Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kehamilan menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis dari
sistem kardiovaskuler yang akan dapat ditolerir dengan baik oleh wanita yang
sehat, namun akan menjadi ancaman yang berbahaya bagi ibu hamil yang
mempunyai kelainan jantung sebelumnya. Tanpa diagnosis yang akurat dan
penanganan yang baik maka penyakit jantung dalam kehamilan dapat
menimbulkan mortalitas ibu yang signifikan.1
Banyaknya perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita hamil
nampaknya mempersulit diagnosis kelainan jantung, misalnya bising jantung
fisiologis sering ditemukan pada wanita hamil normal, demikian pula dengan
dyspnea dan edem. Cunningham dkk menyatakan bahwa diagnosis penyakit
jantung pada kehamilan jangan ditegakkan bila tidak ada kelainan yang
ditemukan sebaliknya jangan gagal dan terlambat menegakkan diagnosis bila
memang ada kelainan. Martin dkk (1999) melaporkan bahwa kelainan jantung
merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada wanita usia 25 44
tahun.2
Penyakit jantung katup pada wanita muda paling sering disebabkan oleh
penyakit jantung rematik, kelainan kongenital, atau endokarditis sebelumnya,
dan penyakit jantung katup ini menambah resiko pada ibu dan janin yang
dikandung pada saat kehamilan. Pada wanita dengan manifestasi klinis
miokarditis, demam rematik mesti dipertimbangkan sebagai penyebab,
terutama bila didapati demam, gangguan sendi, nodul subkutan, critema
marginatum, atau korea dan jika ada tanda-tanda infeksi streptokokus grup A.
Demam rematik paling sering sebagai penyebab timbulnya stenosis katup
mitral, kelainan regurgitasi katup mitral, aorta, dan tricuspid yang tersendiri,
kelainan ganda dan tripel. Mengenali demam rematik sebagai penyebab
penyakit jantung sangat penting, karena pada demam rematik diperlukan
pemberian antibiotika profilaksis untuk mencegah berulangnya serangan
demam rematik. Pemberian penisilin dua kali sehari merupakan terapi pilihan

dan mesti dilanjutkan semasa kehamilan. Kelainan morfologi katup dapat


dideteksi dari pemeriksaan ekokardiografi dan kelainan katup yang didapati
berhubungan erat dengan jenis dan derajat kelainan yang terjadi dan akan
menyebabkan kelainan kapasitas fungsional, gangguan fungsi ventrikel kiri
dan tekanan di paru.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi kehamilan dan persalianan


Pada kehamilan terjadi perubahan hemodinamik. Volume plasma
meningkat pada minggu ke-6 kehamilan dan pada trimester kedua
mencapai 50% dari kondisi awal sebelum kehamilan. Volume plasma
tetap sampai persalinan. Meningkatnya volume plasma diikuti dengan
sedikit peningkatan sel darah merah, sehingga terjadi anemis relatif pada
2

kehamilan. Laju jantung meningkat sekitar 20% di atas kondisi awal


untuk menfasilitasi peningkatan cardiac output. 4,5,6
Pada kehamilan normal, terjadi peningkatan left ventricular enddiastolic volume mulai kehamilan usia 10 minggu dan mencapai
puncaknya pada trimester ketiga. Selain itu terjadi pula peningkatan
ukuran dimensi diastolik atrium kiri, atrium kanan, dan ventrikel kanan.7
Preload dipengaruhi oleh posisi maternal, dimana keadaan supinasi
akan mengakibatkan kompresi pada vena cava inferior dan obstruksi
venous return dan menurunkan cardiac output. Terdapat beberapa kondisi
yang dapat mempengaruhi hipervolemi pada kehamilan. Estrogen
meningkatkan renin yang mengkibatkan retensi natrium dan peningkatan
cairan tubuh. Hormon lain seperti prolaktin, prostaglandin, dan growth
hormone meningkat saat kehamilan dan berkontribusi terhadap retensi
cairan.5
Afterload merupakan kekuatan yang melawan kontraksi otot
ventrikel, biasanyamenurun saat kehamilan. Aliran darah uterus
meningkat pada kondisi perkembangan plasenta dan diikuti penurunan
resistensi vasculer sehingga menimbulkan penurunan tekanan darah
ringan pada trimester pertama. Tekanan vena pada ekstremitas inferior
meningkat, mengakibatkan edema pedis pada sekitar 80% wanita hamil
yang normal. Perubahan adaptif pada kehamilan normal mengakibatkan
peningkatan cardiac output hingga trimester kedua mencapai nilai 30-50%
diatas kondisi awal kehamilan. Aliran plasenta meningkat sampai minggu
ke-25 kehamilan dan menjadi konstan. Turunnya resistensi perifer salah
satunya

dipengaruhi

oleh

peningkatan

vasodilator

perifer

yaitu

prostasiklin.4,5
Pada saat persalinan, terjadi perubahan hemodinamik mendadak,
setiap kontraksi uterus, 500 ml darah masuk ke dalam sirkulasi, sehingga
terjadi peningkatan cepat cardiac output dan tekanan darah. Cardiac
output meningkat 50% dari kondisi awal. Setelah bayi lahir, terjadi
peningkatan venous return, namun bayi tidak lagi mengkompresi vena
cava. Autotransfusi terjadi antara 24-72 jam setelah kelahiran dan
menimbulkan edema pulmo.4

