Anda di halaman 1dari 48

HALAMAN PENGESAHAN

NAMA

: R. PRIND JATI PRAKASA

NIM

: H2A010042

FAKULTAS

: KEDOKTERAN UMUM

UNIVERSITAS

: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

BIDANG PENDIDIKAN

: ILMU PENYAKIT DALAM

PEMBIMBING

: DR. PRAHASTYA M.SC, SP.PD

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal

Januari 2016

Pembimbing

dr. Prahastya M.Sc, Sp.PD

Daftar Masalah
No.
1.

Masalah aktif
Ingin sunat

Tanggal
29/12/201

2.

Hemofilia A

5
29/12/201
5

No.
1.
2.

Masalah pasif
Kesan ekonomi kurang

Tanggal
29/12/201

Riwayat hemofilia keluarga

5
29/12/201
5

BAB I
CATATAN MEDIS
I

IDENTITAS PENDERITA
a Nama
b Usia
c Jenis kelamin
d Agama
e Alamat
f Pekerjaan
g Pendidikan terakhir
h No. RM
i Tgl Masuk RS
j Tgl Keluar RS
k Ruang/Bed/Kelas

: Tn. Kharisma Agus Tiaji


: 17 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Pemalang
: Pelajar SMA
: SMP
: 49-22-61
: 29 12 2015
: 3 01 2016
: Dahlia 2 / 2.10 / 3

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 1 Januari 2016
pada pukul 09.00 WIB
a Keluhan utama: ingin sunat
b RPS :
Pasien datang ke Poli Dalam RSUD Tugurejo dengan keluhan ingin sunat
karena pasien telah berusia 17 tahun. Pasien mengatakan ingin sunat karena
memiliki penyakit kelainan darah, apabila kelelahan timbul memar-meamar dan
sulit hilang serta susah sembuh apabila luka sehingga sunat pasien ditunda dari
dahulu. Keluhan lain saat ini, memar-memar (-), terdapat luka (-), letih dan lesu
(+), nyeri saat BAK (-), demam (-), nyeri perut bawah (-), nyeri pinggang (-)
c

RPD :
- Riwayat Keluhan yang sama

: Diakui, sejak kecil pasien mengatakan

mudah memar-memar apabila kelelahan, sulit sembuh apabila terluka.


Setahun yang lalu dibawa berobat di RS Pemalang, namun di rujuk ke RS
3

Karyadi. Di RS Karyadi pasien didiagnosa hemofilia. Semenjak saat itu


maksimal sebulan sekali kontrol di RS Pemalang untuk suntik pengobatan
hemofilia, atau pasien minta suntik apabila sedang terdapat keluhan memar-

memar.
Riwayat DM
Riwayat Hipertensi
Riwayat Penyakit Jantung
Riwayat Asma
Riwayat TB
Riwayat Alergi
Riwayat rawat inap

: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Diakui, sering sebulan sekali suntik

pengobatan hemofilia atau apabila pasien mengeluh memar-memar karena


kelelahan pasien sering rawat inap di RS Pemalang untuk suntik hemofilia.
d RPK :
- Riwayat Keluhan yang sama
e

: Diakui pada adik pasien, terdiagnosa

hemofilia setahun yang lalu di RS Karyadi


Riwayat DM
: Disangkal
Riwayat Hipertensi
: Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung
: Disangkal
Riwayat Asma
: Disangkal
Riwayat TB
: Disangkal
Riwayat Alergi
: Disangkal

Riwayat Pribadi Sosial Ekonomi :


- Pasien merupakan seorang Pelajar SMA kelas 11, ayah dan ibu pasien beerja
sebagai buruh pabrik. Tinggal bersama kedua orang tuanya dan kedua
adiknya. Riwayat sering lemah, lesu, dan memar diakui sehingga pasien
membatasi aktifitas fisiknya. Asuransi kesehatan menggunakan BPJS PBI.
Kesan ekonomi kurang.

Anamnesis Sistem
Sistem respirasi

: Sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-), tidur


mendengkur(-).

Sistem kardiovaskuler

: Sesak nafas saat beraktivitas (-), sesak saat


4

posisi tidur berbaring (-), nyeri dada (-),


berdebar-debar (-), keringat dingin (-)
Sistem gastrointestinal

: Mual (-), muntah (-), perut mules (-),


BAB hitam (-), nyeri ulu hati (-), nyeri perut (-),
nafsu makan menurun (-), BB turun (-).

Sistem muskuloskeletal

: kedua kaki bengkak (-), nyeri otot (-),


nyeri sendi (-), kaku otot (-), lemas (-)

Sistem genitourinaria

: Sering kencing (-), nyeri saat kencing(-),


keluar darah (-), sulit memulai kencing (-),
warna kencing kuning jernih (-),
anyang-anyangan (-), berwarna seperti teh (-).

Sistem neuropsikiatri

: Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-),


mengigau (-), emosi tidak stabil (-), pusing (-)

Sistem Integumentum

: Kulit kuning (-), kemerahan (-), kebiruan (-)


pucat (-), gatal (-), bercak merah di punggung,
tangan dan kaki (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 1 Desember 2016 pukul 09.30 WIB
A. Keadaan Umum
B. Kesadaran
C. Status Gizi
BB
TB
Status gizi
D. Tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Respiratory rate
Suhu
E. Status Internus

: Baik
: Compos mentis
: 38 kg
: 155 cm
: 15,8 (underweight)
: 106/63 mmHg
: 82 x/menit, reguler (isi dan tegangan cukup)
: 20 x/menit, irama reguler
: 36,8oC (aksiler)

Kepala

: normochepal, rambut merata (+), rambut rontok (-)

Mata

: konjungtiva palpebra anemis (- / -), sklera ikterik (-/-), pupil


isokor (3 mm/3 mm) , reflek pupil : direct (+/+), indirect (+/+).

Hidung

: napas cuping hidung (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), sekret (-),
septum deviasi (-), konka : hiperemis (-) dan deformitas (-).

Mulut

: sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil ( T1/T1), hiperemis (-),


kripte melebar (-), gigi karies (-).

Telinga

: sekret (-/-), serumen (-/-), laserasi (-/-)

Leher

: JPV normal, tiroid (-/-), pembesaran kelenjar getah bening (-/-)


penggunaan otot bantu pernafasan (-)

Thoraks
Jantung
-

Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palapsi

: ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikula sinistra


pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium (-)

Perkusi

Kanan atas: SIC II Linea Para Sternalis Dextra

Kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra

Kiri atas: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra

Kiri bawah: SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra


-

kesan : konfigurasi jantung normal


6

Auskultasi

: Suara jantung murni: Suara I dan Suara II reguler.


Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-)

Pulmo
PULMO

DEXTRA

SINISTRA

Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak

Normochest
Simetris

Simetris

Warna

Sama dengan warna sekitar.

Sama dengan warna sekitar.

