Anda di halaman 1dari 2

dibedakan antara proses yang indirect coal liquefaction (tidak langsung) dan direct coal liquefaction

(langsung).
A. Perkembangan Teknologi Liquifikasi
Pengembangan produksi bahan bakar sintetis berbasis batu bara pertama kali dilakukan di Jerman
tahun 1900-an dengan menggunakan proses sintesis Fischer-Tropsch yang dikembangkan Franz
Fisher dan Hans Tropsch. Pada 1930, disamping menggunakan metode proses sintesis FischerTropsch, mulai dikembangkan pula proses Bergius untuk memproduksi bahan bakar sintesis.
Sementara itu, Jepang juga melakukan inisiatif pengembangan teknologi pencairan batubara
melalui proyek Sunshine tahun 1974 sebagai pengembangan alternatif energi pengganti minyak
bumi.
Pada 1983, NEDO (the New Energy Development Organization), organisasi yang memfokuskan
diri dalam pengembangan teknologi untuk menghasilkan energi baru juga berhasil
mengembangkan suatu teknologi pencairan batubara bituminous dengan menggunakan tiga
proses, yaitu solvolysis system, solvent extraction system dan direct hydrogenation to liquefy
bituminous coal.
Cadangan batubara di dunia pada umumnya tidak berkualitas baik, bahkan setengahnya
merupakan batubara dengan kualitas rendah, seperti: sub-bituminous coal dan brown coal. Kedua
jenis batubara tersebut lebih banyak didominasi oleh kandungan air. Peneliti Jepang kemudian
mulai mengembangkan teknologi untuk menjawab tantangan ini agar kelangsungan energi di
Jepang tetap terjamin, yaitu dengan mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi produk
yang berguna secara ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas serta ramah
lingkungan. Dikembangkanlah proses pencairan batubara dengan nama Brown Coal Liquefaction
Technology (BCL).
B. Macam- macam Proses Likuifikasi
1. Fisher Tropsch proses
Fisher Tropsch adalah sintesis CO/H2 menjadi produk hidrokarbon atau disebut senyawa
hidrokarbon sintetik/ sintetik oil. Sintetik oil banyak digunakan sebagai bahan bakar mesin
industri/transportasi atau kebutuhan produk pelumas (lubricating oil).
(2n+1)H2 + nCO CnH(2n+2) + nH2O
2. Bergius Proses
Bergius Process merupakan pencairan batubara metode langsung atau dikenal dengan Direct Coal
Liquefaction-DCL. DCL adalah proses hydro-craacking dengan bantuan katalisator. Prinsip dasar
dari DCL adalah meng-introduksi-an gas hydrogen kedalam struktur batubara agar rasio
perbandingan antara C/H menjadi kecil sehingga terbentuk senyawa-senyawa hidrokarbon rantai
pendek berbentuk cair. Proses ini telah mencapai rasio konversi 70% batubara (berat kering)
menjadi sintetik cair.
faktor yang menjadikan proses DCL sangat bervariasi :
spesifikasi batubara yang dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah sistem yang bisa optimal
untuk digunakan bagi segala jenis batubara.
Jenis batubara tertentu mempunyai kecenderungan membentuk lelehan (caking perform),
sehingga menjadi bongkahan besar yang dapat membuat reaktor kehilangan tekanan dan gradient
panas terlokalisasi (hotspot). Hal ini biasanya diatasi dengan mencampur komposisi batubara,
sehingga pembentukan lelehan dapat dihindari.
Batubara dengan kadar ash yang tinggi lebih cocok untuk proses gasifikasi terlebih dahulu,
sehingga tidak terlalu mempengaruhi berjalannya proses.
3. Brown Coal Liquefaction Technology (BCL)
Teknologi yang mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi produk yang berguna secara
ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas serta ramah lingkungan.
Langkah pertama adalah memisahkan air secara efisien dari batubara yang berkualitas rendah.
Langkah kedua melakukan proses pencairan di mana hasil produksi minyak yang dicairkan
ditingkatkan dengan menggunakan katalisator, kemudian dilanjutkan dengan proses hidrogenasi di
mana heteroatom (campuran sulfur-laden, campuran nitrogen-laden, dan lain lain) pada minyak
batubara cair dipisahkan untuk memperoleh bahan bakar bermutu tinggi, kerosin, dan bahan bakar

lainnya. Kemudian sisa dari proses tersebut (debu dan unsur sisa produksi lainnya) dikeluarkan.
C. Kelebihan Batubara Cair
1. Harga produksi lebih murah
2. Jenis batu bara yang dapat dipergunakan adalah batu bara yang berkalori rendah (low rank
coal), yang selama ini kurang diminati pasaran.
3. Dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti bahan bakar pesawat jet (jet fuel), mesin diesel
(diesel fuel), serta gasoline dan bahan bakar minyak biasa.
4. Teknologi pengolahannya lebih ramah lingkungan. Dari pasca produksinya tidak ada proses
pembakaran, dan tidak dihasilkan gas CO2. Kalaupun menghasilkan limbah (debu dan unsur sisa
produksi lainnya), masih dapat dimanfaatkan untuk bahan baku campuran pembuatan aspal.
Bahkan sisa gas hidrogen masih laku dijual untuk dimanfaatkan menjadi bahan bakar.
D. Kekurangan Batubara Cair
1. Keekonomian
Harga minyak bumi sangat fluktuatif, sehingga seringkali investor ragu untuk membangun kilang
pencairan batubara. Batubara cair akan ekonomis jika harga minyak bumi di atas US $35/bbl.
2. Investasi Awal Tinggi
Biaya investasi kilang pencairan batubara komersial, cukup mahal .
3. Merupakan Investasi Jangka panjang
Break Even Point (BEP) baru dicapai setelah 7 tahun beroperasi, sedangkan tahap pembangunan
memakan waktu 3 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
http://bataviase.co.id
http://blogodril.blogspot.com/2010/03/batubara-yang-dicairkan-konversi-energi.html
http://scientificindonesia.wordpress.com/proses-pengolahan-batubara/

Anda mungkin juga menyukai