Ahp Tugas Mpo
Ahp Tugas Mpo
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Agroindustri merupakan subsektor pertanian yang diharapkan dapat berperan penting
Kemudian salah satu solusi yang akan dilakukan dari beberapa komoditas unggulan
tersebut adalah pengembangan komoditas Karet.
1.2
Permasalahan
Salah satu permasalahan dalam process peningkatan produksi karet di Indonesia
adalah banyaknya tanaman karet yang kondisinya sudah tua atau rusak (berusia di atas 20
tahun). Selain itu, tingkat produktivitas tanaman masih rendah, karena sebagian besar berasal
dari benih sapuan, bukan klon unggul. Terutama di perkebunan rakyat, penggunaan benih
klon unggul rata-rata baru mencapai 40%. Sejalan dengan program revitalisasi pertanian yang
dicanangkan pemerintah, strategi peningkatan produksi karet dilakukan melalui revitalisasi
perkebunan yang mencakup perluasan areal, peremajaan dan rehabilitasi tanaman. Program
ini telah berjalan sejak tahun 2006, dengan sasaran areal tanaman karet hingga tahun 2010
seluas 213.000 ha yang merupakan usulan dari 11 provinsi. Apabila lahan tersebut
dioptimalkan melalui peremajaan, diharapkan produksi karet akan meningkat sekitar 20
30%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kerangka Teoritis
2.1.1
pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali
oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang
ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber
karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba
dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya
Bogor. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia
didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand. Lebih dari setengah karet yang
digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi
setiap tahun, dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif
dan militer.
Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:
Divisi
Sub divisi
Kelas
Keluarga
Genus
Spesies
2.1.2
: Spermatophyta
: Angiospermae
: Dicotyledonae
: Euphorbiaceae
: Hevea
: Hevea brasiliensis.
Komoditi Karet
Klon karet yang dianjurkan Pusat Penelitian Karet Balai Penelitian periode 1996-1998
adalah:
-
AVROS 2037
BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109
GT 1
PB 217, PB 235, PB 260
PR 255, PR 261, PR 300, PR 303
RRIC 100, RRIC 102, RRIC 110
RRIM 600
GGIM 712
TM 2, TM 9
Sedangkan beberapa jenis hasil karet yang biasa dimanfaatkan atau diolah menjadi
beberapa produk antara lain adalah : RSS I, RSS II, RSS III, Crumb Rubber, Lump, dan
Lateks.
2.1.3
Komoditi Karet
Hasil sampingan dari pohon karet adalah kayu karet yang dapat berasal dari kegiatan
rehabilitasi kebun atau peremajaan kebun karet tua yang sudah tidak menghasilkan lateks
lagi. Umumnya kayu karet yang diperjualbelikan adalah dari peremajaan kebun karet tua
yang diganti dengan tanaman karet muda. Kayu karet dapat dipergunakan sebagai kayu bahan
bangunan rumah, kayu api, arang, ataupun kayu gergajian untuk alat rumah tangga. Getah
karet yang disadap dari batang diolah menjadi karet dalam bentuk krep, sit yang diasap dan
lateks pekat. Turunan dari karet antara lain adalah diberikan seperti bagan dalam Gambar 3.2
di bawah ini:
Jenis I : Lateks pekat pusingan dengan amonia saja atau dengan pengawet formaldehida
dilanjutkan dengan pengawet amonia.
Jenis II : Lateks pekat pendadihan yang diawetkan dengan amonia saja atau dengan
pengawet formaldehida dilanjutkan dengan amonia.
Jenis III : Lateks pusingan yang diawetkan dengan kadar amonia rendah dan bahan
pengawet sekunder.
c. CRUMB RUBBER
Crumb rubber adalah karet kering yang proses pengolahannya melalui tahap
peremahan. Bahan baku berasal dari lateks yang diolah menjadi koagulum dan dari lump.
Bahan baku yang paling dominan adalah lump karena pengolahan crumb rubber bertujuan
untuk mengangkat derajat bahan baku mutu rendah menjadi produk yang lebih bermutu.
2.1.5
keunggulan yang berbeda. Selain menghasilan getah yang sangat bermanfaat untuk
digunakan, juga kayunya dapat digunakan untuk pembangunan dengan kualitas yang baik.