ICS
2. Palpasi

Normal

Normal

Tidak ada nyeri tekan


Tidak ada

Tidak ada nyeri tekan


Tidak ada

sonor seluruh lapang paru

sonor seluruh lapang paru

Vesikuler

Vesikuler

Sama dengan warna sekitar

Sama dengan warna sekitar

(-)
Normal

(-)
normal

sonor seluruh lapang paru

sonor seluruh lapang paru

Nyeri tekan
Emfisema fremitus
3. Perkusi
4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan

Wheezing

Ronki kasar

RBH
Stridor

Belakang
1. Inspeksi
Warna
2. Palpasi
Nyeri tekan
Stem Fremitus
3.

Perkusi
Lapang paru
4. Auskultasi

Suara dasar
Suara tambahan
Wheezing
RBH

Vesikuler

Vesikuler

Stridor

Abdomen
-

Inspeksi

: bentuk rata, permukaan datar, massa (-), skar (-), jejas

(-), caput medusa (-), spider nevi (-)


-

Auskultasi

: bising usus (+) , 18x/ menit

Perkusi

: sonor seluruh lapangan abdomen (+)

Palpasi

: nyeri seluruh lapangan abdomen (-), benjolan (-), palasi

liver (+) normal teraba 2 cm di bawah arcus costae, palpasi lien (-)
Ekstremitas
SUPERIOR

INFERIOR

Akral hangat

+/+

+/+

Oedem

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

CRT

<2 / <2

<2/<2

Eritem

-/-

-/-

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
Darah rutin pada tanggal 30/12/2015
8

Pemeriksaan
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW
Eosinofil absolute
Basofil absolute
Neutrofil absolute
Limfosit absolute
Monosit absolute
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit

Nilai Normal
4.5 12.5
4.4 5.9
13.2 17.9
40 52
80 100
26 34
32 36
140 332
11.5 14.5
0.045 0.44
0 0.2
1.8 8
0.9 5.2
0.16 1
24
01
50 70
25 40
28

Kimia klinik pada tanggal 30/12/2015

Pemeriksaan
Kalium
Natrium
Clorida
Asam Urat
Ureum
Creatinin

Hasil
6.40
4.73
12.90 L
37.60 L
79.50 L
27.30
34.30
339
13.50
0.17
0.01
3.73
1.98
0.51
2.70
0.20
58.20
30.90
8.00

Hasil
3.90
130 L
104
6.6
13.0
0.61 L

Nilai Normal
3.5 5.0
135 145
95.0 105
4.3 7.0
10.0 50.0
0.70 1.10

Coagulasi pada tanggal 30/12/2015

Pemeriksaan
PPT
APPT

Hasil
10.40
87.80 H

Nilai Normal
11.6 (9.3 12.7)
24.0 (21.0 28.4)
9

Hematologi EDTA pada tanggal 31/12/2015

Pemeriksaan
Waktu Pembekuan
Waktu Perdarahan

Nilai Normal
2 8
1 3

Hematologi pada tanggal 11/09/2014 (RS. Karyadi)

Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCH
MCV
MCHC
Leukosit
Trombosit
RDW
MPV

Hasil
9 15
2 45

Hasil
12.0 L
34.0 L
4.28 L
27.9
79.5
35.1
7.03
291
11.8
6.90

Nilai Normal
13.00 14.00
40 -54
4.4 5.9
27.00 32.00
76 96
29.00 36.00
3.8 10.6
150 400
11.60 14.80
4.00 11.00

Koagulasi pada tanggal 11/09/2014 (RS. Karyadi)

Pemeriksaan
Faktor VIII

Hasil
<1L

Nilai Normal
70 150

10

EKG pada tanggal 30/12/2015

Pembacaan EKG
1. Irama
2. Frekwensi
3. Axis
4. Zona Transisi
5. Gelombang P
6. PR interval
7. Kompleks QRS
8. Segmen ST
9. Gelombang T
10. Gelombang U

: Sinus Regular
: 1500 : 19 = 78,94 (normal)
: V1 (+), aVF (+), normoaxis
: V2 counter clockwise rotation
: 0,1mV, 0.12 normal
: 0.2 normal
: 0.12 normal
: normal isoelektrik
: normal
: (-) normal
11

Kesan EKG normal

VII.

Daftar Abnormalitas
Anamnesis
1. Pasien ingin sunat
2. Memar bila lelah
3. Susah sembuh bila

Pemeriksaan Fisik
9. IMT 15,8

Px Penunjang
10. Hemoglobin 12.90 L
11. hematokrit 37.60 L
12. MCV 79.50 L

luka
4. Letih (+)
5. Lesu (+)
6. Riwayat diagnosa

13. Natrium 130 L


14. Creatinin 0.61 L
15. APPT 87.80 H

hemofilia (+)
7. Riwayat

16. Faktor VIII <1 L

pengobatan hemofilia

(11/09/14 RSDK)

(+) tiap bulan


8. Adik pasien
hemofilia (+)
VIII. Analisis Masalah

IX.

a. 2, 3, 6, 7, 8, 15, 16

hemofilia A

b. 1

Rencana circumsisi

c. 9

underweight

Rencana Pemecahan Masalah


1) Hemofilia A
a. Ass. Etiologi :

Kelainan produksi faktor VIII

Genetika

b. Ass. Faktor Risiko :

Saudara penderita hemofilia

c. Ass. Komplikasi :
12

Timbulnya inhibitor

Kerusakan sendi

Infeksi hematologi

Ip Dx :
-

Darah rutin (Trombosit), Uji faktor VIII dan IX, PPT, APPT, waktu
pembekuan, waktu perdarahan

Ip Tx Medika Mentosa :
-

Infus RL 20 tpm

Injeksi
-

Konsentrat factor VIII (Inj Aafact)

Ip Mx :

Keadaan umum & vital sign

Perdarahan aktif

Batasi aktivitas fisik

Hindari cedera fisik

Hindari obat aspirin

Segera obati bila terdapat perdarahan

Ip Ex :

2) Rencana sirkumsisi
a. Ass. Etiologi :

Hemofilia A

b. Ass. Faktor Risiko : c. Ass. Komplikasi : -

Ip Dx : 13

Ip Tx Medika Mentosa :
-

Konsul Sp.B

Usul pro circumsisi

Ip Mx :

Keadaan umum & vital sign

Batasi aktivitas fisik

Hindari cedera fisik

Ip Ex :

3) Underweight
a. Ass. Etiologi :

Gizi kurang

b. Ass. Faktor Risiko :

Kesan ekonomi buruk

Lifestyle

c. Ass. Komplikasi : Ip Dx : Ip Tx Medika Mentosa :

Konsul Gizi

Ip Mx :

Berat Badan

Tinggi Badan

IMT

Cukupi kebutuhan nutrisi

Ip Ex :

X.

