kemudian diikuti oleh umur 12-17 tahun. Sample ini tidak cukup luas untuk
mendeteksi peningkatan dalam penggunaan amfetamin ini disesuaikan
dengan data dari ruang emergensi untuk keracunan yang berkaitan dengan
amfetamin atau program tes panghentian obat.
Survei dua populasi digunakan sebagai kriteria dianostik yang dapat
diterima untuk mengukur besernya penyalahgunaan dan ketergantungan yaitu
studi Epidemiologic Catchment Area (ECA). ECA melaporkan kombinasi
kategori antara ketergantungan dan penyalahgunaan amfetamin dan obat
yang mirip amfetamin, yaitu: prevalensi 1 bulan, 6 bulan, dan seumur hidup
berturut-turut 0,1; 0,2; dan 1,7 persen. Rata-rata ketergantungan seumur
hidup untuk umur 15-54 tahun yaitu 1,7%; 15% responden memiliki
kebiasaan penggunaan stimulant tanpa indikasi medis. Diantara yang
dilaporkan tanpa indikasi medis 11% ditemukan kriteria ketergantungan.
3 ETIOLOGI
Ketergantungan obat, termasuk amfetamin dan zat yang mirip
anfetamin dipandang sebagai suatu hasil dari sebuah proses interaksi dari
banyak faktor (sosial, psikologi, kultural, dan biologi) yang mempengaruhi
kebiasaan penggunaan obat. Proses ini pada beberapa kasus, kehilangan
fleksibilitas yang berkaitan dengan penggunaan obat merupakan tanda
ketergantungan obat. Tetapi, tidak semua orang sama, tergantung bagaimana
biasanya efek dari obat yang diberikan apakah sama atau dari kesamaan
faktor yang dipengaruhi. Faktor farmakologi diyakini sangat penting dalam
kelanjutan penggunaan dan menuju ke arah ketergantungan dari obat tersebut.
Amfetamin memiliki potensi untuk meningkatkan mood dan efek euforigenik
pada
manusia
dan
efek
menguatkan
pada
hewan
percobaan.
Faktor sosial, kultural, dan ekonomi merupakan faktor penentu yang sangat
berpengaruh terhadap alasan pemakaian, pemakaian yang berkelanjutan, dan
relaps. Pemakaian yang berlebihan lebih jauh berkaitan dengan ketersediaan
amfetamin atau obat yang mirip amfetamin.
adalah
suatu
agonis
selektif
k-opioid,
agonis
k-resetor
anhedonia
dan
disforia
akibat
withdrawal
amfetamin.
protein Gi (dengan menghambat adenil siklase) dan peningkatan dari cAMPdependent protein kinase. Kedua perubahan ini dapat bertahan beberapa
minggu dan akan terjadi peningkatan regulasi jalur cAMP. Perubahan yang
menetap dari jalur cAMP tampak untuk menyajikan suatu mekanisme untuk
efek pertahanan dari stimulant. Pemberian berulang amfetamin menyebabkan
induksi dan akumulasi protein mirip Fos, antigen kronik yang terkat pada Fos
(FRAs) (dimediasi oleh fosforilasi dari CREB). Kronik FRAs ini dapat
bertahan lama dan berbeda dari protein yang mirip dengan Fos yang tampak
setelah pemakaian obat sekali. Selain itu perubahan persisten dari transkripsi
gen merubah morfologi neuron. Transmisi glutamate, yang berfungsi penting
untuk siklus modulasi dan efek sensitisasi sikap terhadap kokain, tidak
tampak untuk menolak amfetamin pada keadaan ini. Perbedaan ini mungkin
penting, pembeda perubahan adaptif diinduksi oleh dua kelas stimulant. Obat
yang mirip amfetamin melepaskan norepinefrin dan serotonin. Beberapa
diantara efeknyanya yang sama dengan toksisitas amfetamin, khususnya
toksisitas kardiovaskular.
NEUROFARMAKOLOGI
Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat melepaskan
katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat.
Sehingga neurotransmiter tetap berada dalam sinaps dengan konsentrasi lebih
tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dari biasanya. Semua sistem saraf
akan berpengaruh terhadap perangsangan yang diberikan.
Efek klinis amfetamin akan muncul dalam waktu 2-4 jam setelah
penggunaan. Senyawa ini memiliki waktu paruh 4-24 jam dan dieksresikan
melalui urin sebanyak 30% dalam bentuk metabolit. Metabolit amfetamin
terdiri dari p-hidroksiamfetamin, p-hidroksinorepedrin, dan penilaseton.
Karena waktu paruhnya yang pendek menyebabkan efek dari obat ini
relatif cepat dan dapat segera terekskresikan, hal ini menjadi salah satu
kesulitan tersendiri untuk pengujian terhadap pengguna, bila pengujian
dilakukan lebih dari 24 jam jumlah metabolit sekunder yang di terdapat pada
urin menjadi sangat sedikit dan tidak dapat lagi dideteksi dengan KIT.
5 GAMBARAN KLINIK
Pengaruh amfetamin terhadap pengguna bergantung pada jenis
amfetamin, jumlah yang digunakan, dan cara menggunakannya. Dosis kecil
semua jenis amfetamin akan meningkatkan tekanan darah, mempercepat
denyut nadi, melebarkan bronkus, meningkatkan kewaspadaan, menimbulkan
euforia, menghilangkan kantuk, mudah terpacu, menghilangkan rasa lelah
dan rasa lapar, meningkatkan aktivitas motorik, banyak bicara, dan merasa
kuat.