Salah satu pemanfaatan getah karet adalah digunakan untuk industri sepatu karet, dimana
hasilnya bisa dikonsumsi di pasar dalam maupun luar negeri. Pada saat sekarang, industri
sepatu karet sudah merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan manusia,
baik di dalam maupun luar negeri, sehingga dapat diperkirakan pula bahwa kebutuhan dunia
akan sepatu karet akan terus meningkat. Sebagai contoh pada tahun 1994, nilai ekspor
industri sepatu karet yang berbahan baku karet meningkat sebesar 30% dibandingkan tahun
1993, sedangkan di tahun 1995 juga terjadi peningkatan sebesar 57% dibandingkan tahun
sebelumnya. Salah satu produk hilir dari karet yang jumla konsumsinya sangat besar adalah
untuk ban kendaraan. Oleh karena itu tingkat konsumsi karet sangat dipengaruhi oleh
konsumsi ban kendaraan. Pola konsumsi ban kendaraan ini berbanding lurus dengan tingkat
perkembangan ekonomi dan kesejahteraan dunia. Oleh karena itu konsumen utama karet
adalah negara-negara yang telah maju (Amerika, Eropa, dan sebagian Asia).
2.1.6
menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya. Adapun syarat
tumbuh tanaman karet adalah sebagai berikut:
A. Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15C LS dan
15LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai
produksinya juga terlambat. Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500
mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun
demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang. Suhu optimal
diperlukan berkisar antara 25C sampai 35C. Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal
pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari
permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Kecepatan angin yang terlalu
kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet.
B. Tanah
Lahan
kering
untuk
pertumbuhan
tanaman
karet
pada
umumnya
lebih
mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan
perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan
dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah
dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan
pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama
struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya
secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup
subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah
berkisar antara pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH, 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat
tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain:
-
Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas
Aerase dan drainase cukup
Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air
Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm
Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro
Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5
Kemiringan tanah < 16% dan
Permukaan air tanah < 100 cm
Dalam pelaksanaan budidaya tanaman karet diperlukan berbagai langkah yang
dilakukan secara sistematis mulai dari pembukaan lahan sampai dengan pemanenan. Tahapan
pekerjaan dalam proses produksi tanaman karet mulai dari tahapan awalnya adalah:
1. Pembukaan lahan (Land Clearing)
Lahan tempat tumbuh tanaman karet harus bersih dari sisa-sisa tumbuhan hasil tebas
tebang, sehingga jadwal pembukaan lahan harus disesuaikan dengan jadwal penanaman.
Kegiatan pembukaan lahan ini meliputi : (a) pembabatan semak belukar, (b) penebangan
pohon, (c) perecanaan dan pemangkasan, (d) pendongkelan akar kayu, (e) penumpukan dan
pembersihan. Seiring dengan pembukaan lahan ini dilakukan penataan lahan dalam blokblok,
penataan jalan-jalan kebun, dan penataan saluran drainase dalam perkebunan.
- Penataan Blok-blok. Lahan kebun plasma dipetak-petak menurut satuan terkecil antara lain
2 hektar untuk setiap KK peserta plasma, dan kemudian ditata ke dalam blok-blok
berukuran 400m x 400m, sehingga setiap blok dikuasai oleh 8 KK petani. Setiap 4 blok
disatukan menjadi satu kelompok tani sehamparan yang terdiri dari 32 KK petani.
-
Penataan Jalan-jalan, Jaringan jalan di dalam kebun plasma harus ditata dan
dilaksanakan pada waktu pembangunan tanaman baru (tahun 0) dan dikaitkan dengan
penataan lahan ke dalam blok-blok tanaman. Pembangunan jalan di areal datar dan
berbukit dengan pedoman dapat menjangkau setiap areal terkecil, dengan jarak pikul
maksimal
sejauh
200m.
Sedapatkan
mungkin
seluruh
jaringan
ditumpukkan/
disambungkan, sehingga secara keseluruhan merupakan suatu pola jaringan jalan yang
efektif. Lebar jalan disesuaikan dengan jenis/kelas jalan dan alat angkut yang akan
digunakan.
-
Penataan Saluran Drainase, Setelah pemancangan jarak tanam selesai, maka pembuatan
dan penataan saluran drainase (field drain) dilaksanakan. Luas penampang disesuaikan
dengan curah hujan pada satuan waktu tertentu, dan mempertimbangkan faktor peresapan
dan penguapan. Seluruh kelebihan air pada field drain dialirkan pada parit-parit
penampungan untuk selanjutnya dialirkan ke saluran pembuangan (outlet drain).
Pemberantasan Alang-alang, Ilalang dan Gulma lainnya, Pada lahan yang telah selesai
tebas tebang dan lahan lain yang mempunyai vegetasi alang-alang, dilakukan
pemberantasan alang-alang dengan menggunakan bahan kimia antara lain Round up,
Scoup, Dowpon atau Dalapon. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan pemberantasan
gulma lainnya, baik secara kimia (Ally) maupun secara mekanis. Dengan tujuan efisiensi
biaya, pengolahan lahan untuk pertanaman karet dapat dilaksanakan dengan sistem
minimum tillage, yakni dengan membuat larikan antara barisan satu meter dengan cara
mencangkul selebar 20cm. Namun demikian pengolahan tanah secara mekanis untuk
lahan tertentu dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga kelestarian dan kesuburan
tanah.
