Anda di halaman 1dari 9

Memahami Logika Laporan Keuangan

(Neraca dan Laba Rugi)


Misalnya:
1. Angka pendapatan tinggi, tetapi mengapa Laporan Laba Rugi menunjukan angka laba yang
sangat kecil? (Tolong jangan buru-buru menjawab karena cost-nya tinggi, nanti terjebak
sendiri.)
2. Angka penjualan rendah, tetapi mengapa Laporan Laba Ruginya menunjukan angka minus
alias rugi? Bukankah bila penjualan rendah berarti aktivitas produksi juga rendah sehingga
mestinya tidak rugi?
3. Penjualan begitu tinggi, Laporan Laba Rugi menunjukan angka laba yang signifikan, tetapi
mengapa begitu banyak vendor (supplier) yang mengeluhkan keterlambatan pembayaran?
4. Ekuitas Pemilik menunjukan peningkatan yang cukup besar, tetapi mengapa tidak ada
dividen yang bisa dibagikan kepada pemegang saham?

Keempat pertanyaan di atas sesungguhnya hanya memerlukan logika akuntansi yang sangat
sederhana dan lumrah terjadi di hampir semua perusahaan. Kenyataannya, saat ditanya
pegawai accounting seringkali gelagapan, akhirnya tidak bisa menjelaskan dengan baik.
Setidaknya, minimal mereka bisa menjelaskan mengapa bisa terjadi demikian?.
Idealnya, jika mereka memahami logika-logika dibalik sebuah laporan keuangan, mestinya
mereka bisa memberi saran dan masukan bagi manajemen mengenai apa yang perlu (atau tak
perlu) dilakukan di masa-masa yang akan datang agar masalah yang sama tidak terjadi lagi.

Melalui tulisan sederhana ini, saya pribadi ingin mengajak siapa saja yang tertarik
untuk mengksplorasi logika-logika di balik sebuah laporan keuangan.
Seperti telah saya sampaikan di awal, produk akhir dari akuntansi adalah laporan keuangan.
Dengan membaca laporan keuangan, mereka yang berkepentingan bisa mengetahui kondisi
keuangan perusahaan.
Kondisi apa saja yang bisa dilihat dengan membaca laporan keuangan?

Untuk sungguh-sungguh memahami logikanya, anda harus memposisikan diri sebagai


sesorang yang sangat berkepentingan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Untuk
sementara lupakan status anda saat ini (sebagai pegawai accounting), anggap diri anda adalah
pemilik usaha.
Nah, sebagai pemilik usaha, apa yang ingin anda ketahui mengenai kondisi keuangan
perusahaan?
Saya coba menebak-nebak (dengan menggunakan kelaziman). Sebagai pengusaha, minimal
anda ingin tahu 2 hal berikut ini:

1. Kekayaan Perusahaan

Pertanyaan paling mendasar di wilayah ini adalah: Apakah perusahaan dalam kondisi baikbaik saja? Baik-baik saja dalam hal ini maksudnya: Dapat beroperasi secara lancar.
Perusahaan hanya akan bisa lancar beroperasi bila:
(a) Memiliki kas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional sehari-hari;
(b) Memiliki kas yang cukup untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu: mampu
membayar utang kepada vendor/supplier, bank, dan membayar dividen kepada pemegang
saham;
(c) Memiliki persediaan (bahan baku untuk diproduksi atau barang jadi untuk di jual);
(d) Memiliki sarana dan fasilitas yang cukup untuk menunjang kelancaran operasional
perusahaan.
Dengan kata lain, apakah perusahaan memiliki kekayaan yang cukup untuk bisa beroperasi
dengan lancar? Jawaban atas pertanyaan itu ada di NERACAyang sering juga disebut
sebagai Laporan Posisi Keuangan.

Masih ingat dengan persamaan akuntansi di bawah ini?


