Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Agroindustri merupakan subsektor pertanian yang diharapkan dapat berperan penting

dalam kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi, penerimaan ekspor, penyediaan


lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan wilayah, terutama di luar Pulau
Jawa, hal ini bisa terjadi mengingat jika ditinjau dari cakupan komoditasnya, terdapat ratusan
jenis tanaman tahunan dan tanaman musiman yang dapat tumbuh subur di Indonesia. Dilihat
dari hasil produksinya, komoditas agro khususnya perkebunan merupakan bahan baku
industri atau ekspor, sehingga pada dasarnya telah melekat kebutuhan keterkaitan kegiatan
usaha dengan berbagai sektor dan subsektor lainnya, kemudian jika diamati dari sisi
pengusahaannya, sekitar 85 persen komoditas agro merupakan usaha perkebunan rakyat yang
tersebar di berbagai daerah (Kementerian Pertanian, 2007). Sehingga pembangunan industri
agro akan berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berbagai
alasan tersebut menjadi dasar bagi pentingnya pengembangan agroindustri ke depan, di mana
dalam upaya percepatan dan perluasan industrialisasi di Indonesia, aspek hilirisasi perlu
diutamakan pada beberapa komoditas unggulan.
Dalam rangka percepatan dan perluasan industri agro harus ada skala prioritas,
sehingga memfokuskan pada beberapa komoditas unggulan, hal ini dilakukan agar
agroindustri yang dikembangkan benar-benar menjadi industri yang berdaya saing, baik di
pasar domestik maupun di tingkat internasional. Adapun kriteria yang dijadikan acuan dalam
menentukan agroindustri unggulan utamanya adalah dari sisi daya saing berdasarkan RCA 1
(Revealed Comparative Advantage), pada tahun 2010, kelapa sawit nilai RCA sebesar 19,15,
karet 5,32, kakao 4,10, rotan 5,54; serta rumput laut 0,27. Komoditas dengan nilai RCA > 1
dinilai memiliki daya saing dalam pasar internasional. Beberapa indikator lain yang
digunakan untuk menetapkan komoditas unggulan antara lain adalah: (1) Potensi produksi,
(2) Market share, (3) Nilai tambah bisnis, (4) Nilai tambah teknis, (5) keterkaitan ke depan
dan ke belakang, (6) Potensi permintaan, dan (7) Lokasi penyebaran. Berdasarkan indikator
tersebut, komoditas agroindustri yang dijadikan unggulan adalah kelapa sawit, karet, kakao,
rotan, dan rumput laut.

Kemudian salah satu solusi yang akan dilakukan dari beberapa komoditas unggulan
tersebut adalah pengembangan komoditas Karet.
1.2

Permasalahan
Salah satu permasalahan dalam process peningkatan produksi karet di Indonesia

adalah banyaknya tanaman karet yang kondisinya sudah tua atau rusak (berusia di atas 20
tahun). Selain itu, tingkat produktivitas tanaman masih rendah, karena sebagian besar berasal
dari benih sapuan, bukan klon unggul. Terutama di perkebunan rakyat, penggunaan benih
klon unggul rata-rata baru mencapai 40%. Sejalan dengan program revitalisasi pertanian yang
dicanangkan pemerintah, strategi peningkatan produksi karet dilakukan melalui revitalisasi
perkebunan yang mencakup perluasan areal, peremajaan dan rehabilitasi tanaman. Program
ini telah berjalan sejak tahun 2006, dengan sasaran areal tanaman karet hingga tahun 2010
seluas 213.000 ha yang merupakan usulan dari 11 provinsi. Apabila lahan tersebut
dioptimalkan melalui peremajaan, diharapkan produksi karet akan meningkat sekitar 20
30%.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kerangka Teoritis

2.1.1

Penggolongan / Klasifikasi dalam Komoditi Karet


Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet

pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali
oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang
ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber
karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba
dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya
Bogor. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia
didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand. Lebih dari setengah karet yang
digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi
setiap tahun, dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif
dan militer.
Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:
Divisi
Sub divisi
Kelas
Keluarga
Genus
Spesies
2.1.2

: Spermatophyta
: Angiospermae
: Dicotyledonae
: Euphorbiaceae
: Hevea
: Hevea brasiliensis.

Komoditi Karet

Klon karet yang dianjurkan Pusat Penelitian Karet Balai Penelitian periode 1996-1998
adalah:
-

AVROS 2037
BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109
GT 1
PB 217, PB 235, PB 260
PR 255, PR 261, PR 300, PR 303
RRIC 100, RRIC 102, RRIC 110
RRIM 600
GGIM 712
TM 2, TM 9
Sedangkan beberapa jenis hasil karet yang biasa dimanfaatkan atau diolah menjadi

beberapa produk antara lain adalah : RSS I, RSS II, RSS III, Crumb Rubber, Lump, dan
Lateks.
2.1.3

Penggunaan Komoditi Karet

Hasil utama dari pohon karet adalah lateks yang


dapat dijual atau diperdagangkan di masyarakat
berupa lateks segar, slab/koagulasi, ataupun sit
asap/sit angin. Selanjutnya produk-produk
tersebut akan digunakan sebagai bahan baku pabrik
Crumb Rubber/Karet Remah, yang menghasilkan
berbagai bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, bola, sepatu, karet, sarung
tangan, baju renang, karet gelang, mainan dari karet, dan berbagai produk hilir lainnya.
Gbr. 2.1 Penyadapan dan hasil penyadapan pohon karet
2.1.4

Komoditi Karet
Hasil sampingan dari pohon karet adalah kayu karet yang dapat berasal dari kegiatan

rehabilitasi kebun atau peremajaan kebun karet tua yang sudah tidak menghasilkan lateks
lagi. Umumnya kayu karet yang diperjualbelikan adalah dari peremajaan kebun karet tua
yang diganti dengan tanaman karet muda. Kayu karet dapat dipergunakan sebagai kayu bahan
bangunan rumah, kayu api, arang, ataupun kayu gergajian untuk alat rumah tangga. Getah
karet yang disadap dari batang diolah menjadi karet dalam bentuk krep, sit yang diasap dan
lateks pekat. Turunan dari karet antara lain adalah diberikan seperti bagan dalam Gambar 3.2
di bawah ini:

Gbr. 2.2 Turunan dari komoditi karet


a. KARET (pohon karet)
Tanaman karet merupakan tanaman perkebunan yang tumbuh di berbagai wilayah di
Indonesia. Karet merupakan produk dari proses penggumpalan getah tanaman karet (lateks).
Pohon karet normal disadap pada tahun ke-5. Produk dari penggumpalan lateks selanjutnya
diolah untuk menghasilkan lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah
(crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Ekspor karet dari Indonesia dalam
berbagai bentuk, yaitu dalam bentuk bahan baku industri (sheet, crumb rubber, SIR) dan
produk turunannya seperti ban, komponen, dan sebagainya.
b. LATEKS PEKAT
Lateks pekat merupakan produk olahan lateks alam yang dibuat dengan proses
tertentu. Pemekatan lateks alam dilakukan dengan menggunakan empat cara yaitu:
sentrifugasi, pendadihan, penguapan, dan elektrodekantasi. Diantara keempat cara tersebut
sentrifugasi dan pendadihan merupakan cara yang telah dikembangkan secara komersial sejak
lama. Pemekatan lateks dengan cara sentrifugasi dilakukan menggunakan sentrifuge
berkecepatan 6000-7000 rpm. Lateks yang dimasukkan kedalam alat sentrifugasi (separator)
akan mengalami pemutaran yaitu gaya sentripetal dan gaya sentrifugal. Gaya sentrifugal
tersebut jauh lebih besar daripada percepatan gaya berat dan gerak brown sehingga akan
terjadi pemisahan partikel karet dengan serum. Bagian serum yang mempunyai rapat jenis
besar akan terlempar ke bagian luar (lateks skim) dan partikel karet akan terkumpul pada
bagian pusat alat sentrifugasi. Lateks pekat ini mengandung karet kering 60%, sedangkan
lateks skimnya masih mengandung karet kering antara 3-8% dengan rapat jenis sekitar 1,02
g/cm3. Pemekatan lateks dengan cara pendadihan memerlukan bahan pendadih seperti
Natrium atau amonium alginat, gum tragacant, methyl cellulosa, carboxy methylcellulosa dan
tepung iles-iles. Adanya bahan pendadih menyebabkan partikel-partikel karet akan
membentuk rantai-rantai menjadi butiran yang garis tengahnya lebih besar. Perbedaan rapat
jenis antara butir karet dan serum menyebabkan partikel karet yang mempunyai rapat jenis
lebih kecil dari serum akan bergerak keatas untuk membentuk lapisan, sedang yang dibawah
adalah serum. Mutu lateks yang dihasilkan ditentukan berdasarkan spesifikasi menurut
ASTM dan SNI. Menurut ASTM lateks pekat dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan sistem
pengawetan dan metode pembuatannya yaitu :
-

Jenis I : Lateks pekat pusingan dengan amonia saja atau dengan pengawet formaldehida
dilanjutkan dengan pengawet amonia.

