Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

SEPSIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Penyakit
Anak Rumah Sakit Umum Daerah dr Zaionel Abidin Banda Aceh
Oleh
Bian Brillian (1407101030188)

Pembimbing;

dr. Jufitriani Ismy,M.ked(Ped),Sp.A(K)

PROGRAM STUDI PENDIDIDKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Sepsis adalah penyakit yang umum di perawatan intensif dimana hampir 1/3
pasien yang masuk ICU adalah sepsis. Sepsis merupakan satu di antara sepuluh
penyebab kematian di Amerika Serikat. Angka kejadian sepsis meningkat secara
bermakna dalam dekade lalu. Telah dilaporkan angka kejadian sepsis meningkat dari
82,7 menjadi 240,4 pasien per 100.000 populasi antara tahun 1979 2000 di
Amerika Serikat dimana kejadian Savere Sepsis berkisar antara 51 dan 95 pasien per
100.000 populasi.1
Sepsis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
anak. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, mortalitas akibat sepsis telah
berkurang dimana mortalitas akibat sepsis sekarang ialah sekitar 10%.2 Namun,
sepsis berat masih merupakan penyebab utama kematian pada anak dimana lebih dari
4.300 anak meninggal setiap tahunnya karena sepsis (7% dari semua kematian pada
anak). Biaya perawatan akibat sepsis diperkirakan mencapai $1.97 biliar dalam
setahun.2,3
Dalam waktu yang bersamaan angka kematian sepsis turun dari 27,8%
menjadi 17,9%. Jenis kelamin, penyakit kronis, keadaan imunosupresi, infeksi HIV
dan keganasan merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis.
Beberapa kondisi tertentu seperti gangguan organ secara progresif, infeksi
nosokomial dan umur yang lanjut juga berhubungan dengan meningkatnya risiko
kematian. Angka kematian syok septik berkurang dari 61,6% menjadi 53,1%.
Turunnya angka kematian yang diamati selama dekade ini dapat disebabkan karena
adanya kemajuan dalam perawatan dan menghindari komplikasi iatrogenik.1,4
Sejak 2002 The Surviving Sepsis Campaign telah diperkenalkan dengan
tujuan awal meningkatkan kesadaran dokter tentang mortalitas Severe sepsis dan
memperbaiki hasil pengobatan. Hal ini dilanjutkan untuk menghasilkan perubahan
dalam standar pelayanan yang akhirnya dapat menurunkan angka kematian secara
bermakna.

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama

: Kasyfulhaq

Usia

: 15 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Lhok Nga

Suku

: Aceh

No RM

: 1-06-65-63

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Sesak nafas.
Keluhan Tambahan :
Batuk, demam dan lemah anggota gerak bawah.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit swasta Banda Aceh dengan
sesak nafas dan kelemahan anggota gerak. Keluhan sesak nafas dirasakan pasien
sejak 1 hari SMRS. Sesak muncul secara tiba-tiba di malam hari. Sehari sebelum
munculnya sesak pasien mengeluhkan batuk berdahak, dengan dahak berwarna
kekuningan. Pasien juga mengalami demam sebelumnya. Demam yang dialami tidak
terlalu tinggi. Kelemahan anggota gerak pasien rasakan setelah sebelumnya pasien
pernah mengalami cedera di leher akibat tergelincir dari tempat wisata pemandian.
Keluarga pasien mengatakan pasien pernah dirawat di RSUDZA sebelumnya karena
cedera tersebut dan sudah dilakukan operasi. Pasien dipulangkan setelah hari rawat
ke-24 namun, pasien masih mengalami kelemahan anggota gerak dan menjalani
fisioterapi. Pasien juga mengeluhkan BAK keruh, riwayat BAK berdarah dan
berpasir tidak ada. BAB tidak ada keluahan.
Riwayat Penggunaan Obat-obatan:
Keluarga tidak mengingat nama obat-obat yang pernah diberikan.
Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien memiliki riwayat asma sejak kecil. Riwayat alergi sejak kecil.
Pernah dirawat karena trauma leher sebelumnya. Riwayat hipertensi dan DM tidak
ada.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat asma dan alergi pada keluarga ada. Riwayat hipertensi dan DM
dalam keluarga tidak ada..
Riwayat kehamilan :
Salama kehamilan ibu mengaku ANC teratur ke bidan dan spesialis
obsgyn. Ibu tidak memiliki riwayat sakit selama masa kehamilan.
Riwayat persalinan:
Pasien lahir secara pervaginam dengan BBL 3000 gram. Pasien merupakan
anak ke-3 dari 4 bersaudara.
Riwayat imunisasi:
Keluarga mengakatan pasien mendapatkan imunisasi lengkap.
2.3 Status Internus
Keadaan Umum : Lemah
Nadi

: 135 kali/ menit

Pernafasan

: 24 kali/menit

Suhu

: 36.7 C

Berat Badan

: 43 Kg

Tinggi badan

: 158 cm

2.4 Pemeriksaan Fisik


a. Kulit
Warna

Turgor

: kembali cepat.

Sianosis
Ikterus

: tidak ada.
: tidak ada.

Oedema

: tidak ada.

Anemia

: tidak ada.

b. Kepala

Bentuk

: normocephali

Wajah

: dalam batas normal.