Pembuatan ters/Petakan dan Benteng/Piket, Pada areal lahan yang memiliki kemiringan
lebih dari 50 diperlukan pembuatan teras/petakan dengan sistem kontur dan kemiringan
ke dalam sekitar 150. Hal ini dimaksudkan untuk menghambat kemungkinan terjadi erosi
oleh air hujan. Lebar teras berkisar antara 1,25 sampai 1,50 cm, tergantung pada derajat
kemiringan lahan. Untuk setiap 6-10 pohon (tergantung derajat kemiringan tanah) dibuat
benteng/piket dengan tujuan mencegah erosi pada permukaan petakan.
Pengajiran, Pada dasarnya pemancangan air adalah untuk menerai tempat lubang
tanaman dengan ketentuan jarak tanaman sebagai berikut :
o Pada areal lahan yang relatif datar / landai (kemiringan antara 00 - 80) jarak tanam
adalah 7m x 3m (= 476 lubang/hektar) berbentuk barisan lurus mengikuti arah Timur Barat berjarak 7m dan arah Utara - Selatan berjarak 3m.
o Pada areal lahan bergelombang atau berbukit (kemiringan 8%-15%) jarak tanam 8m
x 2,5m (=500 lubang/ha) pada teras-teras yang diatur bersambung setiap 1,25m
(penanaman secara kontur).
Bahan ajir dapat menggunakan potongan bambu tipis dengan ukuran 20cm sampai
30cm. Pada setiap titik pemancangan ajir tersebut merupakan tempat penggalian lubang
untuk tanaman.
-
Pelubang, Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60cm x 60cm bagian atas, dan 40cm x
40cm bagian dasar dengan kedalaman 60cm. Pada waktu melubang, tanah bagian atas
(top soil) diletakkan di sebelah kiri dan tanah bagian bawah (sub soil) diletakkan di
sebelah kanan. Lubang tanaman dibiarkan selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam.
Penanaman Kacangan Penutup Tanah (Legume cover crops = LCC), Penanaman
kacangan penutup tanah ini dilakukan sebelum bibit karet mulai ditanam dengan tujuan
untuk menghindari kemungkinan erosi, memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah,
mengurangi pengupan air, serta untuk membatasi pertumbuhan gulma. Komposisi LCC
untuk setiap hektar lahan adalah 4kg. Pueraria javanica, 6kg Colopogonium mucunoides,
dan 4kg Centrosema pubescens, yang dicampur ke dalam 5 kg rock Phosphate (RP)
sebagai media. Selain itu juga dianjurkan untuk menyisipkan Colopogonium caerulem
yang tahan naungan (shade resistence) ex biji atau ex steck dalam polibag kecil sebanyak
1.000 bibit/ha. Tanaman kacangan dipelihara dengan melakukan penyiangan, dan
pemupukan dengan 200 kg RP per hektar, dengan cara menyebar rata di atas tanaman
kacangan.
Seleksi bibit, Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit untuk
memperoleh bahan tanam yang memeliki sifat-sifat umum yang baik antara lain :
berproduksi tinggi, responsif terhadap stimulasi hasil, resitensi terhadap serangan hama
dan penyakit daun dan kulit, serta pemulihan luka kulit yang baik. Beberapa syarat yang
harus dipenuhi bibit siap tanam adalah antara lain :
o
o
o
o
Kebutuhan bibit, Dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah landai), diperlukan bibit
tanaman karet untuk penanaman sebanyak 476 bibit, dan cadangan untuk penyulaman
sebanyak 47 (10%) sehingga untuk setiap hektar kebun plasma diperlukan sebanyak 523
batang bibit karet.
4. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi
pemberantasan gulma, pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman.
-
Penyiangan gulma, Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM)
maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang-alang,
Mikania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Untuk mencapai
bal tersebut, penyiangan pada tahun pertama dilakukan dengan rotasi 2x sebulan,
sedangkan pada tahun ke dua hingga mencapai matang sadap, rotasi penyiangan
dilakukan 1 x sebulan.
Program pemupukan, Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman,
program pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan dengan
dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun. Jadwal pemupukan pada
semeseter I yakni pada Januari/Februari dan pada semester II yaitu Juli/Agustus.
Seminggu sebelum pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman
dibersihkan. Pemberian SP-36 biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan
KCl.