Jenis II : Lateks pekat pendadihan yang diawetkan dengan amonia saja atau dengan
pengawet formaldehida dilanjutkan dengan amonia.

Jenis III : Lateks pusingan yang diawetkan dengan kadar amonia rendah dan bahan
pengawet sekunder.

c. CRUMB RUBBER
Crumb rubber adalah karet kering yang proses pengolahannya melalui tahap
peremahan. Bahan baku berasal dari lateks yang diolah menjadi koagulum dan dari lump.
Bahan baku yang paling dominan adalah lump karena pengolahan crumb rubber bertujuan
untuk mengangkat derajat bahan baku mutu rendah menjadi produk yang lebih bermutu.
2.1.5

Karakteristik Konsumsi / Pemanfaatan komoditi Karet dan Ikutannya


Tanaman karet berbeda dengan tanaman jenis lainnya, karena tanaman karet memiliki

keunggulan yang berbeda. Selain menghasilan getah yang sangat bermanfaat untuk
digunakan, juga kayunya dapat digunakan untuk pembangunan dengan kualitas yang baik.
Salah satu pemanfaatan getah karet adalah digunakan untuk industri sepatu karet, dimana
hasilnya bisa dikonsumsi di pasar dalam maupun luar negeri. Pada saat sekarang, industri
sepatu karet sudah merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan manusia,
baik di dalam maupun luar negeri, sehingga dapat diperkirakan pula bahwa kebutuhan dunia
akan sepatu karet akan terus meningkat. Sebagai contoh pada tahun 1994, nilai ekspor
industri sepatu karet yang berbahan baku karet meningkat sebesar 30% dibandingkan tahun
1993, sedangkan di tahun 1995 juga terjadi peningkatan sebesar 57% dibandingkan tahun
sebelumnya. Salah satu produk hilir dari karet yang jumla konsumsinya sangat besar adalah
untuk ban kendaraan. Oleh karena itu tingkat konsumsi karet sangat dipengaruhi oleh
konsumsi ban kendaraan. Pola konsumsi ban kendaraan ini berbanding lurus dengan tingkat
perkembangan ekonomi dan kesejahteraan dunia. Oleh karena itu konsumen utama karet
adalah negara-negara yang telah maju (Amerika, Eropa, dan sebagian Asia).
2.1.6

Proses Produksi Komoditi Karet


Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi iklim untuk

menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya. Adapun syarat
tumbuh tanaman karet adalah sebagai berikut:
A. Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15C LS dan
15LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai

produksinya juga terlambat. Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500
mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun
demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang. Suhu optimal
diperlukan berkisar antara 25C sampai 35C. Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal
pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari
permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Kecepatan angin yang terlalu
kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet.
B. Tanah
Lahan

kering

untuk

pertumbuhan

tanaman

karet

pada

umumnya

lebih

mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan
perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan
dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah
dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan
pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama
struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya
secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup
subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah
berkisar antara pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH, 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat
tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain:
-

Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas
Aerase dan drainase cukup
Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air
Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm
Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro
Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5
Kemiringan tanah < 16% dan
Permukaan air tanah < 100 cm
Dalam pelaksanaan budidaya tanaman karet diperlukan berbagai langkah yang

dilakukan secara sistematis mulai dari pembukaan lahan sampai dengan pemanenan. Tahapan
pekerjaan dalam proses produksi tanaman karet mulai dari tahapan awalnya adalah:
1. Pembukaan lahan (Land Clearing)
Lahan tempat tumbuh tanaman karet harus bersih dari sisa-sisa tumbuhan hasil tebas
tebang, sehingga jadwal pembukaan lahan harus disesuaikan dengan jadwal penanaman.
Kegiatan pembukaan lahan ini meliputi : (a) pembabatan semak belukar, (b) penebangan
pohon, (c) perecanaan dan pemangkasan, (d) pendongkelan akar kayu, (e) penumpukan dan

pembersihan. Seiring dengan pembukaan lahan ini dilakukan penataan lahan dalam blokblok,
penataan jalan-jalan kebun, dan penataan saluran drainase dalam perkebunan.
- Penataan Blok-blok. Lahan kebun plasma dipetak-petak menurut satuan terkecil antara lain
2 hektar untuk setiap KK peserta plasma, dan kemudian ditata ke dalam blok-blok
berukuran 400m x 400m, sehingga setiap blok dikuasai oleh 8 KK petani. Setiap 4 blok
disatukan menjadi satu kelompok tani sehamparan yang terdiri dari 32 KK petani.
-

Penataan Jalan-jalan, Jaringan jalan di dalam kebun plasma harus ditata dan
dilaksanakan pada waktu pembangunan tanaman baru (tahun 0) dan dikaitkan dengan
penataan lahan ke dalam blok-blok tanaman. Pembangunan jalan di areal datar dan
berbukit dengan pedoman dapat menjangkau setiap areal terkecil, dengan jarak pikul
maksimal

sejauh

200m.

Sedapatkan

mungkin

seluruh

jaringan

ditumpukkan/

disambungkan, sehingga secara keseluruhan merupakan suatu pola jaringan jalan yang
efektif. Lebar jalan disesuaikan dengan jenis/kelas jalan dan alat angkut yang akan
digunakan.
-

Penataan Saluran Drainase, Setelah pemancangan jarak tanam selesai, maka pembuatan
dan penataan saluran drainase (field drain) dilaksanakan. Luas penampang disesuaikan
dengan curah hujan pada satuan waktu tertentu, dan mempertimbangkan faktor peresapan
dan penguapan. Seluruh kelebihan air pada field drain dialirkan pada parit-parit
penampungan untuk selanjutnya dialirkan ke saluran pembuangan (outlet drain).

2. Persiapan Lahan Penanaman


Dalam mempersiapkan lahan pertanaman karet juga diperlukan pelaksanaan berbagai
kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin kualitas lahan yang sesuai dengan
persyaratan. Beberapa diantara langkah tersebut antara lain :
-

Pemberantasan Alang-alang, Ilalang dan Gulma lainnya, Pada lahan yang telah selesai
tebas tebang dan lahan lain yang mempunyai vegetasi alang-alang, dilakukan
pemberantasan alang-alang dengan menggunakan bahan kimia antara lain Round up,
Scoup, Dowpon atau Dalapon. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan pemberantasan
gulma lainnya, baik secara kimia (Ally) maupun secara mekanis. Dengan tujuan efisiensi
biaya, pengolahan lahan untuk pertanaman karet dapat dilaksanakan dengan sistem
minimum tillage, yakni dengan membuat larikan antara barisan satu meter dengan cara
mencangkul selebar 20cm. Namun demikian pengolahan tanah secara mekanis untuk
lahan tertentu dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga kelestarian dan kesuburan
tanah.

Pembuatan ters/Petakan dan Benteng/Piket, Pada areal lahan yang memiliki kemiringan
lebih dari 50 diperlukan pembuatan teras/petakan dengan sistem kontur dan kemiringan
ke dalam sekitar 150. Hal ini dimaksudkan untuk menghambat kemungkinan terjadi erosi
oleh air hujan. Lebar teras berkisar antara 1,25 sampai 1,50 cm, tergantung pada derajat
kemiringan lahan. Untuk setiap 6-10 pohon (tergantung derajat kemiringan tanah) dibuat
benteng/piket dengan tujuan mencegah erosi pada permukaan petakan.