Mata

: konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), pupil bulat isokor (3 mm/3 mm),
refleks cahaya langsung (/), dan refleks cahaya tidak langsung (+)

Telinga

: bentuk normal

Hidung

: NCH (/),sekret (/)

Mulut

: sianosis tidak ada, anemis tidak ada, mukosa hiperemis tidak ada.

c. Leher
Inspeksi

: tidak ada pembesaran KGB

Palpasi

: TVJ (N) R-2 cm H2O.

d. Thoraks
Inspeksi

: simetris, fusiformis, retraksi interkostal (), grunting/merintih ()

Palpasi

: simetris, fremitus kanan = kiri

Perkusi

: sonor

Auskultasi : RR 27 x/menit, vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)


Jantung
Inspeksi

: iktus cordis tidak terlihat.

Palpasi
Perkusi

: iktus cordis teraba.


: batas jantung atas di ICS II sternalis dextra, batas jantung kanan di
ICS III parasternal dextra, batas jantung kiri di ICS V midclavicula
sinistra.

Auskultasi : HR x/menit, BJ I > BJ II normal, reguler, murmur tidak dijumpai


e. Abdomen
Inspeksi

: simetris, tidak tampak adanya pembesaran setempat.

Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal.


Palpasi
Perkusi

: soepel, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran organ.


: timpani pada seluruh lapangan abdomen.

f. Tulang Belakang

: bentuk normal, tidak ditemukan adanya kelainan.

g. Ekstremitas :

Sianosis
Oedema
Fraktur

Superior
Kanan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Kiri
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Inferior
Kanan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Kiri
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

h. Genetalia dan anus : tidak ditemukan adanya kelainan.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium / 02-12-2015
Jenis Pemeriksaan
Hematologi

Hasil

Nilai Rujukan

Hemoglobin

13,4 g/dL

14,0 17,0 gr/dl

Hematokrit

40 %

45-55 %

Eritrosit

5,0 106/mm3

4,7 -6,1 106/mm3

Leukosit

29,5 103/mm3

4,5-10,5 103/mm3

Trombosit

233 103/mm3

150 450 103/mm3

0%

0-6 %

0%

0-2 %

0%

2-6 %

84 %

50-70%

7%

20-40 %

9%

2-5 %

2 menit

1-7 menit

7 menit

5-15 menit

7,388 mmHg

7,35-7,45 mmHg

49,60 mmHg

35-45 mmHg

30,2 mmol/L

23-28 mmol/L

Darah Rutin:

Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Neutrofil batang
Neutrofil segmen
Limfosit
Monosit
Faal Hemostasis
Waktu Perdarahan
Waktu Pembekuan
Kimia Klinik
Analisa Gas Darah (Vena)
-

pH
pCO2
Bikarbonat (HCO3)

pO2
Total CO2
Kelebihan Basa (BE)
Saturasi O2

Elektrolit
-

Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)

Diabetes
Glukosa Darah Sewaktu

66 mmHg

80-100 mmHg

31,7 mmol/L

23,2-27,6 mmol/L

4,7

(-2)-(+2)

91,9 %

95-100 %

138 mmol/L

135-145 mmol/L

4,5 mmol/L

3,5-4,5 mmol/L

98 mmol/L

90-110 mmol/L

133 mg/dL

< 200 mg/dL

31 mg/dL

13-43 mg/dL

0,38 mg/dL

0,67-1,17 mg/dL

Ginjal-Hipertensi
Ureum
Kreatinin

Laboratorium/ 03-12-2015
Jenis Pemeriksaan
Imunoserologi

Hasil

Nilai Rujukan

0,05

< 0,50 mg/mL

7,526 mmHg

7,35-7,45 mmHg

32,50 mmHg

35-45 mmHg

178 mmHg

23-28 mmol/L

27,2 mmHg

80-100 mmHg

28,2 mmHg

23,2-27,6 mmol/L

Elektrolit

5,3

(-2)-(+2)

Natrium (Na)

99,7 %

95-100 %

Klorida (Cl)

135 mmol/L

135-145 mmol/L

Ginjal-Hipertensi

4,6 mmol/L

3,5-4,5 mmol/L

Ureum

96 mmol/L

90-110 mmol/L

Sepsis
Procalcitonin
Kimia Klinik
Analisa Gas Darah
-

pH
pCO2
pO2
Bikarbonat (HCO3)
Total CO2
Kelebihan Basa (BE)
Saturasi O2

Kalium (K)

Kreatinin

Urinalisis

27 mg/dL

13-43 mg/dL

Makroskopik:

0,33 mg/dL

0,67-1,17 mg/dL

Lekosit

1,020

1,003 1,030

Protein

6,0

5,0 9,0

Glukosa

Positif

Negatif

Keton

Positif (+1)

Negatif

Nitrit

Negatif

Negatif

Urobilinogen

Negatif

Negatif

Bilirubin

Negatif

Negatif

Darah

Negatif

Negatif

Mikroskopik:

Negatif

Negatif

Sedimen Urine:

Positif

Negatif

10-15

0 5 LPB

10-20

0 2 LPB

4-6

0 2 LPK

Berat Jenis
pH

Leukosit
Eritrosit
Epitel

Laboratorium/ 07-12-2015
Kultur urine:
Hasil: Streptococcus group D
Antibiotika:
Ampicilin (S)

Vancomicin (S)

Linezolide (S)

Penicilin (S)

Erithromicin (R)

Fosfomicin (S)

Ceftriaxone (R)

Levofloxacin (R)

Chloramphenicol (R)

Cefotaxime (R)

Clindamicin (R)

Ampicillin-sulbactam (S)
Laboratorium/ 08-12-2015

Kultur Sputum:
Hasil: Kliebsiella Pneumonia
Antibiotika:
Ampicillin (R)