Tabel 1. Perubahan hemodinamik normal selama kehamilan


Parameter

Kehamilan normal

Inpartu

dan

hemodinamik
Volume darah
Denyut jantung
Cardiac output

persalinan
20% -50%

1015 denyut/menit
30%-50%
diatas tambahan 50%

persalinan

Tekanan darah
Stroke volume

baseline
10 mmHg
30%

Pasca

(300500mL/kontraksi)

Resistensi

20%

vascular
sistemik
Pada pemeriksaan fisik wanita hamil normal mirip dengan pasien
dengan penyakit jantung. Terjadi peningkatan laju jantung dan
peningkatan volume nadi, ditengah trimester kedua, terjadi peningatan
ringan vena juguler karena overload cairan dan penurunan resistensi
vasuler. Impuls apikal lebih prominen dan pada auskultasi suara jantung
satu dapat meningkat. Pada auskultasi dapat terdengar bising ejek
sisistolik mencapai grade 3/6 pada linea parasternal karena terdapat
peningkatan left atau right ventricular outflow tract. Suara jantung dapat
terdengar, namun bisisng diastolik tidak normal didapatkan pada wanita
hamil. Suara jantung dua tampak meningkat seperti pada defek septum
atrial atau hipertensi pulmonal. Bising continous dapat merupakan
venoushum atau mamary souffle. Edema perifer umum terjadi pada
kehamilan.4,5
Saat kehamilan terjadi perbahan anatomi dimana terdapat
penigkatan ukuran keempat ruang jantung pada trimester pertama sampai
akhir trimester ketiga yang akan reversibel setelah persalinan.
Peningkatan ukuran atrium akan memberi kontribusi pada aritmia.
Peningkatan massa jaringan maternal dan fetal meningkatkan kerja
jantung dan respirasi sehingga terjadi peningkatan konsumsi oksigen saat

kehamilan, sehingga saat kehamilan sesak dapat dirasakan walaupun tidak


ada gangguan kardiopulmonal.5

2.2 Definisi Mitral Stenosis


Mitral stenosis merupakan obstruksi aliran darah antara atrium kiri dan
ventrikel kiri disebaban oleh menebalnya dan imobilitas katup mitral.
Hasilnya, terjadi peningkatan tekanan pada atrium, pembuluh darah pulmonal
dan jantung kanan sedangkan ventrikel kiri tidak dipengaruhi pada stenosis
mitral terisolasi. Namun terkadang mitral stenosis disertai oleh mitral
regurgitasi dan atau disfungsi katup aorta yang menyebabkan disfungsi pada
ventrikel kiri. 7,8,9

2.3 Anatomi
Katup mitral mempunyai dua daun katup, yaitu anterior dan posterior. Daun
katup anterior menempati sepertiga dari anulus dan daun katup posterior
sisanya. Katup mitral yang kompeten membutuhkan ketepatan dan gerakan
simultan antara daun katup, korda, dan kotraksi dari atrium dan ventrikel kiri.9

2.4 Etiologi
Pada sebagian besar kasus, mitral stenosis disebabkan oleh penyakit jantung
rematik pada katup mitral, walaupun sekitar 50 sampai 70 persen tidak
mempunyai riwayat demam rematik, pada pemeriksaan patologi dari

pembedahan yang dilakkan pada 452 pasien di Mayo Clinic, 99 persen


ditemukan tanda-tanda post inflamasi yang diduga berasal dari penyakit
demam rematik.7
Penyebab lain yang jarang dari mitral stenosis adalah penyakit jantung
bawaan endocarditis infektif, neoplasma, kalsifikasi anulus masif, SLE,
karsionoid, miksoma atrium kiri, trombus masif atrium kiri, dan cor
triatriatum.8
Keterlibatan katup mitral terjadi sekitar 90 persen dari penyakit jantung
rematik. Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses
peradangan (valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis
penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun
katup, kalsifikasi, fusi komisura serta pemendekan korda atau kombinasi dari
proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral
yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish
mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi dari komisura akan
menimbulkan

