PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Walaupun bangsa Indonesia telah merdeka sejak 60 tahun yang lalu, namun
fakta menunjukkan bahwa dalam perkembangannya masih menghadapi berbagai
masalah mendasar, antara lain tingginya angka kemiskinan dan pengangguran yang
menciptakan kesenjangan sosial ekonomi, serta lemahnya penegakan hukum.
Beberapa tahun belakangan ini, kecenderungan perkembangan ekonomi
makro Indonesia menunjukkan perkembangan ke arah perbaikan khususnya di
bidang moneter yang ditandai dengan stabilnya nilai tukar rupiah dan penurunan
tingkat suku bunga. Namun demikian, dari sisi ekonomi mikro, pelaku pasar
khususnya perbankan sebagai lembaga intermediasi. Hal ini diperparah dengan
lambannya pertumbuhan di bidang investasi baik domestik maupun internasional.
Kondisi ini mengakibatkan sektor riil belum bergerak sesuai yang diharapkan.1
Implikasi selanjutnya adalah rendahnya penyerapan tenaga kerja dan turunnya
pendapatan perkapita masyarakat, yang berimplikasi pula pada permasalahan sosial
kemasyarakatan seperti meningkatnya tindak pidana.
Sebagian besar tindak pidana yang terjadi khususnya korupsi, illegal logging
dan narkoba pada dasarnya bermotifkan ekonomi. Tanpa ada kepentingan ekonomi,
tindak pidana tersebut tidak akan terjadi. Demikian pula halnya terorisme, aksi-aksi
terorisme tidak mungkin dilakukan apabila tidak terdapat pendanaan untuk
melaksanakan kegiatan tersebut.
Seiring
dengan
perkembangan
teknologi
yang
semakin
canggih,
mengakibatkan modus operandi kejahatan menjadi semakin canggih pula, mulai dari
1
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
2
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
Yunus Hussein, Bunga Rampai Anti Pencucian Uang, (Bandung: Books Terrace & Library,
2007), hal. 3.
5
N.H.T. Siahaan, Money Laundering Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, cet. I
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), hal. 1.
6
Sutan Remy Sjahdeini (A), Money Laundering, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 11 (2000), hal.
31.
3
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
tahun di seluruh dunia melalui transaksi bisnis haram narkotik berkisar antara US $
300 milyar dan US $ 500 milyar.7
Kejahatan money laundering ini sangat berkaitan erat dengan peran
perbankan. Institusi perbankan merupakan sasaran empuk dan sumber pendulangan
uang kotor dalam proses money laundering. Segala sistem yang ada di lembaga
perbankan dapat mempermudah proses kegiatan money laundering, sehingga proses
penyembunyian dan penyamaran uang haram dapat berjalan dengan cepat. Hal ini
disebabkan karena adanya ketentuan kerahasiaan bank yang dianut oleh lembaga
perbankan. Bank dalam hal ini, berkewajiban menjaga kerahasiaan identitas
nasabahnya dan menjaga semua hal-hal yang berhubungan dengan transaksi
nasabahnya. Dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak melampaui batas yurisdiksi
negara dengan memanfaatkan faktor rahasia perbankan yang umumnya dijunjung
tinggi oleh dunia perbankan.8
Tidak dapat dipungkiri, dengan adanya ketentuan tersebut menyebabkan para
penyimpan dana gelap dari berbagai negara menggunakan jasa perbankan sebagai
tempat penyembunyian uang haram mereka. Oleh karena banyaknya para pencuci
uang yang berlindung di balik ketentuan ini, maka berbagai organisasi internasional
seperti FATF dan IMF mendesak supaya sistem ini tidak diterapkan secara ketat.
Dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 15 Tahun 2002
sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang disebutkan bahwa untuk kepentingan pemeriksaan dalam
tindak pidana pencucian uang, penyidik, penuntut umum, atau hakim, berwenang
untuk memintai keterangan dari penyedia jasa keuangan mengenai harta kekayaan
setiap orang yang telah dilaporkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK), tersangka, atau terdakwa, dan tidak berlaku ketentuan undangundang yang mengatur tentang rahasia bank dan rahasia transaksi keuangan lainnya.
Oleh karena itu pelanggaran ketentuan rahasia bank sepanjang bertujuan untuk
Ibid.
Yunus Husein (B), Telaah Penyebab Indonesia Masuk dalam List Non Cooperative
Countries and Territorries oleh FATF on Money Laundering, (Makalah disampaikan pada seminar
Money Laundering (Pencucian Uang) Ditinjau dari Perspektif Hukum dan Ekonomi, Jakarta, 23
Agustus 2001), hal. 1.
8
4
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
5
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
terlebih dahulu tindak pidana asalnya, untuk dapat dimulainya pemeriksaan tindak
pidana pencucian uang.