Ampicillin-sulbactam (R)

Meropenem (R)

Gentamicin (R)

Piperacillin-tazobactam (S)

Ceftazidime (R)

Tobramicin (R)

Cefuroxime (R)

Amikacin (R)

Cefotaxime (R)

Amox-Clavulanic acid (R)

Cefepime (S)

Ceftriaxone (R)

Ciprofloxacin (S)

Fosfomicin (R)
Laboratorium/ 08-12-2015
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin

11,3 gr/dL

14,0 17,0 gr/dL

Hematokrit

33 %

45-55 %

Eritrosit

3,7 106/mm3

4,7 -6,1 106/mm3

Leukosit

11,9 103/mm3

4,5-10,5 103/mm3

Trombosit

390 103/mm3

150 450 103/mm3

Eosinofil

0%

0-6 %

Basofil

0%

0-2 %

Neutrofil batang

0%

2-6 %

Neutrofil segmen

77 %

50-70%

Limfosit

13 %

20-40 %

Monosit

10 %

2-5 %

Natrium (Na)

136 mmol/L

135-145 mmol/L

Kalium (K)

4,0 mmol/L

3,5-4,5 mmol/L

Klorida (Cl)

96 mmol/L

90-110 mmol/L

20 mg/dL

13-43 mg/dL

Hitung jenis:

Kimia Klinik
Elektrolit

Ginjal-Hipertensi
Ureum

Kreatinin

0,30 mg/dL

0,67-1,17 mg/dL

Foto Cervical AP/Lat tgl 19-10-2015

Hasil:
-

Alignment dengan straight cervicales tampak terpasang plate and

screw a/r Vertebra Cervical 4-5-6-7 dengan kedudukan baik.


Tidak tampak adanya fraktur, lysthesis, dyslokasi, SOL dan tanda

HNP.
Struktur tulang tidak tampak osteofit, erosi, sklerotik margin, mouth

fish appearance, penyempitan mulai dari C1 s/d C7.


Soft tissue Dalam batas normal.

Foto Thorax PA/ tgl 03-12-2015

Hasil:
-

Cor Dalam batas normal.


Pulmo kesan pneumonia.
Terpasang ETT dengan ujung distal setinggi V. Thorakal 2, 3 korpus di
atas karina.

2.6 Diagnosis
1. Ancaman gagal nafas
2. Pneumonia
3. Sepsis

2.7 Terapi
a. PICU
- O2 2L/menit
- Diet MII (susu Entrakid)
- IVFD N5 5 cc/menit
- Inj. Piracetam 400 mg / 8 jam (H12)
- Inj. Cefepime 1 gr/ 8 jam (H7)
- Inj. Fosfomicin 2 gr/ 8 jam (H7)
- Inj. Ranitidin 50 mg (k/p)
- Inj. Ondansetron 4 mg (k/p)
- Inj. Midazolam (k/p)

Drip Paramcetamol 500 mg (k/p)


Gentamicin zalf
Thiophilin 85 mg/ 12 jam
Cetirizin 1x1 tab
Lacto B 2x1 sachet
Nystatin drop 3x1 cc

BAB III
ANALISA KASUS
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan pasien sejak
1 hari SMRS. Sesak muncul secara tiba-tiba di malam hari. Sehari sebelum
munculnya sesak pasien mengeluhkan batuk berdahak, dengan dahak berwarna
kekuningan. Berdasarkan keluhan yang dialami pasien didiagnosa dengan
pneumonia karena berdasarkan teori yang menyatakan bahwa pneumonia adalah
penyakit peradangan parenkimparu yang disebabkan oleh bermacam bakteri,
virus, mikoplasma, jamur atau benda asing yang teraspirasi dengan akibat
timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi.5-7
Pneumonia dapat dibagi berdasarkan kelainan anatomis atau etiologic.
Berdasarkan kelainan anatomis dibagi dalam pneumonia lobaris, pneumonia
interstisial

dan

dikelompokkan

pleuropneumonia.
ke

Dalam

Berdasarkan

pneumonia

etiologinya

streptokokus,

pneumonia

pneumonia

karena

Haemophyllus influenza, pneumonia mikoplasma, pneumonia karena virus dan


lain-lain.5-7
Diagnosis pneumonia didasari dengan gejala yang timbul yang biasanya
mendadak namun dapat didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas.
Gejalanya antara lain adalah batuk, demam tinggi terus menerus, gelisah, sesak
dan kebiruan di sekitar mulut, nyeri dada, menggigil (pada anak) dan dapat
disertai kejang (pada bayi). 5-7
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai tanda yang mungkin adalah suhu
39 C, dispneu; inspiratory effort ditandai dengan takipneu, retraksi dinding dada
(chest indrawing), grunting, nafas cuping hidung dan sianosis. Gerakan dinding
dada berkurang dan tidak simetris pada bagian yang terkena, perkusi bias normal
atau redup,fremitus menurun dan suara nafas menurun. Pada pemeriksaan
auskultasi paru dapat terdengar melemahnya suara nafas utama dan terdapat suara
nafas tambahan berupa ronki basah halus nyaring di lapangan paru yang terkena.5,7
Pada pemeriksaan penunjang darah tepi didapati kesan terjadinya
trombositopenia dan leukositosis dengan hitung jenis bergeser ke kiri. Pada foto
dada terlihat infiltrate alveolar yang dapat ditemukan di seluruh lapangan paru.
Luasnya kelainan gambaran radiologi biasanya sebanding dengan derajat klinis

penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran klinisnya lebih


berat daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat dijumpai dapat
berupa adanya gambaran konsolidasi pada satu atau lebih lobus pada pneumonia
lobaris. Gambaran penebalan pleura pada pleuritic. Komplikasi pneumonia seperti
atelectasis,

pneumomediastinum,

pneumotoraks,

abses,

pneumatokel

dan

pericarditis. Bila fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan analisa gas


darah yang menunjukkan keadaan hipoksemia. Kadar pCO2 dapat rendah, normal
atau meningkat tergantung pada kelainannya. 5-7
Terapi yang diberikan pada pasien denga pneumonia berupa pemberian
oksigen nasal dengan dosis 1-2 liter/menit. Pemberian cairan dan kalori yang
cukup (bila perlu perinfus). Cairan yang diberika perinfus berupa Dekstrose
10%:NaCl 0,9% = 3:1 + KCl 10 meq/ 500 ml cairan. Jumlah cairan diberikan
sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. Bila sesak tidak
terlalu hebat daapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastric
dengan feeding drip. Jiak sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi
dengan salin normal dan -agonis untuk memperbaiki transport mukosiliar.
Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi. Antibiotic diberikan
sesuai hasil biakan atau dapat juga diberikan berdasarkan kasus; community-based
diberikan Ampicilin 100 mg/kgBB/hari Dalam 4 kali pemberian dan
Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari Dalam 2 kali pemberian. Hospital-based
diberikan Sefotaksim 100 mg/kgBB/ k=hari Dalam 2 kali pemberian. Antibiotic
parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan
pemberian peroral selama 7-10 hari atau sampai 4-5 hari bebas demam tanpa
penurun panas. Pada keadaan pneumonia atipik (mikoplasma, klamidia) diberikan
makrilid. Bila diduga penyebab pneumoni adalah S.aureus, kloksasilin dapat
diberikan. Bila alergi terhadap penicillin dapat diberikan sefazolin, kindamisin
atau vankomisin. Lama perngobatan umtuk stafilokokus adalah 3-4 minggu. 5-7
Penting untuk memberikan edukasi pada pasien untuk pemberian
imunisasi sesuai dengan anjuran untuk mencegah pneumonia akibat dari
mikroorganisme yang terkait. Perbaikan personal-hygene, hindari kontak dengan
penderita infeksi saluran nafas. 5-7

Sepsis merupakan adanya entitas yang komplek, dengan variasi yang


banyak baik berdasarkan klinis, laboratorium, dan outcome. Sedangkan Septic
Shock merupakan suatu kondisi dimana tidak adekuatnya perfusi jaringan dan
juga disfungsi kardiovaskular yang terjadi atau dicurigai disebabkan oleh adanya
infeksi sistemik, dimana diperlukannya resusitasi cairan atau bantuan inotropic.8
SIRS merupakan suatu keadaan dimana adanya minimal 2 dari 4 kriteria,
yang salah satunya harus terdapat abnormalitas dari temperature atau jumlah
leukosit.

Temperature inti berkisar dari >38.5oC atau <36oC.


Takikardi, didefinisikan sebagai denyut jantung >2 SD pada umur normal
tanpa adanya stimulus eksternal, obat-obatan, atau stimulus nyeri; atau
adanya peningkatan persisten yang tidak dapat dijelaskan dalam 0.5 4 jam
untuk anak <1 tahun. Bradikardi, yang didefinisikan denyut jantung <10
persentil untuk umurnya tanpa adanya stimulus vagal eksternal, obat bblocker, atau penyakit jantung bawaan; atau adanya depresi persisten yang

tidak dapat dijelaskan selama 0.5 jam.


Jumlah pernafasan >2SD pada umurnya atau adanya ventilasi mekanik pada
proses akut yang tidak berkaitan dengan kelainan neuromuscular atau

pemberian anestesi.
Jumlah leukosit yang meningkat atau menurun untuk umur nya (bukan
dikarenakan oleh kemoterpi yang menginduksi leukopenia) atau >10%
neutrophil immature.9
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens sepsis

pada anak adalah :


1. faktor host yang terdiri dari malnutrisi, imunodefisiensi, problem penyakit
kronik, trauma/luka bakar, penyakit berat dan kritis
2. faktor pengobatan : tindakan operasi, prosedur invasive, alat pantau invasif,
antibiotik, terapi imunosupresif, lama perawatan dan lingkungan rumah sakit.

Skema Patogenesis terjadinya sepsis


Jejas atau infeksi

Inflamasi

Tahap 1

Kerusakan dinding pembuluh


darah
Ekspresi faktor-faktor jaringan

Peningkatan
PAI-1

Pembentukan trombin

Tahap 2

Aktivasi sistem koagulasi


TAFIa
teraktivasi

Konsumsi cepat dari protein C

Defisiensi protein C aktif


Supresi Fibirinolisis

Koagulasi
Tahap 3
Penyumbatan mirovaskuler

Kerusakan jaringan

Disfungsi organ
Kematian

Keterangan :
Tahap 1 : Inflamasi

Proses yang dikenal dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response


