Anda di halaman 1dari 19

1.

1 Pengelolaan Air Sungai sebagai Sumber Pasokan Air Bersih


Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki banyak aliran sungai. Banyaknya
sungai di Indoensia ini merupakan potensi tersendiri untuk bisa mensejahterakan rakyat
banyak, terkait dengan penyediaan air bersih dan air minum. Keberadaan Indonesia pada
iklim tropis sangat mempengaruhi kuantitas air sungai Indonesia. Karena dipengaruhi dua
musim yakni kemarau dan hujan, maka volume air sungai pun biasanya memiliki selisih
perbedaan yang cukup jauh. Ketika musim hujan, air sungai sangat melimpah bahkan sampai
bisa menimbulkan banjir. Namun ketika musim kemarau, air sungai mendadak surut hingga
menyebabkan kekeringan. Oleh karena itu perlu pengolahan ekstra bagaimana agar air sungai
bisa bermanfaat untuk orang banyak terkait dengan penyediaan air bersih dan air minum.
Air sungai memiliki keuntungan tersendiri dibanding dengan sumber air permukaan
lain dari segi ketersediaan dan kemudahan pengambilannya. Indonesia sangat kaya sekali
akan sungai-sungai besar seperti Mahakam, Kapuas, Barito, Brantas, dan lain sebagainya.
Keberadaan sungai-sungai ini merupakan suatu potensi besar yang dikaruniakan Tuhan untuk
kemudian kita oleh dan kita manfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Keuntungan yang
kedua adalah karena letaknya yang di permukaan membuatnya mudah untuk diambil dan
diolah. Teknik pengolahannya relative sederhana sehingga tidak terlalu memerlukan biaya
instalasi pengolahan yang besar.
dimanfaatkan di Indonesia termasuk dalam hal penyediaan air minum dan air bersih.
Cara pengambilannya pun tidak terlalu sulit. Secara umum dalam buku Small Community
Water Supplies (Hofkes,1981), cara pengambilan air sungai bisa dengan dua cara yakni
unprotected river intake dan pumped river water intake.Unprotected river intake biasanya
digunakan untuk sungai dengan aliran yang tidak terganggu oleh batu-batu besar dan atau
gangguan lain. Sedangkan untuk sungai yang rawan gangguan oleh batu dan sebagainya bisa
menggunakan cara pumped river water intake.
Penempatan water intake sebaiknya mempertimbangkan hal-hal berikut :
Diletakkan pada titik sungai dengan aliran air yang cukup Diletakkan pada titik sungai yang
bisa menimbulkan gaya gravitasi yang cukup sehingga bisa meminimalkan biaya pompa
Diletakkan di tempat dengan popoulasi dan lahan pertanian yang sedikit
Diletakkan di tempat yang jauh dari tempat pembuangan lembah agar air tidak terkontaminasi
Diletakkan sebelum adanya jembatan Pintu air pengambilan juga harus didesain khusus.
Bagian bawah intake harus memiliki ketinggian paling tidak 1m di atas dasar sungai untuk
menghindari adanya batu yang masuk saluran. Baffle juga dierlukan untuk mengeluarkan
debris, dan bahan2 mengambang lainnya misalkan ranting batang yang ikut masuk. Selain
itu, saluran harus didesain sedemikian rupa sehingga air yang masuk melewati saluran
tersebut memiliki kecepatan kurang dari 0,1 m/sec. Bila kondisi aliran sungai diikuti dengan
terbawanya batu-batu besar dari hulu,maka water intake perlu dilindungi seperti terlihat pada
gambar 2.Saluran Pengambilan air sungai membutuhkan kedalamman yang cukup di atas
dasar sungai. Untuk mengontrol kedalaman saluran agar tetap konstan maka dibuatkah
bendungan kecil sepanjang sungai untuk memastikan bahwa akan tetap ada air meski sedang
kemarau. Hal ini cukup benting untuk sungai-sungai di Indonesia yang ketersediaan airnya
dipengaruhi oleh musim hujan dan kemarau dengan rentang perbedaan yang cukup besar.
Biasanya, pemompaan selalu menjadi andalan utama dalam pengambilan air sungai. Jka
variasai anatara water level trtinggi dan terendah adalah 3,5-4 m maka pompa bisa
ditempatkan di tepian sungai . jika lebih dari itu maka digunakan tempat penampungan air di

