Anda di halaman 1dari 14

1 DEFINISI

Amfetamin adalah suatu stimulan dan menekan nafsu makan.


Amfetamin menstimulasi sistem saraf pusat melalui peningkatan zat-zat
kimia tertentu di dalam tubuh. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah, menekan nafsu makan serta berbagai efek
yang lain. Penggunaan amfetamin dengan suatu kelainan psikiatri
berhubungan dengan ketergantungan dan penyalahgunaannya.
Amfetamin adalah kelompok narkoba yang dibuat secara sintetis dan
akhir-akhir ini menjadi populer di Asia Tenggara. Amfetamin biasanya
berbentuk bubuk putih, kuning atau coklat dan kristal kecil berwarna putih.
Cara memakai amfetamin yang paling umum adalah dengan menghirup
asapnya.
Termasuk dalam kelainan yang disebabkan oleh amfetamin atau zat
yang mirip amfetamin antara lain intoksikasi amfetamin, gangguan akibat
penghentian penggunaan amfetamin, kelainan psikosis dengan delusi dan
halusinasinyang disebabkan oleh amfetamin, delirium karena intoksikasi
amfetamin, kelainan mood yang disebabkan oleh amfetamin, gangguan
cemas karena penggunaan amfetamin, gangguan tidur, dan disfungsi seksual.
2 EPIDEMIOLOGI
Pada banyak Negara, penggunaan obat terlarang lebih sering terjadai
pada orang yang berusia muda, laki-laki lebih sering dari npada perempuan,
dan pada orang dengan social ekonomi yang rendah, pada daerah dengan
rata-rata masalah social yang lebih tinggi. Dilaporkan pada masa anak usia
SMA (senior high school) penggunaan stimulan lebih tinggi dari pada
penggunaan kokain.
National Household Survey and Drug Abuse (NHSDA) melporkan
pada tahun 1997 terdapat 4,5% dari orang yang berusia 12 tahun atau lebih
menggunakan stimulan bukan atas indikasi medis, hal ini menunjukkan
peningkatan yang drastis dari pada tahun sebelumnya. Persentasi yang paling
tinggi setelah penggunaan dalam 1 tahun (1,5%) antara umur 18-25 tahun,

kemudian diikuti oleh umur 12-17 tahun. Sample ini tidak cukup luas untuk
mendeteksi peningkatan dalam penggunaan amfetamin ini disesuaikan
dengan data dari ruang emergensi untuk keracunan yang berkaitan dengan
amfetamin atau program tes panghentian obat.
Survei dua populasi digunakan sebagai kriteria dianostik yang dapat
diterima untuk mengukur besernya penyalahgunaan dan ketergantungan yaitu
studi Epidemiologic Catchment Area (ECA). ECA melaporkan kombinasi
kategori antara ketergantungan dan penyalahgunaan amfetamin dan obat
yang mirip amfetamin, yaitu: prevalensi 1 bulan, 6 bulan, dan seumur hidup
berturut-turut 0,1; 0,2; dan 1,7 persen. Rata-rata ketergantungan seumur
hidup untuk umur 15-54 tahun yaitu 1,7%; 15% responden memiliki
kebiasaan penggunaan stimulant tanpa indikasi medis. Diantara yang
dilaporkan tanpa indikasi medis 11% ditemukan kriteria ketergantungan.
3 ETIOLOGI
Ketergantungan obat, termasuk amfetamin dan zat yang mirip
anfetamin dipandang sebagai suatu hasil dari sebuah proses interaksi dari
banyak faktor (sosial, psikologi, kultural, dan biologi) yang mempengaruhi
kebiasaan penggunaan obat. Proses ini pada beberapa kasus, kehilangan
fleksibilitas yang berkaitan dengan penggunaan obat merupakan tanda
ketergantungan obat. Tetapi, tidak semua orang sama, tergantung bagaimana
biasanya efek dari obat yang diberikan apakah sama atau dari kesamaan
faktor yang dipengaruhi. Faktor farmakologi diyakini sangat penting dalam
kelanjutan penggunaan dan menuju ke arah ketergantungan dari obat tersebut.
Amfetamin memiliki potensi untuk meningkatkan mood dan efek euforigenik
pada

manusia

dan

efek

menguatkan

pada

hewan

percobaan.