Tabel 2.1 Program dan dosis pemupukan tanaman karet secara umum
Sementara itu untuk tanaman kacangan penutup tanah, diberikan pupuk RP sebanyak
200 kg/ha, yang pemberiannya dapat dilanjutkan sampai dengan tahun ke-2 (TBM-2) apabila
pertumbuhannya kurang baik.
-
Pemberantasan Hama dan Penyakit, Pada umumnya hama utama tanaman karet adalah
rayap (Coptotermes sp), yang dapat diberantas dengan menggunakan Chlordane 8 EC
atau Basudin 6 0 EC dengan konsentrasi 0,3%. Sementara itu hama Kuuk (Exopholis
hypoleuca) dapat diberantas dengan Basudin 10 G. Penyakit tanaman karet yang umum
ditemukan pada perkebunan antara lain :
o Cendawan akar merah (Ganoderma pseudoferrum) dapat diberantas dengan collar
protectant.
o Penyakit daun Gloesporium pada TBM, dapat diberantas penyemprotan larutan KOC,
misalnya Cabak dengan konsentrasi 0,1% atau Daconil 75 wp dengan konsentrasi 0,1
sampai 0,2%. Sementara itu, jika menyerang TM, dapat diberantas dengan sistem
fogging menggunakan Daconil atau fungisida lainnya.
o Cendawan akar putih (Rigidonporus lignosus), dapat diberantas dengan Fomac 2 atau
Shell Collar Protectant atau Calixin Collar Protectant.
o Penyakit jamur upas (Corticum salmonikolor) dapat diberantas dengan Calixin Ready
Mix 2%.
o Penyakit bidang sadapan Mouldyrot dapat diberantas dengan Benlate konsentrasi 0,1
0,2% atau Difolan 4F konsentrasi 1 - 2%
o Penyakit bidang sadapan kanker garis (Phytophora palmivora) diberantas dengan
Difolatan 4 F konsentrasi 2 - 4%.
Produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan tanah dan
pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan manajemen
penyadapan. Apabila ketiga kriteria tersebut dapat terpenuhi, maka diharapkan tanaman karet
pada umur 5 - 6 tahun telah memenuhi kriteria matang sadap. Kriteria matang sadap antara
lain apabila keliling lilit batang pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah telah mencapai
minimum 50 cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria tersebut, maka
areal pertanaman sudah siap dipanen.
-
Tinggi bukaan sadap, Tinggi bukaan sadap, baik dengan sistem sadapan ke bawah (Down
ward tapping system, DTS) maupun sistem sadap ke atas (Upward tapping system, UTS)
Kemiringan irisan sadap, Secara umum, permulaan sadapan dimulai dengan sudut
kemiringan irisan sadapan sebesar 400 dari garis horizontal. Pada sistem sadapan bawah,
besar sudut irisan akan semakin mengecil hingga 300 bila mendekati "kaki gajah"
(pertautan bekas okulasi). Pada sistem sadapan ke atas, sudut irisan akan semakin
membesar.
Peralihan tanaman dari TMB ke TM, Secara teoritis, apabila didukung dengan kondisi
pertumbuhan yang sehat dan baik, tanaman karet telah memenuhi kriteria matang sadap
pada umur 5 - 6 tahun. Dengan mengacu pada patokan tersebut, berarti mulai pada umur
6 tahun tanaman karet dapat dikatakan telah merupakan tanaman menghasilkan atau TM.
Sistem sadap, Dewasa ini sistem sadap telah berkembang dengan mengkombinasikan
intensitas sadap rendah disertai stimulasi Ethrel selama siklus penyadap. Mengingat
fasilitas di lingkungan perkebunan plasma masih sangat terbatas, maka dianjurkan
menggunakan sistem sadap konvensional seperti pada Tabel 2.2 berikut.
Keterangan :
A = Kulit Murni Sisis A;
yang keluar dari dryer dibawah 40C. Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air
sampai batas aman simpan baik dari serangan serangga maupun mikrobiologis, enzimatis
dan hidrolis.Dalam pengeringan faktor yang dapat memepengaruhi hasil adalah lamanya
penuntasan, ketinggian remahan, suhu dan lama pengeringan.
-
2.1.7
usahanya. Untuk kelayakan komoditi karet, skala usaha untuk investasi besar yang
menjanjikan keuntungan yang cukup besar dapat dilakukan pada luas lahan kurang lebih
10.000 ha.
