Anda di halaman 1dari 46

BAB II

PEMBAHASAN

1. Jelaskan mengenai hipertiroid !


a. Definisi
Hipertiroid adalah kondisi di mana kelenjar tiroid terlalu aktif memproduksi
hormon tiroid. Akibatnya, kadar hormon tiroid dalam darah sangat tinggi. Organ
ini berfungsi memproduksi hormon tiroid. Hormon tiroid sendiri sangat penting
dalam proses metabolisme makanan menjadi energi, juga untuk mengendalikan
pertumbuhan tubuh. Manfaat lain hormon tiroid yang tidak kalah penting adalah
mengatur suhu tubuh, mempengaruhi denyut jantung, dan mengontrol produksi
protein. Hipertiroid adalah keadaan dimana hormon tiroid yang diproduksi di
tubuh berelebihan atau dengan kata lain bahwa aktivitas kelenjar tiroid berlebihan.
Sedangkan tirotoksikosis keracunan akibat kadar hormon tiroid yang tinggi di
dalam aliran darah apapun penyebabnya.
b. Etiologi
Penyebab tersering hipertiroid adalah Penyakit Grave's. Penyakit ini
timbul karena sistem kekebalan tubuh manusia menyerang kelenjar tiroid,
sehingga timbul respon berupa produksi hormon tiroid dalam jumlah sangat
banyak. Penyakit Grave's biasanya mengenai mereka yang saling bertalian darah.
Di samping penyakit Grave's, hipertiroid juga dapat disebabkan oleh
pembengkakan kelenjar tiroid atau pembentukan benjolan pada kelenjar tiroid.
Penyebab lain hipertiroid adalah infeksi kelenjar tiroid oleh virus atau bakteri,
keadaan ini disebut tiroiditis. Selain itu, hipertiroid dapat juga diakibatkan oleh
pertumbuhan sel kanker di dalam kelenjar tiroid.
c. Prognosis
Prognosis hipertiroid sangat tergantung pada penyebab. Dengan penanganan
dan pemantauan yang disiplin, umumnya gejala hipertiroid akan terkendali dan
teratasi. Dosis obat perlu disesuaikan secara berkala sampai kondisi telah normal
(euthyroid). Pengobatan perlu dilanjutkan minimal 18 24 bulan, bila tetap
terkendali dan stabil,obat dapatdihentikan. Umumnya pendeita hipertiroid

memberi respons yang baik dengan pengobatan, walaupun ada kemungkinan


terjadi kekambuhan.
d. Faktor Resiko
a. Turunan/genetik,
b. Gender. perempuan lebih berisiko terkena hipertiroid daripada laki-laki.
e. Insiden / Prevalensi
Prevalensi penderita Hipertiroidisme menyerang wanita 5 kali lebih sering di
bandingkan dengan laki-laki dan insidennya akan memuncak dalam decade usia
ketiga serta ke empat.Keadaan ini dapat timbul setelah terjadinya syok emosional,
stress atau infeksi. Pada usia muda umumnya disebabkan oleh penyakit graves,
penyakit ini relative sering di jumpai dan pada anak- anak jarang terjadi.
sedangkan struma multinodular toksik umumnya timbul pada usia tua. Di daerah
pantai dan kota, insidensya lebih tinggi di bandingkan di daerah pegunungan atau
di pedesaan.
f. Patogenesis
Hipertiroidi adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi
berlebihan dari hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).
Didapatkan pula peningkatan produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil
meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan perifer.
Dalam keadaan normal hormon tiroid berpengaruh terhadap metabolisme
jaringan, proses oksidasi jaringan, proses pertumbuhan dan sintesa protein.
Hormon-hormon tiroid ini berpengaruh terhadap semua sel-sel dalam tubuh
melalui mekanisme transport asam amino dan elektrolit dari cairan ekstraseluler
kedalam sel, aktivasi/sintesa protein enzim dalam sel dan peningkatan prosesproses intraseluler. Pada mamalia dewasa khasiat hormon tiroid terlihat antara lain
:
1. Aktivitas lipolitik yang meningkat pada jaringan lemak
2. Modulasi sekresi gonadotropin
3. Mempertahankan pertumbuhan proliferasi sel dan maturasi rambut
4. Merangsang pompa natrium dan jalur glikolitik, yang menghasilkan
kalorigenesis dan fosforilasi oksidatif pada jaringan hati, ginjal dan otot.

Dengan meningkatnya kadar hormon ini maka metabolisme jaringan,


sintesa protein dan lain-lain akan terpengaruh, keadaan ini secara klinis akan
terlihat dengan adanya palpitasi, takikardi, fibrilasi atrium, kelemahan, banyak
keringat, nafsu makan yang meningkat, berat badan yang menurun. Kadangkadang gejala klinis yang ada hanya berupa penurunan berat badan, payah
jantung, kelemahan otot serta sering buang air besar yang tidak diketahui
sebabnya. Patogenesis Hipertiroid masih belum jelas diketahui. Diduga
peningkatan kadar hormon tiroid ini disebabkan oleh suatu aktivator tiroid yang
bukan TSH yang menyebabkan kelenjar timid hiperaktif. Aktivator ini merupakan
antibodi terhadap reseptor TSH, sehingga disebut sebagai antibodi reseptor TSH.
Anti-bodi ini sering juga disebut sebagai thyroid stimulating immuno-globulin
(TSI) dan ternyata TSI ini ditemukan pada hampir semua penderita Hipertiroid.
Selain itu pada Hipertiroid sering pula ditemukan antibodi terhadap tiroglobulin
dan anti mikrosom. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kedua antibodi ini
mempunyai peranan dalam terjadinya kerusakan kelenjar tiroid. Antibodi
mikrosom ini bisa ditemukan hampir pada 60 -70% penderita Hipertiroid, bahkan
dengan pemeriksaan radioassay bisa ditemukan pada hampir semua penderita,
sedangkan

antibodi

tiroglobulin

bisa

ditemukan

pada

50%

penderita.

Terbentuknya autoantibodi tersebut diduga karena adanya efek dari kontrol


immunologik (immuno-regulation), defek ini dipengaruhi oleh faktor genetik
seperti HLA dan faktor lingkungan seperti infeksi atau stress. Pada toxic nodular
goiter peningkatan kadar hormon tiroid disebabkan oleh autonomisasi dari nodul
yang bersangkutan dengan fungsi yang berlebihan sedangkan bagian kelenjar
selebihnya fungsinya normal atau menurun.
Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua
sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyaknya hiperplasia
dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini
lebih meningkat berapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Setiap sel
meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat. Perubahan pada kelenjar
tiroid ini mirip dengan perubahan akibat kelebihan TSH. Pada beberapa penderita
ditemukan adaya beberapa bahan yang mempunyai kerja mirip dengan TSH yang
ada di dalam darah. Biasanya bahan-bahan ini adalah antibodi imunoglobulin
yang berikatan dengan reseptor membran yang sama degan reseptor membran

yang mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi terus-menerus


dari sistem cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.

g. Gejala Klinis
Gejala hipertiroid dapat menyerupai gejala penyakit lain, sehingga kadangkadang sulit untuk didiagnosis. Selain itu, gejala hipertiroid sangat banyak dan
beragam. Beberapa diantaranya adalah :
1 Berat badan turun meskipun nafsu makan dan jumlah makanan yang dimakan
2

tidak mengalami perubahan.


Denyut jantung lebih cepat (> 100 kali per menit), tidak beraturan, dan

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

kadang-kadang muncul perasaan berdebar-debar


Timbul rasa gugup, cemas, dan gampang tersinggung.
Tangan atau ujung jari gemetar.
Turun keringat berlebihan
Bagi wanita, pola haid berubah-ubah
Sensitif terhadap suhu panas
Buang air besar lebih sering
Kelenjar gondok membesar
Letih, lesu, dan loyo
Susah tidur
Kulit terlihat menipis dan rambut menjadi rapuh;
Pada hipertiroid akibat penyakit Grave's, mata tampak membelalak terus
menerus.

h. Diagnosis Banding
a. Tirotoksikosis
b. Penyakit Graves
c. TNG (Toxic Nodular Goiter)
d. Goiter, Diffuse Toxic
e. Thyroid Papillary Carcinoma
f. Macro and micro Pitutary Adenoma
i. Kelainan PA

Kelen
jar
tiroid

membesar secara difus akibat adanya hipertropi dan hiperplasia difus sel

epitel folikel tiroid.


Kelenjar biasanya lunak dan licin.

j. Pemeriksaan Penunjang
1. TSH serum (biasanya menurun)
Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormon)
Pada hipertiroid ditemukan kenaikan kadar TSH serum
Tes TRH (Thyrotropin Releasing Hormon)
Tes TRH akan sangat berguna bila Tes T3 dan T4 tidak dapat
dianalisa.Pada hipertiroidisme akan ditemukan penurunan kadar TRH

serum.
Tiroslobulin
Pemeriksaan Tiroslobulin melalui pemeriksaan radio immunoassay.
Kadar tiroslobulin meningkat pada hipertiroid.

2. T3, T4 (biasanya meningkat)


T4 Serum
Ditemukan peningkatan T4 serum pada hipertiroid.T4 serum normal
antara 4,5 dan 11,5 mg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L).Kadar T4 serum

merupakan tanda yang akurat untuk menunjukkan adanya hipertiroid.


T3 Serum
Kadar T3 serum biasanya meningkat.Normal T3 serum adalah 70-220

mg/dl (1,15 hingga 3,10 nmol/L).


Tes T3 Ambilan Resin
Pada hipertiroid, ambilan T3 lebih besar dari 35% (meningkat).Normal
ambilan t3 ialah 25% hingga 35% (fraksi ambilan relative: 0,25 hingga

0,35).
3. Test darah hormon tiroid

4.

X-ray scan, CAT scan, MRI scan (untuk mendeteksi adanya tumor)

k. Komplikasi
Berhubungan dengan kulit
- Graves Dermopathy
Berhubungan dengan mata
- Ophthalmopathy/ eksoftalmos
- Kelainan berupa mata kering, gangguan penglihatan, mudah infeksi,
dan dapat menyebabkan kebutaan
Berhubungan dengan Tulang
- Osteoporosis
Berhubungan dengan kardiovascular
- Gagal Jantung Kongestif
- Fibrilasi Atrial
l. Penatalaksanaan
Tatalaksana non farmako hipertiroid meliputi :
Perubahan pola hidup.
Hindari rokok, kopi, alkohol,
Konsumsi kalsium dan vitamin yang cukup
Terapi radioisotop. Merusak jaringan tiroid yang hiperaktif dengan Iodium
radioaktif.
Operasi, baik

total

(tiroidektomi)

maupun

partial

(lobekstomi).

Pada eksoptahlmus yang hebat mungkin diperlukan tindakan operasi khusus


untuk mengkoreksi posisi bola mata
Tatalaksana farmako hipertiroid meliputi :
Obat-obatan / medikamentosa.

Obat anti-tiroid yang menghambat produksi hormon tiroid, a.l. :


o Propyl tiourasil (PTU)
o Karbimazole
o Metimazole

Propanolol, obat antihipertensi yang sekaligus untuk mengendalikan


frekuensi denyut jantung.

