain (hidrofilik) dari sabun larut dalam air
Sifat-sifat fisik sabun yang perlu diketahui oleh design engineer dan
kimiawi adalah sebagai berikut:
1. Viskositas
Setelah minyak atau lemak disaponifikasi dengan alkali, maka akan
dihasilkan sabun yang memiliki viskositas yang lebih besar dari pada minyak atau
alkali. Pada suhu di atas 75o C viskositas sabun tidak dapat meningkat secara
signifikan, tapi di bawah suhu 75o C viskositasnya dapat meningkatkan secara
cepat. Viskositas sabun tergantung pada temperature sabun dan komposisi lemak
atau minyak yang dicampurkan.
2. Panas Jenis
Panas jenis sabun adalah 0,56 Kal/g.
3. Densitas
Densitas sabun murni berada pada range 0,96g/ml 0,99g/ml.
2.3
Lemak direaksi dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan gliserin. Persamaan
reaksi dari saponifikasi adalah:
C3H3(O2CR)3
Lemak minyak
Sabun
Gliserin
+ 3H2O
Lemak/ Minyak
Air
3RCO2H + C3H5(OH)3
Sabun
3RCOONa
Gliserida
+ 3H2O
Air yang digunakan pada proses hidrolisis dapat berupa air dingin, panas atau
dalam bentuk uap air panas (steam). Pada proses hidrolisa lemak, air yang
digunakan berada pada tekanan dan temperatur yang tinggi, supaya reaksi
hidrolisa dapat terjadi dengan cepat. Jika natrium karbonat (Na2CO3) digunakan
sebagai penetralan asam lemak, maka selama reaksi saponifikasi akan
mengahsilkan CO2 dan menyebabkan massa bertambah sehingga material yang
ada di dalam reaksi akan tumpah karena melebihi kapasitas reaksi yang
digunakan. Dengan alasan ini, maka Na2CO3 digunakan pada reaksi yang berada
pada reactor yang memiliki kapasitas yang cukup besar.
2.4
Tallow adalah lemak padat pada temperatur kamar dan merupakan hasil
pencampuran Asam Oleat (0-40%), Palmitat (25-30%), stearat (15-20%). Sabun
yang berasal dari Tallow digunakan dalam industri sutra dan industri sabun
mandi. Pada indsutri sabun mandi, tallow biasanya dicampurkan dengan minyak
kelapa dengan perbandingan 80% tallow dan 20% minyak kelapa.
Minyak Kelapa
Minyak kelapa merupakan komponen penting dalam pembuatan sabun,
kerena harga minyak kelapa cukup mahal, maka tidak digunakan untuk membuat
sabun cuci. Minyak kelapa ini berasal dari kopra yang berisikan lemak putih dan
dileburkan pada suhu 15oC.
Minyak Inti Sawit
Minyak inti sawit memiliki karekteristik umum, seperti minyak kelapa dan
dapat dijadikan sebagai substituen dari minyak kelapa di dalam pembuatan sabun
mandi. Dengan warna minyak yang terang, minyak inti sawit dapat digunakan
langsung untuk membuat sabun tanpa perlakuan pendahuluan terlebih dahulu.
Minyak Sawit (Palm Oil)
Dalam pembuatan sabun, minyak sawit dapat digunakan dalam berbagai
macam bentuk, seperti Crude Palm Oil, RBD Palm Oil (minyak sawit yang telah
dibleaching dan dideorisasi), Crude Palm falty Acid dan asam lemak sawit yang
telah didestilasi. Crude Plam Oil yang telah dibleaching digunakan untuk
membuat sabun cuci dan sabun mandi, RBD Palm Oil dapat digunakan tanpa
melalui Pre-Treatment terlebih dahulu. Minyak sawit yang dicampurkan dalam
pembuatan sabun sekitar 50% atau lebih tergantung pada kegunaan sabun yang
diproduksi.
Marine Oil.
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
Castor Oil (minyak jarak).
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat
sabun transparan.
6
baku
pendukung
digunakan
untuk
membantu
proses
Bahan aditif.
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun
2.5
Endapan
Pemurnian +air
Endapan +air
Sabun Murah
b. Proses Kontinue
Pada proses kontinue secara umum yaitu lemak atau minyak dimasukkan
kedalam reaktor kontinue kemudian dihidrolisis dengan menggunakan katalis
sehingga menghasilkan asam lemak dengan gliserin. Kemudian dilakukan
peyulingan terhadap asam lemak dengan menambahkan NaOH sehingga terbentuk
sabun.