PROGRESS NOTE
14

Tanggal

Selasa, 29 Desember 2015

Pasien ingin sunat, riwayat hemofilia (+)

KU : baik
Kesadaran : CM
TD 106/63 mmHg
HR : 66 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,7 oC

A
Hemofilia A rencana circumsisi

P
Infus
-

Infus RL 20 tpm

Injeksi
-

Inj Aafact I pre circumsisi

Inj Aafact II 2 jam post


circumsisi

Inj Aafact III 24 jam post


circumsisi

Konsul Sp.B
Cek lab DR, elektrolit (Na, Cl, K), Asam Urat, Ureum Kreatinin,
Coagulasi (PPT APPT)

Tanggal

Rabu, 30 Desember 2015


15

S
O

Pasien ingin sunat, riwayat hemofilia (+)


KU : baik
Kesadaran : CM
TD 103/59 mmHg
HR : 72 x/menit
RR : 18 x/menit
T : 36,7 oC
Hasil Darah rutin
Pemeriksaan
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit

Hasil
6.40
4.73
12.90 L
37.60 L
79.50 L
27.30
34.30
339

Nilai Normal
4.5 12.5
4.4 5.9
13.2 17.9
40 52
80 100
26 34
32 36
140 332

Hasil
3.90
130 L
104
6.6
13.0
0.61 L

Nilai Normal
3.5 5.0
135 145
95.0 105
4.3 7.0
10.0 50.0
0.70 1.10

Kimia klinik
Pemeriksaan
Kalium
Natrium
Clorida
Asam Urat
Ureum
Creatinin

16

Coagulasi
Pemeriksaan
PPT
APPT

Hasil
10.40
87.80 H

Nilai Normal
11.6 (9.3 12.7)
24.0 (21.0 28.4)

Hemofilia A rencana circumsisi

Infus
-

Infus RL 20 tpm

Injeksi
-

Inj Aafact I pre circumsisi (hari


ini)

Inj Aafact II 2 jam post


circumsisi

Inj Aafact III 24 jam post


circumsisi

Konsul Sp.B pro circumsisi


Konsul Sp.An saran anestesi local
Lab Hematologi (waktu pembekuan dan waktu perdarahan)

Tanggal

kamis, 31 Desember 2015

Pasien ingin sunat, riwayat hemofilia (+), post injeksi Aafact I


17

KU : baik
Kesadaran : CM
TD 113/65 mmHg
HR : 68 x/menit
RR : 19 x/menit
T : 36,7 oC
Hematologi
Pemeriksaan
Waktu Pembekuan
Waktu Perdarahan

Hasil
9 15
2 45

Nilai Normal
2 8
1 3

A
Hemofilia A rencana circumsisi
P
Infus
-

Infus RL 20 tpm

Injeksi
-

Inj Aafact II 2 jam post


circumsisi

Inj Aafact III 24 jam post


circumsisi

Konsul Sp.B pro circumsisi hari ini


Konsul Sp.An saran anestesi local
Tanggal

Jumat, 1 Januari 2016

Pasien ingin sunat, riwayat hemofilia (+), post injeksi Aafact I


18

O
KU : baik
Kesadaran : CM
TD 106/59 mmHg
HR : 69 x/menit
RR : 19 x/menit
T : 36,7 oC
A
P

Hemofilia A, post circumsisi H 0


Infus
-

Infus RL 20 tpm

Injeksi
-

Inj Aafact II 2 jam post


circumsisi (hari ini)

Inj Aafact III 24 jam post


circumsisi
Sp.B

Inj. Ketorolac 3 x 30mg

As. Tranexamat 3 x 500mg

Cefotaxim 2 x 1000mg

GB/hari

Tanggal

Sabtu, 2 Januari 2016

Pasien ingin sunat, riwayat hemofilia (+), post injeksi Aafact II,
19

nyeri bekas operasi (+)


O

KU : baik
Kesadaran : CM
TD 111/68 mmHg
HR : 70 x/menit
RR : 19 x/menit
T : 36,7 oC

Hemofilia A, post circumsisi H 1


Infus
A

Infus RL 20 tpm

Injeksi
P

Inj Aafact III 24 jam post


circumsisi (hari ini)
Sp.B

Inj. Ketorolac 3 x 30mg

As. Tranexamat 3 x 500mg

Cefotaxim 2 x 1000mg

GB/hari
R/BLPL besok

Tanggal

Minggu, 3 Januari 2016

Pasien ingin sunat, riwayat hemofilia (+), post injeksi Aafact III,
nyeri bekas operasi (+) berkurang
20

O
KU : baik
Kesadaran : CM
TD 105/67 mmHg
HR : 67 x/menit
RR : 19 x/menit
T : 36,7 oC

Hemofilia A, post circumsisi H 2


A

Infus
-

Infus RL 20 tpm

Injeksi
P

Inj. Ketorolac 3 x 30mg

As. Tranexamat 3 x 500mg

Cefotaxim 2 x 1000mg

BLPL hari ini

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

21

HEMOFILIA
A. DEFINISI
Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah bawaan yang
pertama dikenal dan sudah banyak diketahui sejak tahun 1911. Pada waktu itu penyakit
hemofilia sudah diketahui sebagai akibat gangguan pembekuan darah bawaan laki-laki
yang diturunkan seorang wanita sehat.

B. EPIDEMIOLOGI
Laporan dari badan dunia menyebutkan insidensi hemofilia A berkisar
antara 1 kasus/5000 laki-laki, dan diperkirakan 1/3 diantaranya tidak didapatkan
riwayat keluarga dengan hemofilia. Hemofilia B berkisar antara 1 kasus/25.000 lakilaki, merupakan dari seluruh kasus hemofilia.
Insidensi hemofilia A di Eropa dan Amerika Utara berkisar antara 1 kasus
diantara 5000 bayi laki-laki yang lahir hidup. Insidensi hemofilia B berkisar antara 1
kasus diantara 30.000 bayi laki-laki yang lahir hidup. Di Amerika Serikat prevalensi
hemofilia A berkisar antara 20,6 kasus diantara 100.000 laki-laki dan 60% diantaranya
berat. Sedangkan untuk hemofilia B berkisar antara 5,3 kasus/100.000 laki-laki, 44%
diantaranya berat.
Sementara itu menurut Rebecca Elstrom (2002) dari University of Pennsylvania
Medical Center Philadelphia, insidensi hemofilia A pada pria adalah 1 : 5.000, dan
insidensi hemofilia B berkisar 1 : 32.000 pria. ,
Sedangkan untuk hemofilia C prevalensi tertinggi diderita orang-orang
Ashkenazi Jews (di Israel, diperkirakan sekitar 8%). Di Inggris, 383 pasien menderita
hemofilia C dari sekitar 59 orang penduduk. Di Perancis terdapat 39 penderita diantara
290.000 penduduk.
Prevalensi hemofilia terendah pada orang Cina. Sedangkan jika ditinjau dari
jenis kelamin, karena hemofilia dikaitkan dengan sex-linked koagulopati yang berkaitan
22

dengan X-linked;

maka prialah yang terkena, wanita hanya menjadi karier yang

berkaitan dengan gennya dan biasanya tidak didapatkan adanya manifestasi gangguan
perdarahan.

