Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun
leiomioma, merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat yang menumpangnya.
Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi, kejadiannya lebih tinggi
pada usia diatas 35 tahun. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35 - 50
tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Di Indonesia
angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39% - 11,87% dari semua penderita
ginekologi yang dirawat.
Walaupun biasanya asimptomatik, mioma dapat menyebabkan banyak
problem termasuk metrorrhagia dan menorrhagia, rasa sakit bahkan infertilitas.
Memang, perdarahan uteri yang sangat banyak merupakan indikasi yang paling
banyak untuk dilakukan histerektomi. Hal ini menimbulkan masalah besar dalam
kesehatan dan terapi yang paling efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali
informasi mengenai etiologi mioma uteri itu sendiri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Myoma uteri adalah neoplasma jinak yang tersusun dari otot polos uteri
dan jaringan ikat yang menumpangnya dan sering juga disebut sebagai
fibromioma, leiomioma, fibroid.
2.2 Etiologi
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui.
Mioma uteri banyak ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya
rendah pada usia menopause, dan belum pernah dilaporkan terjadi sebelum
menarche. Diduga penyebab timbulnya mioma uteri paling banyak oleh stimulasi
hormon estrogen.
Apakah estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri, atau
memakai mediator masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah ditemukan
banyak sekali mediator didalam mioma uteri, seperti estrogen growth factor,
insulin growth factor 1 (IGF-1). Awal mulanya pembentukan tumor adalah
terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakupi rentetan
perubahan pada kromosom, baik secara parsial maupun secara keseluruhan.
2.3 Klasifikasi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan
selebihnya adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut
2

arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain mioma
submukosa, mioma intramural, mioma subserosa, dan mioma intraligamenter.
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa
(48,2%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).

1.

Mioma submukosa
Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini

di jumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma uteri jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat
diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal
sebagai Currete bump. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada
mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis
mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga
rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang di
lahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa
kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.
2.

Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Karena pertumbuhan

tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuklah semacam simpai
yang mengelilingi tumor. Bila didalam dinding rahim dijumpai banyak mioma,
maka uterus akan mempunyai bentuk yang berdungkul dengan konsistensi yang

padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya
akan menekan dan mendorong kandung kemih keatas, sehingga dapat
menimbulkan keluhan miksi.
3.

Mioma subserosa
Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan

uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh diantara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.

4.

Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke

ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus. Jarang
sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks
dapat menonjol ke dalam satu saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum
berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri
dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorle
like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.

Gambar . Jenis-jenis mioma uteri


2.4 Gambaran Mikroskopik
Pada pembelahan jaringan mioma tampak lebih putih dari jaringan
sekitarnya. Pada pemeriksaan secara mikroskopik dijumpai sel-sel otot polos
panjang, yang membentuk bangunan yang khas sebagai kumparan. Inti sel juga
panjang dan bercampur dengan jaringan ikat. Pada pemotongan tranversal, sel
berbentuk polihedral dengan sitoplasma yang banyak mengelilinginya. Pada
pemotongan longitudinal inti sel memanjang, dan ditemukan adanya mast cells
diantara serabut miometrium sering diinterprestasi sebagai sel tumor atau sel
raksasa (giant cells).
2.5 Perubahan Sekunder
1.

Atrofi.
Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan berakhir mioma uteri
menjadi kecil.
5

2.

Degenerasi hialin.
Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita usia lanjut. Tumor

kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau
hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok
serabut otot dari kelompok lainnya.
3.

Degenerasi kistik.
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, sebagian dari mioma menjadi cair,

sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar,


dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga
menyerupai limfangioma. Dengan konsistansi yang lunak tumor ini sukar
dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
4.

Degenerasi membatu.
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan

dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma
maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
5.

Degenerasi merah.
Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis

diperkirakan karena suatu nekrosis subakut akibat gangguan vaskularisasi. Pada


pembelahan dapat terlihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah
disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak
khas apabila terjadi pada kehamilan muda yang disertai emesis dan haus, sedikit
demam dan kesakitan, tumor dan uterus membesar dan nyeri pada perabaan.

Penampilan klinik seperti ini menyerupai tumor ovarium terpuntir atau mioma
bertangkai.
6.

Degenerasi lemak.
Keadaan ini jarang dijumpai, tetapi dapat terjadi pada degenerasi hialin yang

lanjut, dikenal dengan sebutan fibrolipoma.


2.6 Diagnosis
Diagnosis mima uteri ditegakkan berdasarkan:
1.

Anamnesis
-

Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama.

Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air
besar.

2.

Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah.

Pemeriksaan fisik
-

Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.

Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor


tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi.

3.

Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata.

Gambaran Klinis
Pada umumnya wanita dengan mioma tidak mengalami gejala. Gejala yang

terjadi berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma yaitu :


a.

Menoragia (menstruasi dalam jumlah banyak)

b.

Perut terasa penuh dan membesar

c.

Nyeri panggul kronik (berkepanjangan)


7

Nyeri bisa terjadi saat menstruasi, setelah berhubungan seksual, atau ketika
terjadi penekanan pada panggul. Nyeri terjadi karena terpuntirnya mioma yang
bertangkai, pelebaran leher rahim akibat desakan mioma atau degenerasi
(kematian sel) dari mioma. Gejala lainnya adalah:
-

Gejala gangguan berkemih akibat mioma yang besar dan menekan saluran
kemih menyebabkan gejala frekuensi (sering berkemih) dan hidronefrosis
(pembesaran ginjal)

Penekanan rektosigmoid (bagian terbawah usus besar) yang mengakibatkan


konstipasi (sulit BAB) atau sumbatan usus

Prolaps atau keluarnya mioma melalui leher rahim dengan gejala nyeri hebat,
luka, dan infeksi
Bendungan pembuluh darah vena daerah tungkai serta kemungkinan

tromboflebitis sekunder karena penekanan pelvis (rongga panggul)


4.

Pemeriksaan luar
Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor

dapat terbatas atau bebas.


5.

Pemeriksaan dalam
Teraba tumor yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas

atau bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.


6.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium. Anemia merupakan akibat paling sering dari

mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan

habisnya

cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang pada

beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia


dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang
menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi
pembentukan eritropoetin ginjal.
USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium
dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT
scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak
memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang
karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya
pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan
uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis
serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter. Histerografi dan histeroskopi
untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas. Laparaskopi
untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
2.7 Komplikasi
1.

Perdarahan sampai terjadi anemia.

2.

Degenerasi ganas. Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan


hanya 0,32 0,6 % dari seluruh mioma serta merupakan 50 75 % dari
semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada
pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan
9

uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran
sarang mioma dalam menopause.
3.

Torsi. Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul


gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Keadaan ini dapat
terjadi pada semua bentuk mioma tetapi yang paling sering adalah jenis
mioma submukosa pendinkulata.

2.8 Diagnosis Banding


Pada mioma subserosa, diagnosa bandingnya adalah tumor ovarium yang solid,
atau kehamilan uterus gravidus. Sedangkan pada mioma submucosum yang
dilahirkan diagnosa bandingnya adalah inversio uteri. Kemudian, pada mioma
intramural,

diagnosa

bandingnya

adalah

adenomiosis,

khoriokarsinoma,

karsinoma korporis uteri atau sarcoma uteri.


2.9 Penatalaksanaan
Pilihan pengobatan mioma tergantung umur pasien, paritas, status
kehamilan, keinginan untuk mendapatkan keturunan lagi, keadaan umum dan
gejala serta ukuran lokasi serta jenis mioma uteri itu sendiri.
1.

Konservatif
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah ataupun

medikamentosa terutama bila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan
gangguan atau keluhan. Penanganan konservatif, bila mioma yang kecil pada pra
dan post menopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
-

Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.

10

Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.

Pemberian zat besi.

Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3


menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi
gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang
ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi
ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu.

Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena
memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama
pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah.

Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai efek


terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan
pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin.

2.

Pengobatan Operatif

Penanganan operatif, bila:


-

Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.

Pertumbuhan tumor cepat.

Mioma subserosa bertangkai dan torsi.

Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.

Hipermenorea pada mioma submukosa.

Penekanan pada organ sekitarnya.

Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :

11

a. Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman,
efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan
bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus,
juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor
dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila
miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan
endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea.
Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists
(ACOG) adalah sebagai berikut :

Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.

Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.

Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan


dan keguguran yang berulang.

b. Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang
memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG
untuk histerektomi adalah sebagai berikut:

Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari


luar dan dikeluhkan olah pasien.

Perdarahan uterus berlebihan :

12

Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih


dari 8 hari.
Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.

Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :


Nyeri hebat dan akut.
Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak
disebabkan infeksi saluran kemih.

c. Penanganan Radioterapi
-

Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).

Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.

Bukan jenis submukosa.

Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.

Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan


menopause.

Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.