2. Jelaskan mengenai hipotiroid !


a. Definisi
Hipotiroid adalah suatu keadaan yang ditandai dengan adanya sintesis hormon
tiroid yang rendah di dalam tubuh, diikuti tanda dan gejala yang mempengaruhi
sistem metabolisme tubuh. Hipotiroidisme adalah suatu sindroma klinis akibat
dari defisiensi hormon tiroid, yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses
metabolik.
b. Epidemiologi
Hipotiroid merupakan kelainan endokrin kedua yang paling banyak
dijumpai di Amerika Serikat setelah diabetes mellitus (Hueston, 2001). Hipotiroid
lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dan insidensinya meningkat
dengan pertambahan umur. Hipotiroid primer lebih sering di jumpai dibanding
hipotiroid sekunder dengan perbandingan 1000 : 1 (Roberts & Ladenson, 2004 ).
Prevalensi hipotiroid di Indonesia belum diketahui secara pasti. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 melakukan pemeriksaan kadar TSH sebagai
salah satu penunjang diagnostik gangguan tiroid. Dari pemeriksaan TSH tersebut
didapatkan 2,7% laki-laki dan 2,2% perempuan memiliki kadar TSH tinggi yang
menunjukkan kecurigaan adanya hipotiroid.
Insidensi hipotiroid bervariasi tergantung kepada faktor geografik dan
lingkungan seperti kadar iodium dalam makanan dan asupan zat goitrogenik.
Selain itu juga berperan faktor genetik dan distribusi usia dalam populasi tersebut.
Di seluruh dunia penyebab hipotiroid terbanyak adalah akibat kekurangan iodium.
Sementara itu dinegara-negara dengan asupan iodium yang mencukupi, penyebab
tersering adalah tiroiditis autoimun.
c. Faktor Resiko
Ada dua faktor utama yang harus dipertimbangkan yaitu usia dan jenis
kelamin. Peluang untuk terjadinya hipotiroid meningkat berhubungan dengan usia,

dan lebih besar pada wanita. Hipotiroidisme terjadi secara primer pada wanita
yang lebih tua dari 50.
Selain usia dan jenis kelamin, risiko untuk mengalami hipotiroidisme
meningkat jika :

Memiliki riwayat keluarga penyakit tiroid atau penyakit autoimun;

Memiliki diabetes tipe 1 atau rheumatoid arthritis, atau gangguan autoimun


lainnya;

Telah menggunakan obat anti-tiroid (pengobatan untuk hipertiroidisme) atau


telah diobati dengan yodium radioaktif (pengobatan untuk kanker tiroid);

Pernah menjalani operasi tiroid (tiroid dibuang untuk mengobati kanker tiroid
atau untuk mengobati gejala goiter);

Pernah terpapar/terkena radiasi pada leher atau area dada bagian atas.

d. Etiologi
Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan menjadi hipotiroidisme primer,
sekunder, tersier, serta resistensi jaringan tubuh terhadap hormon tiroid.
Hipotiroidisme primer terjadi akibat kegagalan tiroid memproduksi hormon tiroid,
sedangkan hipotiroidisme sekunder adalah akibat defisiensi hormon TSH yang
dihasilkan oleh hipofisis. Hipotiroidisme tersier disebabkan oleh defisiensi TRH
yang dihasilkan oleh hipotalamus. Penyebab terbanyak hipotiroidisme adalah
akibat kegagalan produksi hormon tiroid oleh tiroid (hipotiroidisme primer).
Penyebab lebih lengkap hipotiroidisme dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Penyakit Otoimun
Pada beberapa orang, system imun yang seharusnya mnjaga atau
mencegah timbulnya penyakit justru mengenali secara salah sel kelenjar tiroid
dan berbagai yang disintesis di kelenjar tiroid, sehingga merusak sel atau
enzim tersebut. Sebagai akibatnya hanya tersisa sedikit sel atau enzim yang
sehat dan tidak cukup untuk mensintesis hormon tiroid dalam jumlah yang
cukup untuk kebutuhan tubuh. Hal ini lebih banyak timbul pada wanita
disbanding pria. Tiroiditis otoimun dapat timbul mendadak atau secara
perlahan. Bentuk yang paling sering dijumpai adalah tiroiditis Hashimoto dan
tiroiditis atrofik.
Tindakan Bedah
Pasien dengan nodul tiroid, kanker tiroid atau morbus Basedow, yang
menjalani tindakan bedah mempunyai risiko untuk terjadinya hipotiroid.
Apabila keseluruhan atau terlalu banyak jaringan kelenjar yang diangkat maka
produksi hormon yang diperlukan oleh tubuh tidak lagi mencukupi. Bahkan
apabila keseluruhan kelenjar diangkat maka akan terjadi hipotiroid permanen.
Terapi dengan I131

Terapi dengan I131 bertujuan untuk merusak sel kelenjar tiroid.


Kerusakan yang terlalu bnayak dari sel kelenjar juga akan menimbulkan
hipotiroid.
Hipotiroid Kongenital
Beberapa bayi lahir dengan kelenjar tiroid yang tidak terbentuk atau
hanya memiliki kelenjar tiroid yang terbentuk sebagian. Beberapa yang lain
kelenjar tiroid terbentuk di tempat yang tidak seharusnya (ektopik) atau sel-sel
kelenjar tiroidnya tidak berfungsi. Terdapat juga enzim yang berperan pada
sintesis hormon bekerja dengan tidak baik. Pada keadaan demikian ini akan
terjadi gangguan produksi sehingga kebutuhan hormon tiroid tidak tercukupi
dan timbul hipotiroid.
Tiroiditis
Infeksi tiroid oleh virus sering diikuti terjadinya proses keradangan
kelenjar tiroid. Pada awalnya akan terjadi peningkatan sintesis hormon, akan
tetapi sebagai akibat proses yang berlanjut aka terjadi kerusakan sel kelenjar
yang kemudian diikuti dengan penurunan sintesis hormon dan mengakibatkan
terjadinya hipotiroid.
Obat-Obatan
Amidodarone,

litium,

interferon

alfa

dan

interleukin-2

dapat

menghambat sintesis hormon tiroid. Obat-obatan ini pada umumnya


menimbulkan hipotiroid pada pasien yang memiliki bakat genetic penyakit tiorid
otoimun.
Kekurangan Asupan Iodium
Iosium merupakan bahan dasar sintesis hormon tiroid. Kekurangan asupa
iodium akan berpengaruh terhadap sintesis hormon.
Kerusakan Kelenjar Hipofisis
Tumor, radiasi, atau tindakan bedah dapat menimbulkan kerusakan pada
hipofisis. Bila hal ini terjadi maka sintesis hormon TSH yang memicu kelenjar

tiroid memproduksi hormon tiroid akan berkurang. Sebagai akibatnya akan


terjadi penurunan sintesis hormon tiroid.
e. Patogenesis
Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui,
berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan
dalam patogenesis PTAI. Selanjutnya diketahui pula pada Penyakit Tiroiditis Auto
Imun terjadi kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme
imun humoral dan seluler yang bekerja secara bersamaan (Tomer Y, Davies TF,
2003 dan Prummel MF et al, 2004).
Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized Tlymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel tiroid,
mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi terjadi
karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat stimulator atau blocking
dengan reseptor di membran sel tiroid yang bertindak sebagai autoantigen (Tomer
Y, Davies TF, 2003 dan Prummel MF et al, 2004).

f. Gejala Klinis
1

Bayi baru lahir (Kretinisme)


Istilah kretinisme mula-mula digunakan untuk bayi-bayi pada daerah-daerah asupan
iodin rendah dan goiter endemik dengan retardasi mental, postur pendek, muka dan
tangan tampak sembab dan (seringkali) tuli mutisma dan tanda-tanda neurologis
yaitu kelainan traktus piramidalis dan ekstrapiramidalis.
Gejala-gejala hipotiroidisme pada bayi baru lahir adalah kesukaran bernapas,
sianosis, ikterus, kesulitan makan, tangisan kasar, hernia umbilikalis dan retardasi
berat dan retardasi pematangan tulang yang nyata. Epifisis tibia proksimal dan
epifisis femur distal terdapat pada semua bayi cukup bulan dengan berat badan lebih
dari 2500 g. Tidak adanya epifisis ini merupakan bukti kuat adanya hipotiroidisme.
Pengenalan skrining rutin terhadap bayi baru lahir untuk TSH dan Tq telah menjadi
keberhasilan besar dalam diagnosis dini hipotiroidisme neonatus. T4 serum di bawah

6 g/dL atau TSH serum di atas 30 U/mL indikatif adanya hipotiroidisme neonatal.
Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan bukti radiologis adanya retardasi umur tulang.
2

Anak
Hipotiroidisme pada anak-anak ditandai adanya retardasi pertumbuhan dan tandatanda retardasi mental. Pada remaja, pubertas prekok dapat terjadi, dan mungkin ada
pembesaran sella tursika di samping postur tubuh pendek. Hal ini tidak berhubungan
dengan tumor hipofisis tapi mungkin berhubungan dengan hipertrofi hipofisis yang
berhubungan dengan produksi TSH berlebihan.

Dewasa
Pada orang dewasa, gambaran umum hipotiroidisme termasuk mudah lelah,
kedinginan, penambahan berat badan, konstipasi, menstruasi tidak teratur, dan kram
otot. Pemeriksaan fisik termasuk kulit yang dingin, kasar, kulit kering, wajah dan
tangan sembab, suara parau dan kasar, refleks lambat. Menurunkan konversi karoten
menjadi vitamin A dan peningkatan karoten dalam darah sehingga memberikan
warna kuning pada kulit.
-

Tanda kardiovaskular
Hipotiroidisme ditandai oleh adanya gangguan kontraksi otot, bradikardi, dan
penurunan curah jantung. EKG memperlihatkan kompleks QRS tegangan rendah
dan gelombang P dan T, dengan perbaikan pada respons terhadap terapi.
Pembesaran jantung dapat terjadi; pembesaran ini bisa disebabkan oleh edema
interstisial, pembengkakan miofibril non-spesifik, dan dilatasi ventrikel kiri tapi
sering karena efusi pericardial. Walau curah jantung berkurang, jarang dijumpai
gagal jantung kongestif dan edema pulmonum. Ada pertentangan apakah
miksedema mendorong terjadinya penyakit arteri koronaria, tetapi penyakit arteri
koronaria lebih umum terjad i pada pasien dengan hipotiroidisme, khususnya
pasien lebih tua. Pada pasien dengan angina pektoris, hipotiroidisme dapat
melindungi jantung dari stres iskemik, dan terapi penggantian dapat mencetuskan
angina.

Fungsi paru
Pada orang dewasa, hipotiroid ditandai dengan pernapasan dangkal dan lambat
dan gangguan respons ventilasi terhadap hiperkapnia atau hipoksia. Kegagalan
pernapasan adalah masalah utama pada pasien dengan koma miksedema.

Peristaltik usus

Peristaltik usus jelas menurun, berakibat konstipasi kronis dan kadang-kadang ada
sumbatan feses berat atau ileus.
-

Fungsi ginjal terganggu, dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan


kegagalan kemampuan untuk mengekskresikan beban cairan. Hal ini disebabkan
pasien miksedema mempunyai predisposisi terhadap intoksikasi cairan jika cairan
dalam jumlah berlebihan diberikan.