dasar sungai untuk kemudian bisa digunakan ketika musim kemarau menggunakan
submersible pump, spindle driven pump yang diletakkan di bawah tempat penampungan
Sumber air yang berasal dari sungai merupakan salah satu sumber air yang berasal dari air
permukaan.Namun permasalahannya adalah populasi yang tinggi mengakibatkan air sungai
menjadi semakin banyak tercemar karena semakin banyak orang yang memfungsikan sungai
sebagai saluran drainase dan pembuangan akhir bukan lagi sebagai sumber air. pencemaran
udara dan tanah juga mempengaruhi penurunan kualitas air. Jumlah kendaraan bermotor di
Indonesia yang semakin bertambah (data) sehingga kadar C02 pun semakin meningkat yangs
secara tidak langusng akan mengurangi kandungan DO (dissolved oxygen) dalam sungai
sekitarnya. Pencemaran tanah juga mempengaruhi kualitas air sungai karena air sungai selain
berasal dari air hujan juga berasal dari air tanah yang kondisinya juga dipengaruhi oleh
kandungan tanah tersebut.
1.2 Penyulingan Air
Beban pencemaran limbah domestik maupun limbah industri terhadap Daerah Aliran
Sungai (DAS) Brantas semakin meningkat. Selain itu pemanfaatan air serta tuntutan akan
kebutuhan kualitas air yang memadai dari tahun ke tahun terus meningkat. Dengan adanya
kondisi tersebut diperlukan perencanaan pengelolaan kualitas air dan pemantauan yang andal.
Untuk perencanaan pengelolaan kualitas air dan pemantauan yang andal diperlukan lokasi
titik sampling yang mewakili / representatif yang dapat menggambarkan kondisi kualitas air
yang sesungguhnya. Jumlah titik sampling yang telah ditetapkan oleh Perum Jasa Tirta I di
Sungai Brantas ada 15 titik sampling. Peneliti menetapkan 6 lokasi titik sampling di Sungai
Brantas Tengah dan Brantas Hilir untuk dievaluasi berdasarkan buangan limbah industri ke
sungai dan pengaruh masukkan anak sungai. Penelitian dilakukan dengan menggunakan
model HP2S (Hidrodinamika Penyebaran Polutan di Sungai) yang didasarkan pada hukum
kekekalan energi dan kekekalan massa dan dapat mengidentifikasikan arah penyebaran
polutan 2 dimensi (horisontal) di sungai dengan variasi kecepatan. Model HP2S
menggunakan metode numerik beda hingga eksplisit leap frog yang divisualisasikan dengan
program komputer Matlab. Running model menggunakan data sekunder parameter COD dari
Perum Jasa Tirta I yang diambil pada musim kemarau. Sedangkan kalibrasi koefisien
menggunakan data primer. Kondisi aliran sungai Brantas Tengah dan Brantas Hilir pada
musim kemarau bersifat laminer dengan nilai kecepatan berkisar antara 0.05 m/detik 0.9
m/detik dan arah aliran sungai berbelok dan lurus. Kualitas air masih memenuhi persyaratan
baku mutu sungai. Berdasarkan hasil running model HP2S, dari 6 (enam) lokasi titik
sampling yang dievaluasi, 3 (tiga) titik sampling dianggap mewakili / representatif sedangkan
3 (tiga) lokasi yang lain perlu dikaji ulang titik pengambilan sampelnya agar sesuai dengan
arah penyebaran polutan di sungai.
2.2. Air Sungai (water river)
a. Screening
Unit screening berada di dalam tanah mirip seperti resapan. Media resapan berupa
tumpukan batu dan ijuk. Media penyaring dengan ijuk berfungsi menyaring sampahsampah
besar yang mengapung dan terapung di sungai seperti batang-batang, kayu, dan sampah.
saringan ijuk membantu dalam proses pengolahan air bersih. Besarnya debit air sungai yang
diolah tiap hari rata-rata 12 m3/jam. Untuk menjaga filter ijuk dapat bekerja dengan baik
maka perlu dilakukan perawatan yaitu dengan pencucian ijuk setiap 6 bulan sekali atau jika
endapan kotoran pada bagian atas ijuk sudah banyak karena akan menghambat laju air.