Faktor sosial, kultural, dan ekonomi merupakan faktor penentu yang sangat
berpengaruh terhadap alasan pemakaian, pemakaian yang berkelanjutan, dan
relaps. Pemakaian yang berlebihan lebih jauh berkaitan dengan ketersediaan
amfetamin atau obat yang mirip amfetamin.

Metabolisme amfetamin dan metamfetamin terutama oleh hati, tapi


banyak yang dihirup diekskresikan tanpa diubah dahulu melalui urin. Waktu
paruh amfetamin dan metamfetamin akan sangat dipersingkat jika urin dalam
keadaan asam. Waktu paruh amfetamin pada dosis terapi berkisar antara 7-19
jam dan untuk metamfetamin sedikit lebih panjang. Setelah dosis toksik,
perbaikan dari gejala mungkin akan lebih lama (sampai beberapa hari)
dengan amfetamin dibandingkan kokain, tergantung pada pH urine.
Toleransi dan sensitisasi dari kebanyakan pengguna amfetamin untuk terapi
memerlukan dosis yang semakin tinggi untuk memperoleh efek euforik yamg
sama, pada mereka terjadi peningkatan toleransi. Sebagian toleransi
meningkatkan efek kardiovaskular amfetamin.
Penggunaan amfetamin yang kronik yang memiliki status paranoid dan
psikosis toksik biasanya meningkat yang diyakini sebagai fenomena akibat
peningkatan sentisisasi. Bagi yang memiliki riwayat psikosis mugkin akan
sangat cepat untuk mendapatkan serangan berikutnya. Mekanisme perubahan
kronik SSP terhadap pengaruh amfetamin terlihat dalam beberapa perubahan
adaptif dari otak. Sebagai contoh, stimulasi reseptor dopamine mengaktifkan
cAMP pada neuron di dalam nucleus dan striatum. Aktivasi ini menginisiasi
suatu rantai intraseluler menghasilkan perubahan ekspresi dari gen, sebagian
dimediasi oleh fosforilasi dari faktor transkripsi cAMP Response Element
Binding Protein (CREB). Salah satu kerja dari CREB adalah meningkatkan
tarnskripsi dari dynorphin dalam RNA. Fungsi ini sangat penting karena
dynorphin

adalah

suatu

agonis

selektif

k-opioid,

agonis

k-resetor

menghambat pelepasan dopamine. Akson kolateral dari neuron pada nucleus


melepaskan dynorphin pada k-reseptor yang berada pada dopaminergik
terminal, dengan begitu menghambat aktivitas dopaminergik. Tetapi apabila
penggunaan amfetamin dihentikan dan pelepasan dopamine belebihan
terhenti, kompensasinya level yang tinggi dari dynorphin menetap dan
kemudian akan menghilangkan efek dopaminergik, ini menyebabkan
terjadinya

anhedonia

dan

disforia

akibat

withdrawal

amfetamin.

Apalagi neuron dari nukleus memperlihatkan penurunan konsentrasi dari

protein Gi (dengan menghambat adenil siklase) dan peningkatan dari cAMPdependent protein kinase. Kedua perubahan ini dapat bertahan beberapa
minggu dan akan terjadi peningkatan regulasi jalur cAMP. Perubahan yang
menetap dari jalur cAMP tampak untuk menyajikan suatu mekanisme untuk
efek pertahanan dari stimulant. Pemberian berulang amfetamin menyebabkan
induksi dan akumulasi protein mirip Fos, antigen kronik yang terkat pada Fos
(FRAs) (dimediasi oleh fosforilasi dari CREB). Kronik FRAs ini dapat
bertahan lama dan berbeda dari protein yang mirip dengan Fos yang tampak
setelah pemakaian obat sekali. Selain itu perubahan persisten dari transkripsi
gen merubah morfologi neuron. Transmisi glutamate, yang berfungsi penting
untuk siklus modulasi dan efek sensitisasi sikap terhadap kokain, tidak
tampak untuk menolak amfetamin pada keadaan ini. Perbedaan ini mungkin
penting, pembeda perubahan adaptif diinduksi oleh dua kelas stimulant. Obat
yang mirip amfetamin melepaskan norepinefrin dan serotonin. Beberapa
diantara efeknyanya yang sama dengan toksisitas amfetamin, khususnya
toksisitas kardiovaskular.

