Anda di halaman 1dari 15

3.2.1.

Analisa Hidrologi
3.2.1.1.
Analisa Curah Hujan
a ) Curah Hujan Rerata Daerah
Curah hujan rerata daerah diperlukan untuk dilakukan pemodelan
semivariogram dalam tahap rasionalisasi dengan menggunakan metode
kriging. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan
dalam mm (Sosrodarsono, 1993:27).

Metode Thiessen
Pada metode Thiessen dianggap bahwa data curah hujan dari suatu
tempat

pengamatan dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar

tempat

itu.

Metode

perhitungan

dengan

membuat

poligon

yang

memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun


hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu
wilayah poligon tertutup An. Perbandingan luas poligon untuk setiap
stasiun yang besarnya An/A. Thiessen memberi rumusan sebagai berikut :

dimana:
R

: Curah hujan daerah rata-rata

R1, R2, ..., Rn

: Curah hujan ditiap titik pos Curah hujan

A1, A2, ..., An

: Luas daerah Thiessen yang mewakili titik pos curah

hujan
n

: Jumlah pos curah hujan

Metode Arithmetik
Pada metode aritmetik dianggap bahwa data curah hujan dari suatu
tempat pengamatan dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar
tempat itu dengan merata-rata langsung stasiun penakar hujan yang
digunakan. Metode aritmetik memberi rumusan sebagai berikut:

dimana :
R

: Curah hujan rata-rata daerah

R1, R2, ...Rn


n

: Curah hujan ditiap titik pos curah hujan

: Jumlah pos curah hujan

Metode Ishoyet
Menggunakan

peta

Ishoyet,

yaitu

peta

dengan

garis-garis

yang

menghubungkan tempat-tempat dengan curah hujan yang mana. Besar


curah hujan rata-rata bagi daerah seluruhnya didapat dengan mengalikan
CH rata-rata diantara kontur-kontur dengan luas daerah antara kedua
kontur, dijumlahkan dan kemudian dibagi luas seluruh daerah. CH ratarata di antara kontur biasanya diambil setengah harga dari kontur.

b ) Curah Hujan Rancangan


Curah hujan rancangan adalah hujan terbesar tahunan yang
mungkin terjadi di suatu daerah dengan peluang tertentu. Ada beberapa
metode untuk menghitung besarnya curah hujan rancangan antara lain
Gumbel, Normal atau Log Pearson Type III.

Distribusi Gumbel

1.

Distribusi Gumbel dinyatakan dengan persamaan :


XTr =

2.

X + Sx (0,78 y - 0,45)

dimana :
XTr

= Curah hujan dengan kala ulang Tr tahun

= Curah hujan maksimum tahunan

Sx

= Simpangan baku

= Perubahan reduksi

= Jumlah data

Xi

= Data curah hujan

= Kala ulang dalam tahun

1.

Bentuk lain dari persamaan Gumbel adalah :


XTr

2.

= X + Sx . K

dengan :

3.
4.

dimana :
K

= Konstanta

Yt

= Reduksi sebagai fungsi dari probabilitas

Yn & Sn =

Besaran yang merupakan fungsi dari jumlah data (n)

Tabel 3.1. Harga Yt Sebagai Fungsi dari T


T

Yt

Yt

1,01
1,58
2,00
5,00
10,00

-1,53
0,00
0,37
1,50
2,25

20
50
100
200

2,97
3,90
4,60
5,30

Simpangan Baku Tereduksi, Sn

Tabel 3.2.

10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
0

0
0,9
4
1,0
6
1,1
1
1,1
4
1,1
6
1,1
7
1,1
8
1,1
9
1,2
0
1,2
0

Tabel 3.3.