b. Bak Penampung
Air sungai setelah disaring di unit screening dipompa dan ditampung pada 2 bak
dengan kapasitas tiap bak 21 m3. Bak penampung ini berbentuk silinder dengan diameter 3
m, tinggi 3 m dan freeboard 0,45
c.Koagulasi
Air dari bak penampung dipompakan kebak koagulan untuk diberi tambahan
koagulan. Pada unit koagulasi diharapkan partikel-partikel koloid dapat diendapkan menjadi
partikel-partikel flok yang lebih besar sehingga mudah mengendap. Penambahan koagulan ke
dalam air baku didikuti dengan pengadukan cepat yang bertujuan untuk mencampur antara
koagulan dengan koloid. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan mixer. Zat koagulan
tersebut adalah alum/aluminium sulfat (Al2 (SO4)3.18 H2O), kaustik soda, dan polymer
(kuriflok Pa322). Alum dan polimer berfungsi untuk memperbesar flok agar mudah untuk
mengendap. Penambahan alum akan menyebabkan air baku mempunayai pH rendah, untuk
menaikkan ph antara 6,5-8,5 ditambahkan kaustik sehingga proses pengendapan bias
optimal. Penambahan kaustik soda dan polymer menggunakan dosing pump, sedangkan
penambahan alum menggunakan pompa yang penggunaannya diatur sedemikian rupa sesuai
kebutuhan
d. Flokulasi dan Sedimentasi
Air dari bak koagulasi dialirkan ke unit flokulasi dan sedimentasi secara gravitasi.
Jenis sedimentasi (clarifier) adalah sistem cone dengan aliran vertikal (up flow) yang terdiri
dari 2 bak yang disusun secara seri. Pengadukan lambat (flokulasi) terjadi dalam cone dengan
menggunakan blade (mixer) diharapkan dapat terbentuk flok-flok yang lebih besar sehingga
dapat diendapkan pada unit sedimentasi. Proses sedimentasi terjadi setelah proses upflow
flokulasi, yaitu setelah partikel-pertikel yang lebih kecil bergabung atau tersedimentasi pada
partikel-partikel yang lebih besar (stationary) pada sludge blanket. Clarifier sistem cone ini
mempunyai diameter 5 m.Aliran air yang keluar menembus sludge blanket secara upflow
akan mengalir melalui gutter dengan lubang pada bagian atasnya. Diameter orifice 2,5 cm
dan jarak antar lubang 5 cm. Jumlah pipa gutter 3 buah. Saluran gullet atau saluran
pengumpul mengelilingi bak sedimentasi dengan lebar saluran 20 cm dan kedalaman 30 cm
dan selanjutnya secara gravitasi air akan mengalir ke tangki filter.
e. Bak Penampung
Setelah air masuk ke unit flokulasi dan sedimentasi, flok-flok yang sudah mengendap
dikeluarkan (dibuang) melalui sludge blanket, sedangkan air yang sudah disisihkan dialirkan
ke bak penampung secara gravitasi. . Untuk menghindari dari kemungkinan terkena kotoran
terutama daun-daun yang berjatuhan, bak penampung ini ditutup dengan papan kayu. Bak
penampung berbentuk rectanguler bak dengan kapasitas tiap bak 62,5 m3 dengan dimensi 5
m x 5 m x 2,5 m dan freeboard 0,38 m
f. Filtrasi
Air dari bak penampung dipompakan ke carbon filter untuk disaring, dimana air
dilewatkan pada benda dengan porous dengan kecepatan tinggi. Proses penyaringan
menggunakan sistem saringan bertekanan sehingga kecepatan filtrasi cukup tinggi. Filtrasi
yang dipakai adalah rapid sand filter atau saringan pasir cepat dengan system gravitasi
tertutup (closed gravity system). Proses filtrasi dimaksudkan untuk menyisihkan partikel
koloid yang tidak dapat disisihkan pada proses sebelumnya dan juga untuk mengurangi
jumlah bakteri organisme lain. Pengolahan Lanjutan (softener treatment)