Pengajiran, Pada dasarnya pemancangan air adalah untuk menerai tempat lubang
tanaman dengan ketentuan jarak tanaman sebagai berikut :
o Pada areal lahan yang relatif datar / landai (kemiringan antara 00 - 80) jarak tanam
adalah 7m x 3m (= 476 lubang/hektar) berbentuk barisan lurus mengikuti arah Timur Barat berjarak 7m dan arah Utara - Selatan berjarak 3m.
o Pada areal lahan bergelombang atau berbukit (kemiringan 8%-15%) jarak tanam 8m
x 2,5m (=500 lubang/ha) pada teras-teras yang diatur bersambung setiap 1,25m
(penanaman secara kontur).
Bahan ajir dapat menggunakan potongan bambu tipis dengan ukuran 20cm sampai

30cm. Pada setiap titik pemancangan ajir tersebut merupakan tempat penggalian lubang
untuk tanaman.
-

Pelubang, Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60cm x 60cm bagian atas, dan 40cm x
40cm bagian dasar dengan kedalaman 60cm. Pada waktu melubang, tanah bagian atas
(top soil) diletakkan di sebelah kiri dan tanah bagian bawah (sub soil) diletakkan di

sebelah kanan. Lubang tanaman dibiarkan selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam.
Penanaman Kacangan Penutup Tanah (Legume cover crops = LCC), Penanaman
kacangan penutup tanah ini dilakukan sebelum bibit karet mulai ditanam dengan tujuan
untuk menghindari kemungkinan erosi, memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah,
mengurangi pengupan air, serta untuk membatasi pertumbuhan gulma. Komposisi LCC
untuk setiap hektar lahan adalah 4kg. Pueraria javanica, 6kg Colopogonium mucunoides,
dan 4kg Centrosema pubescens, yang dicampur ke dalam 5 kg rock Phosphate (RP)
sebagai media. Selain itu juga dianjurkan untuk menyisipkan Colopogonium caerulem
yang tahan naungan (shade resistence) ex biji atau ex steck dalam polibag kecil sebanyak
1.000 bibit/ha. Tanaman kacangan dipelihara dengan melakukan penyiangan, dan
pemupukan dengan 200 kg RP per hektar, dengan cara menyebar rata di atas tanaman
kacangan.

3. Seleksi dan Penanaman Bibit

Seleksi bibit, Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit untuk
memperoleh bahan tanam yang memeliki sifat-sifat umum yang baik antara lain :
berproduksi tinggi, responsif terhadap stimulasi hasil, resitensi terhadap serangan hama
dan penyakit daun dan kulit, serta pemulihan luka kulit yang baik. Beberapa syarat yang
harus dipenuhi bibit siap tanam adalah antara lain :
o
o
o
o

Bibit karet di polybag yang sudah berpayung dua.


Mata okulasi benar-benar baik dan telah mulai bertunas
Akar tunggang tumbuh baik dan mempunyai akar lateral
Bebas dari penyakit jamur akar (wws).

Kebutuhan bibit, Dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah landai), diperlukan bibit
tanaman karet untuk penanaman sebanyak 476 bibit, dan cadangan untuk penyulaman
sebanyak 47 (10%) sehingga untuk setiap hektar kebun plasma diperlukan sebanyak 523
batang bibit karet.

Penanaman, Pada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada musim


penghujan yakni antara bulan September sampai Desember dimana curah hujan sudah
cukup banyak, dan hari hujan telah lebih dari 100 hari. Pada saat penanaman, tanah
penutup lubang dipergunakan top soil yang telah dicampur dengan pupuk RP 100 gram
per lubang, disamping pemupukan dengan urea 50 gram dan SP - 36 sebesar 100 gram
sebagai pupuk dasar.

4. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi
pemberantasan gulma, pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman.
-

Penyiangan gulma, Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM)
maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang-alang,
Mikania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Untuk mencapai
bal tersebut, penyiangan pada tahun pertama dilakukan dengan rotasi 2x sebulan,
sedangkan pada tahun ke dua hingga mencapai matang sadap, rotasi penyiangan

dilakukan 1 x sebulan.
Program pemupukan, Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman,
program pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan dengan
dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun. Jadwal pemupukan pada
semeseter I yakni pada Januari/Februari dan pada semester II yaitu Juli/Agustus.
Seminggu sebelum pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman

dibersihkan. Pemberian SP-36 biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan
KCl.
Tabel 2.1 Program dan dosis pemupukan tanaman karet secara umum

Sementara itu untuk tanaman kacangan penutup tanah, diberikan pupuk RP sebanyak
200 kg/ha, yang pemberiannya dapat dilanjutkan sampai dengan tahun ke-2 (TBM-2) apabila
pertumbuhannya kurang baik.
-

Pemberantasan Hama dan Penyakit, Pada umumnya hama utama tanaman karet adalah
rayap (Coptotermes sp), yang dapat diberantas dengan menggunakan Chlordane 8 EC
atau Basudin 6 0 EC dengan konsentrasi 0,3%. Sementara itu hama Kuuk (Exopholis
hypoleuca) dapat diberantas dengan Basudin 10 G. Penyakit tanaman karet yang umum
ditemukan pada perkebunan antara lain :
o Cendawan akar merah (Ganoderma pseudoferrum) dapat diberantas dengan collar
protectant.
o Penyakit daun Gloesporium pada TBM, dapat diberantas penyemprotan larutan KOC,
misalnya Cabak dengan konsentrasi 0,1% atau Daconil 75 wp dengan konsentrasi 0,1
sampai 0,2%. Sementara itu, jika menyerang TM, dapat diberantas dengan sistem
fogging menggunakan Daconil atau fungisida lainnya.
o Cendawan akar putih (Rigidonporus lignosus), dapat diberantas dengan Fomac 2 atau
Shell Collar Protectant atau Calixin Collar Protectant.
o Penyakit jamur upas (Corticum salmonikolor) dapat diberantas dengan Calixin Ready
Mix 2%.
o Penyakit bidang sadapan Mouldyrot dapat diberantas dengan Benlate konsentrasi 0,1
0,2% atau Difolan 4F konsentrasi 1 - 2%
o Penyakit bidang sadapan kanker garis (Phytophora palmivora) diberantas dengan
Difolatan 4 F konsentrasi 2 - 4%.

5. Penyadapan Tanaman Karet

Produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan tanah dan
pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan manajemen
penyadapan. Apabila ketiga kriteria tersebut dapat terpenuhi, maka diharapkan tanaman karet
pada umur 5 - 6 tahun telah memenuhi kriteria matang sadap. Kriteria matang sadap antara
lain apabila keliling lilit batang pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah telah mencapai
minimum 50 cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria tersebut, maka
areal pertanaman sudah siap dipanen.
-

Tinggi bukaan sadap, Tinggi bukaan sadap, baik dengan sistem sadapan ke bawah (Down
ward tapping system, DTS) maupun sistem sadap ke atas (Upward tapping system, UTS)

adalah 130 cm diukur dari permukaan tanah.


Waktu bukaan sadap, Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu, pada (a)
permulaan musim hujan (Juni) dan (b) permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan
Oktober). Oleh karena itu, tidak secara otomatis tanaman yang sudah matang sadap lalu
langsung disadap, tetapi harus menunggu waktu tersebut di atas tiba.

Kemiringan irisan sadap, Secara umum, permulaan sadapan dimulai dengan sudut
kemiringan irisan sadapan sebesar 400 dari garis horizontal. Pada sistem sadapan bawah,
besar sudut irisan akan semakin mengecil hingga 300 bila mendekati "kaki gajah"
(pertautan bekas okulasi). Pada sistem sadapan ke atas, sudut irisan akan semakin
membesar.

Peralihan tanaman dari TMB ke TM, Secara teoritis, apabila didukung dengan kondisi
pertumbuhan yang sehat dan baik, tanaman karet telah memenuhi kriteria matang sadap
pada umur 5 - 6 tahun. Dengan mengacu pada patokan tersebut, berarti mulai pada umur
6 tahun tanaman karet dapat dikatakan telah merupakan tanaman menghasilkan atau TM.

Sistem sadap, Dewasa ini sistem sadap telah berkembang dengan mengkombinasikan
intensitas sadap rendah disertai stimulasi Ethrel selama siklus penyadap. Mengingat
fasilitas di lingkungan perkebunan plasma masih sangat terbatas, maka dianjurkan
menggunakan sistem sadap konvensional seperti pada Tabel 2.2 berikut.

Table 2.2 Bagan penyadapan tanaman Karet


Sebagai sistem sadap alternatif juga dapat digunakan sistem berikut seperti pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Alternatif Bagian Penyadapan Karet Tanaman Karet


Atas; s/2 d/4 50 % + Ethrel (anti koalugan)
Bulan: a. Mei, Juni, Juli ;

b. November, Desember, Januari

Bawah : s/2 d/3 67% + Ethrel


Bulan : a. Februari, Maret, April;

b. Agustus, September, Oktober

Keterangan :
A = Kulit Murni Sisis A;

B = Kulit Murni Sisis B;

C = Kulit Pulihan pertama sisi A

A" = Kulit Pulihan kedua sisi A;

B = Kulit Pulihan pertama sisi B

AH = Kulit Murni atas sisi A;

BH = Kulit Murni atas sisi B

Tahap pengolahan Crumb Rubber meliputi:


-

Peremahan,Kompo yang telah mengalami penuntasan selama 10-15 hari diremahkan


dalam granulator.Peremahan bertujuan untuk mendapatkan remahan yang siap untuk
dikeringkan.Sifat yang dihasilkan oleh peremahan adalah mudah dikeringkan sehingga
dicapai kapasitas produksi yang lebih tinggi dan kematangan remah yang sempurna.