Anemia
Setidaknya ada empat mekanisme yang turut berperan dalam terjadinya anemia
pada pasien hipotiroidisme : (1) gangguan sintesis hemoglobin sebagai akibat
defisiensi hormon tiroksin; (2) defisiensi zat besi dari peningkatan kehilangan zat
besi akibat menoragia, demikian juga karena kegagalan usus untuk mengabsorbsi
besi; (3) defisiensi asam folat akibat gangguan absorbsi asam folat pada usus; dan
(4) anemia pernisiosa, dengan anemia megaloblastik defisiensi vitamin B12.
Anemia pernisiosa seringkali merupakan bagian spektrum penyakit autoimun,
termasuk miksedema akibat tiroiditis kronika berhubungan dengan autoantibodi
tiroid

Sistem neuromuscular
Banyak pasien mengeluh gejala-gejala yang menyangkut sistem neuromuskular,
seperti, kram otot parah, parestesia, dan kelemahan otot.

Gejala-gejala sistem saraf pusat


Dapat termasuk kelemahan kronis, letargi, dan tidak mampu berkonsentrasi.
Hipotiroidisme mengakibatkan gangguan konversi metabolisme perifer dari
prekursor estrogen menjadi estrogen, berakibat perubahan sekresi FSH dan LH
dan siklus anovulatoar dan infertilitas. Hal ini dihubungkan dengan menoragia
berat. Pasien-pasien miksedema biasanya cukup tenang tapi dapat sangat depresi
atau bahkan sangat agitatif ("kegilaan miksedema" = "myxedema madness").

g. Diagnosis
Penegakaan diagnosis dilakukan dengan melakukan beberapa pendekatan,
seperti :

Melakukan pemeriksaan terhadap tanda dan gejala yang timbul

Gejala hipotiroid timbul secara perlahan dan tidak spesifik. Hal ini
menyebabkan kesulitan deteksi dini keadaan hipotiroid. Beberapa keadaan
atau penyakit lain dapat memberikan gejala yang timbul lebih mudah dikenali.

Riwayat penyakit dan keluarga


Adanya riwayat pengobatan kelenjar tiroid dengan obat, tindakan

bedah, ablasi I131, radiasi daerah leher atau mengonsumsi obat-obat lain
seperti amiodaron, interferon alfa, interleukin serta litium akan sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis. Demikian pula bila mempunyai
riwayat keluarga dengan kelainan tiroid.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sangat membantu penegakkan diagnosis hipotiroid.

Adanya pembesaran kelenjar, kulit kering, edema piting, menurunnya reflek


tendon, bradikardi dan gejala-gejala yang lain dapat membantu diagnosis
pasien dengan hipotiroid. Hanya pada keadaan awal hipotiroid dan hipotiroid
ringan, sering tanda-tanda fisik tidak diketemukan.

Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar hormon merupakan hal

yang sangat penting guna menegakkan diagnosis. Dua macam tes yaitu
pengukuran kadar TSH dan T4 (khususnya T4 bebas) merupakan pemeriksaan
yang spesifik dan digunakan untuk menegakkan diagnosis. Peningkatan TSH
dan penurunan kadar T4 bebas menunjukkan adanya hipotiroid.
h. Kelainan PA
Kelenjar tiroid simetris kecil pada gambar di bawah ini menunjukkan
atrofi. Pasien ini menderita hipotiroid. Ini adalah hasil akhir dari penyakit
Hashimoto's

thyroiditis.

Awalnya,

tiroid

membesar

dan

mungkin

ada

hipertiroidisme sementara, diikuti oleh stase eutiroid dan kemudian hipotiroidisme


dengan atrofi. Hashimoto's thyroiditis didapat dari aktivasi sel T yang abnormal
dan stimulasi sel B berikutnya untuk mengeluarkan berbagai autoantibodi.

Perbesaran rendah gambar mikroskopis di bawah ini menampilkan kelenjar


tiroid dengan tahap awal Hashimoto tiroiditis dengan folikel limfoid menonjol
mengandung pusat-pusat germinal aktif yang besar. Pada penyakit autoimun ini,
antithyroglobulin dan antimicrosomal (peroksidase tiroid) autoantibodi sering
dapat dideteksi dalam serum. Penyakit autoimun lain seperti penyakit Addison
atau anemia pernisiosa juga sama dapat terdeteksi. Kedua imunoglobulin
pertumbuhan tiroid (TGI) dan thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) yang
ada, meskipun memblokir antibodi terhadap TSI mengurangi efek mereka
sehingga hipertiroidisme biasanya tidak menunjukkan hal yang paling menonjol.

i. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipotiroid adalah :

Gondok

Stimulasi terus menerus agar tiroid mengeluarkan hormon, dapat


menyebabkan kelenjar membesar. Gondok dapat mengganggu pernapasan
dan saat menelan makanan. Hipotiroid akibat defisiensi iodium dalam
makanan. Ini terjadi karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan
hipertrofik dalam usaha untuk menyerap semua iodium yang tersisa dalam
darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang
tinggi karena minimnya umpan balik.

Gangguan jantung
Hipertiroid dapat meningkatkan kadar kolestrol, mengganggu
fungsi jantung, pembesaran jantung dan gagal jantung. Iskemia atau infark
miokard dapat terjadi sebagai respon terhadap terapi pada penderita
hipotiroidisme yang berat dan sudah berlangsung lama atau pada penderita
koma miksedema.

Gangguan mental
Misalnya depresi.

Peripheral neuropathy
Merusak saraf perifer, yaitu saraf yang membawa informasi dari
otak dan saraf tulang belakang ke seluruh tubuh.

Koma miksedema
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang
ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme
termasuk

hipotermi

tanpa

menggigil,

hipotensi,

hipoglikemia,

hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Dalam keadaan


darurat (misalnya koma miksedema), hormon tiroid bisa diberikan secara
intravena. Pemicu myxedema coma adalah sedativ, infeksi dan stress.

Infertilitas
Kadar hormon tiroid yang terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan
pada ovulasi.
Cacat lahir
Mengalami gangguan mental seperti retardasi mental dan gangguan
dalam perkembangan fisik

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (Kretinisme)


Jika hipotiroidisme yang berat sudah terjadi sewaktu hidup fetal,
maka kita akan mendapatkan penderita yang cebol dan mungkin imbesil.
Pada waktu lahir tidak ditemukan kelainan tetapi pada umur 2-3 bulan
sudah bisa timbul gejala lidah tebal dan jarak antara ke dua mata lebih
besar dari biasanya. Pada waktu ini kulit kasar dan warnanya agak
kekuningan. Kepala anak besar, mukanya bulat dan raut mukanya
(ekspresi) seperti orang bodoh sedangkan hidungnya besar dan pesek,
bibirnya tebal, mulutnya selalu terbuka dan juga lidah yang tebal
dikeluarkan. Pertumbuhan tulang juga terlambat. Sedangkan keadaan
psikis berbeda-beda biasanya antara agak cerdik dan sama sekali imbesil.

Kematian
Dapat terjadi apabila tidak diberikan hormon tiroid dan stabilisasi
semua gejala dengan segera.

Karsinoma Tiroid
Karsinoma Tiroid dapat terjadi akibat terapi tiroidektomi,
pemberian obat penekan TSH atau terapi iodium radioaktif untuk
menghancurkan jaringan tiroid. Terapi- terapi tersebut akan merangsan
proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.

j. Prognosis
Prognosis pada Hipotiroidisme Kongenital.
Dengan

adanya

program

skrining

neonatus

untuk

mendeteksi

hipotiroidisme congenital, prognosis untuk bayi yang terkena telah baik bila
dilakukan penangan yang baik dan tepat. Diagnosis awal dan pengobatan yang
cukup sejak umur minggu pertama memungkinkaan pertumbuhan yang normal
dan perkembanganya akan setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena.
Meskipun beberapa program skrening melaporkan bahwa kebanyakan bayi yang
terkena gejala berat, mengalami sedikit pengurangan IQ dan gangguan
neuropsikologis lain. Tanpa pengobatan, bayi yang terkena menjadi cebol dengan
defisiensi mental. Hormon tiroid penting untuk perkembangan otak normal pra
bulan-bulan awal pasca lahir; diagnosis biokimia harus dibuat segera dimulai
untuk mencegah kerusakan otak irreversible. Penangguhan diagnosis, pengobatan
yang tidak cukup, dan ketaatan yang jelek mengakibatkan berbagai tingkat

kerusakan otak. Bila mulainya hipotiroidisme terjadi setelah umur 2 tahun,


perkiraan untuk perkembangan normal jauh lebih baik walaupun diagnosis dan
pengobatannya terlambat menunjukan betapa pentingnya hormone tiroid untuk
kecepatan perkembangan otak bayi.
k. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan hormon tiroid termasuk pemeriksaan imunologi yang cukup
sering diminta oleh klinisi, mengingat jumlah penderita penyakit tiroid yang
cukup banyak. Pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan rutin dan hanya
diminta jika ada kecurigaan adanya penyakit tiroid. Terdapat beberapa macam
pemeriksaan tiroid diantaranya adalah TSH, fT4 dan fT3, T4 dan T3 total, serta
pemeriksaan autoantibodi contohnya anti-TPO (TPOAb test).
Pemeriksaan lini pertama yang dapat dipilih adalah TSH, karena TSH
merupakan indikator yang sensitif adanya kelainan tiroid. Peningkatan hormon
tiroid menyebabkan terjadinya umpan balik negatif pada kelenjar pituitari
sehingga kadar TSH turun, begitu pula sebaliknya. Namun, pemeriksaan TSH saja
tidak bisa digunakan jika kelainannya pada tingkat kelenjar pituitari. Sehingga
diperlukan pemeriksaan tiroid yang lain. Pilihan selanjutnya adalah pemeriksaan
fT4, baru kemudian apabila diperlukan ditambahkan pemeriksaan T3 total.
Biasanya ketiga pemeriksaan ini diminta sekaligus, tapi karena harganya yang
cukup mahal, minimal dua yang perlu diperiksa yaitu TSH dan fT4.

l. Penatalaksanaan
Pengganti Hormon Tiroid
Dalam pengobatan hipotiroidisme, senyawa tiroksin dan triiodotironin yang
dipakai adalah isomer L(Levo). Isomer ini digunakan karena memiliki aktifitas
yang jauh lebih tinggi daripada isomer dextro.
Tiroksin diabsorbsi paling baik di duodenum dan ileum. Akan tetapi tingkat
absorpsinya dipengaruhi oleh keasaman lambung, flora saluran cerna, makanan,
dan obat lainnya. Absorpsi melalui jalur oral T3 sekitar 95%, sedangkan
Levotiroksin 80%1. Absorpsi