Pengolahan Lanjutan (softener treatment)


a. Bak Hard Water
Setelah air sungai disaring dengan carbon filter, bersama-sama air baku dari STU
ditampung pada bak hard water. Bak hard water berbentuk rectangulair yang terbua
dari beton bertulang dengan kapasitas 280 m3 dengan dimensi 16,8 m x 8 m x 2,5 m
dan freeboard 0,38 m
b. Unit Softening
Unit softening adalah suatu unit yang digunakan untuk proses pelunakan air untuk
mengurangi kesadahan air yang berasal dari Ca2+ dan Mg2+. Proses pelunakan air ini
menggunakan resin sebagai penukar kation. Setelah air baku ditampung pada bak hard water,
air akan mengalir ke tangki softening yang berisi resin. Tangki softening yang ada di PT
Apac Inti Corpora berjumlah 7 buah. Dalam pengoperasian tangki softening bekerja
secara bergantian. Tiap 8 jam (tiap shiff) tangki yang bekerja hanya 2 3 buah, sedangkan
yang lain sebagai cadangan yang siap pakai. Air soft yang dihasilkan dari unit softening
kemudian ditampung dalam bak penampung air soft. Kualitas air soft yang direkomendasikan
mempunyai nilai kesadahan maksimum 4 ppm. Jika kesadahan air soft sudah mencapai
lebih dari 5 ppm pengoperasian tangki softening dihentikan dan digantikan oleh tangki
softening lain yang siap pakai. Tangki softening yang pengoperasiannya telah dihentikan
kemudian resinnya diregenerasi menggunakan larutan garam NaCl.
c. Bak Penampung Air Soft
Setelah proses softening air baku ditampung dalam bak penampung air soft. Di dalam bak
penampung air soft terdapat otomatis level sehingga apabila bak sudah memenuhi kapasitas
yang ditetapkan maka proses pengolahan air soft akan berhenti, tetapi apabila air berkurang
banyak maka pompa akan bekerja menaikkan air soft bak penampung . Di atas bak
penampung terdapat 2 buah manhole yang berfungsi untuk pemeriksaan. Dari bak
penampung air soft ini dipompakan ke Reservoir I, II, dan IV yang kemudian dialirkan ke
setiap unit yang membutuhkan. Pipa yang digunakan untuk mengalirkan air adalah jenis
galvanized yang dicat warna biru. Bak soft water berbentuk L yang berkapasitas 260 m3.

Teknologi Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Saringan Pasir Lambat "Up
Flow"dengan Bahan Baku Air Sungai
3.1 Saringan Pasir Lambat Konvensional
Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan pasir lambat
konvensional terdiri atas unit proses yakni bangunan penyadap, bak penampung, saringan
pasir lambat dan bak penampung air bersih .
Unit pengolahan air dengan saringan pasir lambat merupakan suatu paket. Air baku
yang digunakan yakni air sungai atau air danau yang tingkat kekeruhannya tidak terlalu
tinggi. Jika tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan,
maka agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, maka perlu dilengkapi
dengan peralatan pengolahan pendahuluan misalnya bak pengendapan awal dengan atau
tanpa koagulasi bahan dengan bahan kimia.

Umumnya disain konstruksi dirancang setelah didapat hasil dari survai lapangan baik
mengenai kuantitas maupun kualitas. Dalam gambar desain telah ditetapkan proses
pengolahan yang dibutuhkan serta tata letak tiap unit yang beroperasi. Kapasitas pengolahan
dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
Biasanya saringan pasir lambat hanya terdiri dari sebuah bak yang terbuat dari beton,
ferosemen, bata semen atau bak fiber glass untuk menampung air dan media penyaring pasir.
Bak ini dilengkapi dengan sistem saluran bawah, inlet, outlet dan peralatan kontrol.
Untuk sistem saringan pasir lambat konvensional terdapat dua tipe saringan yakni :

Saringan pasir lambat dengan kontrol pada inlet (Gambar 1).


Saringan pasir lambat dengan kontrol pada outlet. (Gambar 2).

Kedua sistem saringan pasir lambat tersebut mengunakan sistem penyaringan dari atas ke
bawah (down Flow).
Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan. Biasanya saringan pasir lambat hanya terdiri dari sebuah bak
yang terbuat dari beton, ferosemen, bata semen atau bak fiber glass untuk menampung air dan
media penyaring pasir. Bak ini dilengkapi dengan sistem saluran bawah, inlet, outlet dan
peralatan kontrol.