Pengeringan,Kompo yang terlah mengalami peremahan selanjutnya dikeringkan dalam


dryer selama 3 jam. Pemasukan kotak pengering kedalam dryer 12 menit sekali, suhu
pengering 122C untuk bahan baku kompo dan 110C untuk proses WF.Suhu produk

yang keluar dari dryer dibawah 40C. Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air
sampai batas aman simpan baik dari serangan serangga maupun mikrobiologis, enzimatis
dan hidrolis.Dalam pengeringan faktor yang dapat memepengaruhi hasil adalah lamanya
penuntasan, ketinggian remahan, suhu dan lama pengeringan.
-

Pengepresan,Pengepresan merupakan pembentukan bandela-bandela dari remah karet


kering. Bahan yang keluar dari pengering kemudian ditimbang seberat 35kg/bandela yang
akan dikemas dalam kemasan SW dan 33,5kg/bandela untuk kemasan. Setelah itu produk
dipress dengan menggunakan mesin press bandela. Ukuran hasil pengepresan 60 x 30 x
17cm.

Pembungkusan dan Pengepakan, Pembungkusan dimaksudkan untuk menghindari


penyerapan uap air dari lingkungan serta bebas kontaminan lain.Setelah produk dipress,
kemudian disimpan diatas meja alumunium untuk penyortiran dengan menggunakan
pengutip. Setelah itu produk dibungkus dengan plastik transparan tebal 0,03 mm dan titik
leleh 108C. Bandela yang telah dibungkus, kemudian dimasukkan dalam peti kemas
dengan susunan saling mengunci.

2.1.7

Skala Usaha Pengembangan Komoditi Karet


Untuk mengetahui suatu usaha layak atau tidak, maka diperlukan perhitungan skala

usahanya. Untuk kelayakan komoditi karet, skala usaha untuk investasi besar yang
menjanjikan keuntungan yang cukup besar dapat dilakukan pada luas lahan kurang lebih
10.000 ha.
Contoh perkiraan analisis budidaya karet selama 10 tahun masa tanam dengan luas lahan 1
ha, dengan harga tanah per hektarnya sekitar Rp 10.000.000,-:
a. Biaya Produksi
1. Bibit 485 bibit @ Rp 3000 Rp 1.455.000, 2. Pupuk

Urea 275 kg @ Rp 1.500 Rp 412.000, TSP 300 kg @ Rp 1.800 Rp 540.000, KCl 300 kg @ Rp 1.800 Rp 540.000, -

3. Pestisida

Pestisida Rp 120.000, Fungisida Rp 120.000,-

4. Alat

Sprayer Rp 250.000, Cangkul, sabit, dll Rp 150.000, Alat sadap (pisau, mangkuk, cincin mangkuk, mal sadap) Rp
300.000,-

5. Tenaga Kerja

Persiapan dan buat teras Rp 400.000, Lubang tanam dan penanaman Rp 350.000, Penyulaman Rp 300.000, Penyiangan Rp 300.000, Pemupukan Rp 200.000, Pemeliharaan Rp 250.000,-

6. Panen

Penyadapan Rp 1.200.000, Transportasi (dari perkebunan) Rp 700.000,-

Jumlah biaya produksi Rp 7.587.000,Sehingga estimasi investasi awal untuk lahan seluas 10.000 ha adalah sebesar Rp
175.870.000.000,b. Pendapatan (Hasil Perhitungan)
Budidaya karet mulai berproduksi (getah karet/lateks) pada tahun ke4, dengan
jumlah rata-rata produksi tiap tahunnya adalah:
1. Tahun ke-4, 760 kg @ Rp 2.700,- Rp 2.052.000,2. Tahun ke-5, 1.000 kg @ Rp 2.700,- Rp 2.700.000,3. Tahun ke-6, 1.300 kg @ Rp 2.700,- Rp 3.510.000,4. Tahun ke-7, 1.500 kg @ Rp 2.700,- Rp 4.050.000,5. Tahun ke-8, 1.700 kg @ Rp 2.700,- Rp 4.590.000,6. Tahun ke-9, 1.900 kg @ Rp 2.700,- Rp 5.130.000,7. Tahun ke-10, 2.100 kg @ Rp 2.700,- Rp 5.670.000,Jumlah pendapatan per 1 ha Rp 27.702.000,Jumlah pendapatan untuk lahan seluas 10.000 ha adalah sebesar Rp 277.020.000.000,Tanaman karet dapat berproduksi atau menghasilkan getah karet sampai dengan umur
tanaman 25-35 tahun dan hasil terus meningkat, sehingga dapat dipastikan bahwa
keuntungan akan terus meningkat
c. Keuntungan selama 10 tahun Rp 101.150.000.000,Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi antara Provinsi satu dengan Provinsi yang
lainnya, atau disesuaikan dengan kemampuan petani atau kelompok usaha petani yang ada di
masing masing Provinsi yang memiliki potensi pengembangan. Dari contoh skala usaha
dengan luas hanya 10.000 ha di atas, dapat terlihat bahwa investasi yang dilakukan sudah bisa
mendatangkan keuntungan selama 10 tahun sebesar Rp 101.150.000.000,-, sehingga investasi
di komoditi karet adalah sangat menjanjikan.

2.1.8

Kebutuhan Fasilitas Prasarana Pengembangan Komoditi Karet

Fasilitas yang dibutuhkan untuk pengembangan komoditi karet tidak terlepas dari prasarana
yang diperlukan agar tanaman karet dapat tumbuh berkembang dengan baik, antara lain:
-

Jaringan jalan dimana lebar jalan disesuaikan dengan jenis/kelas jalan dan alat angkut
yang digunakan. Dan juga jalan yang menghubungkan lokasi perkebunan dengan pasar

komoditi atau langsung ke pabrik pengolahan.


Saluran drainase dimana luas penampang disesuaikan dengan curah hujan pada satuan

waktu tertentu, dan mempertimabangkan faktor peresapan dan penguapan.


Peralatan seperti spryer, cangkul/sabit, dan alat sadap (pisau, mangkuk, cincin mangkuk,

dan mal sadap).


Pasar penjualan hasil karet mentah.
Prasarana listrik dan telekomunikasi yang diperlukan untuk mendukung operasi
perkebunan maupun apabila perkebunan tersebut memiliki fasilitas pengolahan sendiri
baik yang sederhana ataupun yang modern.

2.2

Analytical Hierarchi Process (AHP)


Menurut Maarif dan Tanjung (2003), Analytical Hierarchy Process (AHP)

merupakan suatu model yang luwes yang mampu memberikan kesempatan bagi perorangan
atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan
cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan
darinya. Saaty (1986) menyatakan bahwa metode AHP ini memecah-mecah suatu situasi
yang kompleks, tak terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau
variabel ini dalam suatu hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang
relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan
variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan mempengaruhi hasil pada situasi
tersebut. Beberapa keuntungan dari metode AHP adalah sebagai berikut :
1.

Kesatuan, metode AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti,
luwes untuk aneka ragam persoalan yang tak terstruktur.

2.

Kompleksitas, metode AHP memadukan ancangan deduktif dengan ancangan induktif


berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan yang kompleks.

3.

Saling ketergantungan, metode AHP dapat menangani permasalahan saling


ketergantungan antara elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak memaksa
pemikiran yang linier.

4.

Penyusunan hierarki, metode AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk


memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkatan yang berlainan
dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkatan.

5.

Pengukuran, metode AHP memberikan suatu skala untuk mengukur berbagai hal dan
terwujud dalam suatu metode untuk menetapkan prioritas.

6.

Konsistensi, metode AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan yang


digunakan dalam menetapkan berbagai proiritas.

7.

Sintesi, metode AHP menuntut ke suatu taksiran yang menyeluruh tentang kebaikan
setiap alternatif.

8.

Tawar Menawar, metode AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari


berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang untuk memilih alternatif terbaik
berdasarkan tujuan mereka masing-masing.

9.

Penilaian dan konsesus, metode AHP tidak memaksakan konsesus tetapi mensintesis
suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda.