N
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100

0
0,49
5
0,52
3
0,53
6
0,54
3
0,54
8
0,55
2
0,55
4
0,55
6
0,55
8
0,56
0

0,9
6
1,0
6
1,1
1
1,1
4
1,1
6
1,1
7
1,1
8
1,1
9
1,2
0

0,9
8
1,0
7
1,1
1
1,1
4
1,1
6
1,1
7
1,1
8
1,1
9
1,2
0

0,9
9
1,0
8
1,1
2
1,1
4
1,1
6
1,1
7
1,1
8
1,1
9
1,2
0

4
1,0
0
1,0
8
1,1
2
1,1
4
1,1
6
1,1
8
1,1
8
1,1
9
1,2
0

1,0
2
1,0
9
1,1
2
1,1
5
1,1
6
1,1
8
1,1
8
1,1
9
1,2
0

1,0
3
1,0
9
1,1
3
1,1
5
1,1
6
1,1
8
1,1
9
1,1
9
1,2
0

1,0
4
1,1
0
1,1
3
1,1
5
1,1
7
1,1
8
1,1
9
1,1
9
1,2
0

1,0
4
1,1
0
1,1
3
1,1
5
1,1
7
1,1
8
1,1
9
1,1
9
1,2
0

1,0
5
1,1
0
1,1
3
1,1
5
1,1
7
1,1
8
1,1
9
1,2
0
1,2
0

Rata-rata Terediksi, Yn
1
0,49
9
0,52
5
0,53
7
0,54
4
0,54
9
0,55
2
0,55
5
0,55
7
0,55
8

2
0,50
3
0,52
6
0,53
8
0,54
4
0,54
9
0,55
2
0,55
5
0,55
7
0,55
8

3
0,50
7
0,52
8
0,53
8
0,54
5
0,54
9
0,55
3
0,55
5
0,55
7
0,55
9

4
0,51
0
0,52
9
0,53
9
0,54
5
0,55
0
0,55
3
0,55
5
0,55
7
0,55
9

5
0,51
2
0,53
0
0,54
0
0,54
6
0,55
0
0,55
3
0,55
5
0,55
8
0,55
9

6
0,51
5
0,53
2
0,54
1
0,54
6
0,55
0
0,55
3
0,55
6
0,55
8
0,55
9

7
0,51
8
0,53
3
0,54
1
0,54
7
0,55
1
0,55
4
0,55
6
0,55
8
0,55
9

8
0,52
0
0,53
4
0,54
2
0,54
7
0,55
1
0,55
4
0,55
6
0,55
8
0,55
9

9
0,52
2
0,53
5
0,54
3
0,54
8
0,55
1
0,55
4
0,55
6
0,55
8
0,55
9

Distribusi Log Pearson Type III


3.

Keistimewaan metode Log Pearson Type III adalah dapat digunakan


untuk semua sebaran data. Adapun langkah-langkah analisis frekuensi
dengan metode Log Pearson Type III adalah sebagai berikut :
Urutkan data dari kecil ke besar dan ubah data (X1, X2,..,Xn) dalam
bentuk logaritma (log X1, log X2,.., log Xn).
Hitung nilai rerata, dengan persamaan :

5.

Hitung Standard deviasi, dengan persamaan :

6.

Hitung koefisien kepencengan, dengan persamaan :

7.
8.
9.

Hitung logaritma X dengan persamaan :

dimana :
Log X

Logaritma curah hujan

Logaritma rerata dari curah hujan

Log Xi

Logaritma curah hujan tahun ke I

Konstanta Log Pearson Type III, berdasarkan koefisien


Kepencengan

S1

Simpangan baku

Cs

Koefisien kepencengan

Jumlah data

Distribusi Log Normal


4.

Persamaan

Distribusi

Log

Normal

sama

dengan

persamaan

distribusi Log Pearson III dengan nilai koefisien asimetris Cs = 0.

5.

dimana :

6.

7.

Ln X

Curah Hujan Maksimum tahunan


= Natural Logaritma

8.

= Nilai rata-rata dari Natural logaritmik variat X

9.

Simpangan baku

10.

Jumlah data

11.

Konstanta Log Normal, berdasarkan nilai Cs = 0

C)

Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi


Pemeriksaan uji kesesuaian ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu

kebenaran hipotesa distribusi frekuensi.


Pemeriksaan uji kesesuaian dapat dilakukan dengan uji Chi Square dan
uji Smirnov Kolmogorov (Soewarno, 1995:194).
Uji Chi-Square
Dapat dihitung dengan rumus (Soewarno, 1995:194):

dengan :
Xh2 = parameter chi-kuadrat terhitung
G = jumlah sub-kelompok
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke i
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke i
Prosedur perhitungannya adalah :
1.

Urutkan data pengamatan dari kecil ke besar

2.

Kelompokkan data menjadi G sub group

3.

Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap-tiap sub group

4.

Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar

5.