Gambar 1 Komponen Dasar Saringan Pasir Lambat Sistem Kontrol Inlet

Keterangan :

A. Kran untuk inlet air baku dan pengaturan laju penyaringan


B. Kran untuk penggelontoran air supernatant
C. Indikator laju air
D. Weir inlet
E. Kran untuk pencucian balik unggun pasir dengan air bersih
F. Kran untuk pengeluaran/pengurasan air olahan yang masih kotor
G. Kran distribusi
H. Kran penguras bak air bersih
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sistem saringan pasir lambat antara lain yakni :
Bagian Inlet
Struktur inlet dibuat sedemikian rupa sehingga air masuk ke dalam saringan tidak
merusak atau mengaduk permukaan media pasir bagian atas. Struktur inlet ini biasanya
berbentuk segi empat dan dapat berfungsi juga untuk mengeringkan air yang berada di atas
media penyaring (pasir).
Lapisan Air di Atas media Penyaring (supernatant)
Tinggi lapisan air yang berada di atas media penyaring (supernatant) dibuat
sedemikian rupa agar dapat menghasilkan tekanan (head) sehingga dapat mendorong air
mengalir melalui unggun pasir. Di samping itu juga berfungsi agar dapat memberikan waktu
tinggal air yang akan diolah di dalam unggun pasir sesuai dengan kriteria disain.

Gambar 2 Komponen Dasa Saringan Pasir Lambat Sistem Kontrol Outlet.

Keterangan :

A. Kran untuk inlet air baku


B. Kran untuk penggelontoran air supernatant
C. Kran untuk pencucian balik unggun pasir dengan air bersih
D. Kran untuk pengeluaran/pengurasan air olahan yang masih kotor
E. Kran pengatur laju penyaringan
F. Indikator laju alir
G. Weir inlet kran distribusi
H. Kran distribusi
I. Kran penguras bak air bersih
Bagian Pengeluaran (Outlet)
Bagian outlet ini selain untuk pengeluran air hasil olahan, berfungsi juga sebagai weir
untuk kontrol tinggi muka air di atas lapisan pasir.
Media Pasir (Unggun Pasir)
Media penyaring dapat dibuat dari segala jenis bahan inert(tidak larut dalam air atau
tidak bereaksi dengan bahan kimia yang ada dalam air). Media penyaring yang umum dipakai
yakni pasir silika karena mudah diperoleh, harganya cukup murah dan tidak mudah pecah.
Diameter pasir yang digunakan harus cukup halus yakni dengan ukuran 0,2-0,4 mm.
Sisten Saluran Bawah (drainage)
Sistem saluran bawah berfungsi untuk mengalirkan air olahan serta sebagai
penyangga media penyaring. Saluran ini tediri dari saluran utama dan saluran cabang, terbuat
dari pipa berlubang yang di atasnya ditutup dengan lapisan kerikil. Lapisan kerikil ini
berfungsi untuk menyangga lapisan pasir agar pasir tidak menutup lubang saluran bawah.
Ruang Pengeluaran
Ruang pengeluran terbagi menjadi dua bagian yang dipisahkan dengan sekat atau
dinding pembatas. Di atas dinding pembatas ini dapat dilengkapi dengan weir agar limpasan
air olahannya sedikit lebih tinggi dari lapisan pasir. Weir ini berfungsi untuk mencegah
timbulnya tekanan di bawah atmosfir dalam lapisan pasir serta untuk menjamin saringan pasir
beroperasi tanpa fluktuasi level pada reservoir. Dengan adanya air bebas yang jatuh melalui
weir, maka konsentrasi oksigen dalam air olahan akan bertambah besar.
Pengolahan air bersih dengan menggunakan sistem saringan pasir lambat konvensional ini
mempunyai keunggulan antara lain :

Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga biaya operasinya sangat murah.


Dapat menghilangkan zat besi, mangan, dan warna serta kekeruhan.

Dapat menghilangkan ammonia dan polutan organik, karena proses penyaringan


berjalan secara fisika dan biokimia.

Sangat cocok untuk daerah pedesaan dan proses pengolahan sangat sederhana.

Sedangkan beberapa kelemahan dari sistem saringan pasir lambat konvensiolal tersebut yakni
antara lain :

Jika air bakunya mempunyai kekeruhan yang tinggi, beban filter menjadi besar,
sehingga sering terjadi kebutuan. Akibatnya waktu pencucian filter menjadi pendek.
Kecepatan penyaringan rendah, sehingga memerlukan ruangan yang cukup luas.