Contoh perkiraan analisis budidaya karet selama 10 tahun masa tanam dengan luas lahan 1
ha, dengan harga tanah per hektarnya sekitar Rp 10.000.000,-:
a. Biaya Produksi
1. Bibit 485 bibit @ Rp 3000 Rp 1.455.000, 2. Pupuk
Urea 275 kg @ Rp 1.500 Rp 412.000, TSP 300 kg @ Rp 1.800 Rp 540.000, KCl 300 kg @ Rp 1.800 Rp 540.000, -
3. Pestisida
4. Alat
Sprayer Rp 250.000, Cangkul, sabit, dll Rp 150.000, Alat sadap (pisau, mangkuk, cincin mangkuk, mal sadap) Rp
300.000,-
5. Tenaga Kerja
Persiapan dan buat teras Rp 400.000, Lubang tanam dan penanaman Rp 350.000, Penyulaman Rp 300.000, Penyiangan Rp 300.000, Pemupukan Rp 200.000, Pemeliharaan Rp 250.000,-
6. Panen
Jumlah biaya produksi Rp 7.587.000,Sehingga estimasi investasi awal untuk lahan seluas 10.000 ha adalah sebesar Rp
175.870.000.000,b. Pendapatan (Hasil Perhitungan)
Budidaya karet mulai berproduksi (getah karet/lateks) pada tahun ke4, dengan
jumlah rata-rata produksi tiap tahunnya adalah:
1. Tahun ke-4, 760 kg @ Rp 2.700,- Rp 2.052.000,2. Tahun ke-5, 1.000 kg @ Rp 2.700,- Rp 2.700.000,3. Tahun ke-6, 1.300 kg @ Rp 2.700,- Rp 3.510.000,4. Tahun ke-7, 1.500 kg @ Rp 2.700,- Rp 4.050.000,5. Tahun ke-8, 1.700 kg @ Rp 2.700,- Rp 4.590.000,6. Tahun ke-9, 1.900 kg @ Rp 2.700,- Rp 5.130.000,7. Tahun ke-10, 2.100 kg @ Rp 2.700,- Rp 5.670.000,Jumlah pendapatan per 1 ha Rp 27.702.000,Jumlah pendapatan untuk lahan seluas 10.000 ha adalah sebesar Rp 277.020.000.000,Tanaman karet dapat berproduksi atau menghasilkan getah karet sampai dengan umur
tanaman 25-35 tahun dan hasil terus meningkat, sehingga dapat dipastikan bahwa
keuntungan akan terus meningkat
c. Keuntungan selama 10 tahun Rp 101.150.000.000,Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi antara Provinsi satu dengan Provinsi yang
lainnya, atau disesuaikan dengan kemampuan petani atau kelompok usaha petani yang ada di
masing masing Provinsi yang memiliki potensi pengembangan. Dari contoh skala usaha
dengan luas hanya 10.000 ha di atas, dapat terlihat bahwa investasi yang dilakukan sudah bisa
mendatangkan keuntungan selama 10 tahun sebesar Rp 101.150.000.000,-, sehingga investasi
di komoditi karet adalah sangat menjanjikan.
2.1.8
Fasilitas yang dibutuhkan untuk pengembangan komoditi karet tidak terlepas dari prasarana
yang diperlukan agar tanaman karet dapat tumbuh berkembang dengan baik, antara lain:
-
Jaringan jalan dimana lebar jalan disesuaikan dengan jenis/kelas jalan dan alat angkut
yang digunakan. Dan juga jalan yang menghubungkan lokasi perkebunan dengan pasar
2.2
merupakan suatu model yang luwes yang mampu memberikan kesempatan bagi perorangan
atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan
cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan
darinya. Saaty (1986) menyatakan bahwa metode AHP ini memecah-mecah suatu situasi
yang kompleks, tak terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau
variabel ini dalam suatu hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang
relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan
variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan mempengaruhi hasil pada situasi
tersebut. Beberapa keuntungan dari metode AHP adalah sebagai berikut :
1.
Kesatuan, metode AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti,
luwes untuk aneka ragam persoalan yang tak terstruktur.
2.
3.
4.
5.
Pengukuran, metode AHP memberikan suatu skala untuk mengukur berbagai hal dan
terwujud dalam suatu metode untuk menetapkan prioritas.
6.
7.
Sintesi, metode AHP menuntut ke suatu taksiran yang menyeluruh tentang kebaikan
setiap alternatif.
8.
9.
Penilaian dan konsesus, metode AHP tidak memaksakan konsesus tetapi mensintesis
suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda.