Sejarah mengenai pembalikan beban pembuktian atau pembuktian terbalik
yang menjadi polemik, sudah terjadi sejak tahun 1971. Istilah almarhum Oemar
Senoadji adalah pergeseran bukan pembalikan beban pembuktian. Kata Beban
ditekankan bukan pada alat buktinya tapi pada siapa yang berhak untuk melakukan.11
Di dalam Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 sebagaimana dirubah
dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang Pasal 35 dimana disebutkan bahwa untuk kepentingan pemeriksaan di sidang
pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan
merupakan hasil tindak pidana. Sesuai dengan penjelasan dari pasal tersebut
ketentuan tersebut dikenal sebagai asas pembuktian terbalik. Namun, di sini tidak
jelas maksud pembuktian tersebut apakah dalam konteks pidana untuk menghukum
orang yang bersangkutan atau untuk menyita harta kekayaan yang bersangkutan.
Hukum acara yang mengatur pembuktian terbalik ini pun belum ada, sehingga dalam
pelaksanaannya bisa menimbulkan kesulitan dalam penanganan kasus tindak pidana
pencucian uang.
Polemik penerapan pembuktian terbalik yang sudah lama terjadi dan
argumentasi hukum yang diungkapkan para pakar hukum di negeri ini tidak dapat
dijadikan alasan penghambat penerapan pembuktian terbalik diatur dalam sebuah
peraturan perundang-undangan. Pemikiran-pemikiran yang hanya disandarkan pada
pandangan positivisme hukum tidak bisa dijadikan sebagai tameng penghambat
pengaturan asas pembuktian terbalik dituangkan dalam UU yang baru. Apalagi
menjustifikasi (membenarkan) pembuktian terbalik dianggap bertentangan dengan
asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), dan asas non self
11
6
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
incrimination (sesuatu hal yang tidak diperbolehkan dilakukan dalam suatu proses
peradilan pidana).12
Dengan adanya pro dan kontra terhadap penerapan asas pembuktian terbalik
ini maka penerapan ketentuan tersebut menjadi tidak efektif dan hingga saat ini
secara umum masih jaksa yang melakukan pembuktian bahwa terdakwa melakukan
tindak pidana pencucian uang.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, ada beberapa
rumusan permasalahan yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
2.
C. Tujuan Penulisan
1.
2.
7
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam undangundang, dimana peraturan pelaksanaan bersumber dari kewenangan delegasi,
sedangkan peraturan otonom bersumber dari kewenangan atribusi.
Atribusi kewenangan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
(atributie van wetgevingsbevoegdheid) yaitu pemberian kewenangan membentuk
peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh grondwet (UUD) atau wet (UU)
kepada suatu lembaga negara/pemerintahan. Kewenangan tersebut melekat terus
menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan sesuai
dengan batas-batas yang diberikan. Contohnya yang berasal dari UUD 1945, Pasal 5
ayat (1) memberikan kewenangan kepada Presiden untuk membentuk Undangundang dengan persetujuan DPR. Sedangkan yang berasal dari UU seperti UU Bank
Indonesia memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia berupa kewenangan
publik untuk membuat suatu Peraturan Bank Indonesia.
Delegasi kewenangan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
(delegatie van wetgevingsbevoegdheid) yaitu pelimpahan kewenangan membentuk
peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah baik
pelimpahan dinyatakan dengan tegas (eksplisit) maupun tidak (implisit). Berlainan
dengan atribusi, pada delegasi kewenangan tersebut tidak diberikan, melainkan
diwakilkan, selain itu kewengan delegasi ini bersifat sementara, dalam arti
kewenangan ini dapat diselenggarakan sepanjang pelimpahan tersebut masih ada.13
13
8
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
2.
Undang-Undang / Perpu ;
3.
Peraturan Pemerintah ;
4.
Peraturan Presiden ;
5.
Peraturan Daerah.
Substansi/hukum/aturan
14
Lawrence M. Friedman, Law and Society Review 29 No.1, Stanford University, 1969, hal.
34
9
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
2.
3.
Komponen-komponen tersebut harus dilihat hubungannya satu sama lain dalam suatu
proses interaktif yang dinamis. Bagaimana hubungan antara substansi hukum dengan
budaya hukum masyarakat, maupun dengan struktur/sarana/aparat yang ada.
Dikeluarkannya
pelaksanaannya, yaitu yang berisi harapan agar peranan dari warga negara
sebagaimana dilukiskan dalam peraturan itu dapat dilaksanakan dan dipenuhi oleh
mereka. Dalam rangka memenuhi harapan atau menjalankan peranan yang
diaharapkan padanya, seseorang itu akan menerima pengaruh dari kerangka
sosial,politik,ekonomi dan budaya yang mengelilinginya, sehingga ada lebih dari
satu kemungkinan yang dapat terjadi, seperti ditaati, tidak ditaati, tidak ditaati
sementara,
menimbulkan
kemungkinan.
ketidpastian
dalam
penegakannya
dan
lain-lain
15
Satijipto Rahardjo, Permasalahan Hukum di Indonesia, (Bandung ; Alumni, 1978), hal. 14.