Pencucian filter dilakukan secara manual, yakni dengan cara mengeruk lapisan pasir
bagian atas dan dicuci dengan air bersih, dan setelah bersih dimasukkan lagi ke dalam
bak saringan seperti semula.

Karena tanpa bahan kimia, tidak dapat digunakan untuk menyaring air gambut.

Untuk mengatasi problem sering terjadinya kebuntuan saringan pasir lambat akibat
kekeruhan air baku yang tinggi, dapat ditanggulangi dengan cara modifikasi disain saringan
pasir lambat yakni dengan menggunakan proses saringan pasir lambat "UP Flow
(penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas).
3.2. Sistem Saringan Pasir Lambat "Up Flow"
Teknologi saringan pasir lambat yang banyak diterapkan di Indonesia biasanya adalah
saringan pasir lambat konvesional dengan arah aliran dari atas ke bawah (down flow),
sehingga jika kekeruhan air baku naik, terutama pada waktu hujan, maka sering terjadi
penyumbatan pada saringan pasir, sehingga perlu dilakukan pencucian secara manual dengan
cara mengeruk media pasirnya dan dicuci, setelah bersih dipasang lagi seperti semula,
sehingga memerlukan tenaga yang cucup banyak. Ditambah lagi dengan faktor iklim di
Indonesia yakni ada musim hujan air baku yang ada mempunyai kekeruhan yang sangat
tinggi. Hal inilah yang sering menyebabkan saringan pasir lambat yang telah dibangun
kurang berfungsi dengan baik, terutama pada musim hujan.
Jika tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan,
maka agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, maka perlu dilengkapi
dengan peralatan pengolahan pendahuluan misalnya bak pengendapan awal atau saringan
"Up Flow" dengan media berikil atau batu pecah, dan pasir kwarsa / silika. Selanjutnya dari
bak saringan awal, air dialirkan ke bak saringan utama dengan arah aliran dari bawah ke atas
(Up Flow). Air yang keluar dari bak saringan pasir Up Flow tersebut merupakan air olahan
dan di alirkan ke bak penampung air bersih, selanjutnya didistribusikan ke konsumen dengan
cara gravitasi atau dengan memakai pompa.

Diagram proses pengolahan serta contoh rancangan konstruksi saringan pasir lambat Up
Flow ditunjukkan pada Gambar (3).

Gambar (3) : Diagram proses pengolahan air bersih dengan teknologi saringan pasir
lambat "Up Flow" ganda.

Dengan sistem penyaringan dari arah bawah ke atas (Up Flow), jika saringan telah
jenuh atau buntu, dapat dilakukan pencucian balik dengan cara membuka kran penguras.
Dengan adanya pengurasan ini, air bersih yang berada di atas lapisan pasir dapat berfungi
sebagai air pencuci media penyaring (back wash). Dengan demikian pencucian media
penyaring pada saringan pasir lambat Up Flow tersebut dilakukan tanpa pengeluran atau
pengerukan media penyaringnya, dan dapat dilakukan kapan saja.
Saringan pasir lambat "Up Flow" ini mempunyai keunggulan dalam hal pencucian
media saringan (pasir) yang mudah, serta hasilnya sama dengan saringan pasir yang
konvesional.
Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan.

3.3 Kriteria Perencanaan Saringan Pasir Lambat "up flow"


Untuk merancang saringan pasir lambat "Up Flow", beberapa kriteria perencanaan
yang harus dipenuhi antara lain :

Kekeruhan air baku lebih kecil 10 NTU. Jika lebih besar dari 10 NTU perlu
dilengkapi dengan bak pengendap dengan atau tanpa bahan kimia.
Kecepatan penyaringan antara 5 - 10 M3/M2/Hari.

Tinggi Lapisan Pasir 70 - 100 cm.

Tinggi lapisan kerikil 25 -30 cm.

Tinggi muka air di atas media pasir 90 - 120 cm.

Tinggi ruang bebas antara 25- 40 cm.

Diameter pasir yang digunakan kira-kira 0,2-0,4 mm

Jumlah bak penyaring minimal dua buah.