Asam lemak+gliserol+NaOH
Sabun
Batch autoclave
Continous Countereurrent
Suhu ( oC )
150 175
240
250
Tekanan ( Mpa )
5,2 10,0
2,9 3,1
5,61
Katalis
Tanpa Katalis
Oksida , 1 -
atau Twichel)
2%
Waktu ( Jam )
5- 10
Model Operasi
Batch
Kontinue
Perolehan
85-98%
97-99%
Keuntungan
2-4
Dapat diadaptasikan
luas
Kualitas produk
seragam
Perolehan lebih
tinggi
Konsentrasi gliserin
tinggi
Pengendalian lebih
akurat
Kelemahan
tinggi
Penanganan katalis
tinggi
Perlu tingkat
keahlian penanganan
continue
yang tinggi
2.6
menggunakan air panas dan terbentuklah produk utama sabun dan produk
samping gliserin.
2. Proses semi pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali
langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaaan. Terjadilah reaksi
saponifikasi.Setelah reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan sabun yang
dihasilkan berwarna gelap.
3. Proses dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol
dibiarkan
didalam
suatu
tempat/bejana
tanpa
dipanaskan
(temperatur
kamar,250C). Reaksi antara NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi eksoterm
10
4. Proses netral
Prinsip dasar dari proses netral adalah minyak/lemak ditambah NaOH
sehingga terjadi reaksi saponifikasi dan dihasilkan sabun dan gliserin. Sabun yang
dihasilkan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat menghasilkan busa yang
banyak. Oleh karena itu, perlu dilakukan penetralan dengan menambahkan
Na2CO3.
2.7
digunakan untuk produksi sabun. Secara komersial, hal ini dilakukan melalui
proses kettle boiling batch atau proses kontinu.
Kettle Boiled Batch Process
Proses ini menghasilkan sabun dalam jumlah besar, menggunakan tangki
baja terbuka yang dikenal dengan ketel yang dapat menyimpan hingga 130.000 kg
bahan. Ketel dengan dasar kerucut ini yang berisi koil uap terbuka untuk
pemanasan dan agitasi. Untuk membuat sabun oleh proses lemak, dan minyak,
soda kaustik, garam, dan air secara bersamaan ditambahkan ke ketel. Untuk
menyelesaikan proses penyabunan, batch sabun dipanaskan untuk jangka waktu
tertentu menggunakan steam sparging.
Setelah menyelesaikan reaksi penyabunan, garam tambahan akan
ditambahkan ke dalam ketel yang dipanaskan dengan uap untuk mengubah
campuran dari fase campuran neat-sabun ke campuran curd soaplye seat
11
biphasic. Proses ini biasanya disebut dengan membuka butir sabun. Dadih sabun
yang tersisa di ketel biasanya dicuci beberapa kali dengan menambahkan air
untuk mengubahnya kembali ke neat sabun dan mengulangi penambahan garam,
mendidihkan, dan proses pemisahan.
Proses mencuci memberikan yang lebih baik menghilangkan kotoran dari
gliserol dan sabun. Setelah pencucian akhir, tingkat air di dalam sabun dadih yang
tersisa dalam ketel disesuaikan untuk mencapai sifat-sifat fisik yang tepat untuk
pengolahan tambahan. Proses ini, disebut sebagai fitting. Produk yang tersisa
dalam ketel adalah sabun murni dengan konsentrasi 70% dengan garam dan
gliserol tingkat rendah. Proses ini memakan waktu lama dan memerlukan
beberapa hari untuk menyelesaikannya.
menghasilkan efisiensi pengolahan yang lebih baik dan waktu pengolahan yang
jauh lebih pendek. Ada beberapa sistem komersial
walaupun sistem ini berbeda dalam aspek desain atau operasi-operasi tertentu,
semua proses saponifikasi lemak dan minyak untuk sabun sama dengan proses
umum.(Gambar 3).
Umpan berupa campuran lemak dan minyak terus dimasukkan ke dalam
pressurized, heated vessel yang biasa disebut sebagai autoclave, bersama dengan
sejumlah kaustik soda, air, dan garam. Pada suhu (120o C) dan tekanan (200 kPa)
waktu yang digunakan untuk reaksi saponifikasi lebih cepat (<30 menit). Setelah
dikontakkan dengan waktu kontak yang relatif singkat pada autoclave, neat sabun
dan campuran alkali dipompakan ke dalam cooling mixer denagn suhu di bawah
100oC. Hasil produk kemudian dipompakan ke dalam static separator dimana
campuran alkali dengan kandungan gliserol (2530%) dipisahkan dari neat sabun
menggunakan pengaruh gravitasi atau settling (pengendapan).