10.

Pengulangan proses, metode AHP memungkinkan orang untuk memperhalus definisi


mereka terhadap suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian
mereka melalui pengulangan.
Menurut Saaty (1986), prinsip mendasar dalam pemikiran analitik yang digunakan

untuk memecahkan masalah adalah dengan analitik eksplisit. Terdapat 3 (tiga) prinsip pokok
dalam proses AHP yaitu :
1. Prinsip penyusunan hierarki
2. Prinsip penentuan prioritas dan
3. Prinsip konsistensi logis.
Maarif dan Tanjung (2003) menyatakan bahwa dalam penyusunan hierarki, tahapan
yang harus dilakukan adalah dekompisisi yaitu memecah persoalan yang kompleks menjadi
berbagai elemen pokok kemudian menyusun elemen-elemen tersebut secara hierarki. Ada dua
jenis hierarki yaitu lengkap dan tidak lengkap. Hierarki lengkap yaitu semua elemen pada
satu tingkat memiliki hubungan dengan semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika
tidak demikian, hierarki yang terbentuk adalah hierarki tidak lengkap. Sedangkan menurut
Saaty (1986), dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu persoalan adalah
dengan membuat perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison) yaitu elemen-elemen
dibandingkan berpasangan digunakan matriks. Matriks adalah alat yang sederhana dan biasa
digunakan dalam memberi kerangka untuk menguji konsistensi, memperoleh informasi
tambahan. Untuk mengisi matriks perbandingan berpasangan digunakan bilangan untuk

menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Bilangan


yang digunakan sebagai skala pembanding adalah nilai 1 sampai dengan 9. Berdasarkan
pengalaman skala dengan sembilan satuan cukup menampung persepsi manusia sehingga
mampu membedakan intensitas tingkat kepentingan antar elemen. Dalam AHP skala untuk
pengisian matriks perbandingan berpasangan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 . Skala untuk Pengisisan Matriks Perbandingan Berpasangan
Skala
1
3

Definisi
Kedua elemen sama pentingnya
Elemen yang satu sedikit lebih
penting
dibandingkan
elemen
lainnya
Elemen yang satu sangat penting
dibandingkan elemen lainnya
Elemen yang satu jelas lebih
penting
dibandingkan
elemen
lainnya
Elemen yang satu mutlak lebih
penting
dibandingkan
elemen
lainnya
Nilai-nilai diantara 2 pertimbangan

Penjelasan
Dua elemen sama kuat pada sifatnya
Pertimbangan sedikit lebih menyokong
satu elemen atas elemen lainnya

Pertimbangan dengan kuat menyokong


satu elemen atas elemen lainnya.
7
Satu elemen dengan kuat disokong dan
dominasinya telah terlihat dalam
praktek
9
Bukti yang menyokong elemen yang
satu memiliki tingkat penegasan
tertinggi.
2,4,6,8
Kompromidiperlukan
diantara
2
pertimbangan
Kebalik Jika elemen i mendapat nilai 7 dibandingkan elemen j, maka
an
elemen j mempunyai nilai 1/7 bila dibandingkan elemen i.
Sumber : Saaty, 1986.
Menurut Maarif dan Tanjung (2003), dalam penilaian kepentingan relatif 2 (dua)
elemen berlaku aksioma reciprocal artinya jika elemen I dinilai 3 (tiga) kali lebih penting dari
j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibandingkan elemen i. Disamping
itu, perbandingan 2 (dua) elemen yang sama akan menghasilkan angka 1 (satu) yang artinya
sama pentingnya. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama pentingnya. Saaty
(1986) menyatakan bahwa dalam pengambilan keputusan sangat penting untuk mengetahui
konsistensi logis. Keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi
rendah sama dengan mepertimbangkan acak namun untuk mencapai konsistensi sempurna
sangat sukar. Konsistensi pada level tertentu sangat dibutuhkan dalam menetapkan prioritas
untuk masing-masing elemen sehingga diperoleh hasil yang optimal. Dalam metode AHP,
nilai rasio konsistensi haris 10 % atau kurang. Jika lebih dari 10 % maka pertimbangan
mungkin acak dan harus diperbaiki.
2.3

Kerangka Pemikiran

Laporan analisis pengembangan komoditi karet ditujukan untuk menformulasikan


strategi pengembangan komoditi karet untuk memenuhi kebutuhan industri Nasional dan
Internasional. Dalam proses pengembangan tersebut perlu mempertimbangkan bebagai faktor
yang mempengaruhi pengembangan agribisnis itu sendiri, diantaranya adalah : Petani Karet,
Pengusaha, Pemerintah dan Pemodal. Selain keempat faktor diatas terdapat faktor lain yang
turut mempengaruhi pengembangan komoditi tersebut yaitu kebijakan pemerintah atau
perdagangan internasional yang dikeluarkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)
mengenai sistem perdagangan komoditi agribisnis. Berdasarkan uraian tersebut maka ikhtisar
yang dapat dikemukakan mengenai langkah-langkah dalam penyusunan AHP untuk
menformulasikan strategi pengembangan komoditi karet adalah sebagai berikut :
1. Mendefinisikan persoalan dan rincian pemecahan yang diinginkan
2. Membuat struktur hierarki secara menyeluruh dari puncak sampai dengan tingkat
dimana dimungkinkan campur tangan untuk memecahkan persoalan.
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan untuk kontribusi setiap elemen yang
relevan yang berada setingkat diatasnya.
4. Melakukan semua pertimbangan yang diperlukan untuk pengembangan matriks di
langkah 3.
5. Setelah mendapatkan seluruh data perbandingan berpasangan maka dicari prioritasnta
serta menguji konsistensinya.
Mengkomposisikan secara hierarki untuk pembobotan vektor-vektor prioritas
tersebut. Hasilnya yang merupakan vektor prioritas menyeluruh untuk tingkat hierarki paling
bawah.

BAB III
METODOLOGI

3.1

Jenis dan Sumber Data


Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer

dibutuhkan guna didapat melalui wawancara langsung dengan responden ahli melalui
kuesioner yang berkaitan dengan isi laporan. Data sekunder didapat melalui studi pustaka,
yaitu dengan cara melakukan studi literatur dan tulisan ilmiah yang berkaitan dengan topik
dan tema laporan.
3.2

Teknik Pengambilan Contoh


Teknik pengambilan responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive

Sampling yaitu dengan memilih secara sengaja responden yang terkait dengan topik laporan.
Adapun responden yang dipilih adalah responden yang ahli di bidangnya, dalam hal ini
responden tersebut adalah :
1. Asep Ikhsan Iskandar
2. Ashar Jarot Suranta
3. Cecep Mukti Soleh
4. Mardeka
5. Todo MT Napitulupu
3.3

Teknik Pengolahan Data dengan Menggunakan AHP


Menurut Saaty (1986), hierarki adalah suatu abstraksi struktur dari suatu sistem untuk
menelaah interaksi fungsional antar elemen sistem tersebut dan dampaknya terhadap sistem
secara keseluruhan. Abstraksi tersebut memiliki bentuk, dimana komponennya saling terkait,
yang semuanya tersusun dari puncak sasaran (Strata 1) ke bawah turun ke sub-sasaran (Strata
2), kemudian turun ke faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi sub-tujuan (Strata 3),
lalu turun ke pelaku yang memberi dorongan (Strata 4), tujuan-tujuan pelaku (Strata 5),
selanjutnya turun ke kebijakan-kebijakan (Strata 6), dan akhirnya turun ke alternatif strategi
(Strata 7). Dengan kata lain, hierarki adalah suatu sistem dengan bentuk yang terstratifikasi,
yang masing-masing strata terdiri dari beberapa elemen. Dengan demikian, elemen dari
setiap strata perlu diidentifikasi dan dikelompokkan dalam kesatuan-kesatuan berdasarkan

pertimbangan kedekatan hubungan. Bentuk umum abstraksi sistem hirarki dapat dilihat pada
Gambar 3.

Sasaran Analisis

Strata 1. Sasaran

Strata 2. Faktor

Faktor 1

Faktor 2

Faktor 3

Skenario 1

Skenario 2

Skenario 3

Faktor ke-n

Strata ...

Strata ke m
Skenario

...

Skenario n

Gbr. 3.1 Bentuk Umum Abstraksi Sistem Hirarki (Hipotetik)


Tidak ada prosedur tertentu untuk membangkitkan sasaran, kriteria-kriteria, dan
aktivitas-aktivitas yang dimasukkan dalam sistem hirarki, atau pada suatu sistem yang umum
(Saaty, 1991). Hal tersebut sangat tergantung pada sasaran apa yang dipilih untuk memilahmilah sistem yang kompleks menjadi berbagai elemen.