C. ETIOLOGI
Hemofilia A dan hemofilia B disebabkan oleh kerusakan pada pasangan
kromosom. Defek genetik ini berpengaruh pada produksi dan fungsi dari faktor
pembekuan. Semakin sedikit faktor pembekuan tersebut maka semakin berat derajat
hemofili yang diderita. Hemofilia A disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor VIII,
sedangkan hemofilia B disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor IX.
Meskipun hemofilia merupakan penyakit genetik, hemofilia dapat timbul secara
spontan ketika kromosom yang normal mengalami abnormalitas (mutasi) yang
berpengaruh pada gen untuk faktor pembekuan VIII atau IX. Anak yang mewarisi
mutasi tersebut dapat lahir dengan hemofilia atau dapat juga hanya sebagai carrier.
Sementara itu untuk hemofilia C disebabkan defisiensi kongenital faktor XI yang
disebabkan mutasi gen faktor XI. Hal ini dapat terlihat dari 6 orang Ashkenazi Jewish,
dimana pada pasien hemofilia C tersebut terlihat adanya mutasi gen faktor XI. Akibat
dari mutasi ini terjadi kegagalan produksi protein aktif yang berkaitan dengan disfungsi
molekul faktor pembekuan.

D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme pembekuan normal pada dasarnya dibagi 3 jalur yaitu :

23

1. Jalur intrinsik, jalur ini dimulai aktivasi F XII sampai terbentuk F X aktif.
2. Jalur ekstrinsik, jalur ini mulai aktivasi F VII sampai terbentuk F X aktif.
3. Jalur bersama (common pathway), jalur ini dimulai dari aktivasi F X sampai
terbentuknya fibrin yang stabil.

Faktor XII

Tromboplastin

Faktor XI

jaringan

Faktor IX

Faktor VII

Faktor trombosit 3

Faktor X
Intrinsik

Faktor V

Ekstrinsik

Faktor IV

24

Protrombin

Trombin

Bagan. Sistem pembekuan intrinsik dan ekstrinsik.

Semua faktor yang diperlukan dalam sistem pembekuan intrinsik terdapat dalam
darah dalam bentuk inaktif, sedangkan sistem ekstrinsik bergantung kepada suatu
lipoprotein, tromboplastin, atau faktor III, yang dilepaskan dari dalam sel yang rusak
dan hanya memerlukan sebagian faktor pembekuan dari sistem intrinsik. Tromboplastin
jaringan mempunyai dua komponen aktif, suatu enzim yang mengakibatkan faktor VII
dan suatu fosfolipid. Sistem pembekuan ekstrinsik dapat pula bekerja di dalam
pembuluh darah, karena endotelnya mengandung tromboplastin jaringan. Sistem
pembkuan intrinsik mula-mula dipicu melalui aktifasi faktor XII (Hageman) antara lain
oleh sejumlah kecil tromboplastin jaringan, faktor trombosit (PF3) atau serabut kolagen,
sedangkan dalam tabung reaksi sentuhan pada permukaan asing (gelas). Faktor XIIa
(aktif) kemudian mengubah faktor XI menjadi bentuk aktifnya (XIa) dan selanjutnya
mengubah faktor IX (PTC) menjadi faktor Ixa. Faktor IXa ini bergabung dengan faktor
VIIIa (AHG yang diaktifkan oleh trombin) dan bersama-sama akan mengaktifkan faktor
X dengan adanya fosfolipid dan ion Ca+++. Kemudian faktor Xa mengubah protrombin
menjadi trombin dan ini akan mengubah fibrinogen menjadi fibri monomer yang labil
dan akhirnya oleh faktor XIII dan trombin diubahj menjadi fibrin polimer yang stabil.

25

Jalur intrinsik

Jalur ekstrinsik

PK
HMWK

XII

XIIa
26

XI

XIa

IX

Tissue factor

IXa

VIIa

VIII

Ca

VII

PG
Ca

Xa
V
Pf

Fibrinogen

3
Ca

27

Protrombin

Trombin
Fibrin

Faktor VIII adalah glikoprotein yang dibentuk di sel sinusoidal hati. Produksi
FVIII dikode oleh gen yang terletak pada kromosom X. di dalam sirkulasi FVIII akan
membentuk kompleks dengan faktor von Willebrand. Faktor von Willibrand adalah
protein berat molekul besar yang dibentuk di sel endotel dan megakariosit. Fungsinya
sebagai protein pembawa FVIII dan melindunginya dari degradasi proteolisis. Di
samping itu faktor von Willebrand juga berperan pada proses adhesi trombosit. Faktor
VIII berfungsi pada jalur intrinsik sistem koagulasi yaitu sebagai kofaktor untuk F IXa
dalam proses aktivasi F X (lihat skema koagulasi). Pada orang normal aktifitas faktor
VIII berkisar antara 50-150%. Pada hemofilia A, aktifitas F VIII rendah. faktor VIII
termasuk protein fase akut yaitu protein yang kadarnya meningkat jika terdapat
kerusakan jaringan, peradangan, dan infeksi. Kadar F VIII yang tinggi merupakan faktor
resiko trombosis. Faktor IX adalah faktor pembekuan yang dibentuk di hati dan
memerlukan vitamin K untuk proses pembuatannya. Jika tidak tersedia cukup vitamin K
atau ada antagonis vitamin K, maka yang terbentuk adalah protein yang mirip F IX
tetapi tidak dapat berfungsi. Gen yang mengatur sintesis F IX juga terletak pada
kromosom X. Faktor IX berfungsi pada jalur intrinsik sistem koagulasi yaitu
mengaktifkan faktor X menjadi Xa (lihat skema koagulasi). Nilai rujukan aktifitas F IX
berkisar 50-150%. Aktifitas F IX rendah dijumpai pada hemofilia A, defisiensi vitamin
K, antikoagulan oral, penyakit hati.

E. MANIFESTASI KLINIS

28

Beratnya perdarahan pada seorang penderita hemofilia ditentukan oleh kadar F


VIII C di dalam plasma. Berdasarkan kadar FVIII C dan klinik, hemofilia dibagi 4
golongan : ,,
a.

Hemofilia berat : kadar F VIII C di dalam plasma 0-2%


Perdarahan spontan sering terjadi. Perdarahan pada sendi-sendi (hemarthrosis)
sering terjadi. Perdarahan karena luka atau trauma dapat mengancam jiwa.

b.

Hemofilia sedang: kadar F VIII C di dalam plasma 3-5%


Perdarahan serius biasanya terjadi bila ada trauma. Hemarthrosis dapat terjadi
walaupun jarang dan akalu ada biasanya tanpa cacat.

c.

Hemofilia ringan : kadar F VIII C di dalam plasma berkisar antara 6-25%


Perdarahan spontan biasanya tidak terjadi. Hemarthrosis tidak ditemukan.
Perdarahan biasanya ditemukan sewaktu operasi berat, atau trauma.

d.