Neat sabun kemudian dicuci dengan larutan alkali dan garam. Hal ini
sering dilakukan dalam sebuah kolom vertikal, yang merupakan suatu tabung
yang terbuka berupa proses mixing or baffle stages. Neat sabun dimasukkan ke
bagian bawah kolom dan alkali atau larutan garam dipompakan dari atas. Neat
12
sabun yang masih bisa direcovery berada di atas kolom sedangkan alkali atau
larutan garam berada di bawah. Proses pencucian menghilangkan impurities dan
menghasilkan gliserol yang akan diproses lanjut. Proses pemisahan akhir
menggunakan centrifugal, setelah dipisahkan, residu alkali dalam neat soap
dinetralisasi melalui penambahan asam lemak yang akurat dalam steam-jacketed
mixing vessel (crutcher). Sabun kini siap untuk digunakan dalam pembuatan
sabun batang.
Tahap Hidrolisis
Tahapan hidrolisis lemak dan minyak dengan air membutuhkan
pencampuran yang baik dimana secara normal keduanya merupakan fasa yang
tidak saling larut. Reaksi dilakukan di bawah kondisi dimana air memiliki
kelarutan yang cukup tinggi yaitu sekitar 10 25% dalam lemak dan minyak.
Dalam prakteknya, proses ini dicapai di bawah tekanan tinggi yaitu sekitar 4-5.5
MPa (580psi-800 psi) dan dengan suhu tinggi (240OC-270OC) pada kolom
stainless steel. (Gambar 4). ZnO kadang-kadang ditambahkan sebagai katalis
dengan lemak bahan baku dan minyak untuk mempercepat reaksi.
Bahan baku lemak dan minyak yang dimasukkan di bagian bawah dan air
dimasukkan di bagian atas kolom. Kolom didesain terbuka atau berisi baffle untuk
meningkatkan pencampuran yang lebih baik melalui aliran turbulen. Steam
bertekanan tinggi ditempatkan pada ketinggian tiga atau empat di kolom yang
berbeda untuk pemanasan awal. Desain ini menetapkan pola aliran lawan dengan
air bergerak melalui kolom dari atas ke bawah dan lemak dan minyak arah yang
berlawanan. Sebagai bahan-bahan ini dicampurkan pada suhu dan tekanan tinggi
.Keterkaitan ester dalam lemak dan minyak dihidrolisis untuk menghasilkan asam
lemak dan gliserol. Asam lemak yang
14
dimasukkan ke ruang hampa (flash still) pada tekanan 0,13kPa-0,8 kPa atau (1 - 6
mm Hg) tekanan absolut .
Asam lemak yang diuapkan pada kondisi ini akan dihilangkan dari bahanbahan yang tidak diinginkan
lemak yang menguap kemudian melewati serangkaian kondensor air dingin untuk
fraksionasi. Sistem bervariasi dalam jumlah kondensor tetapi sistem tigakondensor adalah system yang umum digunakan.
dipisahkan menjadi heavy cut, mid-cut, dan very light cut. Light cut sering
dihilangkan karena mengandung banyak zat yang menyebabkan bau yang tidak
enak pada asam lemak.
Asam lemak yang diperoleh dari proses tersebut dapat digunakan secara
langsung atau dimanipulasi lebih lanjut untuk diperbaiki atau diubah kinerja dan
stabilitas. Hardening adalah operasi dimana beberapa ikatan tak jenuh yang
terdapat di dalam asam lemak dieliminasi melalui proses hidrogenasi atau
penambahan H2 di karbon-karbon ikatan rangkap. Proses ini pada awalnya
dimaksudkan untuk meningkatkan bau dan memperbaiki warna asam lemak
melalui eliminasi dari ikatan rangkap tak jenuh. Namun, seiring perkembangan
dalam penggunaan asam lemak, hidrogenasi merupakan proses komersial penting
untuk mengubah sifat fisik dari asam lemak.
