Anda di halaman 1dari 20

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. A

Umur

: 48 tahun

Pekerjaan

:Tani

Agama

: Islam

Alamat

: Kayu Jao

No. MR

: 834303

ANAMNESIS
Seorang pria berumur 48 tahun datang ke IGD RSUD AROSUKA pada tanggal 11
Desember 2014. Pukul 13.25 WIB dengan ;
Keluhan Utama

: Penurunan kesadaran sejak 5 menit sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang

Penurunan kesadaran sejak 5 menit sebelum masuk rumah sakit. Keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien digigit oleh sekelompok lebah ketika menebang pohon
dikebun kurang lebih 50 menit SMRS. Pasien digigit dikepala dan seluruh
tubuhnya.

Sesak nafas ada

Nyeri ulu hati ada

Mual (-), muntah (-)

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit asma ada

Riwayat penyakit Hipertensi disangkal


1

Riwayat DM disangkal

Riwayat penyakit magh disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: sakit berat

Kesadaran

: Apatis

Tekanan darah

: tidak terukur

Nadi

: tidak teraba

Nafas

: 36x/menit

Suhu

: 36,5 C

Kulit

: turgor baik, gigitan lebah (+)

KGB

: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Kepala
Rambut

:tumbuh rata, tidak rontok, dan tidak mudah dicabut

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik


Palpebra odem (+/+)

Telinga: dalam batas normal


Hidung

: dalam batas normal

Gigi dan mulut: caries (+)


Leher

: JVP 5-2 cm H2O

Paru

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis

Toraks
Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor sama kiri dan kanan
Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh +/+
Jantung

: Inspeksi :

iktus tidak terlihat


2

Palpasi :

iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi :

batas jantung kiri :1 jari medial LMCS RIC V


Batas jantung atas : RIC II
Batas jantung kanan : LSD

Auskultasi :

bunyi jantung murni,, bising tidak ada

Abdomen
Inspeksi

: Perut tidak tampak membuncit

Palpasi

: Hepar dan Lien tidak teraba, NT et epigastruim (+)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: BU (+) N

Punggung

: CVA nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)

Alat Kelamin

: tidak diperiksa

Anus

: tidak diperiksa

Anggota gerak

: akral dingin(+), sianosis (+), refilling kapiler >2 detik, edema (-)
RF +/+, RP-/-

Laboratorium

EKG

Hb

: 13,7 gr/dl

Leukosit

: 13.700 /mm3

Ht

: 40%

Trombosit

: 816.000/mm3

GDR

: 175 mg/dl

: irama : sinus takikardi


HR : 129x/menit
Kesan : EKG normal

Diagnosis Kerja

: Syok anafilaktik ec insect bite

Terapi

Oksigen sungkup 7 L/I


IVFD RL loading 2 kolf (1000 cc),aff
IVFD RL + Aminofilin 1 amp 8 jam/kolf
Mencabut bisa sengatan lebah
Dexametason 2 amp (im)(pukul:13.30) injeksi dexametason 1
amp (4mg)+ 1 amp difenhidramin (10mg) (sc)
Epinefrin 1 amp( pukul :14.00)
Ranitidin 2x50 mg (iv)
Pasang kateter (pasien menolak)

Kontrol Intensif
Jam

Tekanan

Darah Nadi

14.00

(mmHg)
80/60

129xi

30x/i

15.00

90/60

100xi

30x/i

16.00

100/70

67x/i

28x/i

17.00

120/70

82x/i

25x/i

18.00

120/70

80x/i

28x/i

19.00

120/70

82x/i

28x/i

20.00

120/70

80x/i

22z/i

21.00

120/70

80x/i

20x/i

22.00

120/70

80x/i

20x/i

02.00

120/70

82x/i

22x/i

06.00

130/80

84x/i

20x/i

08.00

120/70

80x/i

20x/i

Kesan : vital sign stabil


PUKUL 18.00 WIB pasien dipindahkan ke bangsal.
Terapi dibangsal :
Oksigen nasal 2L/I
Dexametason 3x1
Difenhidramin 3x1
Ranitidine 2x1
Cefotaxim 2x1 (skin test)
kontrol TD, nadi, nafas, tiap 1 jam
FOLLOW UP
12 Desember 2014
S/