Soerjono Soekanto (1), Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1984), hal. 132.
17
Soerjono Soekanto, (2), Ringkasan Metode Penelitian Hukum Empiris, Cet 1,(Jakarta :
Ind.Hill.Co, 1990), hal 83
16
10
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
Pembatasan definisi bertujuan agar penelitian yang akan dilakukan nantinya tidak
terlalu luas dan tetap pada tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Adapun beberapa
definisi yang akan menjadi bahan pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak
pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. 18
2. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat
PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah
dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang. 19
3. Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan han dan/atau kewajiban
atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih. 20
4. Transaksi Keuangan adalah Transaksi untuk melakukan atau menerima
penempatan,
penyetoran,
penarikan,
pemindahbukuan,
pentransferan,
tujuan
untuk
menghindari
pelaporan
Transaksi
yang
18
11
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
E. Metode Penelitian
Didalam penulisan karya ilmiah suatu hal yang harus dicapai adalah keilmiahan
dari tulisan tersebut, yakni dipenuhinya unsur kebenaran, validitas dan keberlakuan
didalamnya.
Fungsi metode adalah untuk menemukan, merumuskan, menganalisa maupun
memecahkan masalah tertentu untuk mengungkapkan kebenaran.24 Secara umum
metode penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu metode penelitian lapangan dan
metode kepustakaan. Metode penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data
secara langsung dari masyarakat atau pihak-pihak yang berwenang. Cara yang
dilakukan dapat melalui observasi, wawancara ataupun kuisioner. Metode penelitian
kepustakaan dilakukan dengan cara menganalisa bahan-bahan tertulis atau pustaka
yang ada. Jenis data yang diperoleh langsung dari masyarakat atau lapangan disebut
sebagai data primer atau data dasar, sedangkan yang diperoleh dari bahan pustaka
lazim disebut dengan data sekunder. Dalam penelitian hukum, data sekunder
mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.
Bahan hukum primer terdiri dari norma dasar, peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi maupun traktat. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang
menjelaskan bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, makalah, buku, majalah,
dan sebagainya. Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang menjelaskan bahan
hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedi ataupun indeks.
22
12
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
Istilah metodologi berasal dari kata metode yang berarti jalan ke, namun
demikian menurut kebiasan metode dirumuskan, dengan kemungkinan-kemungkinan
sebagai berikut :25
1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian ;
2. suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan ;
3. cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.
Terhadap pengertian metodologi, biasanya diberikan arti-arti sebagai berikut :
1. Logika dari penelitian ilmiah ,
2. studi terhadap prosedur dan teknik penelitian
3. suatu sistim dari prosedur dan teknik penelitian.
Penulisan tesis ini dilakukan melalui penelitian secara ilmiah, artinya suatu
metode yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala, dengan
menganalisisnya dan mengadakan pemeriksaan mendalam terhadap fakta tersebut,
untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh fakta tersebut.26
Pada setiap kegiatan yang bersifat ilmiah selalu didasarkan pada metode
penelitian tertentu, karena hasil penelitian yang akan dituangkan dalam tulisan
berujud karya ilmiah haruslah bersifat obyektif, dalam arti pemikiran maupun materi
pembahasan seharusnya dapat diuji kebenarannya secara logis, sistematis dan sesuai
dengan data ataupun fakta.
Ilmu pengetahuan mengenal 2 (dua) macam metode penelitian, yaitu penelitian
kepustakaan atau penelitian normatif dan penelitian lapangan atau penelitian empiris.
Dalam kaitan dengan pembahasan dalam penelitian ini, metode yang akan digunakan
untuk mendapatkan data yang diperlukan adalah metode peneltian kepustakaan
(library research) atau penelitian normative, yaitu suatu cara mengumpulkan data
sekunder dengan melakukan studi kepustakaan. Disamping itu penelitian ini juga
akan dipertajam dengan melakukan pengamatan langsung dan melakukan wawancara
dengan pejabat-pejabat di PPATK dan Instansi terkait lainnya jika dinilai perlu.
25
26
Ibid., hal. 5
Ibid., hal.2
13
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika disajikan untuk mempermudah pembaca dalam memahami materi
yang akan dibahas selanjutnya dalam tesis ini. Dengan adanya sistematika ini
diharapkan pembaca dapat mengetahui secara garis besar isi tesis ini.
Adapun sistematika penulisan tesis ini adalah:
27
Ibid., hal 12
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat
,Cet 2 (Jakarta : Rajawali, 1986), hal 15.
28
14
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
BAB I. PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang permasalahan, pokok
permasalahan, tujuan penulisan, kerangka konsepsional, metode penulisan
serta sistematika penulisan.
15
Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.