Levotiroksin dihambat oleh sukralfat, resin

kolestiramin, Fe, kalsium, dan Al(OH)3.2 Absorpsi T3 dan T4 sangat menurun di


ileus pada pasien yang mengalami myxedema, oleh karena itu jalur parenteral
digunakan. Jalur parenteral yang digunakan adalah intravena.Waktu paruh T3 dan
T4 menurun pada pasien hipotiroidisme bila dibandingkan pada orang normal.
Eksresi bilier dapat meningkat oleh obat yang menginduksi enzim sitokrom,

misalnya rifampin, phenobarbital, carbamazepine, phenytoin, imatinib, protease


inhibitors, sehingga meningkatkan eksresi melalui empedu.
Mekanisme kerja pengganti hormone tiroid sama dengan hormon tiroid yang
disintesis secara alamiah dari kelenjar tiroid. Jaringan memiliki jumlah reseptor
tiroid yang tidak sama, oleh karena itu jaringan tubuh dapat dibagi menjadi yang
sensitif(hipofisis, hati, jantung, otot rangka, usus, dan ginjal)

dan yang tidak

sensitif(limpa, testis) terhadap tiroid. Preparat pilihan untuk pengganti hormone


tiroid adalah levotiroksin. Levotiroksin memiliki waktu paruh yang panjang (7
hari), lebih stabil, tidak menimbulkan alergi, murah, dan konsentrasinya dalam
plasma mudah diukur. Pemakaian Levotiroksin sekali sehari 100 mikrogram.
Alasan lain pemakaian Levotiroksin sebagai obat pilihan adalah kelebihan T4 dapat
diubah menjadi T3.
Liotironin (T3) memiliki efek yang lebih poten daripada levotiroksin. Namun
liotironin jarang dipakai karena waktu paruhnya yang singkat (24 jam), lebih
mahal, dan sulit untuk memonitor kadarnya dalam plasma.
Pengobatan komplikasi dan gejala serta hipotiroidisme kasus khusus
Pada pasien yang mengalami miksedema dan penyakit jantung koroner,
pemberian hormone tiroid dapat berbahaya karena meningkatkan aktifitas jantung .
Pada kasus ini harus menyembuhkan penyakit jantung koroner lebih dahulu baru
mengobati miksedema.
Kasus gawat darurat hipotirodisme adalah koma miksedema. Faktor
predisposisinya adalah infeksi paru, penyakit serebrovaskular, dan gagal jantung
kongestif. Pada kasus ini diberikan levotiroksin melalui intravena sebanyak 300400 mikrogram, yang dilanjutkan dengan dosis 50-100 mikrogram per hari. Pada
pasien yang hamil, dosis levotiroksin harus dinaikkan karena kadar ThyroidBinding Globulin(TBG) yang meningkat. Peningkatan kadar TBG menurunkan
jumlah obat bebas dalam plasma dan sebagian obat pindah ke janin, sehingga
menurunkan efek kerjanya. Hipotiroidisme subklinis, yaitu peningkatan TSH
dengan nilai T4 dan T3 yang normal. Pengobatan diperlukan apabila nilai TSH
melebihi 10mIU/L.

3. Jelaskan hubungan leher membesar dengan penyakit yang dialami pasien !


Pada penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali
dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel
folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel menjadi lebih meningkat beberapa kali.
Pada hipertiroidisme, konsentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu
yang menyerupai TSH, biasanya bahan-bahan ini adalah antibodi immunoglobulin
yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan
reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan-bahan
tersebut

merangsang

aktivasi

cAMP

dalam

sel

sehingga

menyebabkan

Hipertiroidisme.
4. Mengapa pasien mengalami penurunan BB, berdebar-debar, dan banyak
keringat ?

Tanda dan gejala yang dialami pasien pada pemicu, yaitu berat badan
menurun, banyak keringat dan berdebar-debar merupakan keadaan-keadaan yang
timbul

akibat

hipermetabolisme.

Hipermetabolisme

pada

pasien

hipertiroid

dikarenakan hipersekresi hormon triodionin (T3) dan tiroksin (T4) yang dapat timbul

akibat hal-hal berikut: tingginya konsumsi iodium, adenoma, atau tiroiditis. Ketiga
penyebab tersebut membuat kelenjar tiroid mengalami gangguan.
Penurunan berat badan pasien pada pemicu, hal ini dikarenakan terjadinya
peningkatan kadar metabolik dalam tubuh. Terjadinya hipermetabolisme pada
penderita hipertiroid juga berpengaruh pada integumen, yaitu adanya peningkatan
produksi keringat. Kulit pada pasien dengan hipertiroid juga senantiasa basah akibat
keringat yang berlebihan dan pasien merupakan orang yang tidak toleransi terhadap
suhu tinggi. Selain itu, pasien juga akan mengeluhkan perasaan seperti palpitasi
(berdebar-debar).

Hal

ini

merupakan

manifestasi

gangguan

pada

sistem

kardiovaskuler atas akibat sinus takikardi (supraventrikular takikardia). Cardiac


output yang meningkat mengakibatkan terjadinya nadi yang kuat, memanjang, dan
aortic murmur dan dapat mengakibatkan angina maupun gagal jantung yang sudah
terdeteksi sebelumnya menjadi lebih parah.

5. Jelaskan interpretasi data pada pemicu !


Interpretasi Data
Frekuensi nadi

Pada pemicu

Normal

keterangan

120x/menit

100x/menit

takikardi

Kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi dadapat meningkat sedemikian


besar sehingga individu dapat mengalami palpitasi (jantung berdebar - debar).
Perburukan dari kondisi kondisi inilah yang disebut dengan krisis tiroid. Krisis
tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid
yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ
Pasien mengeluhkan perasaan seperti palpitasi. Hal ini merupakan manifestasi
gangguan pada system kardiovaskuler atas akibat sinus takikardi (supraventrikular
takikaria). Cardiac output (curah jantung) yang meningkat frekuensi nadi
meningkat

6. Bagaimana pengaruh kelenjar tiroid dengan pemicu ?


a. Struktur
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid
merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher
bagian bawah di sebelah anterior trakea. Kelenjar ini merupakan kelenjar
endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang
berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula ini melekatkan tiroid
ke laring dan trakea. Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang
dihubungkan oleh suatu jembatan jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah
kartilago krikoidea di leher, dan kadangkadang terdapat lobus piramidalis
yang muncul dari isthmus di depan laring.

Sumber : Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sisem ke Sel. Ed 6.


Jakarta : EGC
Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5
sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh
isthmus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh
linea oblique lamina cartilage thyroidea, dengan basis di bawah cincin trakea 5
atau 6. Kelenjar tiroid mempunyai panjang 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam
keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai

20 gram. Aliran darah kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat tinggi
( 5 ml/menit/gram tiroid).
Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil
yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel
dibatasi oleh epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah
muda yang disebut koloid.

Sumber : Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sisem ke Sel. Ed 6.


Jakarta : EGC
Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan
mengaktifkan

pelepasannya

dalam

sirkulasi.

Zat

koloid,

triglobulin,

merupakan tempat hormon tiroid disintesis dan pada akhirnya disimpan. Dua
hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh folikel-folikel adalah tiroksin (T4)
dan triiodotironin (T3). Sel pensekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid yaitu
sel parafolikular yang terdapat pada dasar folikel dan berhubungan dengan
membran folikel, sel ini mensekresi hormon kalsitonin, suatu hormon yang
dapat merendahkan kadar kalsium serum dan dengan demikian ikut berperan
dalam pengaturan homeostasis kalsium.
Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)
mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak
dibandingkan dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per
milligram, T3 merupakan hormon yang lebih aktif daripada T4.
b. Fungsi
Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas
metabolik seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan
mempercepat proses metabolisme. Efeknya pada kecepatan metabolisme
sering ditimbulkan oleh peningkatan kadar enzim-enzim spesifik yang turut

berperan dalam konsumsi oksigen, dan oleh perubahan sifat responsif jaringan
terhadap hormon yang lain. Hormon tiroid mempengaruhi replikasi sel dan
sangat penting bagi perkembangan otak. Adanya hormon tiroid dalam jumlah
yang adekuat juga diperlukan untuk pertumbuhan normal. Melalui efeknya
yang luas terhadap metabolisme seluler, hormon tiroid mempengaruhi setiap
sistem organ yang penting. Kelenjar tiroid berfungsi untuk mempertahankan
tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar optimal sehingga mereka
berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi O2 pada sebagian
besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat,
dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan normal.
Hormon-hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel,
perkembangan dan metabolisme energi. Efek-efek ini bersifat genomic,
melalui pengaturan ekspresi gen, dan yang tidak bersifat genomic, melalui
efek langsung pada sitosol sel, membran sel, dan mitokondria. Hormon tiroid
juga merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan
normal sistem saraf pusat. Hormon ini tidak esensial bagi kehidupan, tetapi
ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik,
berkurangnya daya tahan tubuh terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul
retardasi mental dan kecebolan (dwarfisme). Sebaliknya, sekresi tiroid yang
berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah, takikardia, tremor, dan
kelebihan pembentukan panas.

Sumber : Hole's Human. 2014. Anatomy and physiology. 10th ed. New York: The
McGraw-Hill

c. Sintesis hormon

Bahan dasara untuk sisntesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium,
dimana keduanya harus diserap dari darah oleh sel folikel. Tirosin, suatu asam
amino, dibentuk dalam jumlah memadai oleh tubuh sehingga bukan suatu zat
esensial dalam makanan. Sebaliknya, iodium yang dibutuhkan untuk sintesis
hormon tiroid harus diperoleh dari makanan.
Pembentukan, penyimpanan, dan sekresi hormon tiroid melibatkan
langkah-langkah berikut :
1 Semua langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin
di dalam koloid. Tiroglobulin dihasilkan oleh kompleks Golgi/retikulum
endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul
tiroglobulin sewaktu molekul besar ini diproduksi. Setelah diproduksi,
tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari sel folikel ke dalam
2

koloid melalui eksositosis.


Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam
koloid melalui suatu "pompa iodium" yang sangat aktif atau "iodinetrapping

mechanism"protein

pembawa

yang

sangat

kuat

dan

memerlukan energi yang terletak di membran luar sel folikel. Hampir


semua iodium di tubuh dipindahkan melawan gradien konsentrasinya ke
kelenjar tiroid (terjadi pemekatan iodium) untuk mensintesis hormon
tiroid. Selain untuk sintesis hormon tiroid, iodium tidak memiliki manfaat
3

lain di tubuh.
Di dalam koloid, iodium yang sudah teroksidasi dengan cepat melekat ke
sebuah tirosin di dalam molekul tiroglobulin, dengan bantuan enzim
iodinase. Perlekatan sebuah molekul iodium ke tirosin menghasilkan
monoiodotirosin (MIT). Perlekatan dua molekul iodium ke tirosin

menghasilkan diiodotirosin (DIT).


Kemudian, terjadi proses penggabungan (coupling) antara molekulmolekul tirosin beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan
dua DIT menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau tiroksin). Penggabungan
satu MIT dan satu DIT menghasilkan triiodotironin atau T3. Penggabungan
tidak terjadi antara dua molekul MIT.

Sumber : Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sisem ke Sel. Ed


6. Jakarta : EGC
Semua produk ini tetap melekat ke tiroglobulin. Hormon tiroid tetap
tersimpan dalam bentuk ini di koloid sampai terurai dan disekresikan. Jumlah
hormon tiroid yang tersimpan normalnya dapat memenuhi kebutuhan tubuh
untuk untuk beberapa bulan.
d. Aksis hipotalamus dan hipofisis
Thyroid-stimulating hormone (TSH), hormon tropik tiroid dari
hipofisis anterior, adalah regulator fisiologik terpenting sekresi hormon tiroid.
Hampir semua tahap dalam sintesis dan pelepasan hormon tiroid dirangsang
oleh TSH. TSH mempertahankan integritas struktural kelenjar tiroid. Tanpa
adanya TSH, tiroid mengalami atrofi dan mengeluarkan hormon tiroid dalam
jumlah yang sangat rendah. Sebaliknya, kelenjar mengalami hipertrofi dan
hiperplasia sebagai respon terhadap TSH yang berlebihan.
Thyrotropin-releasing hormone (TRH) hipotalamus, melalui efek
tropiknya menyalakan sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Sementara hormon
tiroid melalui mekanisme umpan balik negatif memadamkan sekresi TSH
dengan menghambat hipofisis anterior. Seperti lengkung umpan balik negatif
lainnya, mekanisme hormon tiroid dan TSH ini cenderung mempertahankan
kestabilan sekresi hormon tiroid.