Hardering biasanya dicapai dengan melewatikan asam lemak yang telah
dipanaskan melalui serangkaian tubes packed dengan katalis dengan kehadiran
gas hidrogen. Katalis yang paling sering digunakan adalah Ni. Hardering
ditentukan oleh jumlah hidrogen, suhu reaksi, tekanan, dan waktu tinggal. Asam
lemak yang telah melewati proses hardering kemudian disaring untuk
menghilangkan sisa katalis dan selanjutnya didinginkan dalam flash tank dimana
kelebihan gas hidrogen dihilangkan. Selain pengurangan tingkat ketidakjenuhan
dalam asam lemak, proses juga dapat mengkonversi beberapa konfigurasi cis
asam lemak tak jenuh ke dalam konfigurasi trans. Konversi dapat mempengaruhi
sifat produk jadi dan biasanya dikendalikan untuk spesifikasi yang diinginkan.
15
pertimbangan
proses
ditangani
dengan
baik.
Pertama,
perbandingan yang tepat dari lemak asam, kaustik, air, dan garam harus dijaga
untuk menjamin pembentukan fase neat sabun yang diinginkan. Proses ini
dikontrol untuk menghindari terbentuknya sabun menengah, yang memiliki
viskositas tinggi dan tidak menghilang dengan cepat. Kedua, pencampuran yang
baik antara minyak dan air diperlukan untuk memastikan terbentuknya fase
campuran neat sabun yang baik. Ketiga, karena panas yang dibebaskan dari
reaksi, temperatur proses harus dipertahankan dalam batas-batas tertentu agar
tidak terlalu panas dan mendidih atau berbusa.
Ada berbagai proses komersial untuk tahap netralisasi. Umumnya, asam
lemak dipanaskan pada (50 o C-70o C) dan dicampurkan dengan kaustik-garam-air
(25o C-30o C) Steam dialirkan ke dalam sebuah high shear mixing system,
umumnya disebut sebagai neutralizer. Campuran dipanaskan dengan suhu antara
16
85oC dan 95oC kemudian dipompakan ke dalam tangki penerima yang efektif
untuk mencampurkan sabun baik melalui sistem resirkulasi dan agitasi. Setelah
dikontakkan dengan waktu tinggal pendek di tangki penerima untuk memastikan
komposisi seragam, sabun yang dihasilkan dipompakan ke tangki penyimpanan
atau dilanjutkan ke proses finishing.
Pemurnian Sabun
Pemurnian sabun adalah suatu perlakuan untuk menghilangkan impurities
yang terlarut dalam larutan alkali dan mengcover lagi gliserin yang terbebas pada
saat reaksi saponifikasi. Asumsi tentang pemurnian sabun yaitu :
dalam mesin crutcher dahulu. Crutcher adalah bejana yang berbentuk silindris
dengan ukuran kecil, kapasitasnya 680-2279 dan dilengkapi dengan pengaduk.
Crutcher juga digunakan di dalam pencampuran alkali dengan lemak di dalam
pembuatan sabun dengan proses pendinginan.
2) Framming
Metode yang digunakan untuk mengubah sabun murni atau cairan sabun
panas menjadi padatan yang mudah dibentuk menjadi batangan atau disebut
dengan framming. Framming dilakukan pada cairan sabun yang berada pada suhu
57-62oC didalam suatu frame yang memiliki berat 454 545 kg berbentuk
persegi. Untuk memadatkan sabun murni diperlukan waktu 3-7 hari. Sabun yang
telah dicetak dapat dipotong menjadi bagian kecil. Penambahan zat adiktif
antioksidan stabilizer dan farfum dilakukan pada saar crutching sebelim
framming.
3) Drying
Berbagai macam metoda pembuatan sabun dengan menggunakan reaksi
saponifikasi yang menghasilkan sabun murni mengandung air sekitar 30-35%.
Sabun murni tersebut diubah menjadi sabun chip dengan kandungan 5-15% air.
Proses pengeringan yang sederhana dikenal dengan spray drying proses. Sabun
yang mengandung air dilewatkan melalui spary nozzles. Partikel-partikel kecil ini
dikeluarkan oleh spray nozzles dalam bentuk kering. Pengeringan juga daapt
dilakukan pada vakum atau di dalam atmospherik flash drying.
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni)
yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada
sabun dikurangi dari 30 35% pada sabun murni menjadi 8 18% pada sabun
butiran atau lempengan. Jenis jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal
hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan
sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun
murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang
mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah dipanaskan terlebih dahulu
disemprotkan di atas dinding ruang vakum melalui mulut pipa yang
berputar.Lapisan tipis sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan
18
pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh
di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer
dengan multi sistem, yang merupakan versi pengembangan dari dryer sistem
tunggal, memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih
efisien daripada dryer sistem tunggal.