Dosis sedang amfetamin (20-50 mg) akan menstimulasi pernafasan,
menimbulkan tromor ringan, gelisah, meningkatkan aktivitas montorik,
insomnia, agitasi, mencegah lelah, menekan nafsu makan, menghilangkan
kantuk, dan mengurangi tidur.
Penggunaan amfetamin berjangka waktu lama dengan dosis tinggi
dapat menimbulkan perilaku stereotipikal, yaitu perbuatan yang diulang
terus-menerus tanpa mempunyai tujuan, tiba-tiba agresif, melakukan tindakan
kekerasan, waham curiga, dan anoneksia yang berat.
Efek Samping
Fisik. Penyalahgunaan amfetamin dapat menyebabkan efek samping,
yang
paling
serius
mencakup
efek
serebrovaskular,
kardiak,
dan
sampai koma dan kematian, dikaitkan dengan amfetamin dosis tinggi yang
terus meningkat. Penggunaan amfetamin intravena dapat menularkan human
immunodeficiency virus dan hepatitis serta menyebabkan perkembangan
abses paru, endokarditis, dan angiitis nekrotikans lebih lanjut. Efek samping
yang tidak mengancam nyawa mencakup semburat merah, pucat, sianosis,
demam, sakit kepala, takikardia, palpitasi, mual, muntah, bruksisme (gigi
gemeretuk), sesak nafas, tremor, dan ataksia. Wanita hamil yang
menggunakan amfetamin sering melahirkan bayi dengan berat lahir rendah,
lingkar kepala kecil, usia kehamilan dini, dan retardasi pertumbuhan.
Psikologis. Efek simpang psikologis yang disebabkan oleh penggunaan
amfetamin mencakup kegelisahan, disforia, insomnia, iritabilitas, sikap
bermusuhan, dan kebingungan Konsumsi amfetamin juga dapat menginduksi
gejala gangguan ansietas seperti gangguan ansietas menyeluruh dan gangguan
panik serta ide rujukan, waham paranoid, dan halusinasi.
6 DIAGNOSIS
DSM-IV-TR mencantumkan banyak gangguan terkait amfetamin (atau
lir-amfetamin) (Tabel 9.3-l) namun hanya merinci kriteria diagnosis
intoksikasi amfetamin (Tabel 9.3-2), keadaan putus amfetamin (Tabel 9.3-3),
dan gangguan terkait amfetamin yang tak-tergolongkan (Tabel 9.3-4) pada
bagian gangguan terkait amfetamin (atau lir-arnfetamin). Kriteria diagnosis
gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) lain tercantum dalam bagian
DSM-IV-TR yang berhubungan dengan gejala fenomenologis primer
(contohnya psikosis).
Ketergantungan Amfetamin dan Penyalahgunaan Amfetamin
Kriteria DSM-IV-TR untuk ketergantungan dan penyalahgunaan dapat
diterapkan pada amfetamin dan zat terkait. Ketergantungan amfetamin dapat
mengakibatkan penurunan spiral yang cepat dari kemampuan seseorang untuk
menghadapi kewajiban dan stres yang berkaitan dengan keluarga dan
pekerjaan. Seseorang yang menyalahgunakan amfetamin membutuhkan dosis
7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :
10
Urinalisis untuk skrining amfetamin atau zat adiktif lain yang digunakan
bersama-sama,
Tes kehamilan : semua wanita yang berada dalam usia subur sbaiknya
dilakukan tes kehamilan
Fungsi hati : kerusakan hati mungkin terjadi pada intoksikasi akut. Sebagai
tambahan, pasien yang menggunakan amfetamin beresiko untuk terinfeksi
hepatitis, yang pada akhirnya bias menyebabkan perubahan mental.
2. Gambaran Radiologi :
Chest x-Ray
CT-Scan.
11
8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan intoksikasi amfetamin:
a. Bila suhu badan naik, berikan kompres dingin, minum air dingin, atau
selimut hipotermik.
b. Bila kejang, berikan diazepam 10-30 mg per oral atau parenteral; atau
klordiazepoksid 10-25 mg per oral secara perlahan-lahan dan dapat
diulang setiap 15-20 menit.
c. Bila tekanan darah naik, berikan obat anti hipertensi.
d. Bila terjadi takikardma, berikan beta-blocker, seperti propanolol, yang
sekaligus juga untuk menurunkan tekanan darah.
e. Untuk mempercepat ekskresi amfetamin, lakukan asidifikasi air seni
dengan memberi amonium klorida 500 mg per oral setiap 3-4 jam.
f. Bila timbul gejala psikosis atau agitasi, beri halopendol 3 kali 2-5 mg.
Penatalaksanaan putus amfetamin:
a. Rawat di tempat yang tenang dan biarkan pasien tidur dan makan
sepuasnya.
b. Waspada terhadap kemungkinan timbulnya depresi dengan ide bunuh diri.
c. Dapat diberikan anti depresi.
Terapi pada Psikosis Akibat Penggunaan Amfetamin
Psikosis akibat penggunaan amfetamin sangat mirip dengan skizofrenia
paranoid. Pada psikosis akibat penggunaan amfetamin dapat diberikan
klorpromazin tiga kali 50-I 50 mg per oral atau 25-50 mg intra muskular yang
dapat diulang setiap empat jam. Dapat juga dipakai halopenidol tiga kali 1-5
mg.
12
9 KOMPLIKASI
Penyalahgunaan amfetamin dalam kurun waktu yang cukup lama atau
dengan dosis yang tinggi dapat mengakibatkan timbul banyak masalah
diantaranya.
Pusing-pusing
Kesulitan bernapas
Kekurangan nutrisi
Gangguan jiwa
Dalam keadaan keracunan akut, pengguna amfetamin pada umumnya
13
14