Sub hemofilia
Beberapa penulis menyamakannya dengan karier hemofilia. Kadar F VIII C 26-50%.
Biasanya tidak disertai gejala perdarahan. Gejala mungkin terjadi sesudah suatu
operasi besar dan lama.
Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis yaitu perdarahan ke
dalam ruang sinovia sendi, misalnya pada sendi lutut. Persendian besar lainnya seperti
lengan dan bahu juga dapat terkena. Perdarahan ini bisa dimulai dengan luka kecil atau
spontan dalam sendi. Darah berasal dari pembuluh darah sinovia, mengalir dengan cepat
mengisi ruangan sendi. Penderita dapat merasakan permulaan timbulnya perdarahan
pada sendi ini karena ada rasa panas. Akibat perdarahan, timbul rasa sakit yang hebat,
menetap disertai engan spasme otot, dan gerakan sendi yang terbatas. Karena
perdarahan berlanjut, tekanan di dalam ruangan sendi terus meningkat dan
menyebabkan iskemia sinovia dan pembuluh-pembuluh darah kondral. Keadaan ini
merupakan permulaan kerusakan sendi yang permanen.
Akibat perdarahan yang berulang pada sendi yang sama, sering terjadi
peradangan dan penebalan jaringan sinovia, kemudian terjadi atropi otot. Keadaan
kontraksi sendi yang stabil ini merupakan predisposisi kerusakan selanjutnya. Akhirnya
29

kartilago dan substansi tulang hilang. Kista tulang dan kontraktus yang permanen
menyebabkan hilangnya gerakan sendi. Bisa juga terjadi hipertrofi karena radang
sinovia kronik dan menghasilkan pembengkakan sendi yang persisten tanpa disertai
nyeri yang nyata.
Selain hemarthrosis, ada sebuah fenomena perdarahan yang terlambat (delayed
bleeding) yang juga merupakan gejala khas dari hemofilia A. Peristiwa ini biasanya
ditemukan sesudah tindakan ekstraksi gigi. Pada permulaan perdarahan berhenti dan
sesudah beberapa jam sampai beberapa hari kemudian, perdarahan timbul kembali. Hal
ini dapat diterangkan, pada permulaan trombosit dan pembuluh darah dapat
menghentikan perdarahan untuk sementara, tetapi karena jaringan fibrin tidak ada atau
kurang terbentuk untuk menutup luka maka timbul perdarahan kembali. ,
Perdarahan bawah kulit atau di dalam otot juga merupakan manifestasi hemofilia
yang paling umum. Lesi ini biasanya dimulai sebagai akibat trauma dan menyebar
mengenai satu daerah yang luas dan sering tanpa ada perbedaan warna kulit diatasnya.
Perdarahan jaringan lunak di daerah leher karena trauma kecil bisa menyebabkan
komplikasi yang serius karena jalan napas bisa tertekan; dan bahkan menyebabkan
kematian. Perdarahan di bawah leher ini dapat terjadi sesudah anestesi mandibular,
punksi vena jugular. ,
Pada penderita hemofili C, pada pemeriksaan fisik biasanya normal kecuali jika
terjadi manifestasi perdarahan. Pada beberapa tempat dapat terjadi memar-memar.
Pasien juga kadang mengeluhkan demam, kelemahan, dan takikardia jika terjadi
perdarahan yang masif.

F. PEMERIKSAAN
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita hemofilia A, B
dan C, diantaranya : ,
1. Pemeriksaan laboratorium :
30

Derajat berat ringannya hemofilia didasarkan pada konsentrasi FVIII atau FIX di
dalam plasma.
o Kadar beberapa faktor tersebut berlawanan dengan kadar dalam plasma dari
orang normal yang diperkirakan mencapai 100-150%
o Usia, kehamilan, kontrasepsi dan pemberian terapi estrogen juga dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya faktor-faktor tersebut.
o Pada neonatus yang lahir prematur, kadar FIX lebih rendah 20-50% dari
kadar normal, dan akan kembali normal setelah jangka waktu 6 bulan.
sedangkan FVIII normal selama periode tersebut.

Defisiensi protein pada hemofilia A dan hemofilia B menyebabkan terjadinya


abnormalitas dari whole blood clotting times, prothrombin time (PT), dan
aktifitas partial thromboplastin times (aPTT).

Konfirmasi laboratorium untuk penghambat FVIII atau FIX secara klinis


merupakan hal yang penting kalau perdarahan tidak dapat dikontrol setelah
diberikan infus faktor konsentrat yang adekuat selama episode perdarahan.
o Untuk penghambat autoantibody dan alloantibody, akan terjadi perpanjangan
aPTT setelah pemberian plasma dalam jangka aktu 1-2 jam.
o Kalau tidak terkoreksi perpanjangan aPTT, digunakan metode Bethesda
dengan cara titrasi untuk mengetahui konsentrat bilogis faktor penghambat.
Secara konvensional didapatkan lebih dari 0,6 BU untuk menunjukkan faktor
penghambat yang positif, titer kurang dari 5 BU menunjukkan titer inhibitor
yang rendah, dan titer lebih dari 10 BU menunjukkan titer yang tinggi.

Sedangkan pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk mengetahui adanya


hemofilia C antara lain :
o CBC
o Kadar faktor XI
o Pengukuran faktor VIII, von Willebrand factor

31

o Prothrombin time (PT), aPTT, and thrombin time (TT) : aPTT memanjang
jika terjadi defisiensi faktor XI, dimana PT dan TT normal. Pengukuran
spesifik aktifitas faktor XI sangat diperlukan untuk konfirmasi diagnosis.
Selain itu juga diperlukan pengukuran faktor pembekuan lainnya serta fungsi
platelet untuk mengetahui adanya kombinasi herediter dari defisiensi XI dan
faktor-faktor lainnya.
2. Pemeriksaan pencitraan :

Hipertropi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis, dan kerusakan kartilago yang


progresif dengan terbentuknya bone kista dapat diperlihatkan dengan film
konvensional, terutama terdapat pada pasien yang tidak diobati atau diobati
dengan tidak adekuat atau jika sering terjadi perdarahan sendi yang berulang.

Pemeriksaan Ultrasonography digunakan untuk evaluasi sendi yang berkaitan


dengan efusi akut atau kronik. Namun tehnik ini tidak didapat digunakan untuk
evaluasi tulang atau kartilago.

MRI digunakan untuk evaluasi kartilago, sinovial dan hubungan antara sendi.

Sedangkan untuk hemofilia C tidak satupun pemeriksaan pencitraan (raadiologi)


yang diperlukan dalam konfirmasi diagnosis defisiensi faktor XI. Namun
demikian, pemeriksaan radiologis dapat dilakukan untuk mengevaluasi
perdarahan saat dilakukan tindakan terapi terhadap perdarahan pada tempattempat tertentu.