10.
untuk memecahkan masalah adalah dengan analitik eksplisit. Terdapat 3 (tiga) prinsip pokok
dalam proses AHP yaitu :
1. Prinsip penyusunan hierarki
2. Prinsip penentuan prioritas dan
3. Prinsip konsistensi logis.
Maarif dan Tanjung (2003) menyatakan bahwa dalam penyusunan hierarki, tahapan
yang harus dilakukan adalah dekompisisi yaitu memecah persoalan yang kompleks menjadi
berbagai elemen pokok kemudian menyusun elemen-elemen tersebut secara hierarki. Ada dua
jenis hierarki yaitu lengkap dan tidak lengkap. Hierarki lengkap yaitu semua elemen pada
satu tingkat memiliki hubungan dengan semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika
tidak demikian, hierarki yang terbentuk adalah hierarki tidak lengkap. Sedangkan menurut
Saaty (1986), dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu persoalan adalah
dengan membuat perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison) yaitu elemen-elemen
dibandingkan berpasangan digunakan matriks. Matriks adalah alat yang sederhana dan biasa
digunakan dalam memberi kerangka untuk menguji konsistensi, memperoleh informasi
tambahan. Untuk mengisi matriks perbandingan berpasangan digunakan bilangan untuk
Definisi
Kedua elemen sama pentingnya
Elemen yang satu sedikit lebih
penting
dibandingkan
elemen
lainnya
Elemen yang satu sangat penting
dibandingkan elemen lainnya
Elemen yang satu jelas lebih
penting
dibandingkan
elemen
lainnya
Elemen yang satu mutlak lebih
penting
dibandingkan
elemen
lainnya
Nilai-nilai diantara 2 pertimbangan
Penjelasan
Dua elemen sama kuat pada sifatnya
Pertimbangan sedikit lebih menyokong
satu elemen atas elemen lainnya
Kerangka Pemikiran
BAB III
METODOLOGI
3.1
dibutuhkan guna didapat melalui wawancara langsung dengan responden ahli melalui
kuesioner yang berkaitan dengan isi laporan. Data sekunder didapat melalui studi pustaka,
yaitu dengan cara melakukan studi literatur dan tulisan ilmiah yang berkaitan dengan topik
dan tema laporan.
3.2
Sampling yaitu dengan memilih secara sengaja responden yang terkait dengan topik laporan.
Adapun responden yang dipilih adalah responden yang ahli di bidangnya, dalam hal ini
responden tersebut adalah :
1. Asep Ikhsan Iskandar
2. Ashar Jarot Suranta
3. Cecep Mukti Soleh
4. Mardeka
5. Todo MT Napitulupu
3.3
pertimbangan kedekatan hubungan. Bentuk umum abstraksi sistem hirarki dapat dilihat pada
Gambar 3.
Sasaran Analisis
Strata 1. Sasaran
Strata 2. Faktor
Faktor 1
Faktor 2
Faktor 3
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Faktor ke-n
Strata ...
Strata ke m
Skenario
...
Skenario n
analisa elemen sistem yang terukur. Seringkali elemen sistem yang tidak terukur memiliki
peranan yang besar, sehingga tidak dapat diabaikan, seperti mutu lingkungan, kesehatan,
ketentraman, dan sebagainya. Untuk menganalisis dan mengevaluasi nilai-nilai sosial, seperti
tersebut di atas, diperlukan metode analisis yang sesuai, yaitu suatu pendekatan yang
memungkinkan adanya intraksi antar pendapat dengan fenomena sosial.
Penggunaan
F1
1
1/3
...
1/4
F2
3
1
...
7
...
...
...
...
1/9
Fn
4
1/7
...
1
diisi dengan nilai 1 karena membandingkan antara dua elemen yang sama, sehingga tingkat
kepentingannya juga sama atas G. Pengisian matriks pendapat dari expert hanya dilakukan
untuk sel-sel yang berada di atas diagonal. Sel-sel yang berada di di bawah diagonal (yang
diarsir) diisi nilai kebalikan dari nilai sel-sel yang sejajar yang berada di atas diagonal
matriks. Jika suatu matriks pendapat berukuran n x n, maka jumlah sel yang harus diisi
dengan pendapat expert adalah n(n-1)/2 (Saaty, 1986).
Pada contoh matriks pendapat (Tabel 3.1) dipaparkan cara pengisian dari setiap selnya
sebagai berikut. Tingkat kepentingan F1 dibandingkan dengan F2 ternyata sedikit lebih
penting atas G, sehingga diberi nilai 3 dan nilai kebalikannya adalah 1/3. Tingkat kepentingan
F1 dibandingkan dengan Fn ternyata antara sedikit lebih penting sampai lebih penting atas G,
sehingga diberi nilai 4 dan nilai kebalikannya adalah 1/4. Tingkat kepentingan F2
dibandingkan dengan Fn ternyata sangat kurang penting atas G, sehingga diberi nilai 1/7 dan
nilai kebalikannya adalah 7. Demikian seterusnya dilakukan untuk setiap matriks pendapat
individu.
Matriks Pendapat Gabungan berisi nilai rata-rata geometrik (gij) dari matriks pendapat
individu yang memenuhi syarat tingkat konsistensi (nilai RK 10%). Rata-rata geometrik
dapat dituliskan dalam bentuk rumus sebagai berikut.
m
m
aij (k)
gij =
k=1
dimana m adalah jumlah responden pakar yang memenuhi syarat tingkat konsistensi.