Syndrom) dimulai saat muncul cedera (jejas) pada tubuh, seperti luka bakar,
trauma, infeksi, merangsang pelepasan substansi yang dikenal sebagai
imunomodulator yang mempengaruhi lapisan dalam (endotel) dari pembuluh
darah. Apabila ada infeksi, proses kemudian diperkuat dnegan pelepasan
endotoksin atau eksotoksin, tergantung dari organisme yang ada. Proses ini
dikenal sebagai sepsis. Toksin tersebut dan stimulus toksik lainnya juga
merangsang pelepasan imunomodulator memproduksi proses inflamasi
(proinflamasi) dan substansi pengaktifan bekuan, termasuk sitokin seperti
TNF dan bentuk-bentuk lainnya dari interleukin. Sitokin ini akan
menginflamasi lapisan dinding pembuluh darah dan mengaktivasi proses
pembekuan darah, serta merangsang pelepasan modulator inflamasi
lainnya.10,11
Tahap 2: Koagulasi
Pembekuan darah merupakan proses berantai yang kompleks dalam
tubuh manusia. Inflamasi merangsang pelepasan substansi yang disebut factor
jaringan, yang merangsang pembentukan thrombin, yaitu suatu stimulus
utama agar terbentuk bekuan darah. Thrombin mengawali koagulasi dengan
membentuk fibrin, suatu protein yang menjalin sekumpulan bekuan darah.
Pada sepsis, fungsi berantai tersebut berjalan abnormal.10,11
Tahap 3: Disfungsi Bekuan Darah, Kerusakan Jaringan, Kematian
Pada umumnya, tubuh mengatur proses infalamasi dan koagulasi melalui
serangkaian alur respon balik biokimia. Hal tersebut mencegah pembentukan
bekuan darah berlebihan, dengan cara memecah fibrin dalam suatu proses
yang disebut fibrinolisis. Namun dalam siklus sepsis yang rumit, proses
fibrinolisis ditekan. Hal ini akan menyebabkan bekuan darah mikroskopis
mulai terbentuk dalam organ vital, menghambat aliran darah dan
menyebabkan kerusakan jaringan. Faktor-faktor biokimia yang berperan
adalah :
-

Peningkatan kadar PAI tipe 1 yang menyebabkan fibrinolisis.

Peningkatan kadar TAFIa (Thrombin Activatable Fibrinolysis Inhibitor).

Penurunan kadar protein C (dalam bentuk endogen teraktivasi, yaitu:


inhibitor utama PAI-1).10,11
Menurut terminologis medis, sepsis mengacu pada adanya bukti infeksi

dengan ditemukannya minimal 3 dari kriteria berikut:


a. suhu tubuh < 36C atau >38C
b. denyut jantung > 90x/menit
c. peningkatan frekuensi nafas (hiperventilasi) : > 20 x/menit
d. PaCO2 < 32 mmHg
e. Peningkatan jumlah lekosit > 12.000 mm3 atau penurunan jumlah leukosit <
4000 sel/mm3
f. Hitung jumlah leukosit normal, dengan > 10% bentuk sel imatur.
Berdasarkan mulai timbulnya gejala klinis, sepsis dibagi menjadi 2, yaitu:
1.

Sepsis berat
Sepsis dengan disfungsi organ kardiovaskuler atau ARDS atau 2 disfungsi
organ lain.

2.

Syok septik
Sepsis dengan disfungsi organ kardiovaskuler.
Kriteria Disfungsi Organ
Kriteria disfungsi organ

Disfungsi kardiovaskuler
Meskipun pemberian bolus cairan intravena isotonis 40 ml/kg BB dalam 1
jam
-

Penurunan tekanan darah (hipotermi) < persentil 5 th sesuai usia atau


sistolik < 2 SD di bawah normal sesuai usia ATAU

Membutuhkan obat vasoaktif untuk menjaga tekanan darah dalam rentang


normal (dopamine > 5 g/kg/menit atau dobutamin, epinefrin, atau
norepinefrin pada berbagai dosis)

Dua dari berikut ini :


Asidosis metabolic yang tak dapat dijelaskan: deficit basa > 5 mEq/L
Meningkatnya laktat arteri > 2 kali batas normal
Oliguria : urin < 0,5 cc/kgBB/jam
Pemanjangan cappilarry refill > 5 detik

Beda suhu core dan perifer > 3C


Pernafasan
-

PaO2/FiO2 < 300 tanpa adanya penyakit jantung sianotik atau penyakit
paru sebelumnya ATAU

PaCO2>65 torr atau 20 mmHg di atas PaCO2 normal ATAU

Dibutuhkan FiO2>50% untuk menjaga saturasi di atas 92% ATAU

Membutuhkan ventilasi mekanik non elektif invasive atau non invasive

Neurologi
-

Glasgow Coma Scale 11

Perubahan akut pada status mental dengan penurunan GCS 3 poin dari
keadaan abnormal

Hematologi
-

Hitung trombosit < 80.000/mm3 atau penurunan 50% hitung trombosit dari
nilai tertinggi yang dicatat dalam 3 hari terakhir (untuk pasien
hematologi.onkologik kronik) ATAU

Ginjal
-

Serum kreatinin 2 kali batas atas normal sesuai usia atau 2 kali lipat
peningkatan dari kreatinin awal

Hepar
-

Bilirubin total 4 mg/dl (tidak untuk neonatus) ATAU

SGPT 2 kali di atas batas normal sesuai usia


Sumber : Kumpulan Prosedur Tetap PICU/UGD/HND-NICU, RS.Kariadi,
Semarang. 2004

Salah satu cara pendekatan diagnosis adalah menggunakan pendekatan


pendekatan PIRO (Presdisposition, Infection, Response, Organ Dysfunction).
Predisposisi pada anak misalnya penurunan imunitas tubuh, penggunaan alat-alat
invasif atau prosedur medik yang lama (seperti kateter intravena, kateter urin,
pembedahan, perwatan intensif, dan lain-lain). Sulit untuk membuktikan sepsis
hanya berdasar kultur darah semata, karena pasien biasanya sudah mendapatkan
antibiotik sebelumnya. Bila kultur darah postif, diagnosis menjadi lebih mudah.
Ditemukan disfungsi organ akan menguatkan diagnosis sepsis berarti sepsis telah
lanjut (severe sepsis).12,13
1. Respon sistem inflamasi sistemik