3. Pemeriksaan histologis
Perdarahan sendi yang berulang dengan pemeriksaan histologis akan
memperlihatkan adanya hipertropi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis dan
kerusakan dari kartilago. Ada beberapa tahapan yang terlihat dari pemeriksaan
histologis untuk menunjukkan adanya artropati hemofilia yang dimulai dengan
adanya edema intraartikular dan periartikular; terjadinya erosi yang luas dari
32

kartilago yang menyebabkan hubungan antara sendi menghilang, terjadi fusi dari
sendi, dan pembentukan fibrosis dan kapsul sendi.
Analisis genetik pada hemofilia C digunakan untuk mengetahui adanya
mutasi dari gen faktor XI yang menyebabkan terjadinya defisiensi.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran klinik
dan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat
perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan
penyaring hemostasis yang terdiri atas hitung trombosit, uji pembendungan, masa
perdarahan, PT (prothrombin time masa protrombin plasma), APTT (activated partial
thromboplastin time masa tromboplastin parsial teraktivasi) dan TT (thrombin time
masa trombin). Pada hemofilia A atau B akan dijumpai pemanjangan APTT sedangkan
pemeriksaan hemostasis lain yaitu hitung trombosit, uji pembendungan, masa
perdarahan, PT dan Ttdalam batas normal. Pemanjangan APTT dengan PT yang normal
menunjukkan adanya gangguan pada jalut intrinsik sistem pembekuan darah. Faktor
VIII dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga defisiensi salah satu faktor
pembekuan ini akan mengakibatkan pemanjangan APTT yaitu tes yang menguji jalur
intrinsik sistem pembekuan darah.

H. DIAGNOSA BANDING
Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan mana yang
kurang dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test) atau dengan
diferensial APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan aktivitas masing-masing
faktor. Untuk mengetahui aktifitas F VIII dan IX perlu dilakukan assay F VIII dan IX.
Pada hemofilia A aktifitas F VIII rendah sedang pada hemofilia B aktifitas F IX rendah.

33

Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan dari
penyakit von Willebrand, karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktifitas F VIII
yang rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi
faktor von Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang maka F VIII juga akan
berkurang, karena tidak ada yang melindunginya dari degradasi proteolitik. Disamping
itu defisiensi faktor von Willebrand juga akan menyebabkan masa perdarahan
memanjang karena proses adhesi trombosit terganggu. Pada penyakit von Willebrand
hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan pemanjangan masa perdarahan aPTT,
aPTT bisa normal atau memanjang dan aktifitas F VIII bisa normal atau rendah.
Disamping itu akan ditemukan kadar serta fungsi faktor von Willebrand yang rendah.
Sebaliknya pada hemofilia A akan dijumpai masa perdarahan normal, kadar dan fungsi
von Willebrand juga normal.

I. KOMPLIKASI
Sebelum penggunaan terapi pengganti diketahui, pasien dengan hemofilia berat
A dan B, memiliki kesempatan hidup yang pendek dan kualitas hidup yang rendah
berkaitan dengan terjadinya artropati hemofilia. Beberapa komplikasi yang sering terjadi
antara lain : ,

Komplikasi virus yang timbul antara lain infeksi HIV. Kematian pertama kali
dilaporkan tahun 1980 yang berkaitan dengan hemofilia dan HIV. Rata-rata
serokonversi lebih dari 75% untuk penyakit yang berat, 46% untuk yang moderat,
dan 25% untuk penyakit yang ringan. Pada kasus hemofilia berat, serkonversi yang
diobservasi rata-rata 46%. Di Amerika Serikat kematian akibat hemofilia meningkat
dari 0,4 kematian per 1 juta penduduk dari tahun 1979-1981 menjadi 1,2 kematian
per 1 juta penduduk pada tahun 1987-1989. penyebab kematian terutama disebabkan
perdarahan intrakranial dan perdarahan lainnya dari AIDS serta serosis hepatis.
34

Komplikasi lainnya adalah penyakit hepatitis dan sirosis hepatis. Jika ini terjadi
maka angka kematian akan meningkat menjadi 1,2 kali lebih banyak dibandingkan
kematian hemofilia murni.

Perdarahan intrakranial terjadi pada 2-8% penderita dan hal ini menyebabkan
kematian. Perdarahan lainnya yang dapat timbul terutama pada jaringan lunak akibat
obstruksi saluran napas atau kerusakan organ dalam.

Diperkirakan 25% anak-anak dengan hemofilia pada usia 6-18 tahun akan terhambat
pertumbuhan skil dan kemampuan kognitifnya demikian pula halnya dalam emosi
dan masalah perilaku.
Kadar faktor XI tidak berkaitan dengan tendensi perdarahan pada hemofilia C,

khususnya pada orang-orang dengan defisiensi parsial. Manifestasi perdarahan baru


muncul kalau terdapat defisiensi aktifitas faktor XIC kurang dari 20 U/dL. Sebagian
besar penderita mengalami perdarahan spontan setelah tindakan pembedahan. Demikian
juga dengan bertambahnya fibrinolisis setelah aktifitas pencabutan gigi atau
tonsilektomi atau operasi traktus genitalis. Komplikasi lain yang sering timbul adalah
perdarahan yang berat dalam bentuk menoragia.

J. PENATALAKSANAAN
Pengobatan kriopresipitat pada penderita hemofilia disesuaikan dengan berat
ringannya perdarahan. Pada perdarahan ringan bila kadar F VIII mencapai 30% sudah
cukup untuk menghentikan perdarahan.
Perdarahan sedang memerlukan kadar F VIII 50% dan pada perdarahan berat
memerlukan F VIII 100%. Jumlah kriopresipitat yang dibutuhkan dapat dihitung dengan
ketentuan bahwa 1 u F VIII/kgBB akan menaikkan kadar F VIII 2%. Sedangkan untuk F
IX, 1 u/kgBB akan menaikkan kadar F IX 1%. Rata-rata standard orang normal ialah 1
u/ml adalah sama dengan 100%. Tabel berikut akan menjelaskan pengobatan hemofilia
dengan kriopresipitat.
35

Komponen utama krioprisipitat adalah faktor VIII atau anti hemophylic globulin.
Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan karena berkurangnya AHG di
dalam darah penderita hemofili A. Faktor VIII atau AHG ini tidak bersifat genetic
marker antigen seperti granulosit, trombosit atau eritrosit, tetapi pemberian yang
berulang-ulang dapat menimbulkan pembentukan antibodi yang bersifat inhibitor
terhadap faktor VIII karena itu pemberiannya tidak dianjurkan sampai dosis maksimal,
tetapi diberikan sesuai dosis optimal untuk suatu keadaan klinis. Untuk jelasnya terlihat
dalam tabel kutipan ini.
Tabel 1. Hubungan faktor VIII dan simtom pada perdarahan pada hemofili
Kadar faktor VIII (%)