3.5
Pengolahan Horizontal
Pengolahan horizontal digunakan untuk menyusun prioritas keputusan untuk setiap
elemen pada suatu strata keputusan. Tahap-tahap pada pengolahan horizontal dipaparkan di
bawah ini (diadaptasi dari Saaty, 1986).
Tahap 1. Mencari Nilai Vektor Eigen (VE)
n
VEi =
j=1
n
aij
(i, j = 1, 2, ..., n)
VEi
VPi = --------n
VE
j=i
3.6
Pengolahan Vertikal
Pengolahan vertikal digunakan untuk menyusun prioritas keputusan setiap elemen
pada strata tertentu terhadap sasaran utamanya (strata 1). Pengolahan vertikal dimulai dari
strata ketiga dengan mencari prioritas keputusan setiap elemen yang terdapat pada starata
ketiga tersebut terhadap sasaran utamanya. Setelah prioritas keputusan setiap elemen pada
strata ketiga diperoleh, maka dilanjutkan untuk menghitung prioritas keputusan untuk strata
berikutnya terhadap sasaran utama. Demikian seterusnya dilakukan untuk semua strata di
bawahnya. Pengolahan vertikal dapat diformulasikan dalam bentuk aljabar sebagai berikut
(Diadaptasi dari Saaty, 1986).
NPpq
m
= (NPHpq x NPTt ), untuk p = 1, 2, .., n dan t = 1, 2, ..., m
t=1
dimana :
NPpq
NPHpq
NPVt(q-1)
3.7
rasio konsistensi (RK), yakni rasio antara indeks konsistensi (IK) matriks pendapat dengan
indeks acak (RI) yang dikeluarkan oleh OAK RIDGE NATIONAL LABORATORY dari matriks
berorde 1 sampai 15 dengan menggunakan sampel berukuran 100 responden. Nilai RK setiap
matriks pendapat yang dapat diterima hanya sampai 10 persen, atau tingkat konsistensi 90
persen. Dalam laporan ini, nilai konsistensi logisnya adalah 40 persen.
Apabila matriks
pendapat tidak konsisten (RK < 0,4) berjumlah kurang dari 35 persen dari jumlah matriks
keseluruhan maka dapat dilakukan revisi pendapat. oleh pemeriksa apabila lebih dari 35
persen maka revisi dilakukan oleh responden
Tahap 1.
Jumlah
Orde
(N)
9
10
11
12
13
14
15
Keterangan :
IK
= indeks konsistensi
maks = nilai eigen maksimum
n
= jumlah elemen yang dibandingkan pada matriks pendapat
Tahap 3. Mencari Rasio Konsistensi
IK
RK = ---------RI
Keterangan :
RK
= rasio konsistensi
IK
= indeks konsistensi
RI
= Indeks Oak Ridge National Laboratorium
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Masalah
Goal, tujuan dari analisis ini adalah menentukan alternatif strategi yang terbaik untuk
pengembangan komoditi karet untuk memenuhi kebutuhan industri nasional dan
internasional.
Sumber Daya Manusia, sumber daya manusia yang handal dapat menangani
proses produksi, penanganan pasca panen dan pemasaran hasil panen dengan bai,.
sehingga karet yang dihasilkan memiliki mutu yang baik.
Pelaku/Aktor, adalah siapa saja (instansi) yang terlibat dan berperan penting dalam
mencapai sasaran yang ingin kita capai. Dalam hal faktor-faktor yang berperan dalam
pengembangan komoditi karet tersebut adalah :
Petani, petani sebagai salah satu pelaku dalam produksi yang memegang peranan
penting dalam pengembangan produksi karet karena petani terlibat langsung
dalam proses produksi karet tersebut.
Sasaran/Tujuan, yaitu menentukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dalam
pengembangan komoditi karet yang ditinjau dari berbagai pelaku, yang meliputi
sasaran sebagai berikut:
Meningkatkan
Kesinambungan
Usaha,
kesinambungan
usaha
akan
berdampak
pada
Alternatif/Skenario, yaitu alternatif strategi apa saja yang perlu dilakukan agar
pengembangan komoditi karet tersebut dapat berjalan dengan baik, optimal dan
memberikan keuntungan disemua pihak, efektif, dan efisien. Adapun Skenarionya,
yakni :
Menaikkan Bea Impor, menaikan bea impor karet merupakan salah satu alternatif
strategi yang tidak memerlukan biaya besar namun memberikan dampak yang
sangat besar bagi pengembangan komoditi karet.