SIRS (Systemic Infalammatory Response Syndrome) yaitu respons sistemik


terhadap berbagai kelainan klinik berat (misalnya infeksi, trauma dan luka
bakar) yang ditandai dengan 2 dari 4 kriteria sebagai berikut: 12,13,14
a. Hipertermi (> 38,5C) atau hipotermi (< 36C).
b. Takikardi yaitu peningkatan heart rate > 2 SD di atas normal sesuai umur
dalam keadaan tidak terdapat stimulasi eksternal, pemakaian obat-obat
jangka panjang atau rangsang nyeri, atau bradikardia: HR < 10 persentil
sesuai umur tanpa stimulus vagal eksternal, pemakaian beta blocker atau
penyakit jantung bawaan.
c. Takipneu dengan RR > 2 SD di atas normal sesuai umur atau ventilator
mekanik yang akut yang tidak berhubungan dengan penyakit neuromuskuler
atau penggunaan anestesi umum.
d. Jumlah leukosit yang meningkat atau menurun (yang bukan akibat dari
kemoterapi) sesuai umur atau netrofil imatur > 10%.12,13,14
2. Infeksi
Infeksi yaitu suatu kecurigaan atau bukti (dengan kultur positif, pengecatan
jaringan, atau uji PCR) infeksi disebabkan kuman pathogen atau sindrom klinis
yang berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi. Bukti infeksi meliputi
penemuan positif pada pemeriksaan klinis, pencitraan atau test laboratorium
(misalnya sel darah putih pada cairan tubuh yang normal steril, perforasi usus,
foto rongen dada yang menunjukkan adanya pneumonia, ruam ptekiae atau
purpura atau purpura fulminant.12,13,14
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:
a. Darah rutin : Hb, Ht, Lekosit, Trombosit
b. GDS
c. CRP
d. Faktor koagulasi
e. Kultur darah berseri
f. Apusan darah tepi : lekopenia/lekositosis, granula toksik, shift to the left
g. Urinalisis
h. Foto thoraks
i. Asam laktat, BGA, LFT, elektrolit dan EKG. 12,13,14

Dibawah ini merupakan tabel tanda vital khusus sesuai umur dan variable
laboratorium:
Tanda vital dan variable laboratorium (batas bawah untuk HR, jumlah leukosit,
dan tekanan darah sistolik untuk persentil 5 dan bata atas untuk frekuensi jantung,
laju nafas atau hitung leukosit untuk persentil 95)
Heart rate
Kelompok usia

Takikardi
Bradikardi

0 hari-1 minggu
1 minggu
1bulan
1 bulan 1 tahun
2-5 tahun
6- 12 tahun
13- < 18 tahun

> 180
< 100
> 180
< 100
> 180
< 90
> 140
not applicable
> 130
not applicable
>110
not applicable

Laju
nafas

leukosit

(x/menit

(x103/mm3)

tekanan
sitolik
(mmHg)

> 50

> 34

< 65

> 40

> 19,5 atau < 5

< 75

> 34

> 17,5 atau < 5

< 100

> 22

> 15,5 atau < 6

< 94

> 18
> 14

> 13,5 atau <


4,5
> 11 atau < 4,5

< 105
< 117

Sumber: Kumpulan Prosedur Tetap PICU/UGD/HND-NICU, RS.Kariadi, Semarang.


2004

Penatalaksanaan sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut


1. Early Goal Directed Therapy
EGDT meliputi resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kritaloid,
pemberian obat-obatan inotropik, dan atau vasopresor dalam waktu 6 jam
sesuadh diagnosis ditegakkan di UGD sebelum masuk PICU. Resusitasi awal
20 ml/kgBB 5-10 menit, dan dapat diulang beberapa kali sampai lebih dari 60
ml/kgBB dalam waktu 6 jam. Pada syok septik dengan tekanan nadi sangat
sempit, koloid lebih efektif daripada kristaloid.15,16
2. Inotropik/vasopresor/vasodilator
Vasopresor diberikan appabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume,
dan mAP kurang dari normal, diberikan vasopresor. Dopamine merupakan
pilihan pertama. Apabila refrakter terhadap terhdapa pemberian dopamine,

maka dapat diberikan epinefrin atau norepinefrin. Dobutamin diberikan pada


keadaan curah jantung yang rendah. Vasodilator diberikan pada keadaan
tahnan pembuluh darah perifer yang meningkat dengan MAP tinggi sesudah
resusitasi volume dan pemberian inotropik. Nitrovasodilator (nitrogliserin
atau nitropusid) diberikan apabila terjadi curah jantung rendah dan tahanan
pembuluh darah sistemik meningkat disertai syok.15,16
3. Extra corporeal membrane oxygenation (ECMO)
ECMO dilakukan pada syok septik pediatric yang refrakter terhadap terapi
cairan, inotropik, vasopresor, vasodilatasi, dan terapi hormone.15,16
4. Suplemen oksigen
Intubasi endotrakeal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat
bermanfaat pada bayi dan anak dengan sepsis berat atau syok septik, karena
kapasitas residual fungsional yang rendah.15,16
5. Koreksi asidosis
Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi
kebutuhan akan vasopresor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat dan
pH > 7,15 dengan hipoperfusi.15,16
6. Terapi antibiotik
Pemberian antibiotik segera satu jam sesudah diagnosis sepsis ditegakkan dan
pengambilan kultur darah. Pada keadaan dimana focus infeksi tidak jelas,
maka antibiotik harus diberikan pada keadaan penderita yang mengalami
perburukan, status imunologik yang buruk, adanya kateter intravena
berdasarkan kuman penyebabnya dan tes kepekaan.