Sesak nafas (-),


5

Nafas

Sakit perut (-)


Demam (-)
Perih pada mata (+)
O/ KU

: sedang

Kesadaran

: CMC

Tekanan darah

: 130/70

Frekuensi nadi

: 84x/i

Frekuensi nafas

: 22x/i

Suhu

: 36.5 0C

Mata

: Konjungtiva hiperemis +/++


Palpebra odem (+/+) minimal

Toraks
Paru

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis


Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor sama kiri dan kanan
Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh +/+

Jantung

: Inspeksi :

iktus tidak terlihat

Palpasi :

iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi :

batas jantung kiri :1 jari medial LMCS RIC V


Batas jantung atas : RIC II
Batas jantung kanan : LSD

Auskultasi :

bunyi jantung murni,, bising tidak ada

Abdomen
Inspeksi

: Perut tidak tampak membuncit

Palpasi

: Hepar dan Lien tidak teraba, NT et epigastruim (+)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: BU (+) N
6

Terapi
Oksigen 2L/I
IVFD RL + Aminofilin 1 amp 8 jam/kolf
Dexametason 3X1
Difenhidramin 3x1
Ranitidine 2x1
Cefotaxim 2x1
13 Desember 2014
S/

Sesak nafas (-)


Demam (-)
Perih pada mata (+)

O/ KU

: sedang

Kesadaran

: CMC

Tekanan darah

: 130/70 mmHg

Frekuensi nadi

: 84x/i

Frekuensi nafas

: 22x/i

Suhu

: 36.5 0C

Mata

: Konjungtiva hiperemis +/++


Palpebra odem (+/+) minimal

Toraks
Paru

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis


Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor sama kiri dan kanan
Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Jantung

: Inspeksi :

iktus tidak terlihat

Palpasi :

iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V


7

Perkusi :

batas jantung kiri :1 jari medial LMCS RIC V


Batas jantung atas : RIC II
Batas jantung kanan : LSD

Auskultasi :

bunyi jantung murni,, bising tidak ada

Abdomen
Inspeksi

: Perut tidak tampak membuncit

Palpasi

: Hepar dan Lien tidak teraba, NT et epigastruim (+)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: BU (+) N

Terapi
IVFD RL + Aminofilin 1 amp 8 jam/kolf
Dexametason 3X1
Difenhidramin 3x1
Ranitidine 2x1
Cefotaxim 2x1
Plane:
Konsul mata
Floxa tetes mata 4x1ODS

14 Desember 2014
S/

Perih pada mata (+)

O/ KU

: sedang

Kesadaran

: CMC

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Frekuensi nadi

: 84x/i

Frekuensi nafas

: 22x/i
8

: 36.5 0C

Suhu
Mata

: Konjungtiva hiperemis +/++


Palpebra odem (+/+) minimal

Toraks
Paru

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis


Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor sama kiri dan kanan
Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Jantung

: Inspeksi :

iktus tidak terlihat

Palpasi :

iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi :

batas jantung kiri :1 jari medial LMCS RIC V


Batas jantung atas : RIC II
Batas jantung kanan : LSD

Auskultasi :

bunyi jantung murni,, bising tidak ada

Abdomen
Inspeksi

: Perut tidak tampak membuncit

Palpasi

: Hepar dan Lien tidak teraba, NT et epigastruim (+)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: BU (+) N

Terapi
IVFD RL + Aminofilin 1 amp 8 jam/kolf
Dexametason 3X1 (iv)
Difenhidramin 3x1 (iv)
Ranitidine 2x1

(iv)