Unit pengolahan air dengan saringan pasir lambat merupakan suatu paket. Air baku yang
digunakan yakni air sungai atau air danau yang tingkat kekeruhannya tidak terlalu tinggi.
Jika tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan, maka
agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, maka perlu dilengkapi dengan
peralatan pengolahan pendahuluan misalnya bak pengendapan awal atau saringan "Up Flow"
dengan media berikil atau batu pecah.
Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan pasir lambat Up Flow sama
dengan saringan pasir lambat Up Flow terdiri atas unit proses:

Bangunan penyadap
Bak Penampung / bak Penenang

Saringan Awal dengan sistem "Up Flow"

Saringan Pasir Lambat Utama "Up Flow"

Bak Air Bersih

Perpipaan, kran, sambungan dll.

Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan.
Percontohan

Salah satu rancangan detail konstruksi sistem saringan pasir lampat Up Flow" dengan
kapasitas 100 M3 per hari ditunjukkan seperti pada Gambar 4.a s/d gambar 4.c.
4.1. Bahan Yang Digunakan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan percontohan unit pengolahan air bersih dengan
proses saringan pasir lambat Up Flow antara lain :

Bak penenang manupun bak penyaring dibuat dengan konstruksi beton cor.
Perpipaan menggunakan pipa PVC (poly vinyl chloride) diameter 4".

Media filter yang digunakan yakni batu pecah (split) ukuran 2-3 cm untuk lapisan
penahan, dan pasir sungai/pasir silika untuk lapisan penyaring.

Gambar

4.a : Rancangan alat pengolah air bersih " Saringan Pasir Lambat Up Flow" kapasitas
100 M3/hari. Tampak Atas.

Gambar 4.b : Rancangan alat pengolah air bersih " Saringan Pasir Lambat Up Flow"
kapasitas 100 M3/hari. Potongan A -A.

Gambar 4.c : Rancangan " Saringan Pasir Lambat Up Flow" kapasitas 100 M3/hari.
Potongan B-B dan C-C.
4.2. Spesifikasi Teknis Percontohan Unit Saringan Pasir Lambat Up Flow
Salah satu contoh unit pengolahan air dengan saringan pasir lambat "Up Flow"
kapasitas 100 M3/hari seperti ditunjukkan pada gambar desain seperti pada Gambar .

Gambar 5 : Unit Pengolahan Air Bersih dengan Saringan pasir lambat


dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow) yang sedang beroperasi.
Kapasitas 100 M3/hari.

Spesifikasi Alat adalah sebagai berikut :


Kapasitas Pengolahan : 100 m3 / hari
Bangunan Penyadap : Pipa PCV diameter 4" (berlubang)
Bak Penerima / Bak Penenang Awal : 80 cm x 300 cm x 250 cm
Saringan Up Flow Awal : Ukuran 200 cm x 300 cm x 225 cm
Tebal Lapisan Kerikil :
Batu Pecah, ukuran 2-3 cm = 20 cm
Batu Pecah, ukuran 1-2 cm = 10 cm
Pasir = 70 cm
Kecepatan Penyaringan = 16 m3/m2 hari
Bak Penenang kedua : 80 cm x 500 cm x 225 cm (2 buah)
Saringan Pasir Up Flow kedua : 200 cm x 500 cm x 200 cm (2 buah)
Kecepatan Penyaringan : 5 m3/m2 hari
Bak Air Bersih : 200 cm x 580 cm x 200 cm ( + 20 m3)
Tebal Lapisan Kerikil :

Batu Pecah, ukuran 2-3 cm = 20 cm


Batu Pecah, ukuran 1-2 cm = 10 cm
Pasir = 20 cm
Bahan Bangunan : beton semen cor

Keunggulan saringan pasir lambat dengan arah aliran dari bawah ke atas
Pengolahan air bersih menggunakan sistem saringan pasir lambat dengan arah aliran
dari bawah ke atas mempunyai keuntungan antara lain :

Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga biaya operasinya sangat murah.


Dapat menghilangkan zat besi, mangan, dan warna serta kekeruhan.

Dapat menghilangkan ammonia dan polutan organik, karena proses penyaringan


berjalan secara fisika dan biokimia.

Sangat cocok untuk daerah pedesaan dan proses pengolahan sangat sederhana.

Perawatan mudah karena pencucian media penyaring (pasir) dilakukan dengan cara
membuka kran penguras, sehingga air hasil saringan yang berada di atas lapisan pasir
berfungsi sebagai air pencuci. Dengan demikian pencucian pasir dapat dilakukan
tanpa pengerukan media pasirnya.