Tiap-tiap sub group hitung nilai :

6. Jumlah seluruh G sub group nilai

untuk menentukan nilai Chi-

Kuadrat hitung
Uji Smirnov-Kolmogorov
Digunakan untuk menguji kesesuaian distribusi secara horizontal dari
probabilitas. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan probabilitas

tiap data antara sebaran empiris dengan sebaran teoritis. Rumus yang
digunakan adalah (Soewarno,1995:199) :
D

= maksimum

dengan :
D

= selisih terbesar antara peluang pengamatan dengan peluang

teoritis
P(Xm)

P(Xm) =
6.

peluang pengamatan
peluang teoritis dari persamaan distribusi yang dipakai

Prosedurnya adalah sebagai berikut :


10.

Urutkan data dari kecil ke besar dan tentukan besarnya peluang

dari masing-masing data tersebut (P(Xm))


11.

Tentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari persamaan

distribusinya (P(Xm))
12.

Dari kedua nilai peluang tersebut tentukan selisih terbesarnya

antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis


D

= maksimum

13.

Berdasarkan

tabel

nilai

kritis

(Smirnov

Kolmogrov

test)

tentukan harga Do. Apabila D < Do maka distribusi teoritis yang


digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima,
apabila > o maka distribusi teoritis yang digunakan untuk
menentukan persamaan distribusi tidak dapat diterima.
3.2.1.2.

Analisa Kerapatan Jaringan Stasiun Penakar Hujan


Jaringan Stasiun Hujan

Jaringan stasiun hujan mempunyai fungsi yang sangat penting, yaitu


untuk

mengurangi

variabilitas

besaran

kejadian

atau

mengurangi

ketidakpastian dan meningkatkan pemahaman terhadap besaran yang


terukur maupun terinterpolasi (Harto, 1993:22). Setiap stasiun hujan
memiliki luasan pengaruh (sphere of influence) yang merupakan daerah

dimana kejadian-kejadian di dalamnya menunjukkan keterikatan atau koreksi


dengan salah satu kejadian yang diamati stasiun lainnya di dalam daerah
tersebut.
Jaringan stasiun hujan (rainfall network) harus mencakup kerapatan
jaringan serta kemungkinan pertukaran data. Salah satu cara untuk
mengatasi hal ini adalah dengan penetapan jaringan stasiun hujan primer
dan sekunder.
Jaringan primer dimaksudkan untuk dipasang dalam jangka waktu
lama dan diamati secara teratur di tempat yang telah dipilih secara
seksama.

Sedangkan

jaringan

sekunder

dimaksudkan

untuk

lebih

mendapatkan variasi ruang hujan. Jaringan ini dapat ditentukan pada


beberapa

tempat

yang

dipilih,

selanjutnya

apabila

telah

ditetapkan

hubungannya dengan jaringan primer, stasiun ini dapat dipindah ke lokasi


lain.
Dalam merencanakan jaringan stasiun hujan, terdapat dua hal penting
yang perlu dipertimbangkan yaitu:
1. Berapa stasiun hujan yang diperlukan
2. Dimana stasiun-stasiun tersebut akan dipasang.
Hal ini sangat diperlukan, karena dalam jaringan stasiun hujan
perbedaan jumlah dan pola penyebaran stasiun yang digunakan dalam
memperkirakan besar hujan yang terjadi dalam suatu DAS akan memberikan
perbedaan dalam besaran hujan yang didapatkan dan mempengaruhi
ketelitian hitungan hujan rata-rata DAS.
Pada umumnya dalam praktek pengembangan jaringan stasiun hujan
tidak dapat dilakukan sekali, akan tetapi dengan coba ulang untuk
mendapatkan jumlah dan kerapatan yang sesuai dengan yang dikehendaki.
Untuk merencanakan jaringan stasiun hujan dapat melalui beberapa tahap
sebagai berikut (Harto, 1993:21):
1. Isolated stasion phase

Stasiun-stasiun terisolasi dipasang untuk memenuhi kebutuhan setempat.


Jumlah tersebut akan bertambah dengan meningkatnya perkembangan
sosio-ekonomi daerah yang bersangkutan.
2. Network phase 1
Kerapatan stasiun sudah semakin tinggi sedemikian hingga pengukuran
yang dilakukan (meskipun tidak sengaja) telah menunjukkan keterikatan
tertentu.
3. Network phase 2 (consolidation phase)
Tingkat keterikatan sudah sangat tinggi dan sering terdapat salah informasi
yang berlebihan.
4. Network phase 3 (reduction phase)
Pada tahap ini mulai disadari bahwa informasi yang berlebihan hanya akan
mempertingi biaya. Untuk itu tingkat keterikatan perlu ditetapkan dengan
mengurangi stasiun-stasiun yang kurang berfungsi.
Dalam proses pengembangan jaringan hendaknya tetap dipahami
bahwa tingkat keterikatan antar stasiun merupakan dasar perencanaan
jaringan, oleh karena itu harus memperhatikan faktor-faktor berikut ini
(Harto, 1993:22):
12.