Aktiva (asset) = Kewajiban (Liability) + Ekuitas Pemilik (equity)
Itulah isi utama dari sebuh Neraca. Untuk visualisasi, silahkan lihat contoh necara sederhana
di bawah ini:

Dari contoh Neraca di atas anda sebagai pemilik PT. JAK bisa melihat posisi keuangan
perusahaan dan memperoleh informasi sbb:

Kekayaan kotor perusahaan sama dengan total nilai aktiva (asset)-nya. Dalam contoh ini
adalah 137. Jika dibandingkan dengan total kewajiban (utang) yang sebesar 67, masih ada
selisih kekayaan sebesar 70. Selisih yang 70 inilah yang disebut dengan Kekayaan Bersih
(Net Asset atau Net Worth) perusahaan.
Dari sini jelas tergambar bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang cukup untuk
memenuhi semua kewajibannya, dengan asumsi: jika semua asset dijual maka semua utang
bisa dilunasi.
Jika kembali ke contoh pertanyaan yang saya sampaikan di awal tulisan: Mestinya
perusahaan bisa memenuhi kewajibannya, tetapi mengapa banyak vendor (supplier) yang
mengeluhkan keterlambatan pembayaran?

Untuk menjawab pertanyaan spesifik seperti ini, perhatian harus diarahkan ke elemen-elemen
neraca yang lebih kecil. Pada sisi aktiva nampak akun Kas saldonya hanya 10, sementara
akun Utang Dagang di sisi sisi Kewajiban nampak sebesar 30. Jelas perusahaan akan
mengalami defisit (kekurangan) kas sebesar 20, sehingga banyak vendor yang mengalami
penundaan pembayaran.

Mengapa terjadi demikian? Bagaimana cara mengatasinya? Apa yang perlu dilakukan
oleh manajemen agar kondisi ini tidak terjadi lagi di masa yang akan datang?
Bentuk Neraca sudah dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menjawab semua
kemungkinan pertanyaan yang ada. Dengan catatan, anda harus memahami logikanya. Dari
total aktiva (asset) sebesar 137, mengapa akun kas nilainya hanya 10, dimana sisanya?
Perhatian di alihkan ke elemen-elemen aktiva (asset) lainnya, yaitu:

Piutang = 85
Persediaan = 32
Aktiva Tetap = 10.

Nah ketahuan sudah, asset menumpuk di akun Piutang sebesar 85. Sehingga pertanyaan
mengapa-nya sudah terjawab. Tinggal berpikir bagaimana cara mengatasinya dan cara
mencegahnya di waktu yang akan datang. Untuk mengatasinya manajemen perusahaan perlu
memfokuskan perhatian pada proses penagihan piutangmungkin dengan menawarkan
potongan untuk pembayaran lebih awal, kalau perlu panggil debt collector jika mengalami
kesulitan penagihan. Untuk mencegah agar tidak terjadi lagi di masa yang akan datang,
manajemen perlu mengubah kebijakan kreditmungkin di buat lebih ketat lagi, lebih selektif
terhadap pemberian kredit, termin pembayaran di perpendek, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, dari Neraca yang sama anda juga bisa melihat bahwa total Ekuitas Pemilik
meningkat 20. Dari modal awal sebesar 50 kini menjadi 70. Mengapa angkanya sama dengan
Kekayaan Bersih perusahaan yaitu 70, apakah karena kebetulan?
Tidak. Ini berasal dari persamaan dasar akuntansi: Asset = Kewajiban + Equitas Pemilik.
Dengan demikian, maka: Equitas Pemilik = Asset Kewajiban. Nah jika Kekayaan Bersih =
Asset Kewajiban, Maka otomatis: Kekayaan Bersih = Ekuitas Pemilik.

Jika kembali ke pertanyaan di awal tulisan: Mengapa ekuitas pemiliki meningkat tetapi
tidak ada dividen yang bisa dibagikan kepada pemegang saham? (dengan kata lain
perusahaan tidak bisa memenuhi kewajibannya kepada pemegang saham)

Jawabannya kembali ke masalah ketersediaan kas. Perusahaan tidak memiliki cukup


persediaan Kas. Bagaimana mengatasinya? Sama seperti solusi sebelumnya.
Lebih detail mengenai ketersediaan kas dan pengalokasiannya (apakah sudah seperti yang
direncanakan, apakah dipergunakan secara efeisien, dan lain sebagainya) bisa dilihat di
Laporan Arus Kas.
Laporan Arus Kas, untuk perusahaan yang sudah Go Publik (listing di bursa saham) wajib
ada. Sedangkan untuk perusahaan non-publik bisa ada bisa tidak. Mengapa boleh ada boleh
tidak? Karena Laporan Arus Kas hanya merupakan rincian lebih detail dari akun Kas di
Neraca. Sehingga pada dasarnya, nilai akhir dari laporan arus kas sama dengan saldo yang
ada pada akun Kas di Neraca. (Catatan: Saya akan membahas laporan arus kas secara
terpisah (di tulisan lain).