Cefotaxim 2x1

(iv)
9

Floxa 4x1 ODS


15 Desember 2014
S/

Perih pada mata (+)

O/ KU

: sedang

Kesadaran

: CMC

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Frekuensi nadi

: 80x/i

Frekuensi nafas

: 20x/i

Suhu

: 36.5 0C

Mata

: Konjungtiva hiperemis +/++


Palpebra odem (+/+) minimal

Toraks
Paru

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis


Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor sama kiri dan kanan
Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Jantung

: Inspeksi :

iktus tidak terlihat

Palpasi :

iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi :

batas jantung kiri :1 jari medial LMCS RIC V


Batas jantung atas : RIC II
Batas jantung kanan : LSD

Auskultasi :

bunyi jantung murni,, bising tidak ada

Abdomen
Inspeksi

: Perut tidak tampak membuncit

Palpasi

: Hepar dan Lien tidak teraba, NT et epigastruim (+)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: BU (+) N
10

Terapi
Dexametason 3X1
Difenhidramin 3x1
Cefotaxim 2x1
Hasil Pembelajaran :
1. Dapat mengetahui cara mendiagnosa dan tatalaksana syok anafilaktik ec insect
bite
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif :
Seorang pria berumur 48 tahun datang ke IGD RSUD AROSUKA pada tanggal 11
Desember 2014. Pukul 13.25 WIB dengan ; Penurunan kesadaran sejak 5 menit sebelum
masuk rumah sakit. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien digigit oleh sekelompok
lebah ketika menebang pohon dikebun kurang lebih 50 menit SMRS. Pasien digigit
dikepala dan seluruh tubuhnya. Sesak nafas ada. Nyeri ulu hati ada. Mual (-), muntah (-).
Dari penyakit dahulu didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit asma. Riwayat
penyakit Hipertensi, riwayat DM, dan riwayat penyakit magh disangkal
2. objektif
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit berat, kesadaran apatis,
tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba, nafas 36x/menit, suhu 36,50 C, Kulit:
turgor baik, gigitan lebah (+). Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik,
Palpebra odem (+/+). Thorax : Paru : Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, statis dan
dinamis, Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan, Perkusi : Sonor sama kiri dan kanan,
Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh +/+. Jantung : Inspeksi :

iktus

tidak

terliha. Abdomen : Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit, Palpasi : Hepar dan Lien
tidak teraba, NT et epigastruim (+), Perkusi : Timpani, Auskultasi : BU (+) N. Anggota
gerak : akral dingin(+), sianosis (+), refilling kapiler >2 detik, edema (-), RF +/+, RP-/-.
11

Dari pemeriksaan Laboratorium Hb : 13,7 gr/dl, Leukosit


: 40%, Trombosit

: 13.700 /mm3, Ht

: 816.000/mm3, GDR : 175 mg/dl, EKG: irama : sinus

takikardi, HR : 129x/menit, Kesan : EKG normal


3. assessment (penalaran klinis)

12

TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Syok anafilaktik adalah syok yang terjadi secara akut yang disebabkan oleh reaksi
alergi. Anafilaksis termasuk dalam reaksi yang serius yang terjadi secara cepat dan dapat
menyebabkan kematian . Reaksi tersebut dapat terjadi dalam hitungan detik atau menit.
Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan
serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan artropoda
penyerang.
2. Insiden
Insidens syok anafilaktik 40 60 persen adalah akibat gigitan serangga, 20-40
persen akibat zat kontras radiografi, dan 10 20 persen akibat pemberian obat penicillin.
. 3. Patogenesis dan patofisiologi
Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada kulit,
lewat gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon oleh sistem imun
tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang kompleks. Reaksi terhadap antigen
tersebut biasanya akan melepaskan histamin, serotonin, asam formic atau kinin. Lesi
yang timbul disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap antigen yang dihasilkan melalui
gigitan atau sengatan serangga. Reaksi yang timbul melibatkan mekanisme imun.
Reaksi immediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan
reaksi lokal atau reaksi sistemik. Lesi juga timbul karena adanya toksin yang dihasilkan
oleh gigitan atau sengatan serangga. Nekrosis jaringan yang lebih luas dapat disebabkan
karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan neutrofil. Spingomyelinase D
adalah toksin yang berperan dalam timbulnya reaksi neutrofilik. Enzim Hyaluronidase
yang juga ada pada racun serangga akan merusak lapisan dermis sehingga dapat
mempercepat penyebaran dari racun tersebut.