NEUROFARMAKOLOGI
Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat melepaskan
katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat.
Sehingga neurotransmiter tetap berada dalam sinaps dengan konsentrasi lebih
tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dari biasanya. Semua sistem saraf
akan berpengaruh terhadap perangsangan yang diberikan.
Efek klinis amfetamin akan muncul dalam waktu 2-4 jam setelah
penggunaan. Senyawa ini memiliki waktu paruh 4-24 jam dan dieksresikan
melalui urin sebanyak 30% dalam bentuk metabolit. Metabolit amfetamin
terdiri dari p-hidroksiamfetamin, p-hidroksinorepedrin, dan penilaseton.

Karena waktu paruhnya yang pendek menyebabkan efek dari obat ini
relatif cepat dan dapat segera terekskresikan, hal ini menjadi salah satu
kesulitan tersendiri untuk pengujian terhadap pengguna, bila pengujian
dilakukan lebih dari 24 jam jumlah metabolit sekunder yang di terdapat pada
urin menjadi sangat sedikit dan tidak dapat lagi dideteksi dengan KIT.

5 GAMBARAN KLINIK
Pengaruh amfetamin terhadap pengguna bergantung pada jenis
amfetamin, jumlah yang digunakan, dan cara menggunakannya. Dosis kecil
semua jenis amfetamin akan meningkatkan tekanan darah, mempercepat
denyut nadi, melebarkan bronkus, meningkatkan kewaspadaan, menimbulkan
euforia, menghilangkan kantuk, mudah terpacu, menghilangkan rasa lelah
dan rasa lapar, meningkatkan aktivitas motorik, banyak bicara, dan merasa
kuat.
Dosis sedang amfetamin (20-50 mg) akan menstimulasi pernafasan,
menimbulkan tromor ringan, gelisah, meningkatkan aktivitas montorik,
insomnia, agitasi, mencegah lelah, menekan nafsu makan, menghilangkan
kantuk, dan mengurangi tidur.
Penggunaan amfetamin berjangka waktu lama dengan dosis tinggi
dapat menimbulkan perilaku stereotipikal, yaitu perbuatan yang diulang
terus-menerus tanpa mempunyai tujuan, tiba-tiba agresif, melakukan tindakan
kekerasan, waham curiga, dan anoneksia yang berat.

Efek Samping
Fisik. Penyalahgunaan amfetamin dapat menyebabkan efek samping,
yang

paling

serius

mencakup

efek

serebrovaskular,

kardiak,

dan

gastrointestinal. Di antara kondisi spesifik yang mengancam nyawa adalah


infark miokardium, hipertensi berat, penyakit serebrovaskular, dan kolitis
iskemia. Gejala neurologis yang berkepanjangan, dari kedutan, tetani, kejang,
5