Satu-satunya faktor yang diketahui meningkatkan sekresi TSH adalah


pajanan ke

cuaca

dingin

pada

bayi

yang sangat adaptif. Peningkatan


menghasilkan

panas

baru

lahir,

seatu

mekanisme

drastis sekresi hormon tiroid yang

membantu mempertahankan suhu tubuh suatu

penurunan mendadak suhu lingkungan pada saat lahir ketika bayi keluar dari
tubuh ibunya yang hangat ke udara lingkungan yang lebih dingin.

Sumber : Hole's Human. 2014. Anatomy and physiology. 10th ed. New York:
The McGraw-Hill

Kelainan Fungsi Tiroid


Kelainan fungsi tiroid tergolong kedalam dua kategori utama,
hipotirodisme (defisiensi sekresi hormon tiroid) dan hipertirodisme
(sekresi hormon tiroid yang berlebih). Hipotirodisme dapat terjadi karena
kegagalan primer kelenjar tiroid itu sendiri, kegagalan sekunder karena
defisiensi

TRH,

TSH,

atau

keduanya,

dan

karena kekurangan

asupan iodium dari makanan.


Gejala

hipotirodisme

disebabkan

oleh

penurunan

aktivitas

metabolik secara keseluruhan.efek mental ditandai oleh berkurangnya


kesigapan, berbicara perlahan, dan penurunan daya ingat. Hipertirodisme
sering disebabkan oleh penyakit Graves, suatu penyakit otoimun dimana
tubuh secara salah menghasilkan long-acting-thyroid stimulator (LATS)
yaitu suatu antibodi yang sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid.

LATS merangsang sekresi

dan

pertumbuhan

tiroid

secara

tidak

terkendali karena tidak dipengaruhi inhibisi umpan balik hormon tiroid.


Hipertirodisme dapat terjadi karena kelebihan TRH atau TSH atau
berkaitan dengan tumor tiroid dengan hipersekresi.
Gondok
terletak

adalah

pembesaran kelenjar tiroid.

Karena

di atas trakhea maka gondok mudah diraba dan

tiroid

biasanya

terlihat. Gondok dapat terjadi apabila TSH atau LATS merangsang secara
berlebihan kelenjar tiroid. Gondok dapat menyertai hipotirodisme atau
hipertirodisme.
Hipertirodisme akibat kegagalan hipotalamus atau hipofisis
anterior tidak akan disertai oleh gondok, karena kelenjar tiroid tidak
dirangsang secara adekuat, apalagi secara berlebihan. Pada hipotirodisme
yang disebabkan oleh kegagalan kelenjar tiroid atau kekurangan
iodium, gondok terjadi karena kadar hormon tiroid dalam darah
sedemikian rendah sehingga tidak terdapat inhibisi umpan balik negatif di
hipofisis anterior, dan karenanya sekresi TSH meningkat. TSH bekerja
pada

tiroid untuk meingkatkan ukuran jumlah sel folikel dan untuk

meningkatkan laju sekresinya. Jika sel tiroid tidak dapat mengeluarkan


hormon karena kurangnya enzim esensial atau iodium, maka seberapapun
jumlah TSH tidak mampu menginduksi sel-sel ini untuk mengeluarkan T3
dan T4. namun, TSH tetap dapat menyebabkan hipertrofi dan hiperflasia
tiroid,

dengan

konsekuensi

terjadinya

pembesaran

paradoks

kelenjar (gondok), meskipun produksi kelenjar berkurang.


Umpan balik negatif untuk kontrol sekresi TSH adalah adanya
peningkatan konsentrasi hormon tiroid di cairan tubuh. Bila kecepatan
sekresi tiroid meningkat hingga 1.75 kali normal, kecepatan TSH dapat
turun sampai nol. Meskipun hipofisis anterior
hipotalamus,

efek

umpan

balik

negatif

dipisahkan

tetap

dari

bekerja. Sehingga

selain berpengaruh terhadap sekresi hipotalamus, efek umpan balik negatif


juga diperkirakan bekerja langsung ke hipofisis anterior.

Sumber : Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sisem ke Sel. Ed 6.


Jakarta : EGC
7. Jelaskan mengenai gangguan tiroid !
a. Dari Kongenital
Hipotiroidisme pada anak dapat diklasifikasikan menjadi primer dan
sekunder,

atau

kongenital

dan

didapat,

serta

menetap

atau

transien

[Hipotiroidisme kongenital merupakan penyebab retardasi mental tersering yang


dapat diobati, disebabkan karena tidak adekuatnya produksi hormon tiroid pada
bayi baru lahir .Hal ini terjadi karena defek anatomik kelenjar tiroid, inborn
error metabolisme tiroid, atau defisiensi yodium. Diseluruh dunia, penyebab
terbanyak hipotiroidisme kongenital adalah defisiensi yodium, yang merupakan
problem besar dan selalu ada yang melibatkan satu milyar penduduk dunia,
sehingga eradikasinya memerlukan upaya internasional. Pada daerah dengan
defisiensi yodium sangat berat, hipotiroidisme kongenital endemik (kretin
endemik) secara klinis khas ditandai dengan retardasi mental, perawakan pendek,
bisu tuli dan kelainan neurologik spesifik Hipotiroidisme sporadik yang
sebelumnya diberi istilah kretin sporadik, terjadi didaerah non endemik,
penyebabnya adalah tidak ada atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid, 80%
disebabkan oleh agenesis atau disgenesis tiroid Sehingga dengan diagnosis dan
pengobatan dini terjadi perbaikan yang bermakna, walaupun pada beberapa kasus
tetap terjadi kecacatan, namun morbiditas hipotidoidisme kongenital dapat
dikurangi sampai minimum, sehingga harus dilakukan skrining pada bayi baru
lahir.
PENYEBAB

Hipotiroidisme kongenital menetap

o
o
o
o
o
o

Disgenesis tiroid.
Inborn errors of thyroid hormonogenesis.
Resisten TSH.
Sintesis atau sekresi TSH berkurang.
Menurunnya transport T4 seluler.
Resistensi hormon tiroid.

Hipotiroidisme kongenital transien


Frekuensi hipotiroidsme kongenital transien bervariasi sangat besar,
tergantung pada

bagaimana keadaan ini ditemukan,

misal

apakah

hipotiroidisme transien pada semua bayi dengan hasil pemeriksaan skrining


tunggal kadar TSH tinggi dimasukkan, atau hanya bayi yang hasil
pemeriksaan kadar T4 rendah dan kadar TSH tinggi, dan dilakukan
konfirmasi pemeriksaan serum yang didapatkan hilangnya keadaan ini dalam
beberapa minggu dengan atau tanpa pengobatan. Di Amerika Utara,
frekuensinya diperkirakan 10 % bayi hipotiroidisme kongenital pada skrining
bayi baru lahir, atau 1 : 40.000 bayi baru lahir. Ternyata hipotiroidisme
kongenital transien sebagian besar didapatkan pada bayi prematur, dan
frekuensinya meningkat dengan semakin mudanya usia bayi [4]. Di Iran,
Ordookhani A, dkk (2007) dalam penelitiannya pada skrining bayi baru lahir,
mendapatkan 6 bayi dari 35.067 bayi yang diperiksa ( 1: 5845 ) dengan
hipotiroidisme transien, antibodi antitiroglobulin positif pada 4 dari 6 pasien
(66,7%) hipotiroidisme transien [64]. Penyebab hipotiroidisme transien dapat
dilihat pada tabel 1. Tampaknya defisiensi yodium dan yodium yang
berlebihan serta pemakaian obat-obatan merupakan penyebab tersering
hipotiroidisme kongenital transien, pada beberapa kasus penyebabnya tidak
diketahui. Kenaikan kadar TSH transien ini akibat respon kompensasi pada
bayi yang baru sembuh dari sakit sering disebut sick euthyroid syndrome
Hipotiroidisme primer
o Defisiensi yodium atau yodium yang berlebihan saat prenatal atau
postnatal
o Pemberian obat anti tiroid pada ibu
o Bloking antibodi reseptor TSH ibu
Hipotiroidisme sekunder atau tersier

o Ibu pada masa prenatal menderita hipertiroidisme


o Prematuritas (khususnya umur kehamilan kurang dari 27 minggu)
Obat-obatan
o Steroid
o Dopamin
o Lain-lain
Peningkatan TSH isolated
T4 rendah dengan TSH normal

o Prematuritas
o Bayi sakit
o Kurang gizi
o Sindrom T4 rendah
Defisiensi yodium atau yodium yang berlebihan.
Hipotiroidisme transien karena defisiensi yodium sering didapatkan

didaerah yang relatif defisiensi yodium, atau pemberian yodium yang berlebihan,
lebih sering didapatkan di Eropa dibanding di Amerika Utara yang merupakan
daerah berkecukupan yodium. Misalnya di Belgia didapatkan 20 % bayi prematur
dengan hipotiroidisme transien, prevalensinya 8 kali dibandingkan di Amerika
Utara . Dengan pemberian kalium yodida berhasil mencegah kelainan ini. Karena
bayi sangat peka terhadap efek yang merugikan akibat defisiensi yodium, maka
skrining dengan pemeriksaan TSH serum dapat menggambarkan prevalensi
defisiensi yodium dalam populasi, khususnya bayi prematur sangat berisiko,
tidak hanya karena kurangnya simpanan yodium dalam kelenjar tiroid inutero,
tetapi karena imaturitas kapasitas hormonogenesis tiroid, aksis hipotalamushipofisis-tiroid, kemampuan mengkonversi T4 menjadi T3 yang merupakan
metabolit aktif. Pada bayi prematur juga terjadi keseimbangan yodium negatif
pada 1 2 minggu setelah lahir. Defisiensi yodium atau yodium yang berlebihan,
pada janin maupun pada bayi baru lahir sangat peka pengaruhnya terhadap tiroid,
sehingga harus dihindarkan penggunaan yodium pada ibu selama kehamilan atau
penggunaan langsung pada bayi karena bayi tidak dapat menurunkan uptake
yodium tiroid dalam merespon kelebihan yodium sebelum usia kehamilan 36
minggu. Faktor lain, yaitu absorbsi yodium melalui kulit, dan menurunnya
clearance ginjal terhadap yodium pada bayi prematur juga memegang peranan
penting. Dilaporkan, sumber-sumber yodium termasuk obat-obatan (kalium
yodida, amiodarone), bahan kontras radiologi (untuk pyelogram intravena,

cholecystogram oral atau amniofetografi), dan larutan antiseptik (yodium


povidon) yang digunakan untuk pembersih kulit atau vagina, dapat berpengaruh .
b Pengobatan ibu dengan obat antitiroid.
Hipotiroidisme transien dapat terjadi pada bayi yang ibunya diberikan
obat antitiroid (PTU atau metimasol, atau karbimasol) untuk pengobatan penyakit
Graves. Bayi sangat peka terhadap efek obat antitiroid walaupun dosis yang
digunakan ibu sesuai dengan pedoman yang dianjurkan. Bayi dengan
hipotiroidisme yang disebabkan oleh obat dari ibu, ditandai dengan pembesaran
kelenjar tiroid. Bilamana kelenjar tiroid cukup besar dapat menyebabkan
gangguan pernafasan, khususnya bila ibu diberikan dosis obat yang tinggi.
Hipotiroidisme dan goiter akan sembuh secara spontan dengan hilangnya obat
dari sirkulasi bayi. Pemberian pengobatan, biasanya tidak selalu diperlukan
c

Antibodi reseptor tirotropin ibu.