13

Skema perubahan patofisiologi pada syok anafilaktik

4. Manifestasi Klinis
Banyak jenis spesies serangga yang menggigit dan menyengat manusia, yang
memberikan respon yang berbeda pada masing-masing individu,
5. Pemeriksaan Penunjang
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema antara selsel epidermis, spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel polimorfonuklear. Infiltrat dapat
14

berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan histiosit. Pada dermis ditemukan pelebaran ujung
reaksi yang timbul dapat berupa lokal atau generalisata. Reaksi lokal yang biasanya
muncul dapat berupa papular urtikaria. Papular urtikaria dapat langsung hilang atau juga
akan menetap, biasa disertai dengan rasa gatal, dan lesi nampak seperti berkelompok
maupun menyebar pada kulit. Papular urtikaria dapat muncul pada semua bagian tubuh
atau hanya muncul terbatas disekitar area gigitan. Pada awalnya, muncul perasaan yang
sangat gatal disekitar area gigitan dan kemudian muncul papul-papul. Papul yang
mengalami ekskoriasi dapat muncul dan akan menjadi prurigo nodularis. Vesikel dan
bulla dapat muncul yang dapat menyerupai pemphigoid bullosa, sebab manifestasi klinis
yang terjadi juga tergantung dari respon sistem imun penderita masing-masing. Infeksi
sekunder adalah merupakan komplikasi tersering yang bermanifestasi sebagai folikulitis,
selulitis atau limfangitis.
Pada beberapa orang yang sensitif dengan sengatan serangga dapat timbul
terjadinya suatu reaksi alergi yang dikenal dengan reaksi anafilaktik. Anafilaktik syok
biasanya disebabkan akibat sengatan serangga golongan Hymenoptera, tapi tidak
menutup kemungkinan terjadi pada sengatan serangga lainnya. Reaksi ini akan
mengakibatkan pembengkakan pada muka, kesulitan bernapas, dan munculnya bercakbercak yang terasa gatal (urtikaria) pada hampir seluruh permukaan badan. Prevalensi
terjadinya reaksi berat akibat sengatan serangga adalah kira-kira 0,4%, ada 40 kematian
setiap tahunnya di Amerika Serikat. Reaksi ini biasanya mulai 2 sampai 60 menit setelah
sengatan. Dan reaksi yang lebih berat dapat menyebabkan terjadinya syok dan kehilangan
kesadaran dan bisa menyebakan kematian nantinya. sehingga diperlukan penanganan
yang cepat terhadap reaksi ini.pembuluh darah dan sebukan sel radang akut.
6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat aktivitas diluar rumah yang
mempunyai resiko mendapat serangan serangga seperti di daerah perkebunan dan taman.
Bisa juga ditanyakan mengenai kontak dengan beberapa hewan peliharaan yang bisa saja
merupakan vektor perantara dari serangga yang dicurigai telah menggigit atau
menyengat.
15

Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan pemeriksaan laboratorium dimana


terjadi peningkatan jumlah eosinofil dalam pemeriksaan darah. Dapat juga dilakukan tes
tusuk dengan alergen tersangka.
7. Pengelolaan Syok Anafilaksis
Secara umum terapi anafilaksis bertujuan :
1. Mencegah efek mediator

Menghambat sintesis dan pelepasan mediator


Blokade reseptor

2. Mengembalikan fungsi organ dari perubahan patofisiologik akibat efek


mediator.
Titik tangkap terapi berdasarkan perubahan patofisiologi

16

A. Terapi

medikamentosa

Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnosa dan
pengelolaannya:
1.Adrenalin merupakan drug of choice dari syok anafilaktik. Hal ini disebabkan 3 faktor
yaitu :

Adrenalin merupakan bronkodilator yang kuat , sehingga penderita dengan cepat

terhindar dari hipoksia yang merupakan pembunuh utama.