sampai koma dan kematian, dikaitkan dengan amfetamin dosis tinggi yang
terus meningkat. Penggunaan amfetamin intravena dapat menularkan human
immunodeficiency virus dan hepatitis serta menyebabkan perkembangan
abses paru, endokarditis, dan angiitis nekrotikans lebih lanjut. Efek samping
yang tidak mengancam nyawa mencakup semburat merah, pucat, sianosis,
demam, sakit kepala, takikardia, palpitasi, mual, muntah, bruksisme (gigi
gemeretuk), sesak nafas, tremor, dan ataksia. Wanita hamil yang
menggunakan amfetamin sering melahirkan bayi dengan berat lahir rendah,
lingkar kepala kecil, usia kehamilan dini, dan retardasi pertumbuhan.
Psikologis. Efek simpang psikologis yang disebabkan oleh penggunaan
amfetamin mencakup kegelisahan, disforia, insomnia, iritabilitas, sikap
bermusuhan, dan kebingungan Konsumsi amfetamin juga dapat menginduksi
gejala gangguan ansietas seperti gangguan ansietas menyeluruh dan gangguan
panik serta ide rujukan, waham paranoid, dan halusinasi.
6 DIAGNOSIS
DSM-IV-TR mencantumkan banyak gangguan terkait amfetamin (atau
lir-amfetamin) (Tabel 9.3-l) namun hanya merinci kriteria diagnosis
intoksikasi amfetamin (Tabel 9.3-2), keadaan putus amfetamin (Tabel 9.3-3),
dan gangguan terkait amfetamin yang tak-tergolongkan (Tabel 9.3-4) pada
bagian gangguan terkait amfetamin (atau lir-arnfetamin). Kriteria diagnosis
gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) lain tercantum dalam bagian
DSM-IV-TR yang berhubungan dengan gejala fenomenologis primer
(contohnya psikosis).
Ketergantungan Amfetamin dan Penyalahgunaan Amfetamin
Kriteria DSM-IV-TR untuk ketergantungan dan penyalahgunaan dapat
diterapkan pada amfetamin dan zat terkait. Ketergantungan amfetamin dapat
mengakibatkan penurunan spiral yang cepat dari kemampuan seseorang untuk
menghadapi kewajiban dan stres yang berkaitan dengan keluarga dan
pekerjaan. Seseorang yang menyalahgunakan amfetamin membutuhkan dosis

tinggi amfetamin yang semakin meningkat untuk memeroleh rasa tinggi


(high) yang biasa, dan tanda fisik penyalahgunaan amfetamin (contohnya
penurunan berat badan dan ide paranoid) hampir selalu timbul dengan
diteruskannya penyalahgunaan.
lntoksikasi Amfetamin
Sindrom intoksikasi kokain (menghalangi reuptake dopamin) dan
amfetamin (menyebabkan pelepasan dopamin) sifatnya serupa. Oleh karena
penelitian tentang penyalahgunaan dan intoksikasi kokain dilakukan lebih
teliti dan mendalam dibanding pada amfetamin, literatur klinis tentang
amfetamin sangat dipengaruhi temuan klinis pada penyalahgunaan kokain.
Pada DSM-IV-TR, kriteria diagnosis intoksikasi amfetamin dan intoksikasi
kokain terpisah namun hampir sama. DSM-IV-TR merinci gangguan persepsi
sebagai gejala intoksikasi amfetamin. Bila tidak ada uji realitas yang intak,
dipikirkan diagnosis gangguan psikotik terinduksi amfetamin dengan awitan
saat intoksikasi. Gejala intoksikasi amfetamin sebagian besar pulih setelah 24
jam dan umumnya akan hilang sepenuhnya setelah 48 jam.
Keadaan Putus Amfetamin
Setelah intoksikasi amfetamin, terjadi uash dengan gejala ansietas,
gemetar, mood disforik, letargi, kelelahan, mimpi buruk disertai tidur dengan
rapid eye moventent yang berulang), sakit kepala, berkeringat hebat, kram
otot, kram perut, dan rasa lapar yang tak terpuaskan. Gejala putus zat
biasanya memuncak dalam 2 sampai 4 hari dan hilang dalam I minggu.
Gejala putus zat yang paling serius adalah depresii yang terutama dapat
menjadi berat setelah penggunaan amfetamin dosis tinggi terus-menerus dan
dapat dikaitkan dengan ide atau perilaku bunuh diri. Kriteria diagnosis DSMIV-TR untuk keadaan putus amfetamin (Tabel 9.3-3) merinci bahwa mood
disforik dan perubahan fisiologis diperlukan untuk diagnosis tersebut.
Delirium pada lntoksikasi Amfetamin