penyempitan

dari

orifisium,

sedangkan

fusi

korda

mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.7,10

2.5 Patofisiologi
Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm, bila area
orifisium katup berkurang sampai 2 cm, maka diperlukan usaha aktif atrium
kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang
normal dapat terjadi. Stenosis mitral berat terjadi bila pembukaann katup
berkurang hingga menjadi 1 cm.11,12,13
Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg
untuk mempertahankan cardiac output yang normal. Peningkatan tekanan
atrium kiri akan meningkatkan tekanan pada vena pulmonalis dan kapiler,
sehingga bermanifestasi sebagai exertional dyspneu.12 Seiring dengan
perkembangan penyakit, peningkatan tekanan atrium kiri kronik akan
menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal, yang selanjutnya akan
menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diastolik, regurgitasi
trikuspid, dan pulmonal sekunder dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan
dan kongesti sistemik.12,13

Pelebaran progresif dari atrium kiri akan memicu dua komplikasi lanjut,
yaitu pembentukan trombus mural yang terjadi pada sekitar 20% penderita,
dan terjadinya atrial fibrilasi yang terjadi pada sekitar 40% penderita.9
Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup
mitral menurun sampai setengah dari normal (< 2-2,5 cm). Staging stenosis
mitral dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Hubungan antara gradien dan luasnya area katup serta waktu
pembukaan katup mitral

Derajat stenosis

A2-OS interval

Area

Gradien

Ringan

>110 msec

>1,5 cm2

<5>

Sedang

80-110 msec

>1 cm2-1,5 cm2

5-10 mmHg

Berat

<80 msec

<1 cm2

>10 mmHg

A2-OS: Waktu antara penutupan katup aorta dengan pembukaan katup mitral

Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan
meningkat bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm 2 yang
berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas. Faktor
Predisposisi untuk stenosis mitral adalah peningkatan usia pasiendenganpenyakit
jantung hipertensi dan superimposed preeklamsi atau eklamsi, aritmiajantung atau
hipertrofi ventrikel kiri, riwayat decompensasi cordis, kehamilan, dan anemia.

2.6 Manifestasi klinis


Penderita mitral stenosis dapat asimptomatis atau datang dengan keluhan
utama sesak napas dan dapat juga berupa fatique. Pada stenosis mitral yang
bermakna dapat mengalami sesak pada aktivitas sehari-hari, paroxysmal
nocturnal dyspnea, ortopnea, edema paru, dan edema ekstremitas.4,9,11,12
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering
terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Pada stenosis mitral moderat dan
berat terjadi distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari
atrium kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis. 4,9,11
Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti
7

tromboemboli, infektif endokarditis atau simptomatis karena kompresi akibat


besarnya atrium kiri seperti disfagia dan suara serak.4,11
Berdasarkan klasifikasi The New York Heart Association (NYHA) pasien
dengan penyakit jantung dibagi menjadi class I IV14
kelas
Kelas I

Deskripsi
pasien dengan penyakit antung tetapi tanpa adanya pembatasan
aktifitas fisik. Aktifitas fisik biasa tidak menimbulkan kelelahan,
palpitasi, dyspneu, atau nyeri angina
Pasien dengan penyakit jantung menyebabkan sedikit keterbatasan

kelas

aktifitas fisik. Akan merasa lebih baik dengan istirahat. Aktifitas


fisik biasa menimbulkan kelelahan, palpitasi, dyspneu, atau nyeri
Kelas III

angina
Pasien dengan penyakit jantung dengan adanya keterbatasan
aktifitas fisik. nyaman saat istirahat. Aktifitas fisik yang kurang
dari biasanya menimbulkan kelelahan, palpitasi, dyspneu, atau

Kelas IV

nyeri angina
Pasien dengan penyakit jantung ditandai ketidakmampuan untuk
melakukan semua aktifitas fisik. gejala insufisiensi jantung dapat
muncul

saat

istirahat.

Jika

aktifitas

fisik

dilakukan,

ketidakmampuan meningkat.
2.7 Diagnosis
Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thorax,
elektrocardiografi (EKG) atau Echocardiografi.4,11
Pada anamnesis didapatkan adanya:
Riwayat demam rematik sebelumnya
Dyspneu on exertion
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Fatique
Hemoptisis

Palpitasi

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:


Malar flush, perubahan warna kebiruan pada atas pipi karena
saturasi oksigen berkurang
Opening snap
Diastolic rumble
S1 mengeras
P2 mengeras
Keterlibatan penyakit jantung lainnya
Distensi vena jugularis
Distres respirasi
Pulsasi melemah
Emboli sistemik
Tanda-tanda gagal jantung kanan seperti asites, hepatomegali,dan
edem perifer