Nilai

sosio-ekonomi

data

termasuk

kepentingannya

untuk

pembangunan.
13.

Biaya pemasangan dan pengoperasian seluruh sistem.

14.

Variabilitas data.

15.

Keterikatan data sebagai fungsi ruang dan waktu.

Apabila dalam DAS yang ditinjau belum tersedia jaringan stasiun hujan
sama sekali, maka sampai saat ini belum tersedia cara sederhana yang
dapat digunakan untuk menetapkan jaringan tersebut. Untuk itu disarankan
menempuh dua cara, yaitu (Harto, 1993:22):
1.

Cara

pertama

dengan

menetapkan

jaringan

awal

(pilot

network) yang kemudian di evaluasi setelaj jangka waktu tertentu


untuk

menetapkan

dibutuhkan.

jaringan

yang

sebenarnya,

atau

yang

2.

Cara kedua yang dapat ditempuh adalah dengan memenuhi


DAS yang bersangkutan dengan stasiun hujan, kemudian setelah
berjalan beberapa waktu dievaluasi untuk dapat mengurangi
stasiun-stasiun yang dianggap kurang bermanfaat.
Tetapi cara kedua diatas tidak dapat dianjurkan untuk digunakan,

karena biaya yang dibutuhkan sangat besar. Hal ini perlu diperhatikan,
karena biaya yang diperlukan bukan hanya untuk membeli alat saja tetapi
juga biaya yang harus disediakan selama alat tesebut dipergunakan
(pemeliharaan).
Oleh karena itu perencanaan jaringan perlu dilakukan dengan upaya
maksimal agar diperoleh keseimbangan antara data atau informasi yang
diperoleh dengan biaya pengadaan tanpa mengabaikan faktor-faktor yang
berperan sangat penting seperti diatas.
Kerapatan dan Pola Penyebaran Stasiun Hujan
Data hujan yang diperoleh dari stasiun penakar hujan merupakan data
hujan lokal yang hanya mewakili pengukuran hujan untuk luasan

daerah

tertentu. Sehingga untuk menentukan besarnya curah hujan suatu DAS


diperlukan beberapa stasiun penakar hujan yang tersebar di dalam DAS yang
bersangkutan dengan kerapatan dan pola penyebaran yang memadai.
Dalam pemilihan jumlah lokasi stasiun penakar hujan pada suatu DAS
untuk kepentingan analisis hidrologi yang dapat memberikan hasil dengan
ketelitian semaksimal mungkin sesuai dengan yang dikehendaki, terdapat
dua pendapat yang berbeda, yaitu (Harto, 1986:12):
1.

Penempatan stasiun hujan yang terbagi merata dengan pola


tertentu akan menghasilkan perkiraan hujan yang lebih baik
dibandingkan

dengn

penempatan

stasiun

hujan

secara

sembarang.
2.

Stasiun hujan dapat ditempatkan sedemikian rupa, sehingga


dibagian

daerah

dengan

variasi

hujan

tinggi

mempunyai

kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain yang


variasi hujannya rendah.
Penelitian

yang

berkaitan

dengan

penentuan

jumlah

dan

pola

penyebaran stasiun hujan yang memadai untuk analisis hidrologi pada suatu
DAS telah banyak dilakukan dengan berbagai cara. Tetapi semuanya perlu
mendapatkan pengujian lebih lanjut untuk digunakan dan diterapkan di
Indonesia. Karena masing-masing cara membutuhkan tuntutan kuantitas dan
kualitas data yang berbeda dan harus disesuaikan dengan daerah dimana
penelitian tersebut dilakukan.
Cara WMO ( World Meteorogical Organization)
Pada umumnya daerah hujan yang terjadi lebih luas dibandingkan
dengan daerah hujan yang diwaliki oleh stasiun penakar hujan atau
sebaliknya, maka dengan memperhatikan pertimbangan ekonomi, topografi
dan lain-lain harus ditempatkan stasiun hujan dengan kerapatan optimal
yang bisa memberikan data yang baik untuk analisis selanjutnya.
Untuk

tujuan ini, Badan Meteorologi Dunia

atau WMO (World

Meteorogical Organization) menyarankan kerapatan minimum jaringan


stasiun hujan sebagai berikut (Linsley, 1986: 67):
1.