Pola kemitraan, pola kemitaan merupakan salah satu strategi guna memicu para
pelaku usaha pertanian karet.
4.2
Penyusunan Hierarki
Berdasarkan elemen-elemen tersebut diatas maka formulasi hierarki strategi
pengembangan komoditi karet untuk memenuhi kebutuhan industri nasional dan internasional
adalah sebagai berikut :
StrategiGoal
penggembangan komoditi karet untuk memenuhi kebutuhan Industri nasional dan Internasiona
Faktor
Aktor
Teknologi
Infrastruktur
SDM
Pengusaha
Pemerintah Pusat
Koperasi Primer
Pemerintah Daerah
Permodalan
Petani
Akademis
Pola Kemitraan
Alternatif Strategi
Menaikan Bea Import Karet
Alih Teknologi
Investasi
Gbr 4.1 Struktur Hierarki Strategi Pengembangan Komoditi Karet untuk Memenuhi Kebutuhan Industri
Nasional dan Internasional
4.3
Prioritas Faktor
No.
1.
2.
3.
4.
Faktor
Teknologi
Infrastruktur
Sumberdaya Manusia
Permodalan
Vektor Prioritas
0.567
0.268
0.74
0.91
Prioritas
1
2
4
3
demikian diperlukan kemajuan teknologi yang dan tepat guna dalam mengelola komoditi
karet, yaitu dari mulai panen, pengolahan dan distribusi, sehingga effisiensi dan kerusakan
produk dan bahan baku dapat di hindari.
2.
Prioritas Aktor
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Aktor
Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah
Koperasi
Pengusaha
Petani
Akademisi
Vektor Prioritas
0.382
0.232
0.085
0.172
0.062
0.130
Prioritas
1
2
5
3
6
4
Prioritas Tujuan
No
.
1.
2.
3.
4.
Tujuan
Kesejahteraan petani
Keuntungan Usaha
Peningkatan Devisa
Kesinambungan Usaha
Vektor Prioritas
Prioritas
0.534
0.287
0.117
0.060
1
2
3
4
Alternatif
Gbr.4.2 hasil analisa AHP yang diproses ooleh sofware Expert Choice dalam pengembangan Komoditi karet
untuk memenuhi kebutuhan Industri Nasional dan International.
Dari process tersebut dihasilkan alternatif utama yang terpilih dalam mengembangkan
komoditi karet yaitu, alternatif Menaikan Bea Impor Karet (0.369), kemudian disusul Alih
teknologi (0.256), dan selanjutnya adalah Pola kemitraan (0.206) dan Investasi (0.169).
Diharapkan dengan adanya kebijakan pemerintah dalam hal menaikan bea impor karet, maka
deman dari dalam negeri sendiri akan meningkat, dan akhirnya akan diikuti dengan
peningkatan produksi dan peningkatan kesejahtraan petani, karena sekarang ini impor bahan
baku di Negara kita bagaikan tsunami yang membanjiri Negara, dan banyak sekali para
petani meninggalkan profesinya dan hijrah ke kota untuk mencari nafkah, akibatnya kaum
urban akan semakin tinggi dan pemerataan penduduk tidak merata.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan AHP dengan menggunakan software Expert Choice dalam
Saran
Selain kebijakan pemerintah yang perlu di kaji ulang, presiapan para petani dan
akademisi dalam menghadapi persaingan global diperlukan teknologi yang tepat guna,
sehingga bisa meningkatkan produktifitas daan kinerja, karena tujuan utama dari
pengembangan komoditas karet ini adalah untuk meningkatkan kesejahtraan para petani.
DAFTAR PUSTAKA
TUGAS
MANAJEMEN PEMASARAN DAN PRODUKSI
(MPO)
Analytical Hierarchi Process (AHP)
Dosen:
Dr.Ir. Sukardi, MM
Kelompok MPO:
1. Asep Ikhsan Iskandar / P056110773.40E
2. Ashar Jarot Suranta/ P056110783.40E
3. Cecep Mukti Soleh/ P056110813.40E
4. Mardeka/ P056110873.40E
5. Todo MT Napitupulu/ P056100973.37E
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan
...
1
1
2
TINJAUAN PUSTAKA
...
Kerangka Teoritis
..
2.1.1 Penggolongan/Clasifikasi Karet
3
3
3
4
4
5
6
2.1.7
2.1.7
14
2.1.8
16
..
2.2
16
2.3
Kerangka Pemikiran
19
20
BAB III
METODOLOGI
3.1
3.2
3.3
20
3.4
22
3.5
Pengolahan Horizontal
23
3.6
Pengolahan Vertical
24
3.7
24
BAB IV
20
20
26
4.1
Identifikasi Masalah
26
4.2
Penyusunan Hirarki
28
4.3
29
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
32