Elemen sistem yang telah

diidentifikasi tersebut dikelompokkan ke dalam kesatuan-kesatuan yang terpisah (kesatuan


strata), kemudian strata-strata tersebut disusun dalam bentuk hirarki. Terdapat kaitan antar
faktor atau elemen sistem yang tidak pernah dapat diperoleh secara sempurna dan lengkap
dalam menyusun suatu hirarki. Oleh karena itu, dalam penyusunan hirarki diperlukan
intelegensia, kesabaran, dan kemampuan untuk berintraksi dengan orang lain agar dapat
diperoleh banyak pengetahuan dan pengalaman darinya.
Selain itu, terdapat beberapa keunggulan dari hirarki, seperti dipaparkan di bawah ini
(Saaty, 1986).
1. Representasi suatu sistem secara hirarkis dapat digunakan untuk menggambarkan
bagaimana perubahan-perubahan prioritas elemen yang terjadi pada strata yang lebih
tinggi dapat mempengaruhi prioritas setiap elemen yang terkait pada strata di bawahnya;
2. Hirarki memberi banyak informasi secara rinci atas struktur dan fungsi.

Penetapan prioritas pada metode PHA mencakup penyusunan matriks pendapat


komparasi berpasangan, pengolahan horizontal, dan pengolahan vertikal, seperti yang
dipaparkan di bawah ini.
3.4

Matriks Pendapat Komparasi Berpasangan


Menurut Saaty (1986), tidak semua masalah sistem dapat dipecahkan hanya melalui

analisa elemen sistem yang terukur. Seringkali elemen sistem yang tidak terukur memiliki
peranan yang besar, sehingga tidak dapat diabaikan, seperti mutu lingkungan, kesehatan,
ketentraman, dan sebagainya. Untuk menganalisis dan mengevaluasi nilai-nilai sosial, seperti
tersebut di atas, diperlukan metode analisis yang sesuai, yaitu suatu pendekatan yang
memungkinkan adanya intraksi antar pendapat dengan fenomena sosial.

Penggunaan

pendapat dalam memecahkan masalah sistem dilakukan dengan membandingkan elemen


sistem secara perpasangan. Dengan demikian, diperlukan seperangkat skala (Rating Scale)
yang dapat membedakan setiap pendapat dan memiliki keteraturan, sehingga memudahkan
untuk mengaitkan antara pendapat pakar dengan nilai skala tersebut.
Nilai skala yang digunakan dalam perbandingan pendapat secara berpasangan adalah
1-9. Nilai skala tersebut telah dibuktikan oleh Saaty merupakan skala yang terbaik
berdasarkan tingkat akurasinya, yang diukur dari nilai deviasi RMS (Root Mean Square) dan
MAD (Median Absolute Deviation) pada berbagai masalah sistem (Saaty, 1986).
Matriks pendapat komparasi berpasangan terdiri dari matriks pendapat individu
(MPI) dari setiap expert yang memberikan pendapat dan matriks pendapat gabungan (MPG),
yaitu gabungan pendapat dari semua expert yang memberikan pendapat. MPI merupakan
matriks pendapat berpasangan dari setiap expert yang membentuk suatu matrik bujur sangkar
(n x n). MPI secara matematis dapat ditulis sebagai matriks A = (a ij), dimana aij adalah
elemen matrik A pada baris ke-i dan kolom ke-j. Bentuk umum Matrik Pendapat Komparasi
Berpasangan dan cara pengisiannya dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Contoh Matriks Komparasi Pendapat Berpasangan
G
F1
F2
...
Fn
Sumber: Hipotetik

F1
1
1/3
...
1/4

F2
3
1
...
7

...
...
...
...
1/9

Fn
4
1/7
...
1

Matriks pendapat tersebut merupakan matriks pendapat yang memiliki n jumlah


elemen yang diperbandingkan atas satu elemen pada strata di atasnya (G). Semua diagonal

diisi dengan nilai 1 karena membandingkan antara dua elemen yang sama, sehingga tingkat
kepentingannya juga sama atas G. Pengisian matriks pendapat dari expert hanya dilakukan
untuk sel-sel yang berada di atas diagonal. Sel-sel yang berada di di bawah diagonal (yang
diarsir) diisi nilai kebalikan dari nilai sel-sel yang sejajar yang berada di atas diagonal
matriks. Jika suatu matriks pendapat berukuran n x n, maka jumlah sel yang harus diisi
dengan pendapat expert adalah n(n-1)/2 (Saaty, 1986).
Pada contoh matriks pendapat (Tabel 3.1) dipaparkan cara pengisian dari setiap selnya
sebagai berikut. Tingkat kepentingan F1 dibandingkan dengan F2 ternyata sedikit lebih
penting atas G, sehingga diberi nilai 3 dan nilai kebalikannya adalah 1/3. Tingkat kepentingan
F1 dibandingkan dengan Fn ternyata antara sedikit lebih penting sampai lebih penting atas G,
sehingga diberi nilai 4 dan nilai kebalikannya adalah 1/4. Tingkat kepentingan F2
dibandingkan dengan Fn ternyata sangat kurang penting atas G, sehingga diberi nilai 1/7 dan
nilai kebalikannya adalah 7. Demikian seterusnya dilakukan untuk setiap matriks pendapat
individu.
Matriks Pendapat Gabungan berisi nilai rata-rata geometrik (gij) dari matriks pendapat
individu yang memenuhi syarat tingkat konsistensi (nilai RK 10%). Rata-rata geometrik
dapat dituliskan dalam bentuk rumus sebagai berikut.
m

m
aij (k)

gij =
k=1

dimana m adalah jumlah responden pakar yang memenuhi syarat tingkat konsistensi.
3.5

Pengolahan Horizontal
Pengolahan horizontal digunakan untuk menyusun prioritas keputusan untuk setiap

elemen pada suatu strata keputusan. Tahap-tahap pada pengolahan horizontal dipaparkan di
bawah ini (diadaptasi dari Saaty, 1986).
Tahap 1. Mencari Nilai Vektor Eigen (VE)
n
VEi =
j=1

n
aij

(i, j = 1, 2, ..., n)

Tahap 2. Mencari Vektor Prioritas (VP)

dimana VPi adalah elemen vektor prioritas ke-i

VEi
VPi = --------n
VE
j=i

3.6

Pengolahan Vertikal
Pengolahan vertikal digunakan untuk menyusun prioritas keputusan setiap elemen

pada strata tertentu terhadap sasaran utamanya (strata 1). Pengolahan vertikal dimulai dari
strata ketiga dengan mencari prioritas keputusan setiap elemen yang terdapat pada starata
ketiga tersebut terhadap sasaran utamanya. Setelah prioritas keputusan setiap elemen pada
strata ketiga diperoleh, maka dilanjutkan untuk menghitung prioritas keputusan untuk strata
berikutnya terhadap sasaran utama. Demikian seterusnya dilakukan untuk semua strata di
bawahnya. Pengolahan vertikal dapat diformulasikan dalam bentuk aljabar sebagai berikut
(Diadaptasi dari Saaty, 1986).
NPpq

m
= (NPHpq x NPTt ), untuk p = 1, 2, .., n dan t = 1, 2, ..., m
t=1

dimana :
NPpq

= Nilai prioritas hasil pengolahan vertikal elemen ke p strata ke q

NPHpq

= Nilai prioritas hasil pengolahan horizontal elemen ke p strata ke q

NPVt(q-1)

= Nilai prioritas hasil pengolahan vertikal elemen ke-t strata ke q-1

= Jumlah elemen pada strata ke q-1

= Jumlah elemen pada strata ke q

3.7

Prinsip Konsistensi Logis


Menurut Saaty (1986), tingkat konsistensi setiap matriks pendapat diukur dengan nilai

rasio konsistensi (RK), yakni rasio antara indeks konsistensi (IK) matriks pendapat dengan
indeks acak (RI) yang dikeluarkan oleh OAK RIDGE NATIONAL LABORATORY dari matriks
berorde 1 sampai 15 dengan menggunakan sampel berukuran 100 responden. Nilai RK setiap
matriks pendapat yang dapat diterima hanya sampai 10 persen, atau tingkat konsistensi 90
persen. Dalam laporan ini, nilai konsistensi logisnya adalah 40 persen.