2.8
Kegunaan Sabun
Sebagian besar kegunaan sabun di dalam kehidupan sehari-hari adalah
2.9
Klasifikasi Sabun
Berdasarkan penggunaannya, sabun dapat diklasifikasi menjadi 3 jenis,
yaitu:
1. Laundry Soap; untuk sabun cuci.
2. Toilet soap; yang digunakan untuk mandi dan perawatan kulit, termasuk
juga disini medicine soap.
3. Textile soap, yang digunakan untuk pada proses scouring textile, proses
degumming sutera dll.
2.10
Proses Kontrol
Untuk memproduksi sabun yang berkualitas, penting bila dilakukan
19
Beberapa hal yang diperlukan dalam kontrol proses pembuatan sabun adalah:
a. Kontrol minyak atau lemak yang dimasukkan
Kualitas sabun ditentukan oleh komposisi minyak yang dicampurkan
dalam pembuatan sabun tersebut. Jika komposisi pencampuran dikontrol secara
akurat maka kualitas sabun yang dihasilkan akan baik.
b. Warna dasar sabun
Warna dasar sabun dapat dikontrol di dalam reflektometer, pengamatan
langsung maupun dengan membandingkan sampel yang memiliki warna standar.
Pada sabun mandi, warna dasar sabun dapat dikoreksi dengan penambahan
Natrium Hidrosulfat pada dosis tertentu dalam proses finishing sabun di dalam
ketel mendidih.
c. Alkali bebas dan klorida
Untuk mengontrol alkali bebas dan klorida di dalam sabun biasanya
digunakan inhibitor pheoftalein.
d. Lemak yang tidak tersaponifikasi
Jika prosedur pembuatan sabun sudah benar, maka dapat dihasilkan reaksi
saponifikasi yang sempurna dan sangat kecil kemungkinan terjadinya lemak yang
tidak tersafonifikasi pada proses batch, safonifikasi memerlukan waktu yang lebih
lama sedangkan pada proses kontinue, waktu safonifikasi lebih pendek dengan
menggunakan temperatur dan tekanan yang tinggi, dan minyak dapat
tersafonifikasi dengan sempurna.
e. Gliserol di dalam sabun
Gliserin merupakan komoditas yang mahal kedua setelah asam lemak.
Oleh karena itu perlu dilakukan recovery gliserin. Recovery gliserin dilakukan
pencucian terhadap sabun dari gliserol setelah safonifikasi. Gliserin merupakan
produk komersial yang merupakan hasil samping dari safonifikasi.
20
BAB III
KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan
1. Sabun merupakan senyawa kimia yang berasal dari reaksi lemak atau
minyak dengan alkali. Reaksi dasar dari pembuatan sabun yaitu
saponifikasi dan hidrolisa lemak.
2. Bahan dasar untuk pembuatan sabun dapat berupa minyak atau lemak,
yaitu yang terdiri dari lemak hewan (Tallow), minyak kelapa, minyak inti
sawit, minyak kulit padi dan minyak marine.
3. Adapun metode produksi sabun:
Proses Pendidihan penuh
Proses Semi pendidihan
Proses Dingin
Proses Netral
21
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden & Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Maine, Sandy. 1995. Simple Herbal Recipes. Interweave Press.
Hui, Y. H. 1996. Baileys Industrial Oil and Fat Products, fifth edition. New
York: Jhon Willey & Sons Inc.
Hart, Suminar. Kimia Organik S buatu Kuliah Singkat edisi 6. Erlangga:Jakarta.
Lehninger, A.L. 1987. Biochemistry. Worth Pub. Inc. New York.
Arifin, Simson. 2007.Sabun. http://majarimagazine.com/2007/12/che-around-ussabun/. Diakses pada 26 September 2014.
Suheri, Fauzan. 2010. Pembuatan Sabun. http://blog.unsri.ac.id/suherifauzan/
kampus/pembuatan-sabun/. Diakses pada 26 September 2014.
Lutfi, Ahmad. 2009. Sabun dan Detergen. http://www.chem-is-try.org/materi
_kimia/kimia-lingkungan/pencemaran_lingkungan/sabun-dan-deterjen/.
Diakses pada 26 September 2014.
Luthana, Yissa. 2010. Bahan bahan Pembuatan Sabun. http://yissaprayogo.
wordpress.com/2010/05/07/bahan-bahan-dalam-pembuatan-sabun/.
Diakses pada 26 September 2014.
22