Dari pemeriksaan penunjang:


Foto thorax, didapatkan pembesaran atrium kiri serta pembesaran
arteri pulmonalis, penonjolan vena pulmonalis dan tanda-tanda
bendungan pada lapangan paru. Pembesaran atrium kiri ditandai

dengan double contour , peningkatan tekanan atrium kronis akan


mengakibatkan sefalisasi dan kerley B lines. Ukuran ventrikel kiri
biasanya normal. Adanya pembesaran ventrikel dan atrium kanan
merupakan tanda dari stenosis mitral berat.
EKG dapat berupa irama sinus maupun fibrilasi atrium. P mitral
dapat terlihat pada lead II dan III dan atau P bifasik pada V1. Pada
tahap lebih lanjut dapat terlihat perubahan aksis yang bergeser ke
kanan, RBBB inkomplit, gelombang R tinggi pada V2 atau
gelombang S yang dalam pada V6. Dapat disertai pembesaran
atrium kanan dengan adanya gelombang P tinggi pada lead II.
Ekokardiografi lebih banyak digunakan untuk diagnosis penyakit
jantung dalam kehamilan karena bersifat non-invasif dan aman.
Dengan kemapuan M-Mode, 2-D dan Doppler dapat ditemukan
kelainan struktural termasuk ukuran jantung, tekanan arteri
pulmonal, kontraktilitas ventrikel, adanya trombus, fungsi katup
maupun iskemia miokard. Ekokardiografi trans-esofageal dapat
bermanfaat pada beberapa kasus tertentu seperti endocarditis,
diseksi aorta atau pada keadaan kesulitan dilakukan ekokardiografi
transthoraks.

2.8 Mitral Stenosis pada Kehamilan


Perubahan hemodinamik pada kehamilan berpengaruh pada gangguan
kardiovasculer. Jumlah volume yang bertambah mengakibatkan perburukan
kondisi pada pasien yang memiliki gangguan kondisi ventrikel. Lesi stenosis
valvuler kurang dapat ditoleransi dibandingkan dengan lesi regurgitasi.
Kondisi takikardia pada kehamilan menurunkan waktu diastolic filling pada
pasien stenosis mitral sehingga terjadi peningkatan tekanan pada atrium kiri.
Peningkatan tekanan pada atrium kiri akan mengakibatkan peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler pulmonal sehingga terjadi edema pulmo.4
Perubahan fisiologik terjadinya peningkatan volume darah

dan

peningkatan frekuensi denyut jantung menyebabkan peningkatan tekanan


10

serambi kiri jantung yang mengakibatkan edema paru. Kerap edema paru
merupakan gejala pertama dari mitral stenosis, terutama terjadi pada pasien
yang telah mengalami atrial fibrilasi. Bagaimanapun, peningkatan keluhan
napas pendekyang progresif adalah yang tersering. Penambahan volume darah
ke dalam sirkulasi sistemik/autotransfusi sewaktu his/kontraksi uterus
menyebabkan berbahaya saat melahirkan.Pasien-pasien tersebut dapat saja
memerlukan koreksi dengan cara operasi katup atau percutaneous mitral
balloon valvotomy (BMV) sebelum atau sewaktu hamil.
Secara teori diagnosis mitral stenosis lebih mudah ditegakkan selama
kehamilan, karena intensitas murmur yang cenderung meningkat karena
adanya peningkatan curah jantung. Namun, takikardia menyebabkan persepsi
murmur kerap sulit.
Stenosis berat atau moderate ditoleransi buruk pada kehamilan.
Peningkatan cardiac output, kondisi takikardia menurunkan waktu diastol,
sehingga berkontribusi terhadap peningkatan mean mitral gradient. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan echocardiografi. Gagal jantung terjadi pada wanita
hamil dengan stenosis mitral moderat atau berat, saat trimester kedua atau
ketiga, bahkan dapat terjadi bila sebelumnya tidak terdapat gejala. Gagal
jantung dapat progresif. Peningkatan volume intravasculer hingga 50% dari
volume

awal

mengakibatkan

peningkatan

tekanan

atrium

kiri

dan

meningkatkan pengisisan vena pulmonalis. Peningkatan laju jantung saat


kehamilan menurunkan waktu left ventrikular diastolic filling. Edema paru
dapat terjadi, walaupun saat itu belum diketahui adanya stenosis mitral atau
terjadi fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium jarang mengakibatkan kejadian
tromboemboli. Gejala sisa dapat terjadi pada wanita dengan stenosis mitral
ringan tetapi secara umum tidak berat dan dapat ditoleransi.15,16
Evaluasi echocardiografi berperan penting untuk menentukan intervensi
BMV dapat dilakukan atau tidak. Pemeriksaan ini melihat gangguan katup
lainnya untuk menentukan manajemen stenosis mitral. Adanya regurgitasi
trikuspid fungsional dan regurgitasi aorta tidak mempengaruhi manajemen
pasien, namun adanya stenosis aorta mempengaruhi manajemen stenosis
mitral karena kondisi ini memperburuk hemodinamik pasien.5
Komplikasi gagal jantung tidak hanya dapat terjadi saat kehamilan namun
juga saat post partum tergantung dari gejala dan PAP saat kehamilan. Stenosis
11