Reseptor TSH (TSHR), merupakan pasangan protein-G, merupakan

reseptor berbentuk seperti jangkar terhadap permukaan sel epitel tiroid (tirosid).
Hormon TSH disintesis dari sel tirotrop hipofisis anterior kemudian berikatan
dengan TSHR yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan kelenjar tiroid
untuk mensintesis dan melepaskan hormon tiroid. TSHR juga merupakan
autoantigen mayor pada penyakit Graves yang targetnya adalah antigen spesifik
sel T, autoantibodi ini kemudian merangsang kelenjar tiroid dan terjadi
hipertiroidisme, atau dapat juga memblok TSH endogen sehingga terjadi
hipotiroidisme . Pada penyakit Graves antibodi yang memblok reseptor TSH ibu,
berhubungan erat dengan antibodi yang merangsang reseptor (TSH receptor
stimulating Abs), yang ditransmisikan ke janin dengan titer yang cukup untuk
menyebabkan hipotiroidisme kongenital transien. Insiden kelainan ini di Amerika
utara diperkirakan 1 : 180.000, sebanding dengan 20 % kasus hipotiroidisme
transien . Antibodi yang memblok reseptor TSH (TSH receptor blocking Abs)
didapatkan pada sebagian besar ibu penyakit Graves atau tiroiditis limfositik
kronik bentuk non goiter (miksedem primer) yang sebelumnya diobati. Kadangkadang ibu tidak menyadari bahwa dirinya hipotiroid, sehingga diagnosis dibuat
setelah ditemukan bayinya hipotiroidisme kongenital. Adanya antibodi yang
memblok reseptor TSH, maka akan memblok TSH yang menginduksi
pertumbuhan kelenjar tiroid, sehingga bayi tersebut tidak didapatkan goiter

bilamana aktivitas antibodi yang membloking cukup poten, walaupun jarang


dapat tidak ditemukan jaringan tiroid. Seringkali, bayi yang terkena dapat salah
diagnosis dengan agenensis tiroid karena TSH yang merangsang uptake
yodium radioaktif dihambat. Sebaliknya, pada pemeriksaan dengan skintigram
didapatkan kelenjar tiroid pada tempat yang normal dan pada pemeriksaan USG
biasanya terlihat kelenjar tiroid. Hipotiroidisme biasanya menghilang dalam 3 4
bulan setelah antibodi menghilang dari sirkulasi bayi. Bayi hipotiroid karena
antibodi yang memblok reseptor TSH, sangat sulit dibedakan dengan bayi yang
lahir dengan disgenesis tiroid, tetapi dapat dibedakan setelah beberapa waktu
kemudian setelah lahir. Karena bayi dengan antibodi yang memblok reseptor
TSH tidak memerlukan pengobatan selama hidup, angka kekambuhannya tinggi
pada anak berikutnya karena antibodi tersebut cenderung menetap selama
beberapa tahun didalam sirkulasi darah ibu. Tidak seperti pada digenesis tiroid,
yang apabila diobati secara dini dan diberikan dosis obat yang adekuat
kognitifnya normal, tetapi pada bayi hipotiroid karena antibodi yang memblok
reseptor TSH dapat terjadi kelainan intelektual yang menetap bila terjadi
hipotiroidisme feto-maternal inutero .
Hipotiroidisme sekunder dan atau tersier transien.
Pada bayi yang lahir dari ibu dengan hipertiroidisme saat hamil terjadi
penekanan aksis hipotalamus-hipofisis transien. Hipotiroksinemia ini biasanya
menghilang sendiri, namun pada beberapa kasus dapat menghilang

sampai

paling sedikit setahun, sehingga diperlukan pengobatan. Pada umumnya, kadar


antibodi yang menstimulasi reseptor TSH pada populasi ini lebih rendah dari
mereka yang terjadi hipertiroidisme neonatal transien . Penyebab lain dari
hipotiroidisme transien sekunder dan tersier, antara lain prematuritas (khususnya
bayi yang berusia kehamilan kurang dari 27 minggu) dan obat- obatan yang
digunakan di NICU, antara lain steroid dan dopamin) .
Kelainan fungsi tiroid lain yang ditemukan pada saat skrining
a. Hipertirotropinemia isolated.
Hipertirotropinemia isolated, dapat ditemukan bila program skrining
menggunakan metoda pemeriksaan TSH, kelainan ini terutama didapatkan pada
bayi prematur. Pada kelompok bayi yang didiagnosis hipertirotropinemia dengan
kadar TSH serum tinggi, yang kemudian diulang pada awal masa anak. Pada bayi

tersebut didapatkan prevalensi tinggi kelainan morfologi tiroid, antibodi antitiroid


dan mutasi gen tiroperoksidase dan reseptor TSH dibandingkan kontrol. Pada
bayi yang sampelnya diambil antara hari pertama dan kedua karena dipulangkan
awal dari rumah sakit, dapat disebabkan karena kedinginan sehingga terjadi
kenaikan TSH yang sangat tinggi saat dilahirkan. Di Jepang pernah dilaporkan
hipertirotropinemia tidak diketahui etiologinya, kemungkinan penyebabnya
adalah imaturitas aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid .
b. Hipotiroksinemia.
Hipotiroksinemia dengan kadar TSH normal, sering terjadi pada bayi
prematur, kira-kira pada 50% bayi prematur yang dilahirkan pada usia kehamilan
kurang dari 30 minggu. Bila diperiksa maka kadar T4 bebas lebih sedikit
terpengaruh dibandingkan T4 total. Disamping karena imaturitas aksis
hipotalamus-hipofisis, bayi prematur sering kali didapatkan defisiensi TBG
karena imaturitas fungsi hati dan kurang gizi, sehingga didapatkan sindrom sick
euthyroid. Kelainan TBG juga menyebabkan hipotiroksiemia yang tidak ada
hubungannya dengan hipertirotropinemia. Insiden defisiensi TBG 1 : 5000
sampai 1 : 12.000 .
c. Sindrom T3 rendah (Low T3 syndrome).
Kadar T3 pada bayi prematur lebih rendah dibanding bayi yang aterm
karena imaturitas ensim iodotironin deiodinase tipe 1, dan seringkali bayi
prematur status gizinya kurang dan menderita berbagai penyakit, antara lain
sindrom distres respirasi, sehingga konversi T4 menjadi T3 kurang baik, biasanya
kadarnya kembali normal dalam dua bulan
MANIFESTASI KLINIS
Pada periode bayi, biasanya manifestasi klinis hipotiroidisme sangat sulit
ditemukan, 95 bayi yang lahir dengan hipotiroidisme kongenital secara klinis
tidak menunjukkan gejala , karena T4 dari ibu dapat melalui plasenta, sehingga
walaupun bayi tidak dapat memproduksi T4 sama sekali, kadar dalam darahnya
masih 25 - 50% kadar normal . Gambaran klinis klasik (lidah besar, suara
tangisan serak, wajah sembab, hernia umbilikalis, hipotonia, kulit belang-belang
mottling, tangan dan kaki dingin, serta letargi) tidak jelas, semakin jelas

dengan berjalannya waktu. Gejala non spesifik yang menyokong diagnosis


hipotiroidisme kongenital adalah umur kehamilan lebih dari 42 minggu, ikterus
neonatorum yang lama, kesulitan minum, konstipasi, hipotermia, atau distres
respirasi pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2,500 kg. Sering didapatkan
fontanela anterior melebar, fontanela posterior melebar lebih dari 0,5 cm, namun
hal ini tidak spesifik. Secara umum tampaknya gejala klinis tergantung pada
penyebab, berat serta lamanya hipotiroidisme. Bayi dengan hipotiroidisme fetomaternal inutero yang berat, cenderung timbul banyak gejala pada saat lahir.
Demikian juga bayi dengan atireosis atau blok total hormonogenesis tiroid
cenderung lebih banyak tanda dan gejala pada saat lahir, dibandingkan dengan
bayi yang menderita tiroid ektopik. Bayi yang lahir dengan hipotiroidisme
kongenital, pada saat lahir ukurannya normal, namun demikian bilamana
diagnosis terlambat maka akan terjadi gagal tumbuh. Apabila ditemukan jaringan
tiroid pada palpasi menyokong adanya kelainan hormonogenesis atau kerja
hormon tiroid.
Bayi yang terdeteksi pada program skrining harus dilakukan pemeriksaan
secepatnya, sebaiknya dalam waktu 24 jam. Konfirmasi diagnosis hipotiroidisme
kongenital bila kadar serum T4 bebas rendah dan TSH tinggi. Sebagian besar
bayi dengan kelainan primer kelenjar tiroid menetap mempunyai kadar serum
TSH > 50 mU/L. Namun demikian bayi dengan hipotiroidisme kongenital yang
pada saat lahir lebih ringan, dapat mempunyai kelainan fungsi tiroid yang
menetap dibandingkan bayi yang pada saat lahir fungsi tiroidnya normal.
Sehingga dokter harus waspada karena kadar T4 serum pada bayi aterm kadarnya
tinggi pada dua bulan pertama kehidupan (6,5 16,3 Bg/dL; 84 210 nmol/L)
dibandingkan nilai rujukan pada dewasa yang diberikan oleh sebagian besar
laboratorium. Demikian juga nilai rujukan normal TSH tergantung pada umur
kehamilan dan hari-hari pertama kehidupan. Pemeriksaan kadar T3, nilai
kegunaanya sangat rendah untuk diagnosis hipotiroidisme kongenital .
Pemeriksaan umur tulang dapat menggambarkan lama dan beratnya
hipotiroidisme inutero. Pencitraan tiroid dapat memberikan informasi tentang
lokasi dan ukuran kelenjar tiroid. Skintigram radionuklid dengan I-123 atau
pertechnetate-99m, merupakan pendekatan standar, akhir-akhir ini untuk
mengidentifikasi