Apabila matriks

pendapat tidak konsisten (RK < 0,4) berjumlah kurang dari 35 persen dari jumlah matriks
keseluruhan maka dapat dilakukan revisi pendapat. oleh pemeriksa apabila lebih dari 35
persen maka revisi dilakukan oleh responden
Tahap 1.

Mencari Nilai Eigen Maksimum (maks)

VA = aij x VP dengan VA = (Vai)


VA
VB = -------- dengan VB =( VBi)
VP
n
VBi
i=1

maks = ----------- untuk i = 1, 2, ..., n


n

Tabel 3.2 Indeks OAK RIDGE NATIONAL LABORATORY


Jumlah
Indeks Oak Ridge
Orde
National Laboratory
(N)
(RI)
1
0.00
2
0.00
3
0.58
4
0.90
5
1.12
6
1.24
7
1.32
8
1.41
Sumber : Saaty (1986)

Jumlah
Orde
(N)
9
10
11
12
13
14
15

Indeks Oak Ridge


National Laboratory
(RI)
1.45
1.49
1.51
1.48
1.56
1.56
1.59

Tahap 2. Mencari Indeks Konsistensi


maks - n
IK = -----------n-1

Keterangan :

IK
= indeks konsistensi
maks = nilai eigen maksimum
n
= jumlah elemen yang dibandingkan pada matriks pendapat
Tahap 3. Mencari Rasio Konsistensi
IK
RK = ---------RI

Keterangan :
RK
= rasio konsistensi
IK
= indeks konsistensi
RI
= Indeks Oak Ridge National Laboratorium

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam menformulasikan strategi pengembangan komoditi karet untuk memenuhi


kebutuhan industri nasional dan internasional digunakan metode Analytical Hierachi Process
(AHP). Langkah-langkah yang digunakan dalam menformulasikan strategi pengembangan
komoditi karet tersebut dalam memenuhi kebutuhan industri nasional dan internasional ini
adalah sebagi berikut :
4.1

Identifikasi Masalah

Goal, tujuan dari analisis ini adalah menentukan alternatif strategi yang terbaik untuk
pengembangan komoditi karet untuk memenuhi kebutuhan industri nasional dan
internasional.

Kriteria/faktor, yaitu kriteria yang digunakan dalam menentukan alternatif strategi


yang akan dipilh dalam pengembangan komoditi karet untuk memenuhi kebutuhan
industri nasional dan internasional , yaitu:

Sumber Daya Manusia, sumber daya manusia yang handal dapat menangani
proses produksi, penanganan pasca panen dan pemasaran hasil panen dengan bai,.
sehingga karet yang dihasilkan memiliki mutu yang baik.

Teknologi, teknologi merupakan faktor penting karena penggunaan teknologi


dapat memberikan nilai tambah bagi petani, baik dari segi peningkatan kualitas
maupun kuantitas karet yang diproduksi.

Permodalan, alam pelaksanaan proses produksi dibutuhkan sarana dan prasarana


produksi yang memadai sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit, maka
faktor modal menentukan keberhasilan dalam pengembangan komoditi tersebut.

Infrastruktur, infrastruktur merupakan faktor penting dalam pengembangan


komoditi pertanian karena infrastruktur yang memadai akan membantu kelancaran
proses produksi dan penanganan pasca panen sehingga karet yang dihasilkan
memiliki mutu yang sesuai dengan kebutuhan industri nasional dan internasional.

Pelaku/Aktor, adalah siapa saja (instansi) yang terlibat dan berperan penting dalam
mencapai sasaran yang ingin kita capai. Dalam hal faktor-faktor yang berperan dalam
pengembangan komoditi karet tersebut adalah :

Pemerintah Pusat, Pemerintah pusat berperan dalam pengembangan komoditi

karet karena karena kebijakan-kebijakan dalam pengembangan tanaman pangan


secara nasional masih tersentralisasi di pemerintahaan pusat.
Pemerintah Daerah, implikasi dari pemberlakuan otonomi daerah adalah adanya
peran serta pemerintah daerah dalam pengembangan komoditi karet.

Koperasi Primer, koperasi primer juga perlu dilibatkan dalam pengembangan


komoditi karet karena koperasi primer merupakan salah satu lembaga yang terlibat
dalam penanganan produksi.

Pengusaha, pengusaha dibutuhkan dalam pengembangan komoditi karet dalam hal


pembiayaan dan penyerapan hasil produksi pertanian.

Petani, petani sebagai salah satu pelaku dalam produksi yang memegang peranan
penting dalam pengembangan produksi karet karena petani terlibat langsung
dalam proses produksi karet tersebut.

Akademis, akademis dilibatkan dalam pengembangan karet karena diharapkan pihak


akademis mampu menciptakan dan mengembangkan komoditi karet dari sisi ilmu
pengetahuan sehingga dapat membantu meningkatkan produktivitas karet tersebut.

Sasaran/Tujuan, yaitu menentukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dalam
pengembangan komoditi karet yang ditinjau dari berbagai pelaku, yang meliputi
sasaran sebagai berikut:

Kesejahteraan Petani, kesejahteraan petani merupakan salah satu tujuan yang


harus dicapai karena karenan peran petani dalam meningkatkan produktivitas
komoditas karet sangat besar. Apabila kesejahteraan petani meningkat maka akan
memacu petani untuk lebih giat lagi dalam melakukan proses produksinya.

Keuntungan Usaha, keuntungan usaha juga akan mendorong petani untuk


meningkatkan produktivitas usahanya.

Meningkatkan

Devisa, komoditi karet merupakan salah satu komoditi yang

memiliki posisi strategis dalam perdagangan dunia sehingga kebijakan secara


makro akan turut mempengaruhi komoditas karet nasional dan internasional.

Kesinambungan

Usaha,

kesinambungan

usaha

akan

berdampak

pada

kelangsungan hidup petani dan para pekerja.

Alternatif/Skenario, yaitu alternatif strategi apa saja yang perlu dilakukan agar
pengembangan komoditi karet tersebut dapat berjalan dengan baik, optimal dan
memberikan keuntungan disemua pihak, efektif, dan efisien. Adapun Skenarionya,
yakni :

Menaikkan Bea Impor, menaikan bea impor karet merupakan salah satu alternatif
strategi yang tidak memerlukan biaya besar namun memberikan dampak yang
sangat besar bagi pengembangan komoditi karet.

Pola kemitraan, pola kemitaan merupakan salah satu strategi guna memicu para
pelaku usaha pertanian karet.

Alih teknologi, salah satu alternatif strategi, karena pemanfaatan teknologi di


tingkat petani masih sangat sederhana.

Investasi, investasi dibutuhkan untuk pengadaan sarana dan prasarana pasca


panen.

4.2

Penyusunan Hierarki
Berdasarkan elemen-elemen tersebut diatas maka formulasi hierarki strategi

pengembangan komoditi karet untuk memenuhi kebutuhan industri nasional dan internasional
adalah sebagai berikut :

StrategiGoal
penggembangan komoditi karet untuk memenuhi kebutuhan Industri nasional dan Internasiona

Faktor

Aktor

Teknologi

Infrastruktur

SDM

Pengusaha
Pemerintah Pusat
Koperasi Primer
Pemerintah Daerah

Permodalan

Petani

Akademis

Tujuan Kesejahtraan PetaniKeuntungan UsahaPeningkatan Devisa


Kesinambungan Usaha

Pola Kemitraan
Alternatif Strategi
Menaikan Bea Import Karet

Alih Teknologi

Investasi

Gbr 4.1 Struktur Hierarki Strategi Pengembangan Komoditi Karet untuk Memenuhi Kebutuhan Industri
Nasional dan Internasional

4.3

Hasil Metode AHP


Hasil Analisis pengembangan komoditas karet untuk memenuhi kebutuhan industri

nasional dan internasional dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy


Process (AHP). Metode AHP dilakukan dengan teknik komparasi berpasangan antar elemen
yang dibandingkan. Nilai yang diberikan pada skala dasar penilaian tingkat kepentingan
berdasarkan matriks penilaian para ahli yang memiliki tingkat konsistensi dibawah 0,4.
apablia tidak memenuhi syarat konsistensi rasio maka dilakukan revisi terhadap penilaian
matriks. Apabila jumlah matriks yang berada dalam kondisi tidak konsisten adalah sebesar
kurang dari 35 persen maka revisi dilakukan oleh pihak pemeriksa. namun apabila jumlah
matriks yang berada dalam kondisi tidak konsistem adalah lebih dari 35 persen maka revisi
dilakukan oleh responden.
Setelah seluruh matriks individu setiap responden telah memenuhi syarat konsistensi
maka dilakukan pengolahan lanjut untuk menggabungkan matriks individu menjadi matriks
pendapat gabungan. Kemudian dilakukan analisis vertikal matriks gabungan untuk
mengetahu hasil prioritas elemen terhadap sasaran utama atau fokus yaitu pengembangan
komoditas karet untuk memenuin kebutuhan industri nasional dan internasional.
Hasil analisis alternatif dalam strategi pengembangan agribisnis Pengembangan
komoditi karet untuk memenuhi kebutuhan industri Nasional dan International, adalah
sebegai berikut
1.