mitral berat disertai dengan hipertensi pulmonal terkait dengan tingginya


risiko ibu dan neonatus, dengan mortalitas peripartum sebanyak 30-56% pada
ibu hamil dan 10-13% pada neonatus.15

2.9 Prinsip Penatalaksanaan


Penanganan antepartum pada penderita stenosis mitral bertujuan untuk
mencapai keseimbangan antara upaya untuk meningkatkan curah jantung dan
keterbatasan aliran darah yang melewati katup stenosis. Kebanyakan ibu hamil
memerlukan diuresis berupa pemberian furosemid. Pemberian -blocker akan
menurunkan denyut jantung, meningkatkan aliran darah yang melewati katup
dan menghilangkan kongesti paru.1, 3
Wanita dengan riwayat penyakit katup rheuma yang berisiko untuk kontak
dengan

populasi

yang

mempunyai

prevalensi

tinggi

untuk

infeksi

streptococcus harus mendapat profilaksis penicilllin G peros setiap hari atau


benzathine penicillin setiap bulan. Pasien yang mengalami fibrilasi atrium dan
riwayat emboli harus diterapi dengan antikoagulan.1
Bila terdapat gejala atau hipertensi pulmonal (>50 mmHg), maka
dilakukan pembatasan aktifitas dan diberikan beta 1selektif bloker. Diuretik
diberikan bila gejala berkelanjutan namun dosis tinggi harus dihindari.
Antikoagulan terapeutik direkomendasikan pada kasus fibrilasi atrium
paroksismal atau permanen, trombus atrium kiri, atau riwayat emboli.
Pemberian antikoagulan dapat dipertimbangkan pada wanita hamil dengan
stenosis mitral moderat atau berat dan spontaneous echocardiographic
contrast pada atrium kiri, atrium kiri yang besar (>40ml/m 2), cardiac output
rendah, atau gagal jantung kongestif, karena dalam kondisi ini pasien
beresiko sangat tinggi terhadap kejadian tromboemboli.15
Atrial fibrilasi pada pasien mitral stenosis dapat mengakibatkan gagal
jantung. Pemberian digitalis dan penyekat beta dapat menurunkan frekuensi
denyut jantung dan diuretik dapat digunakan untuk mengurangi volume darah
dan menurunkan tekanan ruang serambi kiri. Kardioversi elektrik dapat
dilakukan dengan aman dan segera dihentikan bila gangguan atrial fibrilasi

12

menimbulkan perburukan hemodinamik. Pasien dengan permanen atau


paroksismal atrial fibrilasi meningkatkan resiko terjadinya stroke sehingga
memerlukan pemberian antikoagulan. 18
Intervensi percutaneous mitralcommisurotomy dikerjakan setelah usia
kehamilan 20 minggu. Hal ini dapat dipertimbangkan pada wanita dengan
NYHA kelas III/IV atau perkiraan PAP sistolik > 50 mmHg pada
echocardiografi walapun sudah diberikan terapi medis, tanpa disertai
kontraindikasi dan jika kondisi pasien memungkinkan. Dosis radiasi harus
diminimalkan dan direkomendaskan untuk pengunaan apron abdomen.
Melihat komplikasi tindakan, intervensi tidak dilakukan pada pasien
asimptomatis.17
Pada sebagian besar pasien dengan penyakit jantung, persalinan
pervaginam lebih dipilih. Seksio sesaria dipilih bila terdapat alasan obstetri,
penggunaan warfarin pada ibu hamil sebelumnya, dilatasi aorta yang tidak
stabil, hipertensi pulmonal berat, atau lesi obstruktif berat. Kala dua persalinan
diperingan dengan ekstraksi forceps atau vakum.persalinan pervaginam
dipertimbangkan pada pasien stenosis mitral ringan dan pasien dengan mitral
stenosis moderat atau berat pada NYHA kelas I/II tanpa hiperetensi pulmonal.
Seksio sesaria dipertimbangkan pada pasien dengan mitral stenosis moderat
atau berat pada NYHA kelas III/IV atau hipertensi pulmonal tanpa terapi
medis, pada kondisi percutaneous mitral commisurotomy tidak dapat
dilakukan atau gagal.15
Pada saat persalinan sering terjadi dekompensasi karena nyeri akan
menginduksi takikardia. Kontraksi uterus meningkatkan aliran balik vena dan
kemudian terjadi kongesti paru. Hemodinamik penderita dengan luas katup <
1 cm2 harus ditangani dengan bantuan kateter arteri pulmonalis.