Prinsip pemulihan

antibiotik tergantung dari berbagai hal antara lain dari: communityacquired


disease atau pola infeksi di wilayah tersebut, pola resistensi kuman, penyakit
penyerta (misal pada penderita dengan imunocompromised), pemberian
infuse atau obat-obatan parenteral dalam kaitanya dengan pola kuman-kuman
nosokomial, dan modifikasi regimen.15,16
Dalam

panduan

internasional

Surviving

Sepsis

Campaign

2008

direkomendasikan untuk memberikan terapi antibiotik empiris sedini


mungkin, dalam waktu satu jam setelah diagnosis syok septik (1B) dan sepsis
berat tanpa syok sepsis (1D). Antimikroba yang diberikan termasuk satu atau

lebih obat yang aktif melawan semua kemungkinan patogen (bakteri) dan
dapat berpenetrasi dalam konsentrasi yang adekuat ke organ yang dicurigai
merupakan sumber infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan yaitu:17
-

Ampisilin 200 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, dikombinasikan


dengan aminoglikosida, garamycin 5-7 mg/kgBB/hari atau amikasin 1520 mg/kgBB/hari iv atau netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari iv dalam 2 dosis

Kombinasi lain adalah ampisilin dengan cefotaxime 100mg/kgBB/hari


intravena dalam 3 dosis. Kombinasi ini lebih disukai apabila terdapat
gangguan fungsi ginjal atau tidak tersedia sarana pengukuran
aminoglikosida.18
Penggunaan antibiotik b-laktam spektrum luas sebagai monoterapi sama

efektifnya dan kurang nefrotoksik dibandingkan dengan kombinasi b- laktam


dan aminoglikosida. Pemilihan antibiotik monoterapi yang digunakan, yaitu
yang dapat mencakup pathogen penyebab yang dicurigai dari fokus infeksi,
memiliki potensi resistensi rendah, dan profil keamanan yang baik. Namun,
monoterapi tidak dapat dipilih sebagai terapi antibiotik empiris secara
universal. Pemilihan antibiotik empiris bergantung pada beberapa faktor,
terkait dengan latar belakang pasien (termasuk intoleransi obat-obatan),
penyakit penyerta, dan pola kuman di lingkungan rumah sakit. Pilihan
rejimen antibiotik inisial harus cukup luas untuk melawan semua
kemungkinan patogen. Penggunaan terapi kombinasi dua antibiotik dapat
memperluas spektrum anti-bakteri, memiliki efek sinergis yang meningkatkan
aktivitas antibakteri, dan mengurangi resistensi bakteri atau superinfeksi.17,18
7. Sumber infeksi
Eradikasi sumber pinfeksi sangat penting, seperti drainase abses, debridement
jaringan nekrosis, alat-alat yang terinfeksi dilepas.17,18
8. Terapi kortikosteroid
Pemberian hidrokortison 50 mg setiap 6 jam dan dikombinasi dengan
fludorcortison 50 g diberikan 7 hari dapat menurunkan angka kematian
absolute sebanyak 15%. Dosis kortikosteroid yang direkomendasikan untuk
syok septik pediatric adalah 1-2 mg/kg berat badan sampai 50 mg/kg untuk
terapi empiris syok septik diikuti dosis yang sama diberikan dalam 24 jam.17,18

9. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)


Transfusi granulosit diberikan pada sepsis neonatus dengan hitung neutrofil <
1500/uL yang diberikan 1-10 ug/kgBB selama 7 hari.17,18
10. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
Mekanisme efek IVIG pada sepsis yaitu sebagai berikut :
a. Netralisasi melalui antibody dengan meningkatkan fungsi bakterisid,
fagositosis, netralisasi endotoksin dan eksotoksin
b. Antagonis reseptor TNF reseptor IL-1 dan reseptor IL-6.
c. Egek sinergis dengan antibiotik laktam melalui efek antibody antilaktamase, transport oksigen, memperbaiki fungsi granulosit dalam
melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki koagulopati
dang gangguan elektrolit.
11. Hemofiltrasi
Transfusi tukar dapat dilakukan untuk mengeluarkan endotoksin bakteri dan
mengatur mediator inflamasi, meningkatkan transport oksigen, memperbaiki
fungsi granulosit dalam melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin,
memperbaiki koagulopati dan gangguan elektrolit.
12. Terapi Suportif
a. Profilaksis Stress Ulcer
Diberikan inhibitor reseptor H2 yaitu ranitidine.
b. Profilaksis Trombosis Vena Dalam
Dosis rendah heparin dianjurkan, kecuali pada penderita yang
mempunyai kontraindikasi nya yaitu trombositpenia berat, koagulopati
berat, perdarah aktif, riwayat perdarahan intraserebral.
c. Pencegahan Hipoglikemia pada sepsis
Balita dengan sepsis mempunyai risiko untuk menderita hipoglikemia,
sehingga perlu diberikan glukosa 4-6 mg.kg berat badan/menit atau
gkujose 10% dalam NaCl 0, 45 dan mempertahankan gula darah dalam
batas normal.
d. Penatalaksanaan Disfungsi Organ

Disfungsi paru

Volume tidal 6-8 ml/kgberat badan, permissive hiperkapnea, dam positif


end expiratory pressure (PEEP) yang optimal untuk mencegah kolaps
alveolus.