kelenjar

tiroid

ektopik

yang

merupakan

penyebab

hipotiroidisme kongenital menetap yang cukup banyak, dengan color Doppler

ultrasonography yang memberikan hasil sama baiknya dengan I-123 . Kelenjar


tiroid ektopik dapat berlokasi dimana saja disepanjang jalur turunnya kelenjar
tiroid, mulai dari foramen cecum sampai mediastinum anterior. Pencitraan tiroid
sangat berguna untuk membuktikan apakah kelainan menetap ada atau tidak dan
membantu bila diperlukan konseling genetik seperti pada disgenesis tiroid yang
merupakan keadaan sporadik, sedangkan kelainan hormonogensis tiroid
merupakan kelainan autosomal resesif. Bila dilakukan skintigrafi maka lebih
disukai menggunakan I- 123 karena kepekaannya tinggi dibanding dengan
technetium. Pencitraan dengan isotop dapat mengukur uptake kuantitatif dan
memeriksa defek transport yodium serta kelainan oksidasi tiroid. Dosis I-123
terendah yang dapat digunakan biasanya 25 uCi. Pertechnetate harganya lebih
murah dan dapat lebih banyak digunakan. Tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan skintigram pada semua bayi, karena risiko paparan radiasinya tidak
diketahui, khususnya pada senter yang menggunakan I-131 dengan dosis tinggi.
Color Doppler ultrasonography, tidak menggunakan radiasi, prosedur ini
merupakan alternatif pertama yang dianjurkan untuk pencitraan tiroid. Gambaran
agenesis tiroid pada skintigram juga dapat terjadi akibat adanya antibodi yang
membloking reseptor TSH yang menghambat totaluptake radioisotop kelenjar
tiroid yang diinduksi oleh TSH, bila didapatkan titer yang cukup tinggi. Pada
kasus ini USG biasanya dapat menunjukkan adanya jaringan tiroid. Bila
didapatkan penyakit autoimun tiroid pada ibu, atau yang sebelumnya ada riwayat
seperti ini pada saudara kandungnya, maka dokter harus waspada untuk diagnosis
ini, tetapi kadang-kadang informasi ini tidak didapatkan. Pada kasus
hipotiroidisme kongenital yang diinduksi antibodi reseptor TSH, aktivitas
blokingnya sangat poten, sehingga walaupun ditemukan pada kadar yang sangat
rendah atau meragukan, diagosis ini harus tetap dipertimbangkan. Antibodi TPO,
walaupun sering terdeteksi pada bayi dengan hipotiroidisme yang diinduksi oleh
antibodi bloking, namun ini tidak sensitif dan tidak spesifik untuk mendeteksi
adanya hipotiroidisme kongenital transien. Kelainan lain yang mirip dengan
agenesis tiroid pada skintigram tiroid, adalah mutasi reseptor TSH sehingga
fungsinya hilang, yodium yang berlebihan atau kelainan mengkonsentrasikan
yodium. Petunjuk potensial untuk mendiagnosis mutasi reseptor TSH yang
menyebabkan fungsinya hilang, adalah kadar tiroglobulin normal dan atau
terbukti adanya kelenjar tiroid pada pemeriksaan USG walaupun pada pencitraan

gagal melihat adanya jaringan tiroid, untuk membuktikan diagnosis didapatkan


adanya kelainan genetik pada gen reseptor TSH.
Pengukuran yodium urin sangat membantu untuk diagnosis kecurigaan
adanya hipotiroidisme yang diinduksi oleh yodium. Defek mengkonsentrasikan
yodium harus dicurigai pada pasien dengan riwayat keluarga hipotiroidisme
kongenital,

khususnya

dengan

pembesaran

kelenjar

tiroid.

Diagnosis

dikonfirmasi dengan terbuktinya penurunan uptake I-123 pada skintigram dan


rasio I-123 dalam saliva dan darah [74]. Pengukuran tiroglobulin sangat
membantu dalam membedakan defek pada sintesis atau sekresi tiroglobulin
dengan penyebab dishormonogenesis tiroid yang lain (defek pada iodidetrapping, defek organifikasi). Pada kelainan sintesis, kadar tiroglobulin serum
rendah atau tidak terdeteksi walaupun didapatkan adanya pembesaran kelenjar,
kelenjar tiroid eutopik, sedangkan pada kelainan defek trapping dan
organinifikasi kadarnya sangat tinggi. Kadar serum tiroglobulin menggambarkan
jumlah jaringan tiroid yang ada, bersama dengan pemeriksaan USG dapat untuk
mengidentifikasi pasien dengan agenesis tiroid, misalnya pada sebagian besar
pasien dengan agenesis tiroid tiroglobulin tidak terdeteksi dan pada bayi dengan
kelenjar tiroid ektopik kadarnya sedang.
Pada bayi hipotiroksinemia yang tidak ada hubungannya dengan kenaikan
kadar TSH, harus diperiksa kadar T4 bebas dan TBG. Bilamana didapatkan kadar
T4 bebas rendah dan kadar TBG normal, mendukung diagnosis hipotiroidisme
sekunder atau tersier, khususnya bila pada pasien didapatkan mikropalus atau
kelainan pada garis tengah wajah. Pada kasus ini, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan tes TRH untuk membedakan antara kelainan pada hipofisis atau
hipotalamus, tetapi kegunaan test tersebut pada saat ini dipertanyakan . Pada bayi
tersebut harus dilakukan pemeriksaan fungsi hipofisis dan pencitraan otak.
Pengalaman tes TRH untuk bayi, masih sangat jarang. Pengalaman yang ada
puncak kadar TSH 30 menit setelah pemberian TRH lebih dari 15 IU/L, dan
kadarnya kembali normal setelah 90 - 120 menit, walaupun pola ini normal pada
anak yang sudah besar dan dewasa. Konfirmasi diagnosis hipotiroidisme sentral
bilamana dengan dua kali tes TRH tidak memberikan respon, atau responnya
sangat kurang, dan harus dikonfirmasi dengan pencitraan didapatkan hipofisis
anterior ektopik atau menyokong kearah displasia hipofisis . Namun umumnya
sebagian besar ahli endokrin anak tidak melakukan test TRH untuk mendiagnosis

hipotiroidisme sentral atau hipopituitarisme, karena biasanya disertai dengan


kekurangan hormon lain yang berasal dari hipofisis. Namun van Tijn, dkk (2008)
didalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa tes

stimulasi TRH

pada

hipotiroidisme sentral neonatus memberikan gambaran yang khas dan tes


stimulasi TRH berguna untuk mengidentifikasi bayi dengan penyakit hipofisis
atau hipotalamus . Pada bayi prematur, berat badan lahir rendah atau bayi sakit,
seringkali didapatkan kadar T4 rendah dan TSH normal, kadar T4 bebas
seringkali tidak serendah kadar T4 total. Pada kasus ini, maka kadar T4 (dan atau
T4 bebas) dan TSH harus diulang setiap 1 2 minggu sampai kadar T4 normal,
karena pada beberapa kasus dapat terjadi kelambatan kenaikan kadar TSH.
Fungsi tiroid juga harus dipantau pada bayi yang dengan risiko kelambatan
kenaikan TSH, demikian juga pada bayi sakit berat yang dirawat di NICU dan
pada bayi kembar monosigot, karena adanya percampuran darah bayi dapat
menutupi hipotiroidisme kongenital. Walaupun demikian

bayi dengan

hipotiroidisme transien, harus dipertimbangkan untuk diberikan terapi bila


kadarnya belum mencapai normal dalam waktu 1 2 minggu, karena
hipotiroidisme neonatal yang berkepanjangan, walaupun transien, dapat
berdampak pada perkembangan kognitif. Pada semua bayi, bila ada tanda dan
gejala yang mendukung hipotiroidisme, maka pemeriksaan fungsi tiroid harus
diulang karena kemungkinan terjadinya hipotiroidsme awitan lambat dan
mungkin juga kesalahan program skrining, walaupun jarang.
TERAPI
Setelah konfirmasi diagnosis, harus secepatnya diberikan pengobatan
dengan L-T4. Orang tua harus dijelaskan tentang penyebab hipotiroidisme yang
terjadi pada bayinya, dan yang sangat penting dijelaskan adalah pengobatan dini
dan adekuat akan memperbaiki prognosis bayinya. Untuk melakukan skintigram
tiroid diperlukan 5 7 hari sebelum dilakukan pengobatan (sebelum ada supresi
serum TSH), segera sesudah itu harus segera diberikan terapi dengan dosis yang
dianjurkan 10 15 Ug/kgBB agar T4 kembali normal secepatnya. Bayi dengan
hipotiroidisme kompensasi dapat dimulai dengan dosis rendah, sedang
hipotiroidisme berat (kadar T4 < 5 Ug/L atau 64 nmol/L) seperti pada agenesis
tiroid, harus di mulai dengan dosis tinggi. Hormon tiroid dapat dicampur dengan
sari buah atau susu formula tetapi harus diminum habis. Hormon tiroid tidak

boleh diberikan bersama dengan bahan-bahan yang menghambat penyerapan,


seperti besi, kedelai atau serat. Beberapa bayi dapat menelan tablet utuh atau
dikunyah dengan air liurnya sebelum bayi mempunyai gigi. Obat dalam bentuk
cairan, tidak stabil sehingga sebaiknya tidak digunakan. Tujuan dari pengobatan
adalah mengembalikan secepatnya kadar T4 serum normal, harus dihindari
timbulnya hipertiroidisme, namun harus merangsang pertumbuhan dan
perkembangan kembali normal. Dengan dosis yang diberikan diatas, sebagian
besar bayi kadar T4 serum kembali normal dalam waktu satu minggu dan TSH
dalam waktu satu bulan. Apakah dengan lebih cepat normalnya kadar T4 serum
pada bayi hipotiroidisme yang berat dapat memperbaiki outcome, ini masih
belum diketahui. Penyesuaian dosis dalam pengobatan berdasar hasil tes fungsi
tiroid dan gambaran klinis. Beberapa bayi terjadi peningkatan kadar T4 serum
suprafisiologik, tetapi kadar T3 biasanya tetap normal, sebagian besar bayi ini
asimptomatik, dan peningkatan T4 dalam waktu singkat ini belum pernah
dilaporkan menimbulkan adanya efek yang jelek terhadap pertumbuhan, maturasi
tulang atau perkembangan kognitif. Kembali normalnya kadar TSH kadangkadang lambat karena adanya resistensi relatif pada hipofisis. Pada beberapa
kasus ditandai dengan kadar T4 serum normal atau meningkat yang tidak sesuai
dengan kadar TSH yang tinggi, dalam hal ini kadar T4 yang digunakan untuk
menyesuaikan dosis, namun penyebab yang paling sering adalah ketidak patuhan
minum obat dan ini harus disingkirkan terlebih dahulu. Rekomendasi saat ini
yang dianjurkan adalah mengulang pemeriksaan kadar T4 dan TSH pada 2 dan 4
minggu sesudah pengobatan dengan L-thyroxine, setiap 1 2 bulan dalam tahun
pertama pengobatan, setiap 2 3 bulan pada usia 1 3 tahun, setelah itu setiap 3
12 bulan sampai pertumbuhan selesai. Pada bayi hipotiroid yang pada saat lahir
dasar kelainan organiknya tidak jelas dan yang dicurigai hipotiroidisme transien,
maka penghentian pengobatan dapat dicoba setelah usia 3 tahun, pada saat
tersebut maturasi otak sudah tidak tergantung pada hormon tiroid .
Pada bayi prematur, hal yang perlu dipertimbangkan pada yang usia
kehamilannya kurang dari 27 minggu dengan T4 rendah dan TSH tinggi atau T4
rendah dan TSH tidak naik, diberikan pengobatan. Dianjurkan pada bayi tersebut
diberi pengobatan dengan dosis 8 ug/kgBB/hari, namun pada bayi prematur
dengan hipotiroksinemia diobati atau tidak dan dengan dosis berapa, tidak pasti .
Dari penelitian double blind placebo- control, dengan pemberian dosis 8