Hal yang tak kalah pentingnya untuk diketahui dari sebuah Neraca adalah Tanggal
Neraca (dibawah tulisan NERACA PT. JAK), dalam contoh ini adalah Per 31 Januari
2012. Artinya: Kekayaan Kotor sebesar 137 dan Kekayaan Bersih sebesar 70 adalah
Kekayaan Perusahaan per tanggal 31 Januari 2012. Itu sebabnya mengapa dalam teori
akuntansi, Neraca didefinisikan sebagai Laporan yang menyajikan posisi keuangan
perusahaan pada tanggal tertentu. Di U.S. sana sering disebut dengan Snapshot of
Financial Position.

2. Untung atau Rugi

Mengetahui berapa besarnya kekayaan perusahaan, mengetahui apakah perusahaan mampu


melunasi utang-utangnya saja, belumlah cukup. Sebagai pengusaha anda juga ingin tahu:

Apakah bulan/tahun ini anda untung atau rugi? Jika rugi, mengapa?
Apakah operasional perusahaan berjalan dengan efisien atau sebaliknya,
boros?
Apakah sumber daya perusahaan lebih banyak digunakan untuk aktivitas
yang menghasilkan barang/jasa atau untuk hal-hal di luar itu?

Semua jawabanya ada di Laporan Laba Rugi. Untuk visualisasi silahkan lihat contoh
Laporan Laba Rugi PT. JAK di bawah ini:

Memperhatikan Laporan Laba Rugi di atas, anda bisa melihat dengan jelas bahwa:
(a) Pendapatan (Revenue) sebesar 187
(b) Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold) sebesar 50
(c) Laba Kotor (Gross Profit) sebesar 137
(d) Biaya-biaya 132
(e) Laba Bersih (Net Profit) sebesar 5

Diantara kelima angka-angka di atas, mana yang paling penting bagi anda sebagai
pengusaha? Sudah pasti Laba Bersih. Laba bersih menunjukan angka 5. Ini sangat kecil
jika dibandingkan dengan nilai Revenue anda yang menunjukan angka 187. Dengan kata lain,
profit margin anda hanya 3% (=5/187). Kalau begini ceritanya mah mendingan uangnya di
taruh di deposito kan?

Lalu anda tanya orang accounting Mengapa labanya hanya 5, padahal revenuenya tinggi?
Pasti ada yang tidak beres di sini.
Mungkin dengan cekatan mereka menjawab Karena biayanya tinggi, boss.
Ya iyalah. Revenue tinggi, wajar jika biaya juga tinggi (kecuali yang bikin barang dari
golongan jin.) Tidak usah orang manajemen, Mbok Jum warung sebelah juga tahu
pendapatan dikurangi biaya sama dengan laba atau rugi. Tapi, bukankah bila revenue tinggi,
biaya tinggi, mestinya laba masih tetap tinggi?
Pertama, mungkin mereka akan memeriksa kembali angka-angka di laporan, dibandingkan
dengan neraca saldo, dibandingkan dengan buku besar, bahkan bukti transaksi dibandingkan
dengan catatan transaksi (jurnal) satu-per-satu. Semua perhitungan diperiksa satu per
satu. Beberapa hari kemudian mereka kembali dengan jawaban Semua angka sudah saya
periksa, hasilnya benar dan akurat. Semua jurnal sudah benar, tidak ada transaksi yang
tertinggal atau diposting dua kali.

Nah inilah yang saya sebutkan di awal: menguasai teknis akuntansi, mahir menjunal
dan membuat laporan keuangan, tetapi tidak (belum) memahami logika akuntansi
dengan baik.
Andai sudah memahami logika di balik Laporan Keuangan (Laba Rugi dalam hal ini),
mereka tidak perlu sampai memeriksa transaksi satu-per-satu, bahkan mungkin tidak sampai
perlu memeriksa saldo buku besar. Cukup hanya dengan melihat Laporan secara sepintas
(scanning) dari atas kebawah:
Pertama anda lihat Pendapatan (revenue), lalu anda bandingkan dengan Harga Pokok
Penjualan, apakah angkanya terlihat logis? Dengan pendapatan sebesar 187, apakah logis
jika harga pokok penjualannya 50 sehingga laba kotornya menjadi 137? Permasalahan
dilokalisir sampai di sini dahulu.
Untuk mengetahui logis-atau-tidak logis, sebenarnya sudah disediakan alat bantu di bawah
Laba Kotor (Gross Profit) yang disebut dengan Gross Profit Margin yang menunjukan
angka 73%. Angka ini tidak akan ada di sana jika tidak ada fungsinya. Apa fungsinya? Untuk
mengetahui apakah perbandingan antara pendapatan dengan laba kotor. Pertanyaaan
selanjutnya: apakah gross profit margin sebesar 73% itu wajar? Anda bisa memanggil cost
accountant anda, merekalah yang paling tahu berapa besarnya gross profit margin untuk
produk yang dijual. Separah-parahnya, anda bisa membandingkan angka 73% ini dengan
angka gross profit margin bulan lalujika perlu, tarik hingga satu tahun ke belakang untuk
melihat trend-nya.