Simptom

<1

Perdarahan spontan sendi dan otot

1-5

Perdarahan hebat setelah luka kecil

5-25

Perdarahan hebat setelah operasi

25-30

Cenderung perdarahan setelah luka atau operasi

Tabel 2. Hubungan faktor VIII dan simtom pada perdarahan pada hemofili
Lesi
Hemarthrosis

Kadar

faktor

VIII

(% Dosis faktor VIII (unit/kg

normal)

BB)

15 20%

10-15

20-40%

15-20

80-100%

40-50

ringan,

hematoma
Hemarthrosis berat dan
hematoma

otot

di

daerah-daerah penting
Operasi besar

36

Setiap kantong krioprisipitat mengandung 150 U faktor VIII, sedangkan krioprisipitat


produksi LPTD-PMI ditaksir hanya mengandung 100 U faktor VIII/kantong. Hal ini
disebabkan karena darah yang diambil dari donor lebih sedikit. Cara pemberian
krioprisipitat aialah dengan menyuntikkan intravena langsung tidak melalui tetesan
infus. Komponen tidak tahan pada suhu kamar, jadi pemberiannya sesegera mungkin
setelah komponen mencair.
Tabel 3. Pengobatan hemofilia dengan kriopresipitat.
Jenis perdarahan

Ringan

Kadar faktor yang Dosis

VIII Dosis

diinginkan (%)

(u/kg/bb)

30%

Dosis mula tidak Dosis

IX

mula

30

(u/kg/bb)

diperlukan
diberikan

u/kgBB seterusnya
15 10 u/kgBB tiap 12

u/kgBB tiap 12 jam 24 jam selama 2-4


selama 2-4 hari
Sedang

50%

Dosis

mula

hari
30 Dosis

mula

60

u/kgBB dilanjutkan u/kgBB seterusnya


10-15 u/kgBB tiap 10 u/kgBB tiap 12
8 jam selama 1-2, jam
hari,

seterusnya

dosis yang sama


tiap 12 jam
Berat

100%

Dosis mula 40-50 Dosis

mula

60

u/kgBB diteruskan u/kgBB diteruskan


sesuai dosis sedang

sesuai dosis sedang

37

Obat-obat yang diperlukan pada penderita hemofilia : ,


1.

DDAVP
Suatu hormon sintesis anti diuretik yaitu 1-deamino-8-D-arginine vasopressine
(DDAVP) dapat menaikkan kadar F VIII C. Pada hemofilia ringan sampai sedang
obat ini menaikkan kadar F VIII C 3-6 kali lipat. Diberikan pada hemofilia dan
penyakit vol Willebrand dengan dosis 0,2-0,5 ug/kgBB. Obat ini dilarutkan dalam 30
cc garam fisiologis dan diinfus selama 15-20 menit. Dapat diulang dalam beberapa
jam. Infus yang diberikan dengan cepat dapat menimbulkan takikardia dan muka
menjadi merah. Hasil pengobatan sangat bervariasi.

2.

EACA dan Tranexamic Acid


Epsilon Amino Caproid Acid (EACA) dan asama traneksamik (Tranexamic Acid),
dapat mengurangi perdarahan pada hemofilia. Hal ini dapat diterangkan karena sifat
anti fibrinolisis EACA dan asam traneksamik menyebabkan fibrin yang sudah
terbentuk tidak segera dilisiskan, oleh plasmin. Dengan dosis 50-100 mg/kgBB
intravena atau peroral, segerak sebelum tindakan dimulai, kemudian diulang 3 jam
berikutnya, dan seterusnya setiap 6 jam selama 1 minggu berikutnya memberikan
hasil yang baik. Juga dapat diberikan dosis 4-5 g tiap 4 jam pada orang dewasa
dengan hasil yang baik.

3.

Kortikosteroid
Pada sinovitis akut yang terjadi sesudah serangan akut hemarthrosis pemberian
kortikosteroid sangat berguna. Kortikosteroid juga diberikan bila timbul anti
koagulan atau reaksi anafilaksis sesudah pemberian kriopresipitat.

4.

Analgetik
Bila terjadi suatu rasa sakit yang hebat pada sendi, atau rasa sakit sebab lainnya, obt
analgetik dapat diberikan. Sebaiknya aspirin harus dihindarkan, begitu pula obat
analgetik lainnya yang mengganggu agregasi trombosit.

38

Pengobatan utama pada penderita hemofilia C terutama dengan pemberian


produk plasma (FFP). Keuntungan pemberian FFP ini adalah mudah dilakukan,
sedangkan kerugiannya dalam bentuk dapat terjadi over volume darah, potensial untuk
transmisi agen infektif, dan kemungkinan terjadi reaksi alergi. Fresh frozen plasma ini
juga dapat digunakan jika tidak didapatkan konsentrat faktor XI. Dosis pemberian untuk
loading dose adalah 15-20 mL/kg IV, yang selanjutnya diberikan 3-6 mL/kg 4 kali 12
jam setelah hemostasis terjadi. Selama pemberian harus selalu dimonitor overload cairan
terutama pada anak-anak kecil; adanya reaksi alergi; premedikasi yang diberikan adalah
acetaminophen dan anti histamin (seperti diphenhydramine) untuk mengurangi reaksi
alergi.
Para ahli saat ini telah mengembangkan pengetahuan dalam kerangka terapi
hemofilia dengan spesifikasi khusus dari beberapa jenis trauma perdarahan antara lain :
1. Trauma kepala

Trauma ringan (kalau dari pemeriksaan neurologis nomal) namun disini


keluarga tetap diminta untuk berhati-hati dan tetap diberikan koreksi terhadap
perdarahan yang terjadi.

Trauma yang signifikan (seperti jatuh dari tangga, jatuh saat bermain dan lainlain), walau tanpa ada gejala yang berat. Maka koreksi harus tetap diberikan
100% dan dilakukan pemeriksaan CT scan. Pemberian koreksi diberikan 3050% per 12 jam setelahnya dapat dilakukan 1 atau 2 kali lagi.

Anak dengan hemofilia berat dan ada riwayat perdarahan intrakranial maka
harus diberikan tindakan profilaksis.

2.

Pembengkakan lidah atau leher


Anak dengan pembengkakan lidah atau leher harus dilakukna evaluasi untuk
mengatasi masalah obstruksi jalan pernapasan. Disamping itu tindakan koreksi
diberikan tetap 100%.
39

3.

Nyeri dada atau nyeri abdomen


Beberapa gejala dari keadaan tersebut harus dilakukan evaluasi dan penderita dapat
dilakukan terapi rumah saja kecuali didapatkan keadaan yang memberat setelahnya.

4.

Compartment Syndrome
Kalau terjadi keadaan ini maka koreksi harus segera dilakukan (70-100%),
diulangnya lagi 12 jam kemudian sebanyak 30-50%.

5.

Hemarthrosis
Jika terjadi hemarthrosis maka direkomendasikan untuk dilakukan terapi intensif.
Setiap ada hemarthrosis harus dilakukan infus dari faktor pembekuan, kemudian
dilakukan follow up untuk menilai hasil terapi.