Delirium yang disebabkan oleh penggunaan amfetamin biasanya


muncul akibat amfetamin penggunaan dosis tinggi atau terus-menerus
sehingga deprivasi tidur memengaruhi tampilan klinis. Kombinasi amfetamin
dengan zat lain serta penggunaan amfetamin oleh orang dengan kerusakan
otak yang,telah ada sebelumnya juga dapat menyebabkan timbulnya de
lirium. Tidak jarang mahasiswa universitas yang menggunakan amfetamin
untuk belajar kilat menghadapi uiian menunjukkan delirium jenis ini.
Gangguan Psikotik Terinduksi Amfetamin
Kemiripan klinis psikosis terinduksi amfetamin dengan skizofrenia
paranoid telah memicu penelitian intensif tentang neurokimiawi psikosis
terinduksi amfetamin untuk menguraikan patofisiologi skizofrenia paranoid.
Tanda gangguan psikotik terinduksi amfetamin adalah adanya paranoia.
Gangguan psikotik terinduksi amfetamin dapat dibedakan dengan skizofrenia
paranoid dengan sejumlah karakteristik pembeda yang ditemukan pada
gangguan psikotik terinduksi amfetamin, yaitu adanya predominasi halusinasi
visual, afek yang secara umum serasi, hiperaktivitas, hiperseksualitas,
kebingungan dan inkoherensi, serta sedikit bukti gangguan proses pikir
(seperti asosiasi longgar). Pada beberapa studi, peneliti juga mencatat bahwa
meski gejala positilgangguan psikotik terinduksi amfetamin dan skizofrenia
mirip, gangguan psikotik terinduksi amfetamin biasanya tidak memiliki af'ek
mendatar dan alogia seperti pada skizofrenia. Namun, secara klinis, gangguan
psikotik terinduksi amf'etamin yang akut mungkin tidak dapat dibedakan
dengan skizofrenia, dan hanya resolusi gejala.
dalam beberapa hari atau temuan positif pada uji tapis zat dalam urin
yang akhirnya akan menunjukkan diagnosis yang tepat. Terapi pilihan untuk
gangguan psikotik terinduksi amfetamin adalah penggunaan .jangka pendek
obat antipsikotik seperti haloperidol (Haldol).
Gangguan Mood Terinduksi Amfetamin

Awitan gangguan mood terinduksi amfetarnin dapat terjadi saat


intoksikasi atau putus zat. Umumnya, intoksikasi rnenimbulkan gambaran
manik atau mood campuran, sementara keadaan putus zat menimbulkan
gambaran mood depresif.

Gangguan Ansietas Terinduksi Amfetamin


Amfetamin, seperti kokain, clapat menginduksi gejala yang serupa
dengan yang terlihat pada gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, dan
terutama, gangguan tbbia. Awitan gangguan ansietas terinduksi amfetamin
juga dapat terjadi saat inloksikasi atau putus zat.
Disfungsi Seksual Terinduksi Amfetamin
Amfetamin sering digunakan untuk meningkatkan pengalaman seksual;
namun, dosis tinggi dan penggunaan jangka panjang dikaitkan dengan
gangguan ereksi dan disfungsi seksual lain. Disfungsi ini diklasifikasikan
dalam DSM-IV-TR sebagai disfungsi seksual terinduksi amletamin.
Gangguan Tidur Terinduksi Amfetamin
Intoksikasi amfetamin dapat mer.rimbulkan insomnia dan deprivasi
tidur, sementara orang yang sedang mengalami keadaan putus amfetamin
dapat mengalami hipersomnolen dan mimpi buruk.
Gangguan yang Tak-Tergolongkan
Jika suatu gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) tidak
memenuhi kriteria satu atau lebih kategori yang didiskusikan di atas,
gangguan tersebut dapat didiagnosis sebagai gangguan terkait amfetamin
yang tak-tergolongkan (Tabel 9.3-4).

7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :

Elektrolit : akut bisa memberikan gambaran hipokalemi sedangkan pada


intoksikasi amfetamin yang berat memberikan gambaran hiperkalemi.