ug/kgBB/hari selama 6 minggu pada 200 bayi yang umur kehamilannya kurang
dari 30 minggu. Walaupun secara umum kognitifnya tidak ada perbedaan yang
bermakna, namun pada kelompok bayi yang diberi pengobatan T4 pada umur
kehamilan kurang dari 27 minggu, skor indeks perkembangan mental Bayley
meningkat 18 poin. Sedang pada kelompok bayi yang umur kehamilannya lebih
dari 27 minggu skor mentalnya turun 10 poin (p=0.03), namun masih perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut .
PROGNOSIS
Telah dilakukan beberapa penelitian untuk mengevaluasi outcome bayi
yang terdeteksi pada skrining hipotiroidisme kongenital. Pada awal laporan,
walaupun terjadi eradikasi retardasi mental berat, IQ bayi yang terkena, 6-19 poin
lebih rendah dibanding kontrol. Walaupun defisit IQ ini sedikit, namun sangat
berarti bila dinilai dengan meningkatnya kebutuhan untuk pendidikan khusus
pada anak yang terkena 4 kali lipat. Tuli sensorineural, merupakan problem yang
memerlukan perhatian, dan ada beberapa macam variabel neuropsikologik,
walaupun frekuensi dan beratnya kelainan berkurang banyak dibandingkan era
sebelum skrining. Sebagian besar bayi tersebut mempunyai sekuele intelektual
yang menetap bila bayi hipotiroidisme berat inutero, yang diketahui pada
pemeriksaan awal kadar T4 < 5 ug/dL (64 nmol/L) dan maturasi tulang terlambat
pada saat lahir. Dari temuan ini disimpulkan bahwa defisit kognitif yang sangat
berat sangat mungkin menetap dengan pengobatan postnatal.
Pada awal program, digunakan L-T4 dengan dosis 5-8 ug/kgBB,
diberikan sampai usia 4-5 minggu. Sebaliknya, data yang terkumpul dari
sejumlah penelitian lain menunjukkan bahwa bila pada pengobatan awal dengan
dosis tinggi, menggunakan dosis 10-15 ug/kgBB, dan pemberiannya awal
(sebelum 2 minggu) maka "development gap" tidak ada, dengan mengabaikan
beratnya hipotiroidisme kongenital pada saat lahir. Dosis dan waktu mulai
pengobatan merupakan variabel yang independen . Diberikan atau tidak dosis
awal yang tinggi, tetap ada

hubungannya dengan meningkatnya gangguan

'temperamen' dan problem perhatian, khususnya pada bayi yang terkena kurang
berat, namun hal ini masih kontroversi .. Kempers MJE, dkk. (2006) meneliti
bayi dengan hipotiroidisme kongenital yang ditemukan dengan program skrining
antara 1981 1982, didapatkan 136 pasien, pada usia 21 tahun ternyata pada

pasien yang pada masa bayinya dengan hipotiroidisme berat didapatkan kelainan
motorik, verbal dan skor IQ berbeda secara bermakna dengan kontrol, dan waktu
permulaan pemberian terapi tidak berpengaruh .Pemberian pengobatan kombinasi
T3 dan T4 tidak ada keuntungannya dibandingkan pengobatan dengan T4 saja .
Pemberian hormon tiroid jangka lama perlu pemantauan pada jantungnya,
Salerno M, dkk (2008) meneliti pemberian hormon tiroid jangka panjang pada
pada 32 pasien hipotiroidisme kongenital (21 perempuan dan 11 laki-laki) usia
18,1 + 0,2 tahun, mendapatkan disfungsi fungsi diastolik, kapasitas kerja jantung
kurang, dan penebalan pada intima media yang berbeda secara bermakna dengan
kontrol.
b. Dari Lingkungan
Faktor lingkungan yang terpenting adalah agen agen goitrogen.
Goitrogen adalah zat atau bahan yang dapat mengganggu pembentukan
hormon tiroid, sehingga dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid
(gondok) (Djokomoelyanto, 1998 a). Terdapat 2 jenis goitrogen yaitu;
goitrogen alami dan sintetis. Goitrogen alami yang paling penting adalah
singkong dan kubis. Sedangkan goitrogen sintetis adalah insektisida,
organoklor (DDT, ODD, dan Dieldrin), fungisida dan antibiotik (tetrasiklin)
(Matovinovic, 1998).

Pengaruh goitrogen alami


Goitrogen alami dapat kelompokkan menjadi 3:
o Kelompok tiosianat atau senyawa mirip tiosianat yang secara primer
menghambat mekanisme transport aktif iodium ke dalam kelenjar
tiroid. Makanan-makanan tinggi tiosianat adalah singkong, jagung,
rebung, ubi jalar dan buncis besar.
o Kelompok tiourea, tionamide, tioglicoside, bioflavonoid dan disulfide
alifatik. Kelompok ini bekerja menghambat organifikasi yodium dan
penggabungan yodotirosin dalam pembentukan hormone tiroid aktif.
Kelompok ini ditemukan dengan konsentrasi tinggi dalam bahan
makanan seperti: sorgum, kacang-kacangan, bawang merah dan garlic.
o Kelompok yodida. Senyawa ini bekerja pada proses proteolisis dan
rilis hormone tiroid. Menemukan bahwa bahan makanan yang sering

dikonsumsi dan diduga banyak mengandung goitrogenik di daerah


endemic adalah singkong dan berbagai macam sayuran seperti slada
air, daun mlinjo. Zat goitrogenik yang terdapat dalam berbagai bahan
makanan tersebut terutama sianida (linamarin). Sianida yang bersifat
racun yang terkonsumsi oleh masyarakat dapat didetoksifikasi dengan
diubah menjadi tiosianat. Tiosianat akan dikeluarkan didalam urin.
Penentuan tiosianat dalam win dapat digunakan sebagai tanda atau
marker bahwa masyarakat mengkonsumsi bahan makanan yang
bersifat goitrogenik Penentuan tiosianat dalam urin dilakukan dengan
metoda Bradbury.Untuk mengetahui status yodium urin dilakukan
analisis kandungan yodium dalam urin dengan metoda 'wet digestion'
reaksi Sandell-Kolthoff . Hasil analisis kadar yodium dalam
urine(UIE) dan kadar Tiosianat dalam urin wanita usia subur(WUS)
disajikan pada tabel.

Tabel 1, menunjukkan bahwa ada kecenderungan kadar yodium


dalam urin penderita gondok lebih rendah dibandingkan dengan WUS
bukan penderita gondok (normal).
Nilai kadar yodium dalam urin WUS bukan penderita gondok
(normal) sebesar 150 ug/dL dan nilai rata-rata kadar yodium urine WUS
penderita gondok sebesar 108 ug/L. Bila dirinci menurut pembesaran
gondok, penderita gondok dengan grade I dan grade II, masing-masing
sebesar 115 ug/L dan 103 ug/L. Hasil analisis konsentrasi tiosianat dalam
urin menunjukkan bahwa ada kecenderungan, nilai konsentrasi tiosianat
dalam urin pada penderita gondok lebih besar dibandingkan dengan WUS
bukan penderita gondok, masingmasing sebesar 38,0 mg/L dan 45,7 mg/L.

Hal ini dapat dimengerti karena WUf- )enderita gondok lebih banyak
mengkonsumsi bahan makanan sumber goitrogen seperti singkong dan
daun slada lebih sering dibandingkan dengan WUS yang normal (Ance,
2002). Temuan ini agak berbeda dengan Razak Taha di Maluku, yang
menemukan bahwa kadar tiosianat dalam urin WUS didaerah non gondok
endemik lebih besar dibandingkan dengan WUS di daerah gondok
endemik.
Perbedaan kedua penelitian terletak pada lokasi penelitian.
Penelitian Ance dilakukan di datara rendah, sedangkan penelitian Tahap
dilakukan di daerah pantai.

Pengaruh Faktor Goitrogen Sintetis


Goitrogen sintetis adalah goitrogen yang berasal dari produk obatobatan seperti obat anti tiroid (thiourasil dan thiourea) atau bahan kimia
seperti insektisida atau pestisida yang sering digunakan petani untuk
membunuh hama.
Ada 2 macam obat yang biasa digunakan yakni: thioda dan obat biru.
Keduanya banyak mengandung chlor. Ikan kecil yang mati akibat obat
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat di sekitar tambak tersebut.
Penelitian dilakukan terhadap anak sekolah bukan penderita
gondok (normal) dan penderita gondok. yang dikategorikan menderita
gondok tingkat 1A dan IB. Dilakukan pengambilan darah untuk
mengetahui kandungan Clor dalam plasma darah dan dilakukan
pengumpulan data konsumsi terutama konsumsi ikan yang mati karena
tercemar obat pembasmi ikan predator. Hasil analisis kadar chlor, nilai T3
dan T4 dalam plasma penderita dan bukan penderita gondok disajikan
pada Tabel 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar chlor dalam darah
anak sekolah bukan penderita gondok sebesar 102.1 13.6 m mol/L, lebih
rendah secara bermakna(p<0,05) dari pada anak sekolah bukan penderita
gondok (113.1 13.4 m mol/L).
Nilai T3 dan T4 anak sekolah bukan penderita gondok ( normal)
sebesar 2.6 1.5 ng/ml dan 9.5 2.0 ug/dl. Sedangkan anak penderita
gondok adalah 2.1 0.7 ng/ml dan 7.4 2.2 ug/d. Nilai T3 antara
penderita gondok dan bukan penderita tidak berbeda bermakna. (p>0.05).

Nilai T4 penderita gondok dan bukan penderita berbeda bermakna


(p<0.05) Secara umum dapat dikatakan bahwa pada lingkungan yang
banyak menggunakan obat pembasmi ikan predator yang mengandung
chlor ada kemungkinan untuk ditemukan kasus gondok.

Pengaruh penggunaan pestisida


Untuk memperoleh hasil panen sayuran yang optimal petani di
Kecamatan Pakis sering menggunakan pestisida untuk pengendalian hama.
Petani melakukan penyemprotan dengan interval 4-5 kali per minggu atau
12-15 kali persatu musim tanam. Frekuensi penyemprotan selama satu
musim tanam tergantung pada intensitas serangan hama. Salah satu
indikator adanya pestisida yang masuk dalam tubuh manusia adalah
analisis kadar enzim kolinesterase (CHE). Petani dengan kadar enzim
kolinesterase rendah mempunyai kadar hormon free T4 ((FT4) rendah.
Hubungan antara status yodium dengan enzim cholinesterase (CHE).
Kadar hormon T4 bebas (FT4) rendah sebagai indikator status hormon
tiroid

rendah

dan

kadar

enzim

cholinesterase(CHE)

rendah

menggambarkan pestisida yang masuk dalam tubuh tinggi.


X2=12.,510, P=0.00;
OR (95%CI)= 10.37 (2.15-50.00)
Bahwa dari 10 orang yang mempunyai kadar enzim cholinesterase rendah
ada 8 orang yang mempunyai hormon tiroksin rendah(80%). Dengan uji
Ki-kuadrat ditemukan hubungan yang bermakna bermakna antara kadar
enzim cholinesterase dengan kadar hormon tiroksin dengan nilai X2 = 12,
510 dan p= 0,00. Dengan demikian dapat disimpulkan penggunaan
pestisida dalam bidang pertanian khususnya sayuran dapat menurunkan
kadar hormon tiroid dan selanjutnya akan memicu terjadinya kejadian
gondok. Hal serupa pernah terjadi di Amerika.Utara, di sekitar danau
Michigan ditemukan banyak burung mati karena minum air danau yang
tercemar pestisida yang berasal dari buangan limbah pertanian.

Anda mungkin juga menyukai