6.

Perdarahan pada mulut


Dapat diberikan Amicar (epsilon aminocaproic acid) atau thrombin topikal kalau
perdarahan tersebut minimal atau hanya untuk beberapa jam. Namun jika didapatkan
perdarahan yang agak berat maka di indikasikan untuk pemberian faktor pengganti.
Pemeriksaan hemoglobin harus dilakukan lebih dari 1 kali untuk menilai hasil terapi.

7.

Hematuria
Hematuria yang dikaitkan dengan trauma abdomen atau tulang belakang. Maka
harus dilakukan pemeriksaan ultrasonografi atau radiologis lainnya, dan dilakukan
pemberian terapi pengganti.

8.

Fraktur

40

Pada sebagian besar fraktur diperlukan faktor pengganti untuk jangka waktu 5-7
hari. Terapi awal diberikan korekti 70% selanjutnya kemudian diberikan kadar 30%,
tergantung dari berat ringannya fraktur.

K. PROGNOSIS
Pemberian profilaktik anti hemofili faktor lebih awal secara dramatis dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas penderita hemofilia A dan B. Angka bertahan
hidup penderita dapat mencapai 11 tahun atau kurang tergantung dari beratnya penyakit
dan pengobatan yang diberikan. Prognosis ini akan diperburuk oleh komplikasi virus
yang terjadi selama pemberian terapi pengganti. Demikian juga halnya jika terjadi
perdarahan intrakranial maupun organ vital lainnya.
Prognosis penderita hemofilia C dengan defisiensi parsial cukup baik apalagi
jika tidak didapatkan manifestasi perdarahan. Sedangkan pada pasien dengan tendensi
perdarahan, perdarahan organ harus diobati dengan optimal untuk mencegah terjadinya
pemburukan diagnosis. Jika terjadi perdarahan masif maka diagnosisnya menjadi jelek.

L. PENCEGAHAN
Hemofilia tidak dapat dicegah. Namun ada beberapa hal sebagai tindakan
preventif yaitu pencegahan terjadinya perdarahan akibat trauma disamping pencegahan
terhadap terjadinya trauma sendiri.
Kalau seseorang mengidap hemofilia maka beberapa hal yang harus diperhatikan
:
-

Pencegahan terhadap penggunakan aspirin dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs


(NSAIDs).
41

Vaksinasi tetap dilakukan pada semua orang termasuk pada bayi, terutama untuk
vaksin hepatitis B.

Tindakan sirkumsisi tidak boleh dilakukan terhadap anak laki-laki. ,


Disamping itu jika diketahui adanya riwayat hemofili dalam keluarga maka

selama masa kehamilan harus diperiksa kemungkinan adanya defek genetik pada ibu
hamil untuk mengetahui adanya carrier pada ibu. Beberapa tindakan yang dapat
dilakukan antara lain amniocentesis dan chorionic villus sampling (CVS), dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui adanya defek genetik pada fetus yang menyebabkan
terjadinya hemofilia. Jika diketahui fetus memiliki hemofilia, maka tindakan terpilih
yang dapat dilakukan adalah melakukan terminasi kehamilan, walau ini masih
kontroversial pada beberapa negara terutama untuk kehamilan trimester II dan III. Jika
ibu tetap menginginkan untuk melanjutkan kehamilannya maka harus diberikan
penjelasan mengenai keadaan bayinya nanti dan tindakan persalinan yang akan
dilakukan.

Faktor Pembekuan Darah


Dalam pembekuan darah ada 13 faktor yang berperan yaitu :
1.

Faktor I
Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein
plasma dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini
menyebabkan

masalah

pembekuan

darah

afibrinogenemia

atau

hypofibrinogenemia. (Guyton, 2007)


2. Faktor II
Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan
diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan
mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen
42

trombin kemudian memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor


menyebabkan hypoprothrombinemia. (Guyton, 2007)
3.

Faktor III
Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber
yang berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin
penting dalam pembentukan prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip
di Jalur koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan. (Guyton, 2007)

4. Faktor IV
Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase
pembekuan darah. (Guyton, 2007)
5. Faktor V
Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan
panas, yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di
intrinsik dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan
prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal,
mengarah

pada

kecenderungan

berdarah

yang

langka

yang

disebut

parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator


globulin. (Guyton, 2007)
6. Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V,
tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis. (Guyton, 2007)
7. Faktor VII
Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan
panas dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan
43

oleh kontak dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu
faktor X. Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal
resesif) atau diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil
dalam kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi
faktor akselerator dan stabil. (Guyton, 2007)
8. Faktor VIII
Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang
relatif labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak
(dalam konser dengan faktor von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi
faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A.
Disebut juga antihemophilic globulin dan faktor antihemophilic A. (Guyton,
2007)
9. Faktor IX
Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi penyimpanan
yang relatif stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah
aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga
faktor Natal dan faktor antihemophilic B. (Guyton, 2007)
10. Faktor X
Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan
berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan
mereka untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan,
membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut
prothrombinase; hal ini dapat membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk
trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi
sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut
juga thrombokinase. (Guyton, 2007)
44

11. Faktor XI
Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang
terlibat dalam jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan
faktor IX. Lihat juga kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic
C. (Guyton, 2007)
12. Faktor XII
Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak
dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari
koagulasi dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan
kecenderungan trombosis. (Guyton, 2007)
13. Faktor XIII
Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang merubah
fibrin monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut
dalam urea, fibrin yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah.
Kekurangan faktor ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic.
Disebut juga fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga
disebut transglutaminase. (Guyton, 2007)

45

DAFTAR PUSTAKA
46

1. Tambunan KL, Widjanarko A. Kelainan hemostasis bawaan. Dalam : Ssoeparman


dkk (eds). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2010 : 4529.
2. Elzinga HS. Hemophilia. In : Christopher T. Coughlin (ed). Hematology. 2012.
3. Agaliotis DP. Hemophilia, overview. Department of Medicine, Division of
Hematology/Medical Oncology. University of Florida Health Science Center at
Jacksonville. Copyright 2012, eMedicine.com, Inc.
4. Elstrom R. Hemophilia A. University of Pennsylvaina Medical Center,
Phiiladelphia, PA. Review provided by VeriMed Healthcare Network.
5. Mathew P. Hemophilia C. Montoya Hemophilia Center. Department of Pediatrics,
University of New Mexico. Copyright 2002, eMedicine.com, Inc.
6. Healthwise,Incorporated.Hemophilia.

LAPORAN KASUS

47

Seorang pria 17 th dengan keluhan ingin sunat dengan riwayat


hemofilia
Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Interna
di RSUD TUGUREJO SEMARANG

Pembimbing :
dr. Prahastya M.Sc, Sp.PD
Disusun oleh :
R. Prind Jati Prakasa
H2A010042

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016

48

Anda mungkin juga menyukai