10

Glukosa darah : pada pemeriksaan gula darah memberikan gambaran


hipoglikemi

Fungsi ginjal : gagal ginjal berhubungan dengan rhabdomyolisis dan


trombosis arteri ginjal pernah dilaporkan pada penyalahgunaan amfetamin.

Urinalisis untuk skrining amfetamin atau zat adiktif lain yang digunakan
bersama-sama,

Tes kehamilan : semua wanita yang berada dalam usia subur sbaiknya
dilakukan tes kehamilan

Fungsi hati : kerusakan hati mungkin terjadi pada intoksikasi akut. Sebagai
tambahan, pasien yang menggunakan amfetamin beresiko untuk terinfeksi
hepatitis, yang pada akhirnya bias menyebabkan perubahan mental.

Jumlah sel darah : anemia, lekositosis, dan leukopenia

Toksikologi : Urine drug screens : Benzoylecogonine (bentuk metabolic


kokain) bisa ditemukan pada urin

60 jam setelah menggunakan

amfetamin. Pada pengguna amfetamin yang berat bisa ditemukan sampai


22 hari.

Enzim jantung : pada pengguna amfetamin terdapat angka prevalensi yang


tinggi untuk terjadinya myocardial infection, pasien yang dating dengan
nyeri dada dan riwayat penggunaan amfetamin bisa dipikirkan untuk
melakukan pemeriksaan enzim jantung.

2. Gambaran Radiologi :

Chest x-Ray

CT-Scan.

3. Tes lain : Analisa gas darah, ECG

11

8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan intoksikasi amfetamin:
a. Bila suhu badan naik, berikan kompres dingin, minum air dingin, atau
selimut hipotermik.
b. Bila kejang, berikan diazepam 10-30 mg per oral atau parenteral; atau
klordiazepoksid 10-25 mg per oral secara perlahan-lahan dan dapat
diulang setiap 15-20 menit.
c. Bila tekanan darah naik, berikan obat anti hipertensi.
d. Bila terjadi takikardma, berikan beta-blocker, seperti propanolol, yang
sekaligus juga untuk menurunkan tekanan darah.
e. Untuk mempercepat ekskresi amfetamin, lakukan asidifikasi air seni
dengan memberi amonium klorida 500 mg per oral setiap 3-4 jam.
f. Bila timbul gejala psikosis atau agitasi, beri halopendol 3 kali 2-5 mg.
Penatalaksanaan putus amfetamin:
a. Rawat di tempat yang tenang dan biarkan pasien tidur dan makan
sepuasnya.
b. Waspada terhadap kemungkinan timbulnya depresi dengan ide bunuh diri.
c. Dapat diberikan anti depresi.
Terapi pada Psikosis Akibat Penggunaan Amfetamin
Psikosis akibat penggunaan amfetamin sangat mirip dengan skizofrenia
paranoid. Pada psikosis akibat penggunaan amfetamin dapat diberikan
klorpromazin tiga kali 50-I 50 mg per oral atau 25-50 mg intra muskular yang
dapat diulang setiap empat jam. Dapat juga dipakai halopenidol tiga kali 1-5
mg.
12

9 KOMPLIKASI
Penyalahgunaan amfetamin dalam kurun waktu yang cukup lama atau
dengan dosis yang tinggi dapat mengakibatkan timbul banyak masalah
diantaranya.

Psychosis (pikiran menjadi tidak nyata, jauh dari realitas)

Kelainan psikologis dan tingkah laku

Pusing-pusing

Perubahan mood atau mental

Kesulitan bernapas

Kekurangan nutrisi

Gangguan jiwa
Dalam keadaan keracunan akut, pengguna amfetamin pada umumnya

merasakan euforia, keresahan, agitasi, dan cemas berlebihan. Kira-kira 5


12% pengguna mengalami halusinasi, keinginan untuk bunuh diri, dan
kebingungan. Sebanyak 3% pengguna amfetamin mengalami kejang-kejang.

13

14

Anda mungkin juga menyukai