Denyut

jantung dipertahankan dengan mengontrol nyeri dan pemberian -blocker.


Pemberian diuresis yang progresif akan menurunkan kongesti paru dan
desaturasi oksigen.1, 3
Tabel 3. Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan dan tata laksananya
Kela
s

Manifestasi Klinis

Penatalaksanaan

13

II

III

IV

Tanpa pembatasan
kegiatan
fisik
Tanpa gejala penyakit
jantung pada kegiatan
biasa
Sedikit pembatasan
kegiatan
fisik
Saat istirahat tidak ada
keluhan
Pada kegiatan fisik
biasa timbul gejala
isufisiensi
jantung
seperti:
kelelahan,
jantung
berdebar
(palpitasi cordis), sesak
nafas
atau
angina
pectoris

Tidak memerlukan pengobatan tambahan

- menghindari aktifitas yang berlebihan,


terutama pada UK 28-32 minggu.
- Pasien dirawat bila keadaan memburuk.
- Kelas I dan Kelas II ini dapat meneruskan
kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan
pervaginam
-Pasien harus tidur malam cukup 8-10 jam,
istirahat baring minimal setengah jam setelah
makan, membatasi masuknya cairan (75
ml/jam) diet tinggi protein, rendah garam dan
membatasi kegiatan
- Lakukan ANC dua minggu sekali dan
seminggu sekali setelah 36 minggu.
- Rawat pasien di RS sejak 1 minggun sebelum
waktu kelahiran.
- Metode anastesi terpilih adalah epidural
- Bila terjadi takikardi, takipnea, sesak nafas
(ancaman gagal jantung), berikan digitalis
berupa suntikan sedilanid IV dengan dosis awal
0,8 mg, dapat diulang 1-2 kali dengan selang 12 jam.
- Selain itu dapat diberi oksigen, morfin (10-15
mg), dan diuretic. Tidak diperbolehkan
memakai ergometrin karena kontraksi uterus
yang bersifat tonik akan menyebabkan
pengembalian darah ke sirkulasi sistemik
dalam jumlah besar.
- Rawat pasien sampai hari ke 14, mobilisasi
bertahap dan pencegahan infeksi, bila fisik
memungkinkan pasien dapat menyusui.
Banyak pembatasan Dirawat di RS selama hamil terutama pada
dalam kegiatan fisik
Umur Kehamilan 28 minggu dapat diberikan
Saat istirahat tidak ada diuretic
keluhan
Pada aktifitas fisik
ringan
sudah
menimbulkan
gejalagejala
insufisiensi
jantung

Tidak
mampu
melakukan
aktivitas -Harus
dirawat
di
RS
fisik apapun
- Kedua kelas ini (III dan IV)tidak boleh hamil
14

Komplikasi
Pada ibu: gagal jantung
kongestif, edema paru,
kematian, abortus.
Pada
janindapat
terjadi : prematuritas,
BBLR, hipoksia, gawat
janin, APGAR score
rendah,
pertumbuhan
janin terhambat.

karena resiko terlalu berat.


- Pertimbangkan abortus terapeutik pada
kehamilan kurang dari 12 minggu.
- Jika kehamilan dipertahankan pasien harus
terus berbaring selama hamil dan nifas.
- Bila terjadi gagal jantung mutlak harus
dirawat dan berbaring terus sampai anak lahir.
Dengan tirah baring, digitalis, dan diuretic
biasanya gejala gagal jantung akan cepat
hilang.
- Pemberian oksitosin cukup aman. Umumnya
persalinan pervaginam lebih aman namun kala
II harus diakhiri dengan cunam atau vacum.
Setelah kala III selesai, awasi dengan ketat,
untuk menilai terjadinya decompensasi atau
edema paru.
- Pada wanita hamil saat yang paling baik
adalah trimester II namun berbahaya bagi
bayinya karena setelah operasi harus diberikan
obat anti pembekuan terus menerus
- Obat yang terpilih adalah Heparin secara SC

Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:11


1) Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi,
2) Open commissurotomy(open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin
dilihat dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya
trombus di dalam atrium,
3) Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai
regurgitasi dan kalsifikasi katup mitral yang jelas.

