Bila kalian bertanya mengenai hansip, kalian harus menjawab
apa sih yang identik dengan gardu selain kentongan? Ya, pasti kita pernah melihat orang berseragam serba hijau, bertopi hijau, bersepatu boot, dan selalu membawa pentungan yang menggantung di pinggangnya. Orang berseragam serba hijau ini biasanya menjaga lingkungan dan berkantor di gardu. Profesi ini biasa kita sebut hansip. Sering kita memandang remeh profesi Hansip, sebagai orang yang menjaga keamanan lingkungan desa atau menjaga acara hajatan saja. Acara komedi juga sering menempatkan Hansip sebagai sosok konyol yang pantas ditertawakan. Padahal hansip mempunyai sejarah yang panjang dan jauh dari pandangan remeh banyak orang. Hansip merupakan singkatan dari Pertahanan Sipil. Lembaga ini termasuk lembaga paramiliter yang ada di Indonesia. Konon, cikal-bakal Hansip telah ada sejak jaman penjajahan Belanda, tepatnya akhir masa penjajahan Belanda. Ketika itu pemerintah Hindia Belanda membentuk organisasi mirip hansip untuk menghadapi kedatangan militer Jepang. Organisasi tersebut bernama Light Buscherming Dients (LBD). Tugasnya meliputi pelindungan rakyat dari serangan udara musuh, memberikan penerangan kepada masyarakat, penyamaran, pemadam kebakaran, serta memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan dan pengungsian. Serangan udara musuh yang dimaksud di sini adalah serang tentara Jepang. LBD dikoordinir oleh seorang sipil di setiap daerah. Pada 1942 Belanda menyerah tanpa syarat. Kekuasaan atas Indonesia beralih ke Jepang. Walaupun embrionya sudah ada sejak masa akhir Hindia Belanda, tapi secara resmi Hansip lahir pada 1954 melalui Undang-undang Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia dalam konteks Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (SISHANKAMRATA). Saat itu, Hansip dibentuk dengan dua tujuan, yaitu sebagai komponen
khusus pendukung Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam
keadaan perang, dan menangani bencana. Jika diperhatikan, dalam konteks ini Hansip seakan-akan menjadi bagian atau TNI. Tapi, pada kenyataannya misi Hansip tetap melindungi hak-hak masyarakat sipil dan aset-asetnya pada situasi perang ataupun saat terjadi bencana. Pada 1972 terjadi perombakan pada tubuh organisasi Hansip, Wanra, dan Ratih (Rakyat Terlatih). Pascaperombakan tersebut tugas Hansip semakin diarahkan guna perlindungan masyarakat sipil beserta aset-asetnya bila terjadi perang dan bencana. Lalu melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 56 Tahun 1972, organisasi ini diserahkan dari yang tadinya di bawah Departemen Pertahanan Keamanan (Dephankam) ke Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Setelah dikeluarkannya keputusan tadi, Hansip berada di bawah pengawasan Bupati dan Gubernur pemerintah daerah. Kemudian lahir lagi beberapa peraturan hukum yang menyoal keberadaan Hansip. Fungsinya sebagai pelindung masyarakat ditegaskan kembali dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan. Setelah Orde Baru runtuh, Undang-undang Nomor 20 tahun 1982 dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Dengan keluarnya peraturan ini maka keberadaan serta peran dan fungsi Hansip tidak lagi diatur secara tegas dan bahkan seolaholah hilang. Melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 061/847/SJ tanggal 5 April 2000 tentang Penataan Perangkat Daerah, nomenklatur Kantor Markas Wilayah Pertahanan Sipil diubah menjadi Kantor Perlindungan Masyarakat selanjutnya sebutan organisasi Hansip diubah menjadi organisasi Perlindungan Masyarakat (Linmas). Dasar hukum dari pembentukan milisi sipil adalah Undang-
undang No. 20/1982 mengenai Pokok-Pokok Keamanan dan
Pertahanan Negara, yang mengakui hak setiap warga negara untuk membela negara. Berdasarkan Keppres No. 55 tahun 1972 bahwa Organisasi Pertahanan Sipil dalam sistim Hankamrata merupakan komponen Hankam dan komplemen ABRI.