Untuk daerah datar beriklim sedang, mediteran dan daerah


tropis 600 900 km2/stasiun.

2.

Untuk daerah pegunungan beriklim sedang, mediteran dan


daerah tropis 100 250 km2/stasiun.

3.

Untuk pulau-pulau dengan pegunungan kecil dengan hujan


beraturan 25 km2/stasiun.

4.

Untuk daerah kering dan kutub 1500 -10.000 km2/stasiun.

Cara Sugawara
Menurut Sugawara (Harto, 1993:28), pada daerah tropis untuk suatu
DAS yang lebih kecil dari 100 km 2, maupun DAS yang lebih bear dari 100
km2, pemakaian 10 buah stasiun hujan dipandang sudah memadai. Berkaitan

dengan hal tersebut, disarankan pula untuk analisis hidrologi di daerah tropis
penggunaan 15 stasiun hujan dalam suatu DAS sudah mencukupi, tanpa
memperhatikan luasnya.
Cara Bleasdale
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bleasdale, jumlah stasiun
penakar hujan minimal yang digunakan sangat dipengaruhi oleh luas DAS.
Semakin luas DAS yang ditinjau, semakin rendah kerapatan jaringan stasiun
penakar hujan yang ada. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut yang
menyajikan

tentang

hubungan

jumlah

stasiun

hujan

optimal

yang

dibutuhkan berdasarkan luas DAS yang ditinjau berikut ini:


Tabel 3.4. Jumlah Stasiun Hujan Optimal berdasarkan Luas DAS
Luas DAS
(km2)

Jumlah Stasiun
Optimal

Kerapatan
(km2/stasiun)

26

13

260

43,33

1300

12

108.33

2600

15

173,33

5200

20

260

7800

24

325

Hasil penelitian yang dilakuakan diatas sangat dipengaruhi oleh sifat


hujan maupun DAS yang ditinjau. Sehingga tidak dapat digunakan sebagai
pedoman untuk DAS yang lain dalam menentukan jumlah atau kerapatan
stasiun hujan yang diperlukan untuk analisis hidrologi selanjutnya. Oleh
karena pada setiap DAS mempunyai sifat dan hujan yang berbeda, maka
penelitian

dari

Bleasdale

ini

hanya

dapat

pertimbangan saja.
Cara Pancang Narayana dan Stephenson

dipergunakan

sebagai

Untuk menentukan jumlah stasiun hujan yang dipandang cukup


mewakili, Pancang Narayana dan Stephenson (1962) mengembangkan
metode dengan pendekatan sifat statistik data hujan terutama untuk
jaringan hujan bulanan (mothly network), apabila jumlah stasiun hujan yang
ada terbagi merata pada DAS yang bersangkutan. Prinsip yang digunakan
adalah bahwa koefisien perubahan hujan bulanan dalam suatu DAS dapat
digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui cukup tidaknya jumlah
stasiun yang ada (Harto, 1993:28).
Adapun langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Mula-mula ditetapkan koefisien variasi hujan bulanan C vm (%) terhadap
hujan tahunan rata-rata (dianjurkan untuk menggunakan data > 100
bulan).
2. Selanjutnya disusun Cumulative Frequency Curve untuk Cvm dan
ditetapkan nilai C yang dilampaui dalam 5 % kejadian.
3. apabila nilai C = 10 maka jaringan stasiun hujan yang ada dapat
dianggap memadai. Namun apabila nilai C < 10 maka jumlah stasiun
hujan (N) ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut:

Dengan : N
n

= Jumlah stasiun hujan yang dibutuhkan


= Jumlah stasiun hujan yang ada

Kesulitan utama dalam pemakaian cara ini adalah karena perhitungan


nilai dilakukan secara sembarang (subjective) dan hanya disarankan untuk
DAS yang kecil.
Cara Versheney
Cara ini menggunakan pendekatan statistik dengan langkah-langkah
perhitungan untuk menentukan jumlah stasiun hujan yang optimal sebagai
berikut :
1. Hitung jumlah curah hujan total (Pt)

Pt = P1 + P2 + P3+...+Pn
Dengan : Pn = Hujan di stasiun n
Pt

= Jumlah hujan total

2. Hitung hujan rerata DAS (Pm)

Hitung jumlah kuadrat curah hujan semua stasiun (Ss)


Ss = P12 + P22 + P32+...+ Pn2
Hitung varian (S2)

Anda mungkin juga menyukai