Saya pribadi, untuk penelusuran cepat, memilih menggunakan kelaziman dan benchmark.
Dari sana saya tahu bahwa untuk jenis usaha manufaktur gross profit margin ada di kisaran
25 hingga 50%. Untuk jenis perusahaan jasa ada di kisaran 50 hingga 70%. Dan untuk jenis
usaha trading (termasuk retail) ada di kisaran 70 hingga 200%.
Nah jika PT. JAK dalam contoh ini adalah perusahaan manufaktur, maka angka gross profit
margin sebesar 73% tergolong tinggi. Sehingga akar masalahnya sudah pasti tidak ada di
antara wilayah revenue hingga harga pokok penjualan. Lalu dimana? Sudah pasti ada di
wilayah biaya-biaya.

Selanjutnya tinggal scanning wilayah akun-akun biaya yang ada di laporan laba rugi.
Diantara biaya-biaya tersebut mana yang terlihat tidak wajar? Jika anda punya laporan laba
rugi bulan sebelumnya, anda tinggal meletakannya secara bersisian dengan laporan laba rugi
Januari 2012 ini, lalu bandingkan. Dalam contoh ini saya tidak buatkan laporan laba rugi
bulan sebelumnya sebagai pembanding. Angka yang janggal langsung saja saya beri warna
merah, yaitu Biaya Telepon sebesar 35. Mengapa ini janggal? Bandingkan dengan Biaya
Gaji?apakah logis biaya telepon lebih besar dibandingkan biaya gaji dalam sebuah
perusahaan manufaktur? Tidak logis.
Bukankah tadi sudah diperiksa oleh orang accounting dan mereka mengatakan semua
transaksi sudah diperiksa hingga ke nota-nya dan hasilnya akurat?
Yup. Jika jurnal dan angka di nota benar, berarti yang salah adalah: ORANG YANG BOROS
MENGGUNAKAN TELEPHONE. Biaya telephone bengkak begitu besar sudah pasti ada
pemakaian yang luar biasa tinggi di luar kebutuhan perusahaan. Selanjutnya tinggal kirim
memo ke HRD untuk investigasi lebih lanjut (siapa yang menelpon pacar berjam-jam setiap
hari?). Untuk mencegah agar tidak tejadi lagi di masa yang akan datang, mungkin HRD perlu
membuat aturan pemakaian telepon. Misalnya: Akses inetrlokal, handphone dan SLI hanya
untuk manajer ke atas dengan menggunakan PINsehingga penggunaannya bisa diketahui.
Sedangkan untuk staff, jika perlu interlokal, SLI atau handphone harus via operator (front
office) dengan approval dari manajer.

Logika-logika dasar seperti ini sangat perlu terus diasah, agar penguasaan akuntansi
dan keuangan menjadi semakin matang, sehingga bisa menjalankan fungsi dengan
baik, bisa memberi masukan yang bermanfaat bagi perusahaan.
Ini baru sebagian kecil dan masih di permukaan. Semakin dalam menyelam, semakin
detail, sudah pasti semakin banyak pula ragam logika akuntansi yang harus dipelajari.
Tentunya ini bukan sesuatu yang bisa dikuasai secara instant. Butuh waktu, kesabaran
dan kesungguhan.

Bagi mereka yang sudah bekerja, dan masih merasa perlu mengasah kemampuan
akuntansi melalui pemahaman logika-logikanya, tidak ada cara selain Learn as you
go. Modal awalnya hanya satu: selalu penasaran/ingin tahu. Selanjutnya tergantung
pada seberapa besar keberanian kita dalam mengikuti instinct rasa ingin tahu itu.
Semoga sukses!

Anda mungkin juga menyukai