Adrenalin merupakan vasokonstriktor pembuluh darah dan inotropik yang kuat

sehingga tekanan darah dengan cepat naik kembali.


Adrenalin merupakan histamin bloker, melalui peningkatan produksi cyclic AMP
sehingga produksi dan pelepasan chemical mediator dapat berkurang atau

berhenti.
Dosis dan cara pemberiannya :
0,3 0,5 ml adrenalin dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler yang
dapat diulangi 5 10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama
kerja adrenalin cukup singkat. Jika respon pemberian secara intramuskuler kurang
efektif, dapat diberi secara intravenous setelah 0,1 0,2 ml adrenalin dilarutkan
dalam spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis, diberikan perlahan-lahan. Pemberian
subkutan, sebaiknya dihindari pada syok anafilaktik karena efeknya lambat
bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga absorbsi
obat tidak terjadi.
2.Aminofilin
Dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum hilang
dengan pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan selama 10
menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus bila dianggap perlu.
3. Antihistamin dan kortikosteroid.
Merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Kedua obat tersebut kurang
manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, sebab keduanya hanya mampu menetralkan
17

chemical mediators yang lepas dan tidak menghentikan produksinya. Dapat diberikan
setelah gejala klinik mulai membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya berupa
serum sickness atau prolonged effect. Antihistamin yang biasa digunakan adalah
difenhidramin HCl 5 20 mg IV dan untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan
deksametason 5 10 mg IV atau hidrocortison 100 250 mg IV.
B. Terapi Supportif
1. Pemberian Oksigen
Jika laring atau bronkospasme menyebabkan hipoksi, pemberian O2 3 5 ltr /
menit harus dilakukan. Pada keadaan yang amat ekstrim tindakan trakeostomi atau
krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.
2. Posisi Trendelenburg
Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal
dengan kursi) akan membantu menaikan venous return sehingga tekanan darah ikut
meningkat.
3.Pemasangan infus.
Jika semua usaha-usaha diatas telah dilakukan tapi tekanan darah masih tetap
rendah maka pemasangan infus sebaiknya dilakukan. Cairan plasma expander (Dextran)
merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika
cairan tersebut tak tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai
cairan pengganti. Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah
kembali optimal dan stabil.
4. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP)
Seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi kardiopulmoner
segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat
kemungkinan terjadinya henti jantung pada suatu syok anafilaktik selalu ada, maka
sewajarnya ditiap ruang praktek seorang dokter tersedia selain obat-obat emergency,
18

perangkat infus dan cairannya juga perangkat resusitasi(Resucitation kit ) untuk


memudahkan tindakan secepatnya.
8. Prognosis
Prognosis dari gigitan serangga sebenarnya baik, tapi tergantung jenis serangga
serta racun yang dimasukkannya ke dalam tubuh manusia. Dan apabila terjadi syok
anafilaktik maka prognosisnya bergantung dari penangan yang cepat dan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

19

1 . Siregar RS. Prof. Dr. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit. Indonesia. Jakarta :
EGC ; 2000
2.Rohmi Nur. Insect Bites. Diunduh dari: http://www.fkuii.org/tiki-

index.php?

page=Insect+Bites7
3. Bites and Sting. In: Bolognia JL Lorizzo JL, Rapini RP,eds. Dermatology Volume.1.
London: Mosby; 2003
4.Ngan

Vanessa

Insect

Bite

and

http://www.dermnet.com/image.cfm?imageID=1875

20

Stings.

Available

from

Anda mungkin juga menyukai