Disfungsi saluran cerna

Nutrisi enteral diberikan segera sesudah hemodinamik stabil dalam 1 atau


2 hari dengan tujuan mempertahankan integritas saluran cerna, mencegah
atrofi mukosa saluran cerna dan jaringan limfoid saluran cerna, dan
mempertahankan hormone saluran cerna.

Disfungsi koagulasi

Konsentrat trombosit diberikan pada perdarahan aktif yaitu pada


perdarahan pasca operasi yaitu sebagai berikut :
-

jumlah trombosit 5.000 - 30.000/mm3 dan

jumlah trombosit < 5.000/mm3 tidak tergantung ada atau tidaknya


perdarahan

jumlah tromobit > 50.000/mm3 diperlukan apabila akan dilakukan


tindakan operasi.

Fresh frozen plasma diberikan apabila ada gangguan koagulasi dengan


perdarahan aktif untuk mempertahankan kadar fibrinogen > 1.0 gr/L/
recombinant human APC diberikan pada sepsis berat dengan disfungsi
organ multiple dengan jumlah trombosit > 30.000/mm3. Hemoglobin
dipertahankan dalam batas normal sesuai umur (Hb 10g/dl atau lebih)

Disfungsi renal

Resusitasi

volume

yang

adekuat

dapat

memperbaiki

oliguria.

Hemofiltrasi venous terbukti efektif pada syok septic meningococcuc.


Pemberian dopamine dan diuretik untuk mencegah disfungsi renal belum
terbukti.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Hurtado FJ, Buroni M, Tenzi J. Sepsis: Clinical approach, evidence-based
at the bedside. In: Gallo A, et al, editors. Intensive and Cri! cal Care
Medicine. Springer-Verlag Italia, 2011; p. 299-309.

2. Goldstein B, Giroir B, Randolph A, Members of the International Consensus


Conference on Pediatric Sepsis. International pediatric sepsis consensus
conference: Definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics.
Pediatr Crit Care Med 2010; 6(1): 2-8.
3. Guzman-Cottrill J, Nadel S, Goldstein B. The Systemic Inflammatory
Response Syndrome (SIRS), Sepsis, and Septic Shock. Principles and
Practice of Pediatric Infectious Diseases. 3rd ed. In: Long SS, Pickering LK,
Prober CG; editors. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011.
4. Nguyen B, et al. Severe sepsis and septic shock: Review of the literature and
emergency. Department management guidelines. Annals of Emergency
Medicine. 2010; 48(1): 28-54.
5. Gotz M. Ponhold W. Pneumonia in Children. Dalam Torres A, Woodhead
M. penyunting. Pneumonia European Respiratory Monographs. 1997.
H.226-62.
6. Ostapchuk M, Roberts DM, Haddy R. Community-acquired Pneumonia in
Infants and Children. Am Fam Physician. 2004;70:899-908.
7. Sectish TC, Prober CG. Pneumonia. Dalam Berhman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17.
Philadelphia: WB Saunders, 2004. H. 1432-5.
8. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP.

Prosedur

Tetap

PICU/UGD/HND-PICU. FK UNDIP; Semarang. 2004


9. Budhiarso, Hery. Rasio Imatur/Total neutrofil pada Sediaan Apus Darah
Tepi Sebagai Petanda Dini Sepsis Bakterial Pada Anak . Tesis Program
Pendidikan

Dokter

Spesialis-1

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Diponegoro, Semarang. 2000.


10. Kumar A. Optimizing antimicrobial therapy in sepsis and septic shock. Crit
Care Journal. 2009;25(4):733-51.
11. Levy MM, Fink MP, Marshal JC, Abraham E, Angus D, Cook D, et all.
International Sepsis Definitions Confrence. Crit Care Med. 2009; 31 (4):
1250-6
12. Paterson, R. L., and Webster N. R., Sepsis and Inflamatory Respon
Syndrome dalam Journal of The Royal College of Surgeoons of Edinburgh
2008;p. 178-82
13. Paul M, Leibovici L. Combination antimicrobial treatment versus
monotherapy: the contribution of meta-analyses. Infect Dis Clin North Am.
2009;23(2):277-93.

14. Powell, KR. Sepsis and Shock. In: Kliegman RM, Jenson HB, Marcdante
KJ, Behrman RE. editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 16 th Ed.
Philadelphia: WB Saunders Company; 2000. P.747-51
15. Schexnayder SM. Pediatric Septic Shock. Pediatrics in Review 1999; 20 (9):
303-8
16. Singhi S, Rao DS, Chakrabarti A. Candida colonization and candidemia in a
pediatric intensive care unit. Pediatr Crit Care Med. 2008;9(1):91-5.
17. Sareharto, TP. Sirkulasi Mikro Pada Sepsis. SUB Bagian Pediatri GAwat
Darurat Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP RSUP Dr. Kariadi
Semarang. 2007; p. 1-12.
S, Rivers EP.

18. Trzeciak

Clinical

manifestations

of

disordered

microcirculatory perfusion in severe sepsis. Critical Care 2005, 9(suppl


4):S20-S26.

Anda mungkin juga menyukai