Hasil pengolahan
Berdasarkan hasil uji coba alat pengolah air saringan pasir lambat Up Flow yang telah
dibangun di Pesantren La Tansa, Lebak, Jawa Barat, dengan kapasitas operasi 120 M3/Hari,
didapatkan hasil analisa kualias air sebelum dan sesudah pengolahan seperti pada Tabel (1).
Dari hasil analisa tersebut dapat dilihat bahwa dengan teknologi saringan pasir lambat
tersebut dapat menurunkan zat besi dari 1,16 mg/lt menjadi 0,36 mg/lt. Konsentrasi
ammonium juga turun dari 0,4 mg/lt menjadi tak terdeteksi.
Dari hasil analisa air tersebut secara umum dapat diketahui bahwa hasil air olahan
dengan saringan pasir lambat dengan arah aliran dari bawah ke atas tersebut sudah memenuhi
syarat sebagai air bersih, dan jika direbus sudah dapat digunakan sebagai air minum sesuai
dengan standar kesehatan.
Operasi dan perawatan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal pengoperasian saringan pasir lambat
dengan arah aliran dari atas ke bawah antara lain yakni :

Kecepatan penyaringan harus diatur sesuai dengan kriteria perencanaan.

Jika kekeruhan air baku cukup tinggi sebaiknya kecepatan diatur sesuai dengan
kecepatan disain mimimum (5 M3/M2.Hari).

Pencucian media penyaring (pasir) pada saringan awal (pertama) sebaiknya dilakukan
minimal setelah 1 minggu operasi, sedangkan pencucian pasir pada saringan ke dua
dilakukan minimal setelah 3 - 4 minggu operasi.

Pencucian media pasir dilakukan dengan cara membuka kran penguras pada tiap-tiap
bak saringan, kemudian lumpur yang ada pada dasar bak dapat dibersihkan dengan
cara mengalirkan air baku sambil dibersihkan dengan sapu sehingga lumpur yang
mengendap dapat dikelurakan. Jika lupur yang ada di dalam lapisan pasir belum
bersih secara sempurna, maka pencucian dapat dilakukan dengan mengalirkan air
baku ke bak saringan pasir tersebut dari bawah ke atas dengan kecepatan yang cukup
besar sampai lapisan pasir terangkat (terfluidisasi), sehingga kotoran yang ada di
dalam lapisan pasir terangkat ke atas. Selanjutnya air yang bercampur lumpur yang
ada di atas lapisan pasir dipompa keluar sampai air yang keluar dari lapisan pasir
cukup bersih.

Gambar : Saluran irigasi yang digunakan sebagai air baku yang akan diolah.

DAFTAR RUJUKAN

Annonimous, "Design Criteria For Waterworks Facilities", Japan Water Works Association,1978.
Tambo, N., and Okasawara, K., "Jousui no Gijutsu", Gihoudo Shuppan, Tokyo, 1992.
Viessman, W. JR.and Hammer, "Water Supply And Pollution Control", Fourth Edition, Harper & Row
Publishers, New York, 1985.

. Darmasetiawan, Martin, 2004, Teori


dan Perencanaan Instalasi Pengolahan
Air, Yayasan Suryono, Bandung
Fair; Geyer; dan Okun, 1968, Water
John Wiley & Sons. Inc.New York
and Wastewater Engineering Volume
,
. Kawamura, Susumu. 1990, Integrated
Design of Water Treatment Facilities,
John Wiley & Sons, Inc. New York
Mochtar H, 1999. Diktat Kuliah Satuan
Operasi. Pusditek PU-UNDIP.
Semarang.
Reynold, Tom D., 1982, Unit Operation
And Processed in Environmental
Engineering, Brooks/Cole Engineering
Devision, California
Peavy, Howard S, 1985, Environmental
Engineering, Mcgraw Hill Book
Company, Singapore

PAPER
PENGOLAHAN AIR BERSIH DENGAN AIR BAKU YANG BERASAL DARI AIR
SUNGAI
Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Rekayasa Lingkungan yang dibimbing oleh Ibu
Anie Sulistyorini

Oleh:
Putro Dani T.

(306522304872)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Maret 2010

Anda mungkin juga menyukai