2.10 Mioma Uteri dan Kehamilan


Pengaruh mioma uteri pada kehamilan adalah :
-

Kemungkinan abortus lebih besar karena distorsi kavum uteri khususnya pada
mioma submukosum.

Dapat menyebabkan kelainan letak janin


13

Dapat menyebabkan plasenta previa dan plasenta akreta

Dapat menyebabkan HPP akibat inersia maupun atonia uteri akibat gangguan
mekanik dalam fungsi miometrium

Dapat menganggu proses involusi uterus dalam masa nifas

Jika letaknya dekat pada serviks, dapat menghalangi kemajuan persalinan dan
menghalangi jalan lahir.

Pengaruh kehamilan pada mioma uteri adalah :


-

Mioma membesar terutama pada bulan-bulan pertama karena pengaruh


estrogen yang meningkat

Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas seperti
telah diutarakan sebelumnya, yang kadang-kadang memerlukan pembedahan
segera guna mengangkat sarang mioma. Namun, pengangkatan sarang mioma
demikian itu jarang menyebabkan perdarahan.

Meskipun jarang, mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi dengan


gejala dan tanda sindrom akut abdomen.

Terapi mioma dengan kehamilan adalah konservatif karena miomektomi pada


kehamilan sangat berbahaya disebabkan kemungkinan perdarahan hebat dan dapat
juga menimbulkan abortus. Operasi terpaksa jika lakukan kalau ada penyulitpenyulit yang menimbulkan gejala akut atau karena mioma sangat besar. Jika
mioma menghalangi jalan lahir, dilakukan SC (Sectio Caesarea) disusul
histerektomi tapi kalau akan dilakukan miomektomi lebih baik ditunda sampai
sesudah masa nifas.

14

2.11 Prognosis
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif.
Miomektomi yang ekstensif dan secara signifikan melibatkan miometrium atau
menembus endometrium, maka diharuskan SC pada persalinan berikutnya.
Mioma yang kambuh kembali setelah miomektomi terjadi pada 15-40% pasien
dan 2/3-nya memerlukan tindakan lebih lanjut.

15

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Myoma uteri adalah neoplasma jinak yang tersusun dari otot polos uteri
dan jaringan ikat yang menumpangnya dan sering juga disebut sebagai
fibromioma, leiomioma, fibroid. Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat
ini belum diketahui. Mioma uteri banyak ditemukan pada usia reproduktif dan
angka kejadiannya rendah pada usia menopause, dan belum pernah dilaporkan
terjadi sebelum menarche. Diduga penyebab timbulnya mioma uteri paling
banyak oleh stimulasi hormon estrogen.
Nyeri bisa terjadi saat menstruasi, setelah berhubungan seksual, atau
ketika terjadi penekanan pada panggul. Nyeri terjadi karena terpuntirnya mioma
yang bertangkai, pelebaran leher rahim akibat desakan mioma atau degenerasi
(kematian sel) dari mioma. Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma
adalah kuratif.

DAFTAR PUSTAKA
16

1.

Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw RW. eds.
Advences in
reproduktive endocrinology uterine fibroids. England New Jersey : 1992
Diakses

22

Januari

2016

http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-

sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/
2.

Joedosaputro MS. Tumor jinak alat genital. Dalam: Sarwono Prawiroharjo,


edisi kedua. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta: 1994; 338-345

3.

Sivecney G.Mc, Shaw RW. Attempts at medical treatment of uterine fibroids.


In : R.W. Shaw, eds. Advences in reproductive endocrinology uterine fibroids.
England New Jersey : The Phartenon Publishing Group, 1992 ; 95 101.
Diakses

22

Januari

2016.

http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-

sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/
4.

Schwartz MS. Epidermiology of uterine leiomyomata. In : Chesmy M,


Heather, Whary eds. Clinical Obstetric and Ginecology. Philadelphia :
Lippincott Williams and Willkins, 2001 ; 316 318. Diakses 22 Januari 2016.
http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/

5.

Bradley J, Voorhis V. Management options for uterine fibroids, In : Marie


Chesmy,Heather

Whary

eds.

Clinical

obstetric

and

Gynecology.

Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins, 2001 ; 314 315, Diakses 22


Januari

2016.

http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-

uteri/mrdetail/906/

17

6.

Lumsden MA. The role of oestrogen and growth factors in the control of the
growth of uterine leiomiomata. In : R.W. Shaw, eds. Advances in reproductive
endocrinology uterine fibroids. England-New Jersey: The Parthenon
Publishing

Group,

1992;

20.

Diakses

22

Januari

2016

http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/

18

Anda mungkin juga menyukai