Prioritas Faktor

No.
1.
2.
3.
4.

Faktor
Teknologi
Infrastruktur
Sumberdaya Manusia
Permodalan

Vektor Prioritas
0.567
0.268
0.74
0.91

Prioritas
1
2
4
3

Tabel 4.1 Prioritas faktor dalam pengembangan komoditi karet


Dari hasil analisa tersebut pada table 4.1, diperoleh bahwa faktor penentu utama
dalam pengembangan komoditi karet dalam memenuhi kebutuhan nasional dan international
adalah melalui pengembangan ilmu dan teknologi dengan skor tertinggi (0.567), dengan

demikian diperlukan kemajuan teknologi yang dan tepat guna dalam mengelola komoditi
karet, yaitu dari mulai panen, pengolahan dan distribusi, sehingga effisiensi dan kerusakan
produk dan bahan baku dapat di hindari.
2.

Prioritas Aktor

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Aktor
Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah
Koperasi
Pengusaha
Petani
Akademisi

Vektor Prioritas
0.382
0.232
0.085
0.172
0.062
0.130

Prioritas
1
2
5
3
6
4

Tabel 4.2 Prioritas Aktor dalam pengembangan komoditi karet


Dari hasil analisa tersebut pada table 4.2, diperoleh bahwa Aktor penentu utama
dalam pengembangan komoditi karet dalam memenuhi kebutuhan nasional dan international
adalah melalui campur tangan pemerintah pusat (0.382), dengan kata lain pemerintah harus
bijak dan memihak dalam mengluarkan kebijakan dalam hal agroindustri.
3.

Prioritas Tujuan

No
.
1.
2.
3.
4.

Tujuan
Kesejahteraan petani
Keuntungan Usaha
Peningkatan Devisa
Kesinambungan Usaha

Vektor Prioritas

Prioritas

0.534
0.287
0.117
0.060

1
2
3
4

Tabel 4.3 Prioritas Tujuan dalam pengembangan komoditi karet


Dari hasil analisa tersebut pada table 4.3, diperoleh bahwa tujuan utama dalam
pengembangan komoditi karet dalam memenuhi kebutuhan nasional dan international adalah
kesejahtraan petani (0.534), sehingga produktifitas akan semakin meningkat dan akhirnya
akan meningkatkan produksi itu sendiri.
4.

Alternatif

Gbr.4.2 hasil analisa AHP yang diproses ooleh sofware Expert Choice dalam pengembangan Komoditi karet
untuk memenuhi kebutuhan Industri Nasional dan International.

Dari process tersebut dihasilkan alternatif utama yang terpilih dalam mengembangkan
komoditi karet yaitu, alternatif Menaikan Bea Impor Karet (0.369), kemudian disusul Alih
teknologi (0.256), dan selanjutnya adalah Pola kemitraan (0.206) dan Investasi (0.169).
Diharapkan dengan adanya kebijakan pemerintah dalam hal menaikan bea impor karet, maka
deman dari dalam negeri sendiri akan meningkat, dan akhirnya akan diikuti dengan
peningkatan produksi dan peningkatan kesejahtraan petani, karena sekarang ini impor bahan
baku di Negara kita bagaikan tsunami yang membanjiri Negara, dan banyak sekali para
petani meninggalkan profesinya dan hijrah ke kota untuk mencari nafkah, akibatnya kaum
urban akan semakin tinggi dan pemerataan penduduk tidak merata.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan AHP dengan menggunakan software Expert Choice dalam

menganalisa penentuan alternatif dalam mengembangkan komoditas karet untuk memenuhi


kebutuhan Nasional dan International untuk saat ini adalah faktor dari pemerintah pusat
dalam menentukan kebijakan bea impor, karena sekarang ini importir karet semakin
membanjiri, dan pemerintahnya pun membiarkannya mengalir, sehingga banyak para petani
meninggalkan profesinya dan menjadi kaum urban di kota akibat dari beratnya persaingan
harga yang lebih murah, karena kita tahu dan menyadari teknologi yang kita gunakan sangat
jauh oleh para pesaing yang bermain di pasar global, sehingga cost produksi dari sistem
konvensional menjadi sangat tinggi, akhirnya karga produk menjadi mahal, dan akhirnya
tidak mampu menandingi harga impor.
5.2

Saran
Selain kebijakan pemerintah yang perlu di kaji ulang, presiapan para petani dan

akademisi dalam menghadapi persaingan global diperlukan teknologi yang tepat guna,
sehingga bisa meningkatkan produktifitas daan kinerja, karena tujuan utama dari
pengembangan komoditas karet ini adalah untuk meningkatkan kesejahtraan para petani.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. Statistik Perdagangan LN, ekspor. 1990-1998.


http://www.ditjenbun.deptan.go.id. Diakses 26 Mei 2008. Statistik Luas Areal dan Produksi
Perkebunan Jambu Mete Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan 1975-2005.
http://www.ditjenbun.deptan.go.id. Diakses 26 Mei 2008. Statistik Volume dan Nilai EksporImpor Jambu Mete Indonesia 1975-2005.
http://www.fintrac.com/indoag. Diakses 26 Mei 2008. Perkembangan Harga Mete di Beberapa
Kota Penghasil Mete.

http://www.mofrinet.cbn.net.id. Diakses 26 Mei 2008. Status Perusahaan Perkebunan Mete di


Indonesia.
INSAHP. 2000. Proceedings of The Indonesian Symposium on The Analytic
Hierarchy Process. Lembaga Manajemen PPM, Jakarta.
Lubis dan Mansur, 1996. Penelitian Terpadu untuk Peningkatan Produktivitas
Jambu Mete. dalam Prosiding Forum Komunikasi Jambu Mete, Balitan
Rempah dan Obat 1995.
Maarif, M.S. dan H. Tanjung. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif untuk Manajemen. PT
Grasindo. Jakarta.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Marimin. 2008. The Analytic Hierarchy Process (AHP) for Decision Making. Bahan
Kuliah Manajemen Produksi dan Operasi

TUGAS
MANAJEMEN PEMASARAN DAN PRODUKSI
(MPO)
Analytical Hierarchi Process (AHP)

Tema: Pengembangan Komoditi Karet


untuk memenuhi kebutuhan Nasional
dan Internasional

Dosen:
Dr.Ir. Sukardi, MM
Kelompok MPO:
1. Asep Ikhsan Iskandar / P056110773.40E
2. Ashar Jarot Suranta/ P056110783.40E
3. Cecep Mukti Soleh/ P056110813.40E
4. Mardeka/ P056110873.40E
5. Todo MT Napitupulu/ P056100973.37E

MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
DAFTAR ISI
HAL
COVER
BAB I
1.1
1.2
BAB II
2.1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan

...

1
1
2

TINJAUAN PUSTAKA
...
Kerangka Teoritis
..
2.1.1 Penggolongan/Clasifikasi Karet

2.1.2 Penggunaan Komoditi Karet

2.1.3 Komoditi Karet


...
2.1.4 Turunan Karet
...
2.1.5 Karakteristik konsumsi/Pemanfaatan Karet dan ikutannya

3
3
3
4
4
5
6

2.1.7

Proses Produksi komoditi karet

2.1.7

Skala Usaha pengembangan komoditi karet..

14

2.1.8

Kebutuhan Fasilitas Prasarana Pengembangan KK ...

16

..

2.2

Analytical Hierarchi Process (AHP)..

16

2.3

Kerangka Pemikiran

19

20

BAB III

METODOLOGI

3.1

Jenis dan Sumber Daya

3.2

Teknik Pengambilan contoh

3.3

Teknik Pengolahan Data dengan menggunakan AHP

20

3.4

Matriks Pendapatan komparasi berpasangan

22

3.5

Pengolahan Horizontal

23

3.6

Pengolahan Vertical

24

3.7

Prinsip konsistensi logis

24

BAB IV

20

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

26

4.1

Identifikasi Masalah

26

4.2

Penyusunan Hirarki

28

4.3

Hasil metode AHP

29

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

32

Anda mungkin juga menyukai