15

Tabel 4. Klasifikasi WHO yang dimodifikasi untuk risiko kardiovascular maternal


Kelas
risiko

Resiko kehamilan berdasarkan kondisi medis

Tidak terdeteksi peningkatan resiko mortalitas maternal dan


tanpa/peningkatan ringan dalam morbiditas

II

Sedikit peningkatan resiko mortalitas maternal atau peningkatan


moderat dalam morbiditas

III

Peningkatan resiko mortalitas maternal signifikan atau morbiditas


berat. Konseling dengan ahli diperlukan. Jika diputuskan hamil,
pengawasan spesialis jantung dan kandungan secara intensif
dibutuhkan selam kehamilan, persalinan, dan nifas.

IV

Resiko mortalitas maternal sangat tinggi atau morbiditas berat,


dikontraindikasikan hamil. Jika kehamilan, terminasi perlu
didiskusikan. Jika kehamilan berlanjut, dirawat seperti kelas III

Resiko kehamilan termasuk WHO I

Resiko kehamilan termasuk WHO II

Tanpa komplikasi, kecil atau ringan


Stenosis pulmonal
PDA
Prolaps katup mitral
Perbaikan lesi sederhana yang
berhasil (defek septal ventrikular
atau artrial, PDA, anomali aliran
vena pulmonlis)
Denyut ektopik ventrikular atau
atrial
WHO II (jika dinyatakan baik tanpa
komplikasi)
defek septal ventrikular atau
artrial yang tidak dioperasi
repaired tetralogi fallot
sebagian besar aritmia
WHO II-III (tergantung individu)
gangguan ventrikel kiri ringan
kardiomiopati hipertrofik
sindrom Marfan tanpa dilatasi
aorta
koarktasio yang diperbaiki
WHO III
katup mekanik

16

Resiko kehamilan termasuk WHO


IV

penyakit jantung sianosis (tanpa


perbaikan)
penyakit
jantung
bawaan
kompleks lainnya
dilatasi aorta 40-45 mm pada
sindrom Marfan
dilatasi aorta 40-45 mm pada
gangguan aorta berhubungan
dengan katup bikuspidal aorta
Hipertensi arteri pulmonal
dengan penyebab apapun
Disfungsi ventrikel sistemik
berat
Kardiomiopati
peripartum
sebelumnya dengan adanya sisa
gangguan fungsi ventrikel kiri
Stenosis mitral berat, stenosis
aorta simptomatik berat
Sindrom Marfan dengan dilatasi
aorta >45 mm

2.10

Prognosis
Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25% angka

harapan hidup 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46%


angka harapan hidup 10 tahun). Hal ini dikarenakan angka resiko terjadinya
emboli arterial secara bermakna meningkat pada atrium fibrilasi. 1 Pada
penelitian yang dilakukan oleh Rowe dkk (1925) terhadap 250 penderita
mitral stenosis, setelah sepuluh tahun 39% penderita meninggal dunia, 22%
menjadi semakin sesak dan 16% memiliki setidaknya satu manifestasi
komplikasi tromboemboli. Setelah 20 tahun kemudian, 7% meninggal dunia,
8% penderita menjadi semakin sesak dan 26% memilki setidaknya satu
manifestasi tromboemboli.15
Secara keseluruhan 10-years survival rate dari penderita stenosis mitral
tanpa pengobatan lanjut hanya sekitar 50-60%, tergantung dari keluhan yang
timbul saat itu. Tanpa tindakan pembedahan, 20-years survival rate hanya

17

sekitar 85%. Penyebab kematian pada penderita yang tidak mendapat


pengobatan, yaitu:
Gagal jantung (60-70%),
Emboli sistemik (20-30%) dan emboli paru (10%),
Infeksi (1-5%).
Pada penderita stenosis mitral, kehamilan umumnya masih dapat
ditoleransi.Kadang-kadang dapat disertai gagal jantung kongestif atau
aritmiasemasakehamilan dan mesti diterapi. Jika tidak disertai hipertensi
pulmonal, tidak akan mempengaruhi mortalitas maternal. Mortalitas janin
dapat mencapai 20 persen jika ibu yang lesinya tidak dikoreksi. Kemungkinan
janin mempunyai penyakit jantung bawaan sebesar 5 - 10 persen, dan nilai ini
tidak berubah walaupun telah dilakukan tindakan bedah koreksi sebelumnya.

18

BAB III
KESIMPULAN

Kehamilan menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis dari


sistem kardiovaskuler yang akan dapat ditolerir dengan baik oleh wanita yang
sehat, namun akan menjadi ancaman yang berbahaya bagi ibu hamil yang
mempunyai kelainan jantung sebelumnya.
Penyakit jantung katup pada wanita muda paling sering disebabkan oleh
penyakit jantung rematik, kelainan kongenital, atau endokarditis sebelumnya, dan
penyakit jantung katup ini menambah resiko pada ibu dan janin yang dikandung
pada saat kehamilan. Mitral stenosis merupakan obstruksi aliran darah antara
atrium kiri dan ventrikel kiri disebaban oleh menebalnya dan imobilitas katup
mitral. Hasilnya, terjadi peningkatan tekanan

pada atrium, pembuluh darah

pulmonal dan jantung kanan sedangkan ventrikel kiri tidak dipengaruhi pada
stenosis mitral terisolasi.
Secara teori diagnosis mitral stenosis lebih mudah ditegakkan selama
kehamilan, karena intensitas murmur yang cenderung meningkat karena adanya
peningkatan curah jantung. Namun, takikardia menyebabkan persepsi murmur
kerap sulit.
Stenosis berat atau moderate ditoleransi buruk pada kehamilan.
Peningkatan cardiac output, kondisi takikardia menurunkan waktu diastol,
sehingga berkontribusi terhadap peningkatan mean mitral gradient. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan echocardiografi. Gagal jantung terjadi pada wanita hamil
dengan stenosis mitral moderat atau berat, saat trimester kedua atau ketiga,
bahkan dapat terjadi bila sebelumnya tidak terdapat gejala.
Penanganan antepartum pada penderita stenosis mitral bertujuan untuk mencapai
keseimbangan antara upaya untuk meningkatkan curah jantung dan keterbatasan
aliran darah yang melewati katup stenosis. Kebanyakan ibu hamil memerlukan
diuresis berupa pemberian furosemid. Pemberian -blocker akan menurunkan

19

denyut jantung, meningkatkan aliran darah yang melewati katup dan


menghilangkan kongesti paru.1,3 Pada sebagian besar pasien dengan penyakit
jantung, persalinan pervaginam lebih dipilih. Seksio sesaria dipilih bila terdapat
alasan obstetri, penggunaan warfarin pada ibu hamil sebelumnya, dilatasi aorta
yang tidak stabil, hipertensi pulmonal berat, atau lesi obstruktif berat. Kala dua
persalinan diperingan dengan ekstraksi forceps atau vakum.persalinan pervaginam
dipertimbangkan pada pasien stenosis mitral ringan dan pasien dengan mitral
stenosis moderat atau berat pada NYHA kelas I/II tanpa hiperetensi pulmonal.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Easterling TR, Otto C. Heart disease. In: Gabbe, editor. Obstetrics-normal
and problem pregnancies. 4 th ed. London: Churchill Livingstone Inc;
2002. p. 1005-30.
2. Cunningham F, MacDonald P, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, Hankins
Gea. Cardiovascular diseases. In: Williams obstetrics. 21 st ed. New York:
McGraw Hill; 2001. p. 1181-203.
3. Cole P. Cardiac disease. In: Winn H, Hobbins J, editors. Clinical maternalfetal medicine. 1 st ed. New York: The Parthenon Publishing Group; 2000.
4. Mann, Zipes, Libby, Bonow, Braunwalds Heart Disease: A Teextbook of
Cardiovascular Medicine. 10th . 2015. Philadelphia: Elsevier Saunders
5. Oakley & wanes. Heart Disease in Pregnancy 2nd ed. 2007. Singapore:
Blackwell
6. Camm, Luscher, Serruys. The ESC textbook of cardiovascular medicine.
Blackwell
7. Carapetis J, Brown A, et al. diagnosis and Management of Acute
Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease in Australia: An Evidence
Base Review. 2006 National Heart Foundation of Australia
8. Walsh, Fang, Fuster. Hursts the heart manual of cardiology 13 th ed.
Singapore 2013
9. Crawford. Current diagnosis and treatment cardiology. McGraw and Hill
2014
10. WHO Expert Consultant Team. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart
Disease . Report of a WHO Expert Consultation. 2004. Geneva
11. Boudoulas. Etiology of valvular heart disease in 21 st century. Hellenic J
Cardiol 43, 2002
12. Murphy &Llyod. Mayo clinic cardiology concise textbook 3 nd ed.2007.
Canada: Mayo Clinic Scientific Press

21

13. Carapetis J, McDonald M. Acute Rheumatic Fever . Lancet 2005


14. Cunningham, Garry dkk. 2006. Obstetric Williams. Jakarta.EGC
15. Iung. Pregnancy-related cardiac complications: A consequence of the
burden of rheumatic heart disease in sub-Saharan Africa. 2011. Archives
of cardiovascular Disease
16. Siva and shah. Moderate mitral stenosis in pregnancy: the haemodynamic
impact of diuresis. Heart 2005
17. Nishimura, et al. 2014 AHA/ACC valvular heart disease guidelines:
executive summary. JACC Vol. No. 22
18. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta. Bina Pustaka sarwono

